Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sakramen berasal dari bahasa Latin; Sacramentumyang memiliki arti
perbuatan kudus1. Dalam bidang hukum dan pengadilan Sacramentum biasanya
diartikan sebagai barang kepunyaan (jaminan) yang ditaruhkan saat dua orang
berselisih, jika salah satunya kalah maka jaminan tadi akan menjadi milik pihak
yang menang. Dalam sejarah teologi Kristen istilah sacramentum menjadi bagian
dari diskusi teologis kristiani sehingga dalam perkembangannya istilah sakramen
digunakan dan diberi arti baru dalam kehidupan gereja.
Sakramen adalah tanda atau jaminan memperoleh keselamatan. Namun
bukan hanya tentang keselamatan tetapi juga secara fungsional, sakramen adalah
sebuah alat karunia yang menyatakan kasih Allah untuk memperteguh
kepercayaan/iman. Di sisi yang lain Pendampingan Pastoral sendiri juga memiliki
fungsi yang sama yaitu menyokong/menopang sekaligus untuk mengutuhkan
mereka yang sedang bergumul dengan kehidupannya baik sebagai pribadi maupun
sebagai bagian dari masyarakat dan lingkungan.
Dalam makalah ini, kami akan menjelaskan sejarah singkat mengenai
perkembangan sakramen, arti sakramen dalam gereja, khususnya gereja Kristen
dan Katholik, kemudian akan kami singgung beberapa hal mengenai validitas
dan
keabsahan pelayanan sakramen dalam gereja.

1
Majelis Sinode GPIB. Bahan Pelajaran Pelayanan Katekisasi Buku I. 1995. Jakarta: Penerbitan
GPIB. Hal. 41.
Sakramen 1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah Sakramen?
2. Bagaimana pengertian Sakramen?
3. Bagaimana pembagian Sakramen dalam Kristen dan Katholik?
4. Bagaimana validitas dan keabsahan pelayanan sakramen dalam gereja?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui sejarah Sakramen.
2. Untuk mengetahui pengertian Sakramen.
3. Untuk mengetahui pembagian Sakramen dalam Kristen dan Katholik.
4. Untuk mengetahui validitas dan keabsahan pelayanan sakramen dalam
gereja.

Sakramen 2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Katholik

Dalam tradisi Kekristenan Barat, sakramen diartikan sebagai tanda yang


terlihat, yakni kulit luar yang membungkus isinya, yaitu rahmat rohaniah. Katholik
mempercayai tujuh sakramen. Ketujuh sakramen adalah sebagai berikut:
 Pembaptisan (Permandian)
 Ekaristi (Komuni Suci)
 Penguatan (Krisma)

12
Dikutip dari http://mengakubackpacker.blogspot.com/201210/perbedaan-katolik-dan-
kristen- protestan.html/ diakses pada 12 Mei 2015.

Sakramen 3
 Pernikahan (Perkawinan)
 Imamat (Pentahbisan)
 Rekonsiliasi (Pengakuan Dosa, Sakramen Tobat)
 Pengurapan orang sakit (Sakramen Minyak Suci)
a. Pembaptisan (Permandian)
Baptisan (bahasa Yunani : Baptizo), berarti dimandikan, dibersihkan, atau
diselamkan, mati dan bangkit di dalam Kristus. Melambangkan bahwa manusia
mati terhadap dosa bersama dengan Kristus, dan dibangkitkan untuk suatu hidup
baru. Karena manusia dilahirkan kembali oleh air dan Roh Kudus, dan hidup baru
tersebut menunjukkan kita dibersihkan dari dosa.
Cara Baptisan : Pertama : Menyiramkan, baptisan ini dilakukan dengan
menyiramkan air ke kepala yang menerima baptisan dengan satu keyakinan,
bahwa air itu bukanlah air biasa, melainkan air yang berisikan Firman dan Titah
Allah yang telah dikuduskan. Bukan karena air itu si penerima baptisan mendapat
Keselamatan dari keampunan dosa, melainkan Firman Tuhan itu, maka baptisan
itu menyelamatkan.
Kedua : Memercikkan, baptisan ini dilakukan dengan memercikkan
berulang kali ke atas kepala yang menerima baptisan. Baptisan seperti ini biasanya
dilakukan dalam gereja Katolik dan gereja Ortodok
Ketiga : Menyelamkan, biasanya orang yang dibaptis diselamkan di dalam
kolam air, di sugai dan sejenisnya secara langsung, ini mengikuti baptisan tradisi
Yahudi yang dilakukan Yohanes dan Petrus di sugai dan umumnya dilakukan oleh
Pentakosta dan Kharismatik.
Dalam keadaan darurat, siapapun yang berniat untuk melakukan apa yang
dilakukan Gereja, bahkan jika orang itu bukanlah seorang Kristiani, dapat
membaptis. Pembaptisan membebaskan penerimanya dari dosa asal serta semua
dosa pribadi dan dari hukuman akibat dosa-dosa tersebut, dan membuat orang
yang dibaptis itu mengambil bagian dalam kehidupan Tritunggal Allah melalui
"rahmat yang menguduskan" (rahmat pembenaran yang mempersatukan pribadi
yang bersangkutan dengan Kristus dan Gereja-Nya). Pembaptisan juga membuat
penerimanya mengambil bagian dalam imamat Kristus dan merupakan landasan

