B N
K P
0
BAB I
PENDAHULUAN
Tata Gereja BNKP, pasal 11 menyatakan bahwa BNKP bertujuan menyaksikan Injil Yesus
Kristus kepada segala makhluk melalui persekutuan, kesaksian dan pelayanan seutuhnya.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka BNKP sebagai persekutuan orang yang telah
dipanggil oleh Tuhan Yesus Kristus untuk menerima keselamatan, dan sekaligus diutus ke
dalam dunia memberitakan perbuatan-perbuatan Allah yang ajaib, membawa terang di
dalam kegelapan, memberitakan Injil Kerajaan Allah kepada segala makhluk (1 Petrus 2:9-
10; Markus 16:15; Matius 28:19-20; Kis. 1:8). Tugas panggilan tersebut oleh gereja-gereja
secara universal merumuskannya dengan nama Tri Tugas Panggilan Gereja, yakni
Marturia (kesaksian dan pelayanan), Koinonia (persekutuan dan keesaan) dan Diakonia.
Untuk menjabarkan tugas panggilan bersaksi, bersekutu dan melayani – maka dalam Tata
Gereja, pasal 13-20 diuraikan bahwa tugas panggilan BNKP adalah untuk menyaksikan
dan memberitakan penyelamatan Allah yang menyelamatkan yang berpusat di dalam diri
Yesus Kristus, demi keselamatan umat manusia dan segala makhluk. Kesaksian dan
pelayanan dalam rangka menyatakan penyelamatan Allah dilaksanakan melalui
pemberitaan dan perbuatan nyata, baik perorangan maupun sebagai persekutuan jemaat,
resort, sinodal, dan persekutuan oikumenis.
Sejak kedatangan Berita Injil di Nias (27 September 1865) tugas panggilan
tersebut terus dilakukan walaupun belum disusun program secara terencana dan
berkesinambungan. Pada masa Zending target pelayanan terbatas pada upaya
Pengkristenan masyarakat Nias, sedangkan upaya penataan gereja baru dimulai pada pasca
gerakan pertobatan masal, yang memuncak pada pelembagaan BNKP (1936). Selanjutkan
sejak Perang Dunia kedua, dengan persiapan dan daya yang ada BNKP berupaya terus
menunaikan tugas panggilan gereja, hanya saja upaya itu masih sangat terbatas, bahkan
banyak “bergantung” pada Badan Zending, baik menyangkut teologi maupun daya dan
dana. Pada pihak lain BNKP belum secara maksimal hadir ditengah masyarakat (Nias yang
tertinggal dan miskin secara khusus dan Indonesia pada umumnya) dalam menyatakan
tanda-tanda kerajaan Allah di mana konteks ia berada.
Penyusunan program pelayanan di BNKP telah dan terus dilakukan tidak hanya
pada zaman zending, tetapi juga diteruskan setelah kepemimpinan berada di tangan para
pelayan BNKP (1940-an), walaupun penyusunan program tersebut masih bersifat manual,
darurat dan jangka pendek. Banyak program yang direncanakan dan dilaksanakan masih
berupa respon untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi. Namun sejak tahun
1980-an, seiring dengan semakin banyaknya sumber daya pelayan di BNKP, mulai disusun
Rencana Strategi program pelayanan, yang kemudian dikenal dengan Program Umum
Pelayanan BNKP.
Pada Persidangan Majelis BNKP tahun 2007 di Teluk Dalam telah disusun dan
ditetapkan Program Umum Pelayanan BNKP 2007-2012 yang menetapkan visi “melalui
upaya transformasi dan pelaksanaan program pelayanan, Banua Niha Keriso Protestan
(BNKP) terpulihkan dari bencana, semakin bertumbuh dewasa (Ef. 4:11-16) serta menjadi
berkat bagi masyarakat sebagai wujud jemaat yang missioner.” Juga telah ditetapkan misi,
1
yakni: (1) Mempercepat program rehabilitasi, rekonstruksi dan pembangunan kehidupan
jemaat dan masyarakat. (2) Meningkatkan pelayanan pastoral, trauma healing dan
pembinaan warga jemaat. (3) Menyiapkan sumber daya para pelayan yang berkualitas dan
beriman. (4) Meningkatkan pelayanan Pekabaran Injil. (5) Mengupayakan kemandirian
dana melalui prinsip self-supporting. (6) Mengokohkan persekutuan Kristiani yang indah
dan baik intern maupun oikumenis (ekstern). (7) memantapkan system, struktur, manejerial
yang efektif dan efisien dalam menunaikan tugas panggilan gereja. (8) Meningkatkan
peran konseptual, partisipatif dan profetis dalam hubungan gereja dan masyarakat, bangsa
serta Negara. Apakah visi dan misi tersebut telah tercapai?
Bila dievaluasi menurut kaidah-kaidah Perencanaan, Pengawasan, dan Evaluasi,
maka secara umum dapat dikatakan bahwa masih belum tercapai apa yang telah
diamanatkan oleh visi dan misi sebagaimana dirumuskan dalam PUPB 2007-2012.
Seharusnya, seperti diamanatkan dalam PUPB, bahwa setelah persidangan majelis sinode,
semua aras di BNKP (Sinode, Resort, Jemaat) diwajibkan menyusun rencana induk
program untuk lima tahun. Dari rencana induk tersebut dijabarkan program dan anggaran
tahunan. Realitanya, kebanyakan jemaat dan resort belum menyusun Rencana Induk
dimaksud. Walaupun ada beberapa resort dan jemaat yang telah menyusun program
tahunan beserta anggaran sebagai pedoman pelaksanakan program pelayanan setiap tahun,
tetapi, masih banyak jemaat dan juga resort yang belum menyusun program dan anggaran,
sehingga tidak ada program terencana dan berkesinambungan, tidak ada arah dan target
yang hendak dicapai. Umumnya jemaat-jemaat hanya melaksanakan pelayanan rutin
gerejani, terutama yang menyangkut peribadatan. Hal ini terjadi karena:
(1) Faktor Sumber Daya Manusia yang masih terbatas, baik pelayan maupun warga
jemaat;
(2) Faktor keterbatasan dana dalam melaksanakan program yang telah direncanakan;
(3) Faktor kelemahan manejerial, mulai dari aras sinodal hingga ke aras jemaat, dan
(4) Faktor ketidak-seragaman kemampuan dalam perencanaan, penjabaran, pelaksanaan
dan pengawasan program di setiap aras pelayanan,
(5) Terfokusnya perhatian resort dan jemaat-jemaat pada penataan organisasi seiring
dengan pemberlakuan Tata Gereja yang baru.
Namun demikian, merupakan hal yang menggembirakan bahwa kebanyakan
jemaat memiliki semangat untuk membangun gedung gereja baru atau sarana-prasarana
yang dibutuhkan dalam pelayanan, walaupun masih banyak gereja yang tertatih-tatih
dalam pembangunan sarana-prasarana yang dibutuhkan dalam pelayanan. Terlihat juga
upaya-upaya menata diri seiring dengan system dan struktur baru BNKP sesuai Tata
Gereja yang baru. Memang ada resort dan jemaat yang masih belum sepenuhnya
menerapkan system dan struktur baru, serta adanya riak-riak dalam pemberlakuan Tata
Gereja dan peraturan-peraturan, tetapi setelah ada pemahaman yang jelas tentang system
baru dan dampaknya dalam pelayanan, maka secara bertahap jemaat-jemaat semakin
tertata dengan indah dan ini memberi peningkatan dalam kinerja pelayanan.
Untuk melanjutkan pelaksanaan panggilan BNKP sebagai gereja yang bermaturia,
berkoinonia dan beridakonia; maka disusun Rencana Program Umum Pelayanan BNKP
2012-2017, yang memberi arah atau pedoman yang jelas bagi BNKP secara menyeluruh.
Rencana PUPB ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
2
1. Pendahuluan
2. Pokok-pokok Tugas Panggilan BNKP
3. Kondisi dan Permasalahan
4. Visi, Misi dan Strategi
5. Pokok-pokok dan Penjabaran Program
6. Penutup
Penyusunan PUPB ini dilakukan berdasarkan pengkajian kondisi dan
permasalahan yang telah, sedang dan akan dihadapi oleh BNKP, serta dengan
mempertimbangkan potensi dan kesempatan yang ada, baik di dalam maupun potensi dan
kesempatan dari luar. Landasan penyusunannya adalah Alkitab dan Tata Gereja BNKP
serta bertolak dari kenyataan praxis (yang sedang dialami) dan diantisipasi terhadap
berbagai perobahan di masa mendatang. Tujuannya adalah untuk memberi arah bagi
transformasi BNKP dalam memenuhi tugas panggilannya di tengah-tengah dunia,
menampakkan persekutuan yang teguh dan menjadi berkat bagi dunia dalam semua
dimensi kehidupan. Dengan penetapan PUPB 2012-2017 ini, maka ada pedoman, arah,
sekaligus pewujudan/target yang ingin dicapai sesuai dengan kehendak Allah sebagaimana
disaksikan dalam Alkitab. Program Umum Pelayanan BNKP ini disusun sebagai garis-
garis besar haluan pelayanan BNKP dalam kurun waktu lima tahun, yakni 2012-2017..
BNKP sebagai bagian dari gereja yang esa di seluruh dunia, telah ikut serta serta
dalam berbagai wadah Oikumenis (PGI, CCA, LWF, UEM, WCC, dll.), dan oleh
karenanya, dalam penyusunan PUPB 2012-2017, pokok-pokok program pelayanan yang
sifatnya global dan oikumenis turut diperhatikan, dipedomani atau dijadikan sebagai
referensi. Selain itu, BNKP yang berada dan bagian integral bangsa Indonesia yang tengah
berjuang mengatasi krisis-multidimensi dan melaksanakan agenda reformasi, serta
menerapkan system otonomi daerah, maka BNKP dalam menghadirkan syalom di tengah-
tengah masyarakat, turut mempertimbangkan sebagai referensi dalam penyusunan Program
Umum Pelayanan BNKP.
3
BAB II
POKOK-POKOK TUGAS PANGGILAN BNKP
6
4.4. Azas Doa, ialah bahwa segala usaha pelayanan BNKP dilaksanakan dengan
memohonkan bimbingan, kekuatan dan perlindungan Roh Kudus dari Tuhan
(Neh.1:1-11; Mat.7:7; Yoh.4:24; 14:13-14; Roma 8:2b).
4.5. Azas Kekeluargaan, ialah bahwa segala usaha pelayanan BNKP merupakan
usaha bersama seluruh warga jemaat yang dilaksanakan secara kerjasama dengan
gotong royong atas dasar musyawarah dan mufakat yang didorong oleh semangat
persekutuan (Gal. 6:2; Fil. 2:1-4; Neh. 2:18; Kis. 4:32).
4.6. Azas Manfaat, ialah bahwa segala usaha pelayanan BNKP bermanfaat
semaksimal mungkin bagi pendewasaan iman dan peningkatan taraf kehidupan
seluruh warga jemaat sehingga dapat menjadi berkat bagi orang lain (Gal. 6:9; Fil.
1:9-11; Kej. 12:3; 2 Kor. 6:1).
4.7. Azas Adil dan Merata, ialah bahwa segala usaha pelayanan BNKP baik hasil
spiritual maupun hasil material dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh
warga jemaat (2 Kor. 9:6; 2 Tes. 3:10).
4.8. Azas Kemandirian, ialah bahwa segala usaha pelayanan BNKP dilaksanakan
atas kemampuan dan kekuatan jemaat sendiri dalam semangat gerakan Oikumene
(Ef. 4:11-16).
4.9. Azas Keteraturan, ialah bahwa segala usaha pelayanan BNKP yang
dilaksanakan oleh setiap warga jemaat/pelayan, jemaat, resort, sinode dan unit-
unit pelayanan lainnya, berdasarkan pada peraturan-peraturan yang berlaku (1
Kor. 14:33,40; Kel. 18:13-27).
