Anda di halaman 1dari 2

2.

Pemahaman Gereja Terhadap Sakramen


Pada zaman gereja mula-mula kata “sakramen”  awalnya ditujukan kepada setiap
doktrin dan perundangan. Inilah alasan  dari sebagian orang untuk  menolak istilah sakramen,
dan memakai  istilah  “tanda”, “meterai”, atau “misteri”. Demikian juga dengan pemakaian kata
“sakramen” (yang dijabarkan dari kata sacer = kudus) juga mengandung arti perbuatan atau
perkara yang rahasia, yang kudus yang berhubungan dengan dewa. [3]  Dalam gereja-gereja
Lutheran, pada umumnya sakramen diadakan bukan sebagai tanda bahwa dengannya
seseorang dapat dikatakan sebagai orang Kristen, melainkan agar sakramen tersebut menjadi
tanda dan kesaksian akan kehendak Allah atas umat manusia (orang percaya) untuk
meneguhkan iman kita.[4] Itu sebabnya dalam sakramen harus disertai dengan iman.
Sakramen digunakan dengan benar apabila diterima dalam iman dan untuk meneguhkan iman
itu sendiri. Hal ini juga dihubungkan dengan keadaan religius pada masa gereja mula-mula,
sebab pada zaman itu perbuatan-perbuatan misterius dalam melakukan konsentrasi ditemukan
dalam berbagai agama atau kepercayaan. Tindakan-tindakan gereja saat itu pada umumnya
masih dipahami bersifat misterius.[5]
Salah satu tokoh bapa gereja yaitu Agustinus  memberikan defenisi tentang sakramen.
Menurutnya, “Sakramen adalah tanda kelihatan dari hal yang kudus ataupun  bentuk yang
kelihatan dari kasih karunia yang tidak kelihatan”. Tanda-tanda yang kelihatan dari yang tidak
kelihatan dari suatu hal suci; atau wujud yang kelihatan dari rahmat yang tidak kelihatan;
Firman yang kelihatan. Tanda dan materei yang kelihatan dan suci yang ditentukan oleh Tuhan
Allah, menjelaskan bahwa segala sesuatu yang dijanjikan-Nya supaya iman kita dikuatkan,
Ditetapkan Tuhan Allah untuk menguatkan persekutuan sesama anak-anak Allah. Sakramen
memberikan anugerah dan mengu-dusan seseorang. Cara untuk mempersatukan seseorang 
manusia  dengan Kristus, dan mempertahankan persatuan itu. Gereja mula-mula memberikan
makna dan isi baru tentang sakramen, dengan pemahaman bahwa sakramen adalah suatu
kesepakatan antara manusia dengan Tuhan Allah. Sehingga dengan menerima Sakramen,
seseorang berjanji untuk hidup setia kepada Yesus Kristus.
Pada  zaman gereja mula-mula hingga abad pertengahan, ketentuan tentang jumlah
sakramen selalu berubah-ubah. Munculnya reformasi yang dilakukan oleh Martin Luhter,
meragukan akan keberadaan sakramen dalam gereja Katolik. Karena Katolik menyatakan ada
7 Sakramen , sedangkan Martin Luther menyatakan hanya ada 2 Sakramen yaitu : Baptisan
Kudus dan Perjamuan Kudus.  Hal itu  menjadi pokok perdebatan  antara para teolog pada
zaman reformasi. Sakramen-sakramen gereja ternyata mendapat perhatian yang lebih khusus
dalam pembahasan-pembahasan, khususnya menyangkut substansi sakramen tersebut,
termasuk maknanya masing-masing, bahkan juga menyangkut  soal-soal praktis.[6]
Menurut gereja  gereja Protestan,  sakramen yang diakui adalah “Baptisan” dan
“Perjamuan Kudus”. Allah yang mendirikan, menetapkan, memerintah, mensyahkan baptisan itu
dan perjamuan kudus, yang melaluinya Allah memberikan berkat dan pengampunan dosa.[7]

3. Sejarah dan Makna Sakramen


Kedua jenis sakramen tersebut bertitik tolak dan berdasarkan pada amanat  penetapan,
perintah dan perbuatan Yesus Kristus. Penetapan Baptisan Kudus terdapat dalam Injil Matius
28:19 dan Markus 16:16, sedangkan penetapan Perjamuan Kudus terdapat dalam Injil synoptis
(Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:14-20) dan surat Rasul Paulus  (I Kor. 11:23-25).
Kuasa dari sakramen tidak terletak pada unsur-unsur yang digunakan (air, roti atau anggur),
tetapi pada Allah yang menjadi fokus dari tanda-tanda itu. Kuasanya tidak tergantung pada
karakter dari pada iman yang melaksanakannya, tetapi pada integritas Allah, sebab sakramen
tidak pernah dimaksudkan untuk berdiri sendiri tanpa disertai dengan Firman Tuhan. Firman
dan ketentuan atau perintah-perintah Allah dalam sakramen tersebutlah yang membuat
sakramen ada dan benar.[8]
Sejarah Perjamuan Kudus dalam Protestan. Istilah Perjamuan Kudus (bahasa
Inggris: holy communion) digunakan oleh gereja Protestan. Perjamuan Kudus didasari pada
perjamuan makan malam yang lazim di Israel Kuno. Selain hal tersebut terdapat makna dari
ritus perjamuan malam dalam tradisi Israel kuno yang dilakukan untuk menghayati perbuatan
Allah yang melepaskan nenek moyang mereka dari perbudakan di Mesir (Ul. 16:1 dst).
Perjamuan itu mereka sebut Pesakh (Paskah) artinya “berlalu” atau “melewati”. Dalam
Kel.12:13, Tuhan berjanji bahwa hukuman-Nya akan berlalu pada pintu-pintu yang diberi tanda
dengan darah anak domba. Gereja Mula-mula atau orang-orang yang menjadi percaya setelah
peristiwa Pentakosta setiap hari berkumpul untuk memecahkan roti yang disebut Perjamuan
Kudus (Kisah 2:42). Apa yang mereka lakukan ini diimani sebagai perintah dari Tuhan Yesus.
Gereja melakukan atau melaksanakan Perjamuan Kudus sebagai peringatan terhadap
penderitaan dan juga kematian serta kebangkitan yang Tuhan Yesus alami, sampai Ia datang
kedua kali (1 Kor. 11:28). Dalam tradisi Perjanjian Baru, Perjamuan berasal dari Perjamuan
yang diadakan Tuhan Yesus beserta murid-muridNya pada malam Ia ditangkap untuk
disalibkan (1 Kor. 11:23; Mrk 14:22; Mat 26:26; Luk 22:14). Oleh karena itu Perjamuan Kudus
menghadapkan kepada kematian Yesus dan kebangkitanNya yang telah nyata, bahwa
kematian-Nya itu telah menerbitkan keselamatan bagi yang mempercayainya.[9]

Anda mungkin juga menyukai