Sakramen 4
komuni (persekutuan) antar semua orang Kristen. Pembaptisan menganugerahkan
kebajikan-kebajikan "teologis" (iman, harapan dan kasih) dan karunia-karunia Roh
Kudus. Sakramen ini menandai penerimanya dengan suatu meterai rohani yang
berarti orang tersebut secara permanen telah menjadi milik Kristus.
Baptisan Kudus diperintahkan oleh Yesus sendiri yang dikatakan dalam
Matius 29 : 19-20, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadaMu. Dan ketahuilah,
Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
Demikian juga perintah Tuhan Yesus dalam Markus 16 : 16 "Siapa yang
percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan
dihukum." Inilah yang menjadi dasar baptisan, bukan imansi anak yang dibaptis,
melainkan ajaran tentang perjanjian Allah yang diberi kepada setiap manusia.
Baptisan adalah juga merupakan janji-janji Allah sebagai tanda yang diberitakan
di dalam Injil.
Pengertian nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus berarti bahwa orang itu
diselangkan dalam karya penyelamatan Bapa, Anak, dan roh Kudus. Maka
hidupnya bukan lagi dikuasai oleh keinginannya sendiri, tetapi dikuasai oleh
kehendak Allah. Oleh karena itu, jelaslah bahwa baptisan kudus adalah tanda atau
gambaran yang menunjuk kepada pengampunan dosa dan hidup yang kekal
sedangkan sakramen sebagai materai atau cap berfungsi untuk menguatkan atau
mengokohkan kepercayaan kepada janji Allah atau untuk memateraikan atau
menandai janji Allah dalam Injil bahwa korban Kristus mempersatukan kita dalam
kematian, kebangkitan, kenaikan Yesus ke sorga yang dikaruniai sebagai
pengampunan dosa & hidup yang kekal.
b. Ekaristi (Komuni Suci)
"Dan ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang makan, Yesus
mengambil roti, mengucap berkat dan memecah-mecahakannya kepada mereka
dan berkata, "Ambillah, inilah tubuhKu," sesudah itu Ia mengambil cawan,
mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka semua dan mereka semua
minum dari cawan itu. Dan berkata kpd mereka, "Inilah darahKu, darah perjanjian
yang ditumpahkan
Sakramen 5
bagi banyak orang."
Berdasarkan perkataan-perkataan inilah maka beberapa kali dalam setahun
jemaat Protestan mengadakan kebaktian khusus untuk merayakan Perjamuan
Kudus. Perjamuan Kudus adalah Perjamuan yang tergolong kepada Perjanjian
yang diadakan Allah dengan umat-Nya di bukit Golgota (Perjanjian yang Baru),
dimana anak domba Paskah telah dikorbankan satu kali untuk selama-lamanya
(I Kor.
5:17). Bila pada perayaan Perjamuan Kudus kita menerima roti dan anggur, maka
dengan “Firman yang kelihatan” ini ditegaskan dan diberi jaminan kepada kita
bahwa kita boleh ambil bagian dalam keselamatan yang dikerjakan Kristus bagi
manusia. Sebab, dengan menerima tanda-tanda roti dan anggur itu kita dijadikan
satu dengan Kristus di dalam kematian-Nya.
Perjamuan Kudus adalah tanda yang ditetapkan Tuhan untuk mengingatkan
semua orang yang percaya kepada-Nya kepada sengsara dan pengorbanan-Nya
untuk menebus dosa kita dan menyediakan kehidupan kekal bagi kita. Dengan
menerima tanda itu kita boleh yakin bahwa sekarang pun kita telah menerima
keselamatan itu, dan itu sepenuhnya akan kita nikmati ketika kita bersama dengan
Dia merayakan Perjamuan Agung bersama Dia di kerajaanNya yang kekal, setelah
Ia datang kembali membarui dunia ini.
Hanya uskup atau imam yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi,
dengan bertindak selaku pribadi Kristus sendiri. Imam biasanya adalah pelayan
Komuni Suci, umat awam dapat diberi wewenang dalam lingkup terbatas sebagai
pelayan luar biasa Komuni Suci. Ekaristi dipandang sebagai "sumber dan puncak"
kehidupan Kristiani, tindakan pengudusan yang paling istimewa oleh Allah
terhadap umat beriman dan tindakan penyembahan yang paling istimewa oleh
umat beriman terhadap Allah, serta sebagai suatu titik dimana umat beriman
terhubung dengan liturgi di surga. Betapa pentingnya sakramen ini sehingga
partisipasi dalam perayaan Ekaristi (Misa) dipandang sebagai kewajiban pada
setiap hari Minggu dan hari raya khusus, serta dianjurkan untuk hari-hari lainnya.
Dianjurkan pula bagi umat yang berpartisipasi dalam Misa untuk, dalam kondisi