4.10. Azas Pendekatan Menyeluruh, ialah bahwa Program Umum Pelayanan BNKP
didasarkan pada pemahaman injil Kerajaan Allah sebagai berita keselamatan
manusia seutuhnya, yang membawa Syalom dalam kehidupan manusia dan
kehidupan dunia ciptaan seutuhnya.
5. Bekal dasar
Dalam melaksanakan tugas pelayanan, BNKP memiliki beberapa bekal dasar:
1) Bekal Rohaniah, yaitu iman kristiani yang telah ada dan hidup di dalam diri warga
jemaat BNKP.
2) Warga Jemaat BNKP yang jumlahnya cukup banyak dengan berbagai talenta
yang dimilikinya bersekutu dalam kasih Tuhan Yesus Kristus, merupakan sumber
daya manusia potensial yang dapat menjadi pelaksana yang tangguh, sumber daya
dan dana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan BNKP.
3) Hubungan-hubungan Oikumenis antar gereja dan organisasi gerejawi (dalam dan
luar negeri) serta hubungan dengan badan-badan resmi lainnya.
4) Kebebasan yang dijamin dalam Negara RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD-
1945.
5) Nilai-nilai Budaya yang hidup ditengah-tengah masyarakat yang dapat
dimanfaatkan secara positif, kreatif, kritis, dan realistis sebagai faktor penunjang
dalam pelaksanaan pelayanan BNKP.
6) Harta Milik BNKP berupa tanah, bangunan-bangunan serta berbagai jenis harta
bergerak yang dapat digunakan untuk menunjang pelaksanaan pelayanan BNKP.
7
BAB III
KONDISI UMUM DAN PERMASALAHAN
1. Pengantar
Gereja terpanggil untuk memberitakan Kabar Baik bagi seluruh makhluk, secara utuh
dan menyeluruh (holistic). Kabar baik tersebut adalah hadirnya kerajaan Allah di dalam
dunia ini, sebagaimana dinyatakan dalam doa yang diajarkan Yesus: “Jadilah
kehendakmu di bumi seperti di surga”. Dalam hal ini, bumi ini adalah konteks dimana
kabar baik diwujudkan, yang sasarannya adalah manusia dan seluruh ciptaan lainnya.
Dengan demikian, untuk mengejawantahkan tugas panggilan gereja yang adalah “misio
dei”, haruslah bertautan dalam realita kehidupan umat di dunia ini. Oleh karenanya,
pengenalan konteks kehidupan umat di dunia ini sangatlah urgen diketahui.
BNKP sebagai persekutuan orang percaya kepada Kristus mengaku bahwa dasar
dan akarnya bukanlah di dunia ini, melainkan di dalam dan oleh Kristus, yang adalah
kepala gereja. Tetapi sebagai pengemban misi Allah, BNKP dipanggil dan diutus
kembali ke dalam dunia ini, menjalankan misi keselamatan, khususnya di tempat ia
berada. Berdasarkan data statistik, hampir 80 % warga BNKP berada dan menyebar di
seluruh kepulauan Nias, dan sekitar 20 % berdiaspora di luar Nias, baik di pulau
Sumatera, Jawa dan daerah lainnya di Indonesia. Dengan demikian, konteks pelayanan
BNKP adalah Indonesia pada umumnya, dan kepulauan Nias secara khusus.
Pengenalan konteks pelayanan, amatlah urgen dalam proses perencanaan strategic
program, baik yang sifatnya jangka panjang maupun jangka menengah dan jangka
pendek. Dengan kesadaran tersebut, maka dalam penyusunan Program Umum
Pelayanan BNKP tahun 2012 s/d 2017, akan diketengahkan kondisi dan permasalahan
yang dihadapi oleh komunitas umat yang bergabung di Banua Niha Keriso Protestan.
2. Kehidupan Persekutuan/Organisasi
Persekutuan orang percaya kepada Tuhan atau persekutuan Kristen di Nias merupakan
hasil pemberitaan Injil dari dua badan misi Internasional yaitu Rhenish Mission,
Germany dan badan misi Netherlands Luthers Genootschap. Rhenish Mission yang
mengutus Denninger dan misionaris lainya datang dan melaksanakan pekabaran Injil di
kepulauan Nias sejak 27 September 1865. Tanggal tersebut diperingati sebagai Hari
Kedatangan Berita Injil di Nias, dan BNKP memakai waktu tersebut sebagai hari
jadinya BNKP. Dua puluh tahun kemudian, Netherlands Luthers Genootschap
mengutus Johanes Kersten yang tiba di P.Batu pada tanggal 25 Februari 1889 dan
melayani secara khusus masyarakat Nias yang berdomisili di Pulau-pulau Batu.
Walaupun menghadapi berbagai tantangan, dengan pertolongan Tuhan, missionaries
berhasil memberitakan Injil keselamatan kepada masyarakat Nias.
Sistem kemasyarakatan dan kepemimpinan masyarakat Nias pada saat itu dikenal
dengan “Banua,” dan berdiri sendiri. Banua adalah wujud sistim worldview orang Nias.
Dalam “banua” ditata sistem keagamaan, adat-istiadat, dan berbagai sistem kehidupan
lainnya. Dalam sejarah orang Nias, tidak pernah ada kerajaan yang menyatukan seluruh
Nias, yang ada hanyalah “banua.” Banua yang menjadi basis kemasyarakatan. Dalam
perkembangan selanjutnya, pernah terjadi koalisi antara banua dan Ori, namun
8
missionaris lebih mengikuti hierarki dari Eropa di dalam mengorganisir masyarakat
Kristen Nias. Pada awalnya misionaris mendirikan Stasion (Gunungsitoli, Ombölata,
Dahana, Lölöwua, Lahusa-Sirombu, Tugala, Sifaoro’asi, Sogaeadu, Bo’usö,
Hilimaziaya, Lawelu, Sa’ua, dll) sebagai strategi dalam penyebaran Injil. Dari stasion
tersebut mereka menyebarkan Injil di sekelilingnya dan mendirikan pos pelayanan
yang dilayani oleh para Guru – dan itu disebut Osali (gereja). Osali ini bersatu dan
ditata dari stasion dimana misionaris berada. Akan tetapi ketika Injil semakin
berkembang pesat di Pulau Nias, dan gereja berdiri diberbagai tempat, para
missionaries mulai menata persekutuan orang percaya ini dalam satu sinode, maka
terbentuklah sinode pertama di kepulauan Nias pada tahun 1936. Sinode yang
terbentuk 1936 selanjutnya memperoleh pengakuan dari pemerintah Indonesia, 18
Maret 1938. Dengan demikian basis kemasyarakatan tidak lagi ada di Banua, tetapi
disatukan dan dipusatkan di Sinode, sehingga tercipta hierarkhi dari atas ke bawah
(Sinode – Resort – Jemaat).
Perjalanan sejarah selanjutnya mencatat bahwa pembentukan suatu sistim
persekutuan yang kurang memperhatikan sistim masyarakat yang sudah ada, dalam
perkembangannya tidak cukup kuat mengikat dan mengokohkan persekutuan yang ada.
Tidak terakomodirnya sistem kemasyarakatan suku Nias dalam penyusunan Tata
Gereja merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya perpecahan di BNKP. Beberapa
faktor lain adalah masalah-masalah internal yang terjadi di Sinode, Resort, Fillial dan
Jemaat. Sekilas gambaran perpecahan di BNKP, dimulai pada tahun 1946, sebuah
wilayah (Öri) di bagian Timur Nias, memisahkan diri dari BNKP dengan mendirikan
organisasi keagamaan yang baru bernama gereja AMIN. Enam tahun kemudian, pada
tahun 1952, di wilayah barat Nias, di Öri Lahömi, kembali berpisah dengan mendirikan
gereja ONKP. Antara kurun waktu 1952-1992 banyak terjadi perpecahan di jemaat-
jemaat. Ada yang pecah dan masih BNKP, tetapi kebanyakan pecah masuk denominasi
dan organisasi gereja lain. Di tahun 1994, BKPN terbentuk. Setahun kemudian, 1995,
BNKP Indonesia berdiri (kini bernama GNKP-I). Pasca tsunami dan gempa, 2005,
gerakan kharismatik semakin berkembang di Nias dan denominasi gereja bertambah
banyak. Selain pembentukan persekutuan yang awalnya kurang memperhatikan
struktur masyarakat, sejarah penataan persekutuan BNKP juga diwarnai oleh sistim
birokrasi/hierarki dan paternalistik. Hal ini tercermin dalam Tata Gereja pertama yang
bernama Amakhoita Mbanua Niha Keriso ba Dano Niha 1936 (sinodal-resort-osali),
Tata Gereja BNKP 1955 (sinodal-resort-distrik-jemaat) yang lebih dikenal dengan
nama “Lala Nitoro” dalam bahasa Nias, Tata Gereja BNKP 1973 (sinodal-distrik-
jemaat-filial), dan Tata Gereja BNKP 1990 (sinodal-resort-distrik-jemaat).
Selain persoalan tersebut di atas, beberapa permasalahan yang dihadapi secara
internal sebelum tahun 2007, antara lain:
(1) persoalan jemaat langsung ke Sinode, sering tidak melalui Distrik dan Resort
karena panjangnya hierarkhi/birokrasi.
(2) adanya keingninan menjadikan jemaat sebagai distrik walaupun hanya satu jemaat.
Jadi Gereja cenderung orgasnisatoris atau institusional.
(3) sukarnya sentralisasi dan cenderung otonom.
(4) adanya realita di beberapa jemaat yang membentuk BPMJ.
9
(5) Ketegangan bahkan konflik antara pendeta Distrik dengan pendeta jemaat kadang
terjadi.
(6) resort belum berfungsi sebagaimana idealnya.
(7) adanya perebutan-perebutan jabatan di Gereja yang terjadi di semua aras dengan
menghalalkan segala cara karena cenderung dipahami jabatan sebagai ‘lakhomi’.
Terkadang terjadi gap dan pembedaan antara pelayan berdasarkan tempat
pelayanan (kota-desa, jemaat-unit)
(8) dalam Tata Gereja 1990, para pelayan memiliki beban ganda, yakni pelayanan dan
administrasi-manajemen, dan sebagainya.
Belajar dari berbagai kelemahan Tata Gereja sebelumnya, maka dalam Tata
Gereja 2007 diterapkan sistim persekutuan baru dengan memperpendek alur birokrasi
dan menekankan jemaat sebagai basis pelayanan, sementara resort yang merupakan
kumpulan dari beberapa jemaat berfungsi untuk pembinaan/pemberdayaan,
pengawasan, pendampingan, dan anggaran. Berpedoman pada Tata Gereja 2007, maka
saat ini BNKP terbagi atas 1078 jemaat, dan 54 resort. Kemudian dibentuk 4
departemen yaitu Departemen Pelayanan, Departemen Pendidikan, Departemen
Pengabdian Masyarakat, dan Departemen Penatalayanan. Departemen ini pembantu
BPHMS-BNKP dalam melaksanakan program-program pelayanan.
Pada awal sosialisasi dan penerapan Tata Gereja baru, tidak dapat dipungkiri
terdapat gejolak-gejolak, yang berkaitan dengan:
(1) Persoalan seputar perumusan naskah Tata Gereja
(2) Persoalan tentang system, terutama soal hubungan-hubungan sinode-resort-jemaat
setelah distrik dihapus
(3) Persoalan sehubungan dengan Nama dan pusat resort yang berpotensi perpecahan
(4) Persoalan harta milik distrik yang juga potensi konflik, terutama di wilayah yang
sebelumnya satu distrik, kemudian berpisah setelah resort ditata.
(5) Persoalan hubungan Ketua Majelis Jemaat (pemimpin dan pelayan) dengan Badan
Pekerja Majelis Jemaat yang bertanggung-jawab dalam memberhasilkan
administrasi dan organisasi.
Pada pihak lain, tidak bisa disembunyikan bahwa kendati BNKP memiliki warga
jemaat yang cukup banyak, namun beberapa tahun belakangan ini warga jemaat BNKP
ada yang pindah ke organisasi gereja karena ketidakpuasan pada pelayanan, karena
ingin mendapatkan bantuan ekonomi, atau karena kepentingan kelompok yang tidak
terwujud. Rasa memiliki dan rasa sebagai bagian dari organisasi BNKP semakin
berkurang diantara warga jemaat. Sehingga warga jemaat ini gampang pecah dan lari
ke organisasi gereja lain. Memang tantangan dari sekte/aliran lain semakin besar.
Dinamika persekutuan di aras warga jemaat juga berkurang, terbukti dari rendahnya
keterlibatan warga jemaat dalam program-program gereja. Persekutuan antar sesama
pelayan di BNKP juga masih rendah. Hal ini terlihat dari banyaknya persoalan dan
konflik yang terjadi antara pendeta jemaat dan pendeta resort, antara pendeta dan guru
jemaat, atau antara pendeta dengan satua niha keriso. Lebih lanjut, BNKP masih harus
bekerja keras untuk membenahi dan menata sistem manajemen dan administrasi jemaat
maupun unit-unit pelayanan.
10
Persekutuan BNKP tidak hanya terbatas pada persekutuan internal saja. BNKP
dalam melaksanakan misinya sebagai gereja, BNKP juga menjalin kerjasama dengan
berbagai organisasi dan lembaga kemasyarakatan baik dalam negeri maupun luar
negeri. BNKP tercatat sebagai anggota beberapa organisasi gereja internasional dan
berperan aktif didalamnya seperti: UEM, CCA, PKN, WCC dan LWF. BNKP menjalin
kerjasama dengan ICCO-KIA, NLG, and Gladbachneuss. BNKP juga menjadi anggota
PGI yang membuktikan komitmen BNKP untuk membangun hubungan kerjasama
dengan berbagai gereja lain. Hubungan BNKP dengan pemerintah, secara khusus
pemerintah lokal, cukup baik. Demikian juga dengan berbagai NGO, instansi, dan
lembaga. Persoalan yang dihadapi BNKP dalam hubungan oikumene ini adalah masih
sedikit tenaga pelayan BNKP yang bisa berbahasa Inggris, sehingga komunikasi
dengan para mitra, terutama mitra luar negeri belum maksimal.
Persekutuan BNKP dapat menjadi satu kekuatan yang luar biasa untuk
melaksanakan misi dan visi Allah di dunia ini. Kekuatan ini terwujud ketika setiap
warga jemaat BNKP memiliki komitmen, kepedulian dan kesetiaan yang tinggi. Oleh
karena itu, setiap warga jemaat BNKP diharapkan memiliki “sense of belonging” atau
rasa kecintaan kepada BNKP.
3. Kehidupan Spiritualitas
Spirirualitas berasal dari kata benda spirit yang artinya roh dan kata sifat
spiritual,artinya bersifat rohani. Dengan demikian, spiritualitas berarti yang terkait
dengan hidup kerohanian atau latihan rohani. Walaupun secara filsafat diajarkan
bahwa di dalam manusia terdapat tiga substansi yaitu roh (nous), jiwa (psukhe) dan
tubuh (soma), dimana ketiganya mewujudkan suatu keseluruhan, dan jiwa sebagai
tempat kesadaran menjadi pusat. Dipahami bahwa tubuh semata-mata adalah alat
badaniah sedangkan roh senantiasa dipersatukan dengan yang ilahi. Tujuan hidup
manusia adalah dipersatukannya kembali dengan yang ilahi melalui remanasi
(pengaliran kembali) melalui kebajikan umum seperti hikmat, pengendalian diri,
berbuat adil; berfilsafat (memikirkan segala sesuatu dengan mendalam untuk
menemukan kebenaran) dan mistik (menyelami diri secara sempurna dan menyelami
yang ilahi dengan mengatasi segala pikiran dan kesadaran menuju penyatuan dengan
yang ilahi).
Berbeda dengan pemahaman filsafat, bagi kekristenan “Spiritualitas Kristiani”
yang bertitik-tolak dari pemahaman Alkitab lebih menekankan pada hubungan antara
manusia dengan Allah. Dalam Alkitab manusia diyakini sebagai ciptaan, yang
walaupun disebut sebagai gambar/citra Allah, tetaplah ia ciptaan yang terpisah secara
mutlak dari Allah sang Pencipta.
Menurut Perjanjian Lama, manusia terdiri dari afar (debu, Kejadian 2:7; 3:19;
Mazmur 104:29) yang diberi nefesyama (napas hidup, Kejadian 2:7) dan ruakh (roh
Allah, Ayub 27:3). Istilah debu dan napas/ roh kemudian dikembangkan dalam
pengertian basar dan nefesy/ruakh (daging dan napas/roh). Basar biasanya
diterjemahkan juga dengan kata tubuh, merupakan dua unsur atau sifat asasi manusia
yang harus dibedakan, namun tidak bisa dipisahkan. Dari uraian ini jelaslah bahwa
walaupun dalam Perjanjian Lama, manusia dipahami secara dikotomis (debu/daging
11
dan nefesy/ruakh) namun pembedaan itu tidak dipahami sebagai pemisahan melainkan
satu kesatuan yang menunjukkan bahwa manusia itu makhluk hidup. Manusia bukan
hanya hakikat rohani atau hakikat jasmani melainkan hakikat rohani sekaligus hakikat
jasmani sebagai suatu kesatuan.
Menurut Perjanjian Baru, manusia merupakan kesatuan dari unsur-unsur soma,
psukhe dan pneuma. Penggunaan istilah-istilah itu selalu menunjuk kepada manusia
sebagai keseluruhan. Misalnya, kata jiwa (psukhe) dalam Roma 2:9 diartikan sebagai
manusia itu sendiri; 13:1) atau juga kehidupannya (Matius 10:39; Roma 11:3; 16:4).
Begitu juga penggunaan istilah pneuma (Roma 8:16) dan soma (Roma 12:1) menunjuk
kepada manusia sebagai keseluruhan. Jadi menurut Perjanjian Baru, manusia dikenal
sebagai satu kesatuan yang hidup. Pokoknya manusia adalah satu pribadi yang di
dalamnya ada unsur-unsur soma, psukhe dan peneuma. Ketiga unsur itu tidak ada yang
lebih tinggi atau lebih mulia sebab ketiganya hanyalah menunjukkan bahwa manusia
itu adalah makhluk hidup. Maka ketika kita berbicara tentang spiritualitas, kita tidak
mengutamakan bagian atau unsur rohani dari kehidupan kita tetapi hidup kita sebagai
suatu keseluruhan. Kita tidak bisa memelihara hidup rohani sambil melalaikan hidup
badani atau sebaliknya memelihara hidup badani sambil melalaikan hidup rohani.
Walaupun demikian ada juga indikasi dalam Perjanjian Baru bahwa nilai-nilai rohani
lebih diutamakan dari pada nilai-nilai jasmani, misalnya kata-kata Tuhan Yesus dalam
Markus 9:43-47 yang mengatakan lebih baik memiliki tubuh yang cacad daripada
kehilangan nyawa. Tentu, nyawa mewakili seantero kehidupan, bukan mewakili unsur
rohani. Kata-kata Tuhan Yesus ini mengindikasikan pentingnya menjaga keutuhan
hidup, dan untuk itu cacad pada bagian tertentu tidak menjadi soal kalau demi
mempertahankan bagian cacad itu akan membahayakan seantero kehidupan.
Gambaran-gambaran singkat di atas kiranya sudah dapat memberikan wawasan
kepada pemahaman mengenai spiritualitas kehidupan. Spiritualitas tidak bisa dipahami
sebagai pengagungan unsur rohani dan penyangkalan unsur badani, melainkan
pembinaan kehidupan sebagai keseluruhan untuk mendapatkan kualitas hidup yang
berkenan kepada Allah. Dalam Alkitab, kehidupan rohani tidak dianggap sebagai
prestasi manusia melainkan pemberian Allah (Mazmur 51: 12-13; Yehezkiel 11:19;
36:26; Zakaria 4:6; Yoel 2:28; Kisah Rasul 2:7; Yohanes 16:13; Roma 8:23-16; Galatia
3:14 dll). Maka spiritualitas Kristiani tidak dapat dianggap sebagai upaya untuk
mendapatkan keselamatan, sebab keselamatan sudah diberikan. Spiritualitas adalah
upaya memperlihatkan ungkapan syukur atas keselamatan yang sudah diberikan.
Kalau kita memperhatikan ke dalam Alkitab, maka sangat jelas bahwa
spiritualitas:
(1) pertama-tama berkaitan dengan ibadah. Ibadah dipahami sebagai upaya menjalin
hubungan dengan sang Pencipta. Ibadah bukanlah sekadar urutan doa, nyanyian,
pembacaan firman, persembahan dan sebagainya, melainkan kontemplasi (istirahat
yang penuh permenungan dan pengosongan diri/pengudusan). Ibadah dalam arti
kontemplasi berarti melakukan pengosongan batin dari segala hiruk pikuk dunia
dan berusaha memperoleh ketenangan dalam bentuk doa, nyanyian atau diam.
Maka ciri spiritual yang pertama adalah membatin. Perlulah dicatat bahwa tidak
pernah ada kontemplasi tanpa melibatkan tubuh: sikap-sikap, peran otot, pikiran,
12
perasaan dan sebagainya. Maka ibadah dalam arti kontemplasi selalu berarti
keterlibatan seantero kehidupan dalam hubungan dengan yang ilahi.
(2) Ciri kedua dalam spiritualitas adalah keterlibatan hidup dengan sesama. Dalam
Alkitab, Tuhan Allah menggarisbahawi perlunya mengimplementasikan ritus-ritus
ibadah dengan kehidupan sosial (Yesaya 1:10-20; Amos 5:21-23). Ibadah kepada
Allah harus diwujudkan dalam sikap adil terhadap sesama.
Dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus menggarisbawahi bahwa Hari Sabat tidak
hanya perlu untuk istirahat melainkan juga untuk berbuat kebajikan (Matius 12:9-
14 par.) Dan bahwa bukan mereka yang berseru yang akan selamat, melainkan
mereka yang melakukan kehendak Bapa (Matius 7:21). Penghakiman terakhir
dikaitkan dengan perlakuan terhadap sesama (Matius 25:40). Ibadah yang murni
adalah pelayanan sosial (Yakobus 1:27). Alkitab sangat menggarisbawahi
pentingnya hidup dalam kasih, sama seperti Allah telah mengasihi kamu, kasihilah
juga seorang akan yang lain (Yohanes 15:12). Persekutuan kasih dengan sesama
adalah wujud dari persekutuan kasih dengan Allah (I Yohanes 4: 7-21). Jadi
spiritualitas tidak bisa dipisahkan dari aktivitas sosial yang dijalankan dengan
motivasi iman, yaitu rasa syukur kepada Allah atas keselamatan yang telah
diberikannya. Spiritualitas itu dipertajam dalam persekutuan ibadah formal,
kontemplasi dan melalui persekutuan kerja/ aktif/pelayanan terhadap sesama
manusia. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa spiritualitas tidak semata-
mata berkaitan dengan kehidupan batiniah, kehidupan mistik dan kehidupan
asketis; melainkan kehidupan yang berkualitas sebagai wujud ungkapan syukur atas
keselamatan. Maka spiritualitas itu dapat juga diartikan sebagai hidup yang selalau
terarah kepada hal-hal konstruktif dan diwujudkan dalam hidup yang bermoral.
Ukuran spiritualitas bukan kesalehan asketis melainkan kualitas hidup yang
selalu terarah pada kebaikan pribadi maupun kebaikan sesama. Maka spiritualitas
tidak perlu dicari ke mana-mana, tetapi ditemukan di dalam diri, di dalam keluarga, di
dalam jemaat, di tempat kerja, di masyarakat dan di dalam alam semesta.