rohani yang layak, menerima Komuni Suci. Menerima Komuni Suci dipandang
sebagai kewajiban sekurang-kurangnya setahun sekali selama masa Paskah.
Sakramen 6
Makna Roti dan Anggur di Perjamuan Kudus
1. Roti melambangkan Tubuh Kristus, ingatan dan memperingati tubuh Yesus
yang disalibkan. Makan tubuh Kristus dalam arti dipersatukan dengan Dia,
dengan menerima apa yang dilakukan-Nya bagi manusia, (Yoh 6:48-58).
Makan roti mengingatkan bahwa Yesus menjadi manusia supaya tubuh
manusiawi itu disalibkan. Ia menderita dan mati serta bangkit, untuk
menciptakan Tubuh baru, yaitu jemaat-Nya.
2. Anggur melambangkan darah Kristus yang ditumpahkan untuk menyucikan
dosa-dosa manusia. Darah ditumpahkan pada/dari tubuh Yesus yang terpaku
di kayu salib untuk pengampunan atau penghapusan dosa seluruh manusia.
Darah yang adalah hidup, ditumpahkan agar memberi hidup kekal bagi
manusia. Minum anggur dari cawan pada Perjamuan Kudus, mengingatkan
bahwa Yesus sendiri telah minum cawan murka Tuhan Allah yang seharusnya
diterima manusia.
Sikap pada Perjamuan Kudus :
 Berusaha untuk hadir, karena Tuhan Yesus sendirilah yang
mengundang untuk datang pada meja perjamuan
 Mempersiapkan diri untuk hadir. Menyelidiki dan mengaku dosa,
berdamai dengan sesama manusia, serta mohon pengampunan dari Tuhan
Allah. Kita datang ke hadapan Tuhan Allah sebagai orang yang berdosa
yang sudah ditebus oleh Kristus
 Dengan makan dan minum pada meja Perjamuan Kudus, ini berarti ada
suatu penyerahan diri kepada Tuhan Allah. Karena Yesus telah
menyerahkan Diri-Nya sebagai ganti manusia, maka setiap menghadiri
Perjamuan Kudus menunjukkan bahwa seseorang mau menjadi
persembahan yang hidup dan berkenan kepada Tuhan Allah, Roma 12:1-
2
Perintah mengenai perjamuan kudus itu terdapat dalam Matius 26 : 26-29 ;
Markus 19 : 22-25 ; Lukas 22 : 15-20 ; 1 Korintus 11 : 23-25.
c. Penguatan (Krisma)
Penguatan atau Krisma adalah sakramen ketiga dalam inisiasi Kristiani.
Sakramen ini diberikan dengan cara mengurapi penerimanya dengan Krisma,
Sakramen 7
minyak yang telah dicampur sejenis balsam, yang memberinya aroma khas,
disertai doa khusus yang menunjukkan bahwa, baik dalam variasi Barat maupun
Timurnya, karunia Roh Kudus menandai si penerima seperti sebuah meterai.
Melalui sakramen ini, rahmat yang diberikan dalam pembaptisan "diperkuat dan
diperdalam"13.
Seperti pembaptisan, penguatan hanya diterima satu kali, dan si penerima
harus dalam keadaan layak (artinya bebas dari dosa apapun yang diketahui dan
yang belum diakui) agar dapat menerima efek sakramen tersebut. Pelayan
sakramen ini adalah seorang uskup yang ditahbiskan secara sah; jika seorang
imam (presbiter) melayankan sakramen ini hubungan dengan jenjang imamat di
atasnya ditunjukkan oleh minyak (dikenal dengan nama krisma atau myron) yang
telah diberkati oleh uskup dalam perayaan Kamis Putih atau pada hari yang dekat
dengan hari itu. Di Timur sakramen ini dilayankan segera sesudah pembaptisan.
Di Barat, di mana administrasi biasanya dikhususkan bagi orang-orang yang
sudah dapat memahami arti pentingnya, sakramen ini ditunda sampai si penerima
mencapai usia awal kedewasaan; biasanya setelah yang bersangkutan
diperbolehkan menerima sakramen Ekaristi. Kian lama kian dipulihkan urut-
urutan tradisional sakramen- sakramen inisiasi ini, yakni diawali dengan
pembaptisan, kemudian penguatan, barulah Ekaristi.
d. Pernikahan (Perkawinan)
Pernikahan atau Perkawinan, adalah suatu sakramen yang mengkonsekrasi
penerimanya guna suatu misi khusus dalam pembangunan Gereja, serta
menganugerahkan rahmat demi perampungan misi tersebut. Sakramen ini, yang
dipandang sebagai suatu tanda cinta-kasih yang menyatukan Kristus dengan
Gereja, menetapkan di antara kedua pasangan suatu ikatan yang bersifat permanen
dan eksklusif, yang dimeteraikan oleh Allah. Dengan demikian, suatu pernikahan
antara seorang pria yang sudah dibaptis dan seorang wanita yang sudah dibaptis,
yang dimasuki secara sah dan telah disempurnakan dengan persetubuhan, tidak
dapat diceraikan sebab di dalam kitab suci tertulis Justru karena ketegaran
hatimulah
maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah

Sakramen 8
13
Joseph Martos. Doors to the Sacred: A Historical Introduction to Sacraments in the Catholic
Church. Revised Ed. 2001. Liguori, MO: Liguori Publications.

Sakramen 9
menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga
keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua,
melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh
diceraikan manusia. Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya
pula kepada Yesus tentang hal itu. Lalu kata-Nya kepada mereka: ”Barangsiapa
menceraikan istrinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam
perzinaan terhadap istrinya itu. Dan jika si istri menceraikan suaminya dan kawin
dengan laki-laki lain, ia berbuat zina." (Markus 10 : 1–12).
Sakramen ini menganugerahkan kepada pasangan yang bersangkutan
rahmat yang mereka perlukan untuk mencapai kekudusan dalam kehidupan
perkawinan mereka serta untuk menghasilkan dan mengasuh anak-anak mereka
dengan penuh tanggung jawab. Sakramen ini dirayakan secara terbuka di hadapan
imam (atau saksi lain yang ditunjuk oleh Gereja) serta saksi-saksi lainnya,
meskipun dalam tradisi teologis Gereja Latin yang melayankan sakramen ini
adalah kedua pasangan yang bersangkutan.
Demi kesahan suatu pernikahan, seorang pria dan seorang wanita harus
mengutarakan niat dan persetujuan-bebas (persetujuan tanpa paksaan) masing-
masing untuk saling memberi diri seutuhnya, tanpa memperkecualikan apapun
dari hak-milik esensial dan maksud-maksud perkawinan. Jika salah satu dari
keduanya adalah seorang Kristen non-Katolik, maka pernikahan mereka hanya
dinyatakan sah jika telah memperoleh izin dari pihak berwenang terkait dalam
Gereja Katolik. Jika salah satu dari keduanya adalah seorang non-Kristen (dalam
arti belum dibaptis), maka diperlukan izin dari pihak berwenang terkait demi
sahnya pernikahan.
e. Imamat (Pentahbisan)
Imamat atau Pentahbisan adalah sakramen yang dengannya seseorang
dijadikan uskup, imam, atau diakon, sehingga penerima sakramen ini dibaktikan
sebagai citra Kristus. Hanya uskup yang boleh melayankan sakramen ini.
Pentahbisan seseorang menjadi uskup menganugerahkan kegenapan
sakramen Imamat baginya, menjadikannya anggota badan penerus (pengganti)
para
Sakramen 10
rasul, dan memberi dia misi untuk mengajar, menguduskan, dan menuntun,
disertai kepedulian dari semua Gereja.
Pentahbisan seseorang menjadi imam mengkonfigurasinya menjadi Kristus
selaku Kepala Gereja dan Imam Agung, serta menganugerahkan baginya kuasa,
sebagai asisten uskup yang bersangkutan, untuk merayakan sakramen-sakramen
dan kegiatan-kegiatan liturgis lainnya, teristimewa Ekaristi.
Pentahbisan seseorang menjadi diakon mengkonfigurasinya menjadi
Kristus selaku Hamba semua orang, menempatkan dia pada tugas pelayanan uskup
yang bersangkutan, khususnya pada kegiatan Gereja dalam mengamalkan cinta-
kasih Kristiani terhadap kaum papa dan dalam memberitakan firman Allah.
Orang-orang yang berkeinginan menjadi imam dituntut oleh Hukum
Kanonik (Kanon 1032 dalam Kitab Hukum Kanonik) untuk menjalani suatu
program seminari yang selain berisi studi filsafat dan teologi sampai lulus, juga
mencakup suatu program formasi yang meliputi pengarahan rohani, berbagai
retreat, pengalaman apostolat (semacam Kuliah Kerja Nyata), dst. Proses
pendidikan sebagai persiapan untuk pentahbisan sebagai diakon permanen diatur
oleh Konferensi Wali Gereja terkait.
f. Rekonsiliasi (Pengakuan Dosa, Sakramen Tobat)
Sakramen rekonsiliasi adalah yang pertama dari kedua sakramen
penyembuhan, dan juga disebut Sakramen Pengakuan Dosa, Sakramen Tobat, dan
Sakramen Pengampunan14. Sakramen ini adalah sakramen penyembuhan rohani
dari seseorang yang telah dibaptis yang terjauhkan dari Allah karena telah berbuat
dosa. Sakramen ini memiliki empat unsur: penyesalan si peniten (si pengaku dosa)
atas dosanya (tanpa hal ini ritus rekonsiliasi akan sia-sia), pengakuan kepada
seorang imam (boleh saja secara spirutual akan bermanfaat bagi seseorang untuk
mengaku dosa kepada yang lain, akan tetapi hanya imam yang memiliki kuasa
untuk melayankan sakramen ini), absolusi (pengampunan) oleh imam, dan
penyilihan.