13
Persoalan yang muncul akhir-akhir ini, sebagai dampak dari munculnya aliran-
aliran baru dengan pola peribadatan yang berbeda – adalah adanya ketertarikan warga
jemaat BNKP mengikuti dan aktif di gereja lain, walaupun mereka masih tercatat
sebagai warga BNKP, tetapi lama-lama mereka meninggalkan BNKP. Berbagai
tudingan yang muncul: bahwa litugi BNKP kaku, mengantuk, dan tidak bersemangat.
Khotbah-khotbah di BNKP dianggap kurang hidup dibanding dengan gaya khotbah di
aliran-aliran lain. Juga dipersoalkan pola persahatan di BNKP yang dianggap kaku dan
tradisional, sedangkan di aliaran lain dianggap indah karena persahabatan yang tidak
memandang muka, jabatan dan kekayaan. Pada umumnya, kaum muda yang banyak
tertarik pada pola ibadah aliran lain ini. Memang di beberapa gereja kota dan mampu,
yang menggunakan liturgy bahasa Indonesia – mengikuti trend liturgy persekutuan ini
dengan memberi nama “Liturgi Alternatif”. Hampir seluruh pola dan unsure, serta
sarana peribadatan aliran lain diikuti, dan ditambah dengan unsur-unsur penting yang
ada dalam liturgy BNKP. Sehubungan dengan liturgy ini, sesungguhnya tudingan
kolot dan kaku Liturgi BNKP – adalah karena ketidak-tahuan arti dan makna liturgy,
tetapi juga karena para pelayan yang terbatas dalam menata dan membangun ibadah
yang hidup dan memberi makna dalam peningkatan iman warga jemaat.
Selain tantangan dari pola dan system ibadah aliran lain, semakin banyak warga
jemaat yang kurang tertarik datang dalam persekutuan ibadah di gereja. Demikian hal-
nya dengan ibadah Penelaah Alkitab/Persekutuan Doa yang dilaksanakan di
lingkungan-lingkungan ataupun kategorial. Walaupun ada beberapa jemaat yang
masih aktif dan hidup dalam pelaksanaan kegiatan Sekola Wangandro,, namun pada
umumnya sudah semakin merosot. Ada alasan lelah dalam pekerjaan dan harus
istirahat, ada karena bosan dengan pola dan sistem ibadah di BNKP, ada yang karena
malas, ada yang telah dirasuki roh judi, alkoholisme dan roh-roh hedonism,
materialism dan individualis. Pada umumnya di BNKP, kaum bapa dan pemuda,
banyak yang kurang tertarik lagi beribadah, dan yang masih aktif dalam kegiatan
peribadatan adalah kaum perempuan dan anak-anak melalui sekolah minggu.
Persoalan lain adalah soal penghayatan iman kekristenan dalam hidup keseharian.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan orang Kristen di Nias masih diwarnai dengan
“dualism” dalam kepercayaan. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali ajaran yang
pernah dipercayai oleh leluhur orang Nias muncul kembali. Adat istiadat/budaya
mendapat posisi yang lebih utama, bahkan dicampur-adukkan dengan nilai-nilai
kekristenan. Walaupun tak dapat dipungkiri bahwa tidak semua nilai-nilai budaya
bersifat negatif. Bila kita gali kearifan lokal yang dimiliki oleh orang Nias sangat
memberi nilai positif dalam mengokohkan iman kristen. Misalnya pemakaian tumbuh-
tumbuhan yang dapat dijadikan obat yang juga sering dipakai oleh dukun kampung
(same dalu-dalu mbanua). Meminta berkat dari orang tua melalui fanefe idano yang
masih dilakukan sampai sekarang. Dan hal ini sebenarnya untuk menambah rasa
hormat kepada orangtua dan persekutuan dalam keluarga. Dan masih banyak hal
lainnya.
Selain persoalan seputar perjumpaan Injil dan Kebudayaan, kekristenan Nias
menghadapi juga persoalan-persoalan akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bahkan yang sering disebut dengan globalisasi. Kepulauan Nias berada di
wilayah perbatasan atau pulau terluar di Negara Indonesia. Tetapi kemajuan zaman
14
telah memasuki wilayah kita. Hal ini sedikit banyak memberi pengaruh dalam
kehidupan kekristenan. Misalnya saja kehadiran dalam setiap peribadatan baik di
gereja maupun di Lingkungan ,di komisi, lebih didominasi oleh para orangtua (lansia).
Sebagian jemaat di sibukkan dengan berbagai hal-hal yang bersifat semu. Ada judi
toto gelap (togel), minuman beralkohol sangat mudah didapatkan, terbukanya
beberapa lokasi rekreasi seperti pantai yang sering disalahgunakan, maraknya Pekerja
Seks Komersial, narkotika, pergaulan bebas, penyalahgunaan handphone (menyebar
video yang tidak pantas),dll. Padahal sesungguhnya bila berbagai kemajuan dan
kemudahan ini dimaksimalkan secara positif sangat memberi dampak yang baik dalam
kehidupan masyarakat. Misalnya saja alat komunikasi yang sangat mudah dan cepat
dan hampir dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat, dapat membantu para pelayan
untuk berkomunikasi kepada jemaat.
Seiring dengan tingkat kehidupan ekonomi yang berobah setiap waktu, maka
kemiskinan turut mempengaruhi kehidupan kekristenan. Mayoritas masyarakat Nias
hidup dari bertani dan bertenak. Hasil sawah dapat memenuhi kehidupan sehari-hari
bahkan dijual keluar daerah Nias, ditambah lagi hasil karet dan beternak babi dan
palawija. Namun hal ini tidak dapat dipertahankan. Hasilnya menurun disebabkan
berbagai hal, misalnya cara bertani dan beternak secara tradisional tak lagi dapat
memberi hasil yang maksimal. Tanaman dan ternak memerlukan pupuk, dan hal ini
memerlukan biaya yang tidak sedikit. Adanya kesenjangan ekonomi di setiap daerah
yang menimbulkan masyarakat pergi merantau ke daerah lain dengan menjadi buruh
di perkebunan, membuka lahan-lahan baru,bekerja di pabrik. Hal-hal ini sedikit
banyak yang membuat masyarakat kita selalu berada di bawah garis kemiskinan.
Sehingga ada pemikiran sebahagian orang bahwa hidup mereka tidak terberkati, maka
kekristenan hanyalah sebagai penanda saja di KTP bahwa mereka punya agama.
Kehadiran dan penghayatan iman tidak sepenuhnya dinyatakan dalam hidup
keseharian.
Masyarakat Nias memiliki nilai budaya yang sangat tinggi. Hal ini telah dimulai
ketika seorang bayi hadir dalam kandungan ibunya,maka ia telah diikat oleh budaya.
Ketika seorang ibu mengandung, maka ia ke rumah orangtuanya (la’angaruwusi)
untuk memberitahukan ia mengandung sambil membawa sumange dan sejak itu anak
telah diikat oleh budaya keluarga dan banua. Maksudnya apapun yang terjadi dalam
hidup anak ini kelak baik sukacita maupun dukacita maka ia mempunyai ὃmὃ dalam
bentuk uang, emas, perak dan ternak (babi). Dan ini membutuhkan pengeluaran yang
cukup besar. Bila hal ini dapat dipenuhi akan menambah kebesaran nama keluarga
tersebut dan dihormati oleh masyarakat. Sehingga ikatan budaya ini jauh lebih kuat
dibanding persekutuan sebagai Tubuh Kristus. Persembahan tahunan (ame’ela drὃfi)
saja per keluarga sampai saat ini masih terasa sulit untuk dikumpulkan. Apalagi hal-
hal besar yang sebenarnya dapat kita kumpulkan untuk biaya Program Pelayanan di
BNKP.
Melihat kenyataan tersebut di atas kita perlu memperhatikan bagaimana tampilan
pelayanan BNKP terhadap jemaatnya selama ini. Ada beberapa hal yang perlu kita
cermati yaitu :
15
1) Tata Ibadah/Liturgi/Nyanyian.
Tata Ibadah/Liturgi/Nyanyian kita di BNKP adalah warisan dari Zending, yang
ditata dengan latar-belakang eropa, yang berbeda dengan konteks dan latar-
belakang kebudayaan kita. Tata Ibadah dan Nyanyian ini telah menjadi bagian dari
pengalaman dan penghayatan iman kekristenan. Namun demikian, dengan
munculnya gaya dan pola ibadah serta nyanyian yang baru dari aliran-aliran lain,
terutama dari aliran kharismati, maka banyak pihak, terutama generasi muda yang
menganggap liturgy dan nyanyian di BNKP kuno, dan menimbulkan kejenuhan.
Akibatnya, ibadah bergaya kharismatik yang mulai diminati oleh jemaat kita,
terutama para pemuda. Padahal kita juga memiliki kekayaan lagu-lagu fangesa
dodo yang tak kalah menariknya dengan lagu-lagu kanon. Memang beberapa tahun
belakangan ini telah diupayakan digali kembali,tapi masih kurang berjemaat.
Sekolah wangandrὄ di lingkungan juga perlu ada pembenahan, agar jangan
monoton terus, sebab dapat menimbulkan kebosanan.
2) Pengajaran Sekolah Minggu.
Pengajaran Rohani yang pertama diterima oleh anak adalah dalam keluarga.
Namun peran gereja juga tak kalah pentingnya dalam pendidikan rohani. Namun
sampai saat ini masih belum merata keterbebanan setiap gereja untuk meningkatkan
metode pelayanan kepada anak. Sepertinya model kebaktian dewasa dipindahkan
pada kebaktian sekolah minggu. Sehingga anak-anak sekolah minggu kurang
mengalami pertumbuhan iman yang sesungguhnya. Demikian juga sangat
terbatasnya kemampuan guru-guru sekolah minggu atau daya kreatifitasnya masih
rendah.
3) Pengajaran Sekolah Sidi.
Tidak jauh beda dengan sekolah minggu,pengajaran sekolah sidi juga masih sangat
kurang. Padahal sebahagian anak-anak remaja kita berada pada perkembangan
zaman yang sangat pesat. Metode pengajaran masih dengan mewarisi cara-cara
lama. Dan ini sedikit banyak kurang menarik untuk anak-anak pada masa sekarang.
Pengajaran sidi memerlukan keahlian di bidang Pendidikan Agama Kristen atau
Pendidikan Theologi. Sehingga pemahaman tentang Iman Kristiani tidak dangkal,
tetapi memberi nilai yang lebih mendalam. Hanya saja para sarjana di bidang PAK
dan Theologi tidak merata dimiliki di setiap Jemaat. Untuk mengatasi hal ini
Kurikulum Sekolah Sidi kita harus dibenahi disesuaikan dengan perkembangan dan
kebutuhan remaja. Sehingga remaja-remaja kita pada masa depan tidak dapat
diobang-ambingkan oleh apapun.
4) Telaah terhadap Pemberitaan Firman Tuhan.
Pemberitaan Firman Tuhan dalam setiap Ibadah perlu juga lebih dikaji lebih
dalam. Sebab Firman Tuhan kaya dengan berbagai pengajaran dan nasehat. Firman
Tuhan tidak melulu bicara tentang Dosa,Pertobatan dan Hidup Baru. Sementara
dalam menjalani hidup sehari-hari jemaat diperhadapkan dengan berbagai
masalah,misalnya kenakalan anak-anak,kemiskinan,kekerasan dalam rumah tangga,
pergaulan bebas, mahalnya biaya pendidikan, menyebarnya virus
HIV/Aids,maraknya Judi Toto Gelap (Togel),menurunnya hasil bumi, hasil ternak
babi yang kurang mengembirakan karena penyakit, adanya kesenjanganagan sosial
dan ekonomi, mahalnya biaya kesehatan,dan masih banyak hal lainnya.
16
5) Peribadatan dan Persekutuan dalam Jemaat.
Pada saat ini persekutuan dalam jemaat perlu kita tingkatkan lagi. Baik di dalam
jemaat maupun antar jemaat. Sebab sebagai “Tubuh Kristus” harus saling
menopang, menolong, mengasihi dan menguatkan. Tidak dapat dipungkiri ada
jemaat yang kuat maksudnya mampu membiayai pelayanannya sendiri,
membangun gedung gereja, membangun gedung Sekolah Minggu, membangun
Rumah Dinas Pendeta, dan ada jemaat yang lemah maksudnya tidak mampu
membiayai pelayanan dan membiayai pembangunan. Dalam situasi seperti ini
sangat diharapkan rasa memiliki yang tinggi sebagai sesama anggota jemaat
BNKP. Yang kuat perlu memperhatikan yang lemah, agar rasa persaudaraan dan
persekutuan semakin diwujudnyatakan.
Menjaga dan memelihara persekutuan dengan jumlah anggota yang cukup besar
bukanlah hal yang mudah. Perlu kerja keras dan pemahaman yang sama bahwa
BNKP adalah wadah yang telah dianugrahkan Tuhan bagi Kepulauan Nias untuk
dapat bersekutu, bersatu, dan menjadi Tubuh Kristus dalam kehidupan sehari-hari.
17
(1) Pendidikan Formal
Nr Nama Sekolah Tempat Pembina/Pengelola
1 SD BNKP Lahewa Lahewa Yys Perg. BNKP Lahewa
2 SD BNKP Gunungsitoli Yys. Perg. BNKP (Gst)
Gunungsitoli
Gunungsitoli
Hilimaziaya Yys. Perg. BNKP (Gst)
Luzamanu
Simon Yys. Perg. BNKP Simo
Idanogawo Yys Didaskalia BNKP
Idanogawo
Lahewa Yys Perg. BNKP Lahewa
3 SMP BNKP
Teluk Dalam
Hilizalo’otano
Hilisimaetano
Yys. Perg. BNKP T. Dalam
Darodaro
Balaekha
Mazino
Tello Yys. Perg. BNKP Pulau Tello
4 SMA BNKP Gunungsitoli Yys. Perg. BNKP (Gst)
5 SMK BNKP Gunungsitoli Yys. Perg. BNKP (Gst)
Luzamanu Yys. Perg. BNKP (Gst)
Teluk Dalam Yys. Perg. BNKP T. Dalam
Darodaro Yys. Perg. BNKP T. Dalam
Hilisimaetano Yys. Perg. BNKP T. Dalam
Sirombu Yys. Perg. Distrik BNKP
Sirombu
6 SMTK BNKP Gunungsitoli Dewan Kuratorium
7 STT-BNKP Gunungsitoli Dewan Kuratorium
Sundermann
18
(2) Pendidikan Non-formal
Merupakan satu potensi yang dapat menunjuang pembangunan kapasitas di BNKP,
khususnya pendidikan non-formal, terutama untuk para pelayan di BNKP, yakni
melalui kegiatan pembinaan di Pusat Latihan Pendidikan Injili di BNKP. Setelah
dilakukan perombakan organisasi unit pelayanan di aras sinodal, maka kegiatan
Pelatihan dan Pendidikan ini berada di bawah Departemen Pembinaan dan
Pendidikan di BNKP.1
1
Ada tiga bidang program Departemen Pembinaan dan Pendidikan BNKP, yakni: (1) Pendidikan Formal
(yang membina dan mengasuh yayasan atau lembaga pendidikan/perguruan di BNKP); (2) Pendidikan
Non-Formal, yang menangani bidang Pendidikan dan Pelatihan di BNKP, yang sebelumnya ditangani oleh
PLPI. (3) Bidang Pelayanan Beasiswa.
2
Warga Nias yang berdiaspora memiliki 3 corak, yakni: (1) warga Nias yang pindah ke luar Nias untuk
mencari lowongan pekerjaan dan umumnya mereka menjadi panyadap karet, pekerja di kebun kelapa sawit,
di perkebunan Akasia, dan ada juga yang menjadi buruh kasar di perusahaan-perusahaan (kecil dan
menengah). Tipe pertama ini umumnya berpendidikan rendah, dan paling tinggi hanya sampai SLTA. (2)
Warga Nias yang melanjutkan studi di luar Nias, baik diploma, maupun Strata S, 2 dan 3. (3) Warga Nias
yang telah berhasil memperoleh pekerjaan yang layak di perusahaan, swasta ataupun yang bekerja di kantor
pemerintahan.
19
Namun demikian, dengan mulai banyaknya lulusan SLTA sederajat dan lulusan
Perguruan Tinggi, maka mulai tersedia tenaga-tenaga inovatif dan transformative
dalam masyarakat dan jemaat. Prioritas program yang perlu dipikirkan ialah
pembinaan tenaga yang ada (lulusan SLTA dan PT) agar memiliki pengetahuan
sehubungan dengan tugas panggilan gereja, serta adanya kemauan melayani di tengah
komunitas umat.
Walaupun jumlah pendeta di BNKP sudah mulai banyak, namun masih ditemui
beberapa kendala dalam pelayanan:
• Keragaman Latar-belakang Pendidikan Teologi yang dapat mempengaruhi
paradigma dalam memahami, merumuskan dan menjabarkan program bersama,
baik menyangkut teologi maupun pelayanan masyarakat lainnya.
• Masih terbatas para pendeta di BNKP yang terbatas dalam penguasaan dan
penerapan manajemen dalam memperlancar kegiatan pelayanan dan dalam
mengatasi berbagai masalah.
• Keterbatasan dalam melayani (pemberitaan firman, pastoral, dll)
20
• Terdapatnya keinginan para pendeta untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil, yang
disebabkan oleh beberapa factor, al: motivasi atau panggilan menjadi pendeta
masih rendah, menyangkut komitmen pelayanan, menyangkut rendahnya
kesejahteraan yang didapatkan di jemaat, terutama di jemaat pedesaan, dan lain
sebagainya.
• Adanya kendala dalam penempatan (warga tak menerima atau pendeta tak mau
melayani di pedesaan).
• Masih terdapat di kalangan para pendeta yang tidak taat pada peraturan, antara
lain dalam soal pensiunan.
• Juga keterbatasan gereja dalam “pemeliharaan para pelayan gereja”, baik
semasih aktif maupun ketika memasuki dan setelah emeritus.
Persoalan utama yang dihadapi adalah menyangkut kompetensi para Guru Jemaat.
Banyak dari mereka diangkat dari kalangan Satua Niha Keriso, yang pendidikan
formalnya adalah Sekolah Dasar dan sebagian SMP dan sebagian kecil SMA
sederajat. Pengetahuan teologi mereka hanya didasarkan pada pengalaman Satua
Niha Keriso. Memang ada sebagian yang pernah mengikuti Pendidikan Guru
Jemaat (PGJ-BNKP), tetapi jumlahnya terbatas. Pada umumnya mereka
membenahi diri sendiri melalui buku-buku seperti “lala gera’era” atau bahan
khotbah sekber-vem; dan pembekalan yang dilaksanakan di Pusat Latihan
Pendidikan Injili. Bagi Resort/Jemaat yang mampu, juga membekali para majelis
melalui penataran atau pelatihan. Realita tentang keterbatasan para Guru Jemaat ini
turut mempengaruhi pencapaian visi dan misi BNKP.
21
(3) Satua Niha Keriso
Para Satua Niha Keriso (SNK) sangat memegang peranan dalam pelayanan di
BNKP. Mereka berada di komunitas basis terdekat (setelah keluarga), yakni
mendampingi, membina dan mendukung warga jemaat yang ada di lingkungan.
Menurut peraturan BNKP bahwa seorang Satua Niha Keriso setidak-tidaknya
memimpin sepuluh keluarga. Bertolak dari peraturan tersebut, jumlah para Satua
Niha Keriso di BNKP adalah sekitar 8000 orang. Tetapi, karena situasi tertentu,
misalnya pertimbangan wilayah atau letak geografi, ada kalanya diangkat seorang
Satua Niha Keriso dengan memimpin dan menggembalakan lima keluarga warga
jemaat.
Persoalan utama adalah kompetensi para Satua Niha Keriso yang terbatas karena
masalah pendidikan, dan juga masalah waktu, dimana para Satua Niha Keriso
memiliki kesibukan pada pekerjaan masing-masing. Sehingga pada umumnya
hanya dapat melaksanakan tugas pada hari minggu, kecuali kalau ada pelayanan
antar minggu dan ada pelayanan yang sifatnya kasual. Tentang pengetahuan di
bidang kegerejaan, bagi jemaat/resort yang mampu, melaksanakan pembinaan atau
pembekalan para Satua Niha Keriso melalui penataran. Apalagi dengan system
baru di BNKP dimana Badan Pekerja Majelis Jemaat diangkat dari antara Majelis
Jemaat, yakni Satua Niha Keriso atau ketua-ketua komisi.
Tetapi hingga kini, jabatan Evangelis belum ditata sedemikian rupa dalam struktur
BNKP, dan belum dikembangkan sebagai salah satu strategi dalam peningkatan
kuantitas serta kualitas warga jemaat di BNKP. Beberapa resort telah mengangkat
serta menugaskan evangelis, dan ada juga yang menugaskan mantan Guru Jemaat
menjadi guru jemaat evangelis (walaupun guru jemaat evangelis ini lebih para
pendaya-gunaan tenaga yang ada).
Demikian juga dengan jabatan Diaken. Hingga kini belum ada pengangkatan,
penahbisan dan penugasan Diaken atau Diakones di BNKP. Kegiatan pengasihan
sebagai mana diamanatkan dalam peraturan pelayan, umumnya ditangani oleh
komisi Diakonia yang telah diangkat di jemaat-jemaat.
Persoalan utama belum berfungsinya Evangelis dan Diaken adalah karena belum
ditatanya perangkat system, fungsi dan tugas yang jelas, serta penyiapan personal
dan budget untuk melaksanakan tugas dan fungsi dimaksud. Padahal, kedua jabatan
ini sangat penting dalam peningkatan pelayanan di tengah-tengah jemaat.
22
5. Sumber Dana
5.1. Persembahan: Sumber dan fungsinya
“Memberi” dalam hubungan dengan “persembahan kepada Allah” telah ditemukan
dalam tradisi agama-agama suku, termasuk agama suku di Nias. Tetapi perlu dicamkan
bahwa dasar dan tujuan persembahan adalah untuk menyenangkan hati “illah/dewa”
agar memberkati, agar menyembuhkan penyakit, serta agar jauh dari berbagai “bala”.
Namun, setelah “Ono Niha” menjadi Kristen, para misionaris memberi pengajaran: (1)
bahwa Orang Kristen tidak melaksanakan tradisi memberikan korban (sebagaimana
tradisi agama lama, ataupun tradisi PL), karena makna korban persembahan dalam arti
penebusan salah atau korban pendamaian --- telah disempurnakan di dalam Yesus
Kristus. Ia sendiri tidak hanya mempersembahkan korban dari binatang, melainkan
diri-Nya sendiri menjadi korban pendamaian, korban keselamatan, korban penebusan
dosa yakni ketika Ia menjadi anak domba Allah, yang menjadi korban melalui
penyaliban, yang sekali untuk selamanya. (2) bahwa memberikan persembahan adalah
sebagai ucapan syukur atas karunia Tuhan, atas keselamatan yang telah dianugerahkan
kepada umat. Memberi adalah karena telah lebih dahulu menerima dari Allah, respon
atas kasih dan anugerah Tuhan. Oleh karenanya, memberi persembahan adalah sebagai
buah iman.
Lalu, apa makna persembahan yang dikumpulkan? Memang pada awal
kekristenan di Nias, biaya-biaya dalam kegiatan kekristenan berasal dari para
missionaries. Bahkan dicatat bahwa pada mulanya orang-orang yang datang pada
kebaktian yang diadakan misionaris, diberi hadiah satu ringgit. Juga dibagi-bagikan
tembakau, obat bagi yang sakit, dan aksi diakonia lainnya. Pendanaan untuk ini berasal
dari para badan misi. Tetapi setelah kekristenan mulai berkembang, maka ada upaya
melibatkan warga jemaat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pelayanan. Misalnya,
ketika membangun gedung gereja atau gedung sekolah, maka warga jemaat diminta
berpartisipasi dengan cara menyediakan material yang ada di tempat tersebut, misalnya
tonggak, papan, dan atap.