14
David Noel Power. Sacrament: The Language of God's Giving. 1999. New York: Herder
& Herder.

Sakramen 11
"Banyak dosa yang merugikan sesama. Seseorang harus melakukan
melakukan apa yang mungkin dilakukannya guna memperbaiki kerusakan yang
telah terjadi (misalnya, mengembalikan barang yang telah dicuri, memulihkan
nama baik seseorang yang telah difitnah, memberi ganti rugi kepada pihak yang
telah dirugikan). Keadilan yang sederhana pun menuntut yang sama. Akan tetapi
dosa juga merusak dan melemahkan si pendosa sendiri, serta hubungannya dengan
Allah dan sesama. Si pendosa yang bangkit dari dosa tetap harus memulihkan
sepenuhnya kesehatan rohaninya dengan melakukan lagi sesuatu untuk
memperbaiki kesalahannya: dia harus 'melakukan silih bagi' atau 'memperbaiki
kerusakan akibat' dosa-dosanya. Penyilihan ini juga disebut 'penitensi'" (KGK
1459). Pada awal abad-abad Kekristenan, unsur penyilihan ini sangat berat dan
umumnya mendahului absolusi, namun sekarang ini biasanya melibatkan suatu
tugas sederhana yang harus dilaksanakan oleh si peniten, untuk melakukan
beberapa perbaikan dan sebagai suatu sarana pengobatan untuk menghadapi
pencobaan selanjutnya.
Imam yang bersangkutan terikat oleh "meterai pengakuan dosa", yang tak
boleh dirusak. "Oleh karena itu, benar-benar salah bila seorang konfesor
(pendengar pengakuan) dengan cara apapun mengkhianati peniten, untuk alasan
apapun, baik dengan perkataan maupun dengan jalan lain" (kanon 983 dalam
Hukum Kanonik). Seorang konfesor yang secara langsung merusak meterai
sakramental tersebut otomatis dikenai ekskomunikasi (hukuman pengucilan) yang
hanya dapat dicabut oleh Tahta Suci (kanon 1388).
g. Pengurapan Orang Sakit
Pengurapan Orang Sakit adalah sakramen penyembuhan yang kedua.
Dalam sakramen ini seorang imam mengurapi si sakit dengan minyak yang
khusus diberkati untuk upacara ini. "Pengurapan orang sakit dapat dilayankan
bagi setiap umat beriman yang, karena telah mencapai penggunaan akal budi,
mulai berada dalam bahaya yang disebabkan sakit atau usia lanjut" (kanon 1004;
KGK 1514). Baru menderita sakit ataupun makin memburuknya kondisi kesehatan
membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang.