Setelah gerakan Fangesa Dödö Sebua (1916-1930-an) banyak gedung gereja
terorganisir, dan kegiatan peribadatan berjalan, serta telah adanya tenaga guru dan
Sinenge, serta pendeta dari kalangan Ono Niha; sementara pada pihak lain, Badan Misi
RMG mengalami kesulitas keuangan yang diakibatkan oleh Perang Dunia pertama
(1914) yang mendatangkan kekalahan bagi bangsa Jerman, maka para misionaris
menata system persembahan sebagai sumber pembiayaan pelayanan gereja. Pada waktu
itu mulai diperkenalkan system “Ame’ela ndröfi”, “sia’a mbua wangahalö”, “ame’ela
wanaru” serta “ame’ela wamasi”. Pada awalnya, tidak diharuskan persembahan itu
dalam bentuk firö (alat tukar saat itu), tetapi bisa dalam bentuk natural (hasil pertanian
atau peternakan). Persembahan (ame’ela) ini dipergunakan untuk menunjang kegiatan
pelayanan dalam gereja.
Setelah kekristenan di Nias diorganisir (sejak 1936), dan terlebih-lebih sejak
perang dunia kedua, maka pembiayaan atas kegiatan persekutuan, peribadatan dan
pelayanan gereja – sepenuhnya bersumber dari warga jemaat. Bahkan ketika
menghadapi masa sulit (1940-1950), kegiatan persekutuan dan peribadatan dapat
berjalan terus, dengan cara para pelayan tidak tergantung pada persembahan,
23
melainkan mereka bekerja di sawah atau ladang untuk mencukupkan kebutuhan setiap
hari3, ditambah dengan persembahan jemaat berupa natural.
Setelah masa sulit, atau sejak tahun 1950-an secara bertahap BNKP menata
system keuangan gereja, dengan mengandalkan “persembahan” warga jemaat sebagai
sumber pembiayaan kebutuhan dan pelayanan gereja. Tradisi misionaris diteruskan,
dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kemajuan yang terjadi, termasuk
“persembahan persepuluhan” yang baru sekitar tahun 2000-an didiskusikan dan
dijadikan sebagai salah satu sumber persembahan di BNKP, bahkan dilegalkan melalui
peraturan BNKP no 5/BPMS-BNKP/2008. Dalam peraturan keuangan dimaksud,
adapun sumber keuangan menurut pasal 3, yakni:
(1) Persembahan tetap dari setiap anggota, yakni:
a) Persembahan tahunan anggota jemaat yang bertanggungjawab (telah
disidikan).
b) Persembahan baptisan
c) Persembahan peneguhan sidi
d) Persembahan peneguhan nikah
e) Persembahan dari orang yang diterima kembali menjadi anggota BNKP
(2) Persembahan syukur, pada kebaktian hari minggu dan kebaktian-kebaktian/
pertemuan lainnya, seperti:
a) Persembahan yang dikumpulkan pada kebaktian minggu
b) Persembahan kebaktian hari-hari besar gerejawi
c) Persembahan kebaktian Lingkungan.
d) Persembahan perjamuan kudus
e) Persembahan menabur
f) Persembahan buah sulung.
g) Persembahan panen
(3) Persembahan persepuluhan, baik dari warga jemaat BNKP maupun dari pihak lain.
(4) Persembahan/sumbangan-sumbangan lainnya dari anggota-anggota jemaat, dari
orang-orang atau badan-badan lain yang tidak bertentangan dengan peraturan yang
berlaku di BNKP.
(5) Usaha-usaha yang dikelola langsung maupun tidak langsung oleh BNKP dan
bantuan-bantuan dari pihak lain yang tidak mengikat.
Juga diuraikan fungsi keuangan di BNKP adalah dalam rangka melancarkan dan
mengembangkan tugas-tugas pelayanan Gereja yang meliputi antara lain: (1) Biaya
pembinaan dan pengembangan kehidupan jemaat. (2) Belanja para Pelayan, (3) Biaya
pendidikan/pembinaan Pelayan dan Warga Jemaat, (4) Biaya Pekabaran Injil dan
Diakonia, (5) Biaya pemeliharaan dan Pembangunan gedung Gereja/ Rumah Dinas dan
fasilitas lain, (6) Biaya pemeliharaan/pengadaan infentaris Jemaat dan Resort, dan (7)
Biaya untuk mengembangkan hubungan oikumenis.
3
Para pelayan, terutama pendeta yang melayani di daerah lain mengalami kesulitan, karena lahan dan kebun
milik keluarga ada di kampong masing-masing. Itulah sebabnya ada usaha agar para pendeta melayani di
kampung asalnya atau yang berdekatan; dan kegiatan “sinenge” sebagai “evangelis” dihentikan (sejak 1940)
dan mereka melayani di kampung sendiri sebagai penanggung-jawab pelayanan di jemaat setempat,
menggantikan peran para guru.
24
Dari keterangan tersebut terlihat bahwa tongkak utama dalam membiayai program
pelayanan dan para pelayan di BNKP adalah persembahan. Itu artinya bahwa bahwa
jemaat adalah basis pelayanan, dan sekaligus basis sumber pendanaan, baik di jemaat
maupun di resort dan sinodal. Untuk mengatur hal ini, maka telah disusun peraturan
keuangan, termasuk tanggung-jawabnya ke resort dan sinodal, berupa dana
persekutuan BNKP.
6. Kondisi Sosial-ekonomi/Diakonia
Dalam upaya BNKP menjadi Gereja yang bertumbuh dan berbuah, di tengah-tengah
bangsa Indonesia pada umumnya dan Kepulauan Nias khususnya. Gereja BNKP sejak
berdirinya pada tahun 1936 telah mengaku bahwa Injil Yesus Kristus adalah kekuatan
yang mampu mentransformasikan masyarakat Nias keluar dari kemiskinan, kebodohan,
ketertinggalan dan keterisolasian sesuai amanat Yesus Kristus dalam Lukas 4:18-19.
BNKP yang hidup dan bertumbuh di Pulau Nias, dimana masyarakat Kepulauan
ini masih 80 % hidup sebagai petani. Namun produksi yang dihasilkan hanya untuk
memenuhi kebutuhan pokok saja, belum dapat memberi dampak positif terhadap
peningkatan pendapatan ekonomi. Komoditi yang ada seperti sawah, karet, kakao, dan
komoditi campuran dan semua ini dikelola secara tradisional. Berdasarkan hasil
Susenas persentase penduduk miskin di Nias masih jauh lebih tinggi dibanding
Sumatera Utara secara umum, apalagi secara Nasional. Pada tahun 2009 tercatat 22,57
persen (98.940 jiwa) penduduk Nias hidup di bawah garis kemiskinan, sedangkan di
Sumatera Utara secara umum hanya 11,27 persen (1.474.230 jiwa). Kondisi ini
26
menunjukkan bahwa secara umum tingkat kesejahteraan penduduk Nias masih di
bawah rata-rata.4
Pulau Nias yang letak geografisnya berada paling barat NKRI, artinya sangat jauh
dari pusat pemerintahan, yang mengakibatkan sering luput dari perhatian. Ditambah
lagi pengalaman pahit tsunami dan Gempa yang melanda pulau Nias. Pasca
Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Nias memang telah membawa dampak positif, namun
belum menyelesaikan masalah kemiskinan. Keadaan ini semakin diperparah lagi bahwa
pulau Nias merupakan jalur gempa, artinya bahwa setiap saat ada ancaman alam yang
selalu menakutkan setiap orang.
Kenyataan lain yang kita lihat bahwa seiring dengan kesempatan pemekaran
wilayah, dimana Kabupetn Nias mekar menjadi 4 kabupaten dan 1 kota. Satu sisi hal
ini membawa dampak percepatan pembangunan di pulau ini, namun juga kesempatan
besar bagi sebagian orang melakukan manufer-manufer yang hanya menguntungkan
diri sendiri, bahkan dari sudut pandangan sebagian orang rasa kedaerahan (isme) yang
dangkal sering merembes dalam persekutuan dan keutuhan di dalam tubuh BNKP.
Sejak awal terbentuknya organisasi BNKP, memahami secara benar bahwa Injil tidak
hanya memberikan keselamatan secara rohani, melainkan harus pula sanggup
memperbaiki keadaan social ekonomi dari masyarakat Nias itu sendiri. Berdasarkan
pemahaman ini BNKP melakukan berbagai upaya di berbagai sector kehidupan
masyarakat Nias, seperti:
27
Walaupun Rumah Sakit Lukas dan RSU Gunungsitoli, telah diserahkan kepada
pemerintah untuk di kelola. Namun bukan berarti BNKP tidak peduli dengan
pelayanan kesehatan. BNKP melalui unit pelayanan PELMAS selalu melakukan
pemberdayaan warga dengan program sanitasi dan gizi di beberapa wilayah, seperti
di Kecamatan Tugala Oyo Kabupaten Nias Utara. BNKP tetap peduli dengan
pelayanan kesehatan ini sehingga dalam struktur diatur pembentukan bidang
pelayanan kesehatan yang terlingkup dalam departemen pengabdian masyarakat.
Selain Asrama itu, BNKP juga mendirikan Yayasan Peduli Seseama (Yapesma)
yang menangangi Asrama Panti Asuhan dan Panti Jompo, yang walaupun dalam
perjalanan sejarahnya sering mengalami pasang surut karena keterbatasan biaya
operasional kedua panti ini.
Program pembangunan ekonomi jemaat secara resmi baru mulai awal tahun 1972,
dengan dibukanya Pusat Latiahn Pertanian dan Peternakan (PLPP), di Tohia.
Kemudian dibuka Program Pengembangan Masyarakat (PPM) di desa We’awe’a,
dan kemudian tahun 1984 berubah nama menjadi Pelayanan Pengembangan
Masyarakat (PELMAS).
1) Bidang Pendidikan
• Terbukanya kesempatan bagi masyarakat Nias, dan lahirnya generasi yang
berpendidikan di BNKP.
• Terbukanya kesempatan kepada putra/putri Nias untuk mandiri dengan mencari
pekerjaan di pemerintahan dan berusaha sendiri.
• Termotivasinya pihak lain untuk membangun dunia pendidikan di Pulau Nias.
2) Bidang Sosial, Hukum dan Politik
• Terpenuhinya hak perempuan di Pulau Nias untuk mendapatkan kesempatan
dalam dunia pendidikan.
• Terbukanya kesempatan kepada anak-anak yang tidak mampu untuk
diberdayakan melalui panti Asuhan yang didirikan oleh BNKP
• Tertolongnya warga jemaat yang lanjut usia untuk dirawat di Panti Jompo
Betania BNKP.
• Dalam bidang ini, keikutsertaan BNKP secara lembaga, grafiknya turun naik.
Suara kenabian BNKP lebih banyak hanya menyampaikan kritikan-kritikan
social melalui pertemuan-pertemuan jemaat dan juga melalui mimbar. Namun
tidak dipungkiri juga bahwa keterlibatan BNKP secara praktis di bidang Hukum
dan politik ini pernah mengalami kejayaannya dinaman BNKP pernah memiliki
Kopelkum, dan juga para pendeta BNKP pernah menjadi anggota legislative,
walaupun kondisi ini tidak secara terus menerus.
3) Bidang Pengembangan Ekonomi
• Terlahirnya tenaga-tenaga motivator di BNKP
• Terlatihnya warga jemaat/masyarakat dibeberapa bidang keahlian seperti :
Pertanian, Peternakan, Pertukangan, Perbengkelan.
• Terbentuknya lembaga keuangan mikro di BNKP yaitu Credit Union (CU) /
KOPERASI, sehingga berkurangnya aktifitas yang membungakan uang di
tengah-tengah warga jemaat/masyarakat.
• BNKP juga memiliki demplot peternakan di Sirombu, dan sedang
dikembangkan menjadi sebuah TC peternakan dan pertanian laras alam,
sebagai informasi awal bahwa lokasi demplot ini telah banyak dikunjungan
masyarakat untuk mendapatkan ilmu dan berlatih.
Demikianlah kondisi dan potensi BNKP dalam bidang program pelayanan diakonia
sejak terbentuknya sinode sampai sekarang.
30
7. Kesimpulan
Dari deskripsi dan analisa tersebut di atas, dapat disimpulkan:
(1) Bahwa BNKP sebagai persekutuan orang percaya kepada dan di dalam Kristus
telah hadir di kepulauan Nias dan pulau lainnya di Indonesia sejak 1865 oleh Badan
Zending RMG (Jerman) dan tahun 1889 oleh Badan Zending NLG (Belanda). Hasil
pekabaran Injil dari kedua badan zending tersebut telah berhasil membawa Ono
Niha dan suku lainnya keluar dari agama lamanya dan masuk ke dalam persekutuan
kekristenan dengan system dan nilai-nilai Injil yang diterapkan dan diwarisi oleh
misionaris. Persekutuan orang percaya tersebut melembaga sebagai sebuah
organisasi dengan nama Banua Niha Keriso, disingkat BNKP. Persekutuan inilah
yang menyatukan untuk pertama kali seluruh masyarakat Nias, yang sebelumnya
menyatu dalam ikatan “Banua” sebagai basis kemasyarakatan dan koalisi beberapa
banua di dalam satu wilayah Ori. Persekutuan BNKP yang melembaga tahun 1936
tersebut mengalami banyak tantangan dan goncangan, bahkan konflik dan
ketegangan organisasi, sehingga salah satu persoalan yang muncul sejak awal
hingga sekarang adalah perpecahan dalam gereja. Kondisi ini merupakan tugas
besar yang harus dijawab dengan mengupayakan terciptanya persekutuan dan
persaudaraan yang indah serta kristiani berdasarkan kasih Kristus. Rasa memiliki
dan bertanggung-jawab, serta tekad “si fa talifusö ba khö Keriso” atau “banuada
BNKP” hendaknya digemakan dan dimiliki oleh seluruh warga BNKP. Untuk ini
penting mencari formulasi dan terobosan baru untuk mencapai hal ini. Penataan
organisasi untuk rapih tersusun berdasarkan kasih dan persaudaraan merupakan
panggilan yang mendesak.
(2) Bahwa BNKP yang akan menyongsong 150 tahun berita Injil di Nias – telah
memiliki kekayaan warisan spiritual yang telah menjiwai kehidupan masyarakat,
berdasarkan ajaran misionaris dan kemudian oleh pelayan BNKP. Hal ini didukung
oleh perangkat peribadatan yang ada dan terus diperbaharui untuk menjawab
tantangan dalam konteksnya. Walaupun dalam realita bahwa spiritualitas warga
BNKP banyak dipengaruhi oleh warisan pietisme, sehingga ketika berhadapan
dengan realita kehidupan keseharian (dalam berbagai dimensi hidup), cenderung
tercipta yang disebut dualisme. Bahkan, tidak dapat dipungkiri bahwa hingga kini
salah satu tantangan besar adalah kaitan atau hubungan antara Injil dan
Kebudayaan. Selain itu, tantangan baru muncul seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi di tengah arus globalisasi dengan berbagai dampak
positif dan negatifnya. Demikian juga dengan semakin menjamurnya aliran-aliran
pentakosta dan neo-pentakosta yang tampil berbeda dengan tradisi yang telah
dikenal dan mendarah-daging dalam kehidupan warga jemaat BNKP. Dalam
kondisi ini, BNKP terpanggil untuk mereaktualkan dan mengkontekstualkan
misinya, peribadatannya, pola pemberitaannya, pelayanan pastoralnya, pelayanan
diakonianya, serta pola pembinaan dan pendampingan warga jemaat. Pada pihal
lain, jemaat-jemaat di BNKP terus berjuang untuk membenahi sarana-prasarana
yang telah hancur akibat gempa 2005, yang diarahkan untuk pembangunan spiritual
warga BNKP.
(3) Bahwa BNKP telah memiliki perangkat kapasitas baik tenaga pelayan (pendeta,
Guru Jemaat, Satua Niha Keriso, Evangelis dan Diaken) yang melayani dan
31
memimpin jemaat, resort dan sinodal di BNKP. Sumber Daya pelayan ini
merupakan kekuatan dalam melanjutkan dan meningkatkan pelayanan ke depan
untuk mencapai visi dan misi gereja sebagai implementasi dari misi Allah di dunia
ini. Hanya saja, merupakan tugas besar untuk melakukan pembangunan kapasitas
pelayan yang ada melalui pembinaan, pembekalan, pelatihan, dan pendidikan, serta
mengupayakan kesejahteraannya. Selain persoalan kuantitas, hal yang sangat
penting dan mendesak adalah menyangkut kualitas; serta penyamaan pandangan
teologis agar memiliki gerakan yang sama dalam melaksanakan pelayanan di
tengah-tengah jemaat.
(4) Bahwa BNKP yang umumnya berada di kepulauan Nias dan sebagian di luar Nias
adalah berada dan melayani masyarakat yang masih tertinggal, baik dalam soal
pendidikan, kesehatan, maupun menyangkut pendapatan yang sangat rendah.
Panggilan berdiakoni seutuhnya (holistic) merupakan hal yang urgen dilakukan.
Penting mengkaji dan menyepakati formulasi program dan strategi pelaksanaan
program, agar tidak terkesan parsial, melainkan ia menjadi sebuah gerakan yang
melibatkan semua pihak dalam melepaskan masyarakat dari kemiskinan dan
keterbelakangan serta mewujudkan “damai sejahtera” (syalom, howu-howu) dalam
kehidupan masyarakat, termasuk dalam menciptakan dan memelihara lingkungan
hidup. Untuk itu, perlu diformulasikan dalam tindakan nyata fungsi gereja yang
konseptual, partisipatif, pastoral, profetis – dalam pembangunan, sehingga BNKP
menjadi berkat bagi masyarakat.
(5) Bahwa BNKP berada di tengah bangsa Indonesia yang dikenal dengan majemuk,
bahkan sebagai masyarakat dunia, terutama dalam gerakan oikumenis. Sikap
ekskusifisme dan superior perlu ditransformasi dalam kehidupan umat, dan segera
memiliki sikap inklusifis bahkan pluralis dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, dengan tetap mempertahankan Pancasila sebagai dasar bersama di
Indonesia. Oleh karenanya hubungan antar agama dan umat beragama merupakan
panggilan misi kontemporer. Lebih dari itu, keikut-sertaan BNKP dalam kegiatan
Oikumene yang telah dimulai selama ini, perlu diteruskan dan ditingkatkan di masa
mendatang.
(6) Bahwa BNKP memiliki banyak asset. Hanya saja belum banyak memberi manfaat
dalam mendukung visi dan misi BNKP. Persembahan warga jemaat sebagai salah
satu pilar dalam kemandirian dana, juga masih sangat terbatas, baik menyangkut
jumlah, terlebih-lebih menyangkut system dan strategi pemandirian. Kekayaan ini
dapat menjadi kekuatan apabila didaya-gunakakan, apalagi dengan besarnya jumlah
BNKP yang telah mencapai 400.415 jiwa (belum termasuk beberapa resort yang
belum mengup-date data base-nya). Upaya menuju kemandirian di bidang dana
merupakan hal yang urgen di masa mendatang.
32
BAB IV
VISI, MISI, STRATEGI DAN PROGRAM UTAMA
1. Visi
BNKP TEGUH DALAM PERSEKUTUAN DAN
MENJADI BERKAT BAGI DUNIA
Visi tersebut di atas dilatar-belakangi oleh kondisi dan permasalahan yang sedang dihadapi
oleh BNKP. Salah satu pengalaman BNKP dalam lintas sejarahnya adalah konflik dan
perpecahan, atau perpindahan warga BNKP ke organisasi dan aliran lain. Memang kondisi
tersebut sudah mulai dapat diatasi dengan adanya sistem organisasi baru sebagaimana
diamanatkan dalam Tata Gereja dan peraturan-peraturan BNKP, tetapi perlu dilanjutkan
berbagai upaya dalam memperteguh persekutuan di BNKP. Selain kondisi internal, BNKP juga
dikitari oleh berbagai tantangan dari luar dalam hubungan dengan globalisasi, dan juga dengan
menjamurnya berbagai aliran yang berkembang di Indonesia, termasuk di kepulauan Nias.
Oleh karenanya, BNKP sebagai organisasi gereja yang pertama mempersatukan seluruh
masyarakat Nias, perlu memperteguh persekutuan melalui berbagai program pelayanan dan
penataan organisasi, mulai dari keluarga, lingkungan, jemaat, resort sampai ke aras sinodal.
Doa Yesus dalam Yohanes 21:17 “supaya mereka semua menjadi satu” merupakan dasar
utama dalam membangun persekutuan yang teguh. Persekutuan tersebut terjalin ketika adanya
kesadaran satu “tubuh” dan menghidupi seruan Paulus sebagaimana diungkap dalam Filipin
2:2-4: “hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak
mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah
hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah
tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain
juga.”
Mewujudkan persekutuan yang teguh membutuhkan transformasi di segala bidang, baik
menyangkut pengorganisasian, teologi, pelayan, pola ibadah dan program yang aktual dan
kontekstual serta menjangkau seluruh warga jemaat.
Persekutuan yang teguh akan menjadi potensi besar dalam melaksanakan program
pelayanan, untuk menjadi berkat dalam dunia, dimana BNKP berada dan diutus memberitakan
Injil kepada segala makhluk. Sejak zaman zending, gereja telah hadir memberitakan
keselamatan dan pembebasan bagi masyarakat Nias dari ketertinggalan dan kemiskinan,
melalui pelayanan kesehatan, pendidikan, transportasi, pembangunan ekonomi, dan
pembangunan spiritual. Tugas panggilan tersebut terus dilanjutkan oleh BNKP dalam program
pelayanannya, walaupun tidak merata dan belum menjadi gerakan semua aras di BNKP,
sehingga terkesan bahwa kebijakan BNKP belum banyak berdampak dalam pembangunan
manusia seutuhnya, terutama di bidang social, ekonomi, politik, dan ekologi. Pada kurun waktu
lima tahun mendatang, BNKP memfokuskan perhatian dan memadukan seluruh potensi untuk
dapat hadir membawa berkat di tengah-tengah dunia, sesuai dengan konteksnya.
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa lima tahun ke depan BNKP akan semakin teguh
dalam ajaran, organisasi, dan pelayanan, serta menampakkan persekutuan yang indah dan
kristiani dalam bersaksi, berdiakoni secara holistik, sehingga sungguh-sungguh menjadi berkat
bagi dunia melalui upaya pengentasan kemiskinan, pembangunan kapasitas, menjaga
kelestarian lingkungan hidup dan memberantas berbagai penyakit social (KKN, Judi,
Alkoholis, PSK, HIV-AIDS), serta memperjuangkan hak-hak azasi manusia dan kesetaraan
gender demi keadilan bagi semua.
33
2. MISI, STRATEGI DAN PROGRAM UTAMA
3. Penjabaran Program
Visi dan misi serta strategi dan program utama tersebut di atas, selanjutnya perlu dijabarkan
dalam bentuk program yang disertai dengan sasaran, tujuan dan indikator yang dapat diukur.
Bagian ini akan diuraikan pada berikutnya.
35
BAB V
PENJABARAN PROGRAM UMUM PELAYANAN BNKP
37
menghadiri ibadah
Pengadaan alat- Ibadah lebih Warga lebih Warga mencintai
alat musik hidup dan hikmat kosentrasi dalam ibadah BNKP dan
beribadah tidak tergoda dengan
ibadah yang lain
38
aras resort maupun
di aras sinodal.
Ikut-sertanya para
pendeta dalam
kegiatan Oikumenis.