Sakramen 12
Dalam tradisi Gereja Barat, sakramen ini diberikan hanya bagi orang-orang
yang berada dalam sakratul maut, sehingga dikenal pula sebagai "Pengurapan
Terakhir", yang dilayankan sebagai salah satu dari "Ritus-Ritus Terakhir". "Ritus-
Ritus Terakhir" yang lain adalah pengakuan dosa (jika orang yang sekarat tersebut
secara fisik tidak memungkinkan untuk mengakui dosanya, maka minimal
diberikan absolusi, yang tergantung pada ada atau tidaknya penyesalan si sakit atas
dosa-dosanya), dan Ekaristi, yang bilamana dilayankan kepada orang yang sekarat
dikenal dengan sebutan "Viaticum", sebuah kata yang arti aslinya dalam bahasa
Latin adalah "bekal perjalanan".

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
 Setiap agama memiliki ritus untuk menyucikan diri mereka. Dalam
Kristen, ritus tersebut disebut Sakramen.
 Terdapat dua pendapat besar dalam pelaksanaan Sakramen. Katholik
meyakini sakramen ada tujuh, sedangkan Protestan percaya ada dua.
 Efektivitas sakramen-sakramen tidak tergantung pada kelayakan si pelayan.
B. SARAN
Indonesia adalah bangsa yang begitu beragam, bahkan mungkin yang
paling beragam di dunia. Oleh sebab itu, sepantasnya bagi kita untuk mengerti
keberagaman itu. Termasuk ritus keagamaannya.
Namun sayangnya, di negara kita, memahami budaya atau agama orang
lain belum umum dilakukan, sehingga tugas kita untuk memberi pemahaman
kepada yang lain bahwa mempelajari agama orang lain bukan hal yang tabu.
Pemahaman tersebut bertujuan untuk meminimalisir kesalahpahaman beragama.

Sakramen 13
DAFTAR PUSTAKA

http://mengakubackpacker.blogspot.com/201210/perbedaan-katolik-dan-
kristen-protestan.html/ diakses pada 12 Mei 2015.
http://www.katolisitas.org/13443/sejarah-adorasi-sakramen-mahakudus/
diakses pada 12 Mei 2015.
https://www.academia.edu/8164320/PERBEDAAN_ANTARA_AJARAN
_GEREJA_KATOLIK_ROMA_DAN_REFORMATOR_ISTIMEWA_LUTHER
_ TENTANG_SAKRAMEN/ diakses pada 12 Mei 2015.
Alister E.McGrath. Sejarah Pemikiran Reformasi. 2002. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Dale Appleby. Memperkenalkan Gereja Anglikan. 2005. Jakarta: All Saints
Anglican Church.
David Noel Power. Sacrament: The Language of God's Giving. 1999. New
York: Herder & Herder.
E.Martasudjita. Sakramen-Sakramen Gereja: Tinjauan Teologis,
Liturgis, dan Pastoral. 2007. Yogyakarta: Kanisius.
G.D.Dahlenburg. Pemberitaan Firman dan Pelayanan Sakramen. 1997.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Joseph Martos. Doors to the Sacred: A Historical Introduction to
Sacraments in the Catholic Church. Revised Ed. 2001. Liguori, MO: Liguori
Publications.
Joseph Pohle & Arthur Preuss. The Sacraments: A Dogmatic Treatise.
(St.Louis: B.Herder Book Co,957).
Majelis Sinode GPIB. Bahan Pelajaran Pelayanan Katekisasi Buku I.
1995. Jakarta: Penerbitan GPIB
Niko Hayon. Ekaristi Perayaan Keselamatan Dalam Bentuk Tanda. 1986.
Flores: Nusa Indah.
Strong. Systematic Theology. 1954. Philadelphia, PA: Judson Press.
Urban, Linwood. Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen. 2003. Jakarta: BPK

Sakramen 14
Gunung Mulia. Hal. 332; E.Martasudjita. Sakramen-Sakramen Gereja: Tinjauan
Teologis, Liturgis, dan Pastoral. 2007. Yogyakarta: Kanisius.
Zakharias Ursinus & Caspar Olevianus. Katekismus Heidelberg:
Pengajaran Agama Kristen. 2005. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Sakramen 15

Anda mungkin juga menyukai