2. Bina Guru Guru Jemaat Agar Guru Adanya program
Jemaat yang memiliki Jemaat mampu “penyiapan Guru
komitmen menunaikan Jemaat”, mis.
melayani dan tugasnya Bagian dari program
kemampuan memimpin dan pengabdian di STT-
melaksanakan melayani jemaat BNKP Sundermann.
tugas sebagai sesuai dengan Adanya program
Guru Jemaat. tugas sebagai pemberdayaan dan
Guru Jemaat pendampingan Guru
Jemaat.
Adanya pedoman
dan program
pemeliharaan Guru
Jemaat.
Adanya konven
Guru Jemaat,
minimal di aras
Resort.
3. Bina Evangelis yang Agar Evangelis Adanya penempatan
Evangelis memiliki di BNKP Evangelis di BNKP.
kapasitas dalam berfungsi dan Adanya pedoman
melaksanakan dapat khusus pelayanan
program menjangkau Evangelis.
evangelisasi dan mereka yang Munculnya
menjadi tertidur imannya semangat beribadah
misionaris local atau daerah dan beriman dalam
di daerah yang terisolir. kehidupan
terisolitr. keseharian.
4. Bina Diaken Diaken atau Agar mulai Adanya penempatan
Diakones aktifnya diaken dan diakones
memiliki pelayanan di BNKP.
kapasitas dalam Diaken dan Adanya pedoman
melayani di Diakones versi khusus pelayanan
bidang BNKP yang diaken dan
pelayanan dapat melayani diakones.
diakoni holistic. jemaat dan Jemaat dan
masyarakat. masyarakat terlayani
dalam bidang
program diakonia.
5. Bina Majelis Majelis Jemaat, Agar penataan Terbinanya para
Jemaat, BPMJ, BPP dan organisasi dan majelis, BPMJ, BPP
BPMJ, BPP Unit Pelayanan peyananan di dan unit pelayanan
dan Unit yang memiliki jemaat dapat tentang penataan
39
Pelayanan pengetahuan terlaksana organisasi, program
dan ketrampilan dengan baik. pelayanan dan
yang memadai anggaran.
dalam tugas Tertatanya jemaat
pelayanan dan semakin teguh
masing-masing. dalam persekutuan.
2 Bina Profesi 1) Bina warga Pegawai Negeri Agar warga Terlaksananya
yang yang melayani di jemaat yang pembinaan, berupa
melayani pemerintahan bekerja sebagai seminar, lokakaria,
sebagai dengan pegawai negeri khotbah, ceramah
Pegawai menerapkan sipil dapat tentang Iman Kristen
Negeri Sipil, nilai-nilai mencerminkan dan pelayanan
Legislatif dan Kristiani. iman Kristen sebagai PNS – oleh
para pada jemaat, resort atau
politikus. pekerjaannya sinodal.
Para Politikus Agar warga Adanya diskusi
yang jemaat yang aktif tentang tema-tema
menampakkan di bidang politik actual sehubungan
nilai Kristiani memiliki dengan politik dan
dalam pemahaman pandangan iman
aktifitasnya. tentang politik Kristen.
dan iman
Kristen, dan
dapat
menghidupannya
dalam aktifitas
keseharian.
2) Bina warga Para pelaku Agar warga Terlaksananya
yang ekonomi memiliki jemaat yang aktif sosialisasi etos kerja
menekuni etos kerja dan di bidang dan etika ekonomi
bidang etika ekonomi ekonomi memiliki kepada para pelaku
ekonomi dalam pemahaman ekonomi.
melaksanakan tentang
tugasnya. hubungan iman
Kristen dengan
ekonomi, serta
menerapkan
etika Kristen
dalam aktifitas
hidup. .
3) Bina warga Para penatua Agar warga Terlaksananya
yang adat memiliki jemaat yang pengkajian unsure-
berstatus integritas adalah penatua unsur adat istiadat
Penatua sebagai Kristen adat memiliki dipandang dari sudut
Adat dalam kegiatan pemahaman pandang Kristen dan
adat-istiadat. tentang mengembangkannya
hubungan Injil dalam
dan pembangunan
Kebudayaan, jemaat.
40
dan menjadi
agen pelestari
dan pembaharu
kebudayaan
berdasarkan
iman Kristiani.
03 Bina Teologi Pengajaran Kaum awam Agar awam aktif Adanya kursus
Kaum Awam Teologi bagi memiliki terlibat dalam Teologi Kaum Awam
Kaum Awam pengetahuan kegiatan gerejani yang disponsori
yang mendalam dan di tengah STT-BNKP
tentang pokok- kehidupan Sundermann.
pokok teologi masyarakat,
Kristen. bangsa dan
Negara.
04 Pendidikan Pemberantaran Warga Agar masyarakat Terlaksananya
Formal Buta Aksara masyarakat yang terlepas dari program
melek huruf dan ketertinggalan Pemberantasan
dapat dalam bidang Buta Aksara sebagai
mengembangkan pendidikan. bagian pelayanan
pengetahuan jemaat, resort dan
melalui unit pelayanan
kemampuan terkait.
membaca.
Gerakan Jemaat-jemaat Agar jemaat- Berdirinya PAUD
Pendidikan Anak yang memiliki jemaat atau atau TK di jemaat-
Usia Dini oleh kesadaran dan resort memiliki jemaat atau Resort.
Resort dan program dalam program
Jemaat-Jemaat pendidikan anak pengasuhan
usia dini. PAUD atau
Taman Kanak-
kanak.
Peningkatan Sekolah BNKP Agar sekolah- Meningkatnya
Mutu Sekolah- dapat menjadi sekolah asuhan jumlah siswa di
sekolah Asuhan model BNKP semakin sekolah-sekolah
BNKP pendidikan meningkat dalam asuhan BNKP
berciri-khas kuantitas dan Meningkatnya
kekristenan. kualitas yang tingkat kelulusan UN
memiliki daya dan masuk ke
saing di aras perguruan tinggi
nasional. terakreditasi A.
Terbenahinya
sarana-prasarana
penunjang
pendidikan.
Tersedianya tenaga
kependidikan yang
memenuhi syarat
menurut undang-
41
undang dosen dan
Guru.
Pendirian BNKP Agar adanya Dibukanya Sekolah
Perguruan berpartisipasi kesempatan bagi Tinggi berbagai
Tinggi (selain dalam putra-putri Nias prodi yang sesuai
STT-BNKP pembangunan melanjutkan dengan konteks dan
Sundermann) pendidikan tinggi pendidikan di kebutuhan Nias.
sesuai perguruan tinggi Terbenahinya
kebutuhan real di yang memiliki sarana-prasarana
kepulauan Nias. kualitas. dan ketenagaan
dalam menunjang
pendirian perguruan
tinggi.
05 Program Memberikan Warga Jemaat Agar terbantunya Terhimpunnya dana
Beasiswa Beasiswa untuk memiliki warga jemaat untuk peningkatan
pendidikan, baik kesempatan berekonomi pendidikan dan
formal maupun untuk lemah ketrampilan
pendidikan non- meningkatkan pendidikan
formal. pengetahuan formal dan non-
dan ketrampilan. formal.
42
hari-hari raya
gerejani antar
jemaat
2 Penataan Pemantapan dan Terwujudnya Adanya Terelimirnya
Organisasi penjabaran pemahaman dan penerapan yang perbedaan
peraturan pengertian atas seragam atas penerapan
pelaksanaan Tata peraturan pelaksanaan peraturan.
Gereja. pelaksanaan peraturan Tata Teratasinya
Tata gereja Gereja BNKP perpecahan di
BNKP tubuh BNKP.
3 Penataan Program pelatihan Mewujudkan Para pelayan Terlaksananya
Administrasi PME (Planning, BNKP menjadi BNKP menjadi pelatihan PME di
dan Monitoring and organisasi semakin jemaat-jemaat
Manajemen Evaluation) di gereja yang berkualitas dan unit-unit
Gereja semua aras tersusun rapi, dalam pelayanan BNKP.
terarah dan melaksanakan
tertib. pelayanan
4 Persekutuan Persekutuan Para pelayan Terciptanya Teraturnya
Pelayan melalui Rapat/ BNKP semakin rapat/sidang rapat/sidang
sidang erat dalam yang indah dan Tersedianya
persekutuan dan Kristiani dalam pedoman
saling memberhasilkan pelaksanaan
menunjang pelayanan pertemuan
Persekutuan dalam Adanya wadah Adanya
melalui Konven pelayanan. bersekutu dan persekutuan
bermusyawarah pelayan melalui
dalam konven.
pembenahan diri
dan pelayanan
5 Persekutuan Program Cinta Terwujudnya Mengakar dan Tereleminirnya
dalam BNKP melalui: BNKP sebagai meningkatnya konflik dan
kegiatan - Pencitraan Lembaga yang rasa memiliki perpecahan dalam
gerejani dan BNKP keluar tangguh. serta tubuh BNKP.
kegiatan dan kedalam tanggungjawab
sosial - Penyusunan Warga dan atas organisasi Meningkatnya
kemasyaraka profile BNKP Pelayan yang BNKP keaktifan warga
tan - Program yang setia. mendukung
memihak pelayanan BNKP.
warga
6 Persekutuan Terlibat secara Warga BNKP Meningkatnya Adanya utusan
Oikumenis proaktif dalam semakin terlibat keterlibatan dan BNKP yang hadir
gerakan dan berperan peran aktif BNKP dan terlibat aktif
oikumeni. aktif dalam dalam dalam kegiatan
persekutuan persekutuan oikumene
oikumene oikumene Tersedianya
pelayan oikumene
BNKP
7 Dialog dan Interfaith Dialog Mewujudkan Seluruh warga Dilaksanakannya
43
Kerukunan kerukunan hidup jemaat memiliki Interfaith Dialog
beragama kesadaran dalam berbagai
kebebasan aras/level jemaat
beragama Adanya suasana
dilandasi sikap kerukunan hidup
saling beragama.
menghargai
8 Hubungan Membangun BNKP hadir BNKP ikut Adanya konsep
Gereja dan persekutuan dalam bertanggung- BNKP dalam
Negara melalui peranan: pembangunan jawab dalam rancangan
Konseptual; serta memberi pembangunan di
Partisipatif; pergumulan landasan etik, kepulauan Nias
Pastoral dan bangsa dan moral dan
peran Profetis Negara. spiritual dalam
pembangunan
bangsa dan
Negara
berdasarkan
Pancasila.
BNKP berperan Adanya pelayanan
aktif dalam pastoral bagi
pelayanan penyelenggaran
pastoral dan Negara
profetis bagi para Adanya sikap kritis
penyelenggara BNKP dalam
Negara kebijakan yang
menyimpang dari
Pancasila dari dari
sudut pandang
iman Kristiani.
PROGRAM
Nr PROGRAM SASARAN TUJUAN INDIKATOR
UTAMA
1 Pelayanan Pengembangan Jemaat-jemaat Agar jemaat- Setiap Jemaat
Diakoni Panti Asuhan menyadari jemaat memiliki telah
Kharitatif bahwa menjadi program dan mengalokasikan
tanggung- anggaran untuk dana untuk panti
jawabnya anak-anak asuhan dalam
melayani anak- terlantar. APBJ, serta
anak terlantar merealisasikannya.
Mandirinya Agar Yapesma Meningkatnya
Yapesma dan dapat jumlah anak di
lembaga yang menampung Panti Asuhan, dan
mengasuh Panti anak-anak menghasilkan
Asuhan dalam terlantar dan anak-anak yang
44
melaksanakan meningkatkan mandiri.
pelayanan panti. pembinaan di
Panti Asuhan.
Pelayanan Panti Keluarga dan Agar keluarga- Adanya
Jompo jemaat keluarga semakin pengurusan lansia
menyadari dan peduli dalam oleh keluarga
bergerak dalam mendampingi secara serius dan
mendampingi orangtua lanjut berkelanjutan.
para lansia usia.
Jemaat-jemaat Adanya program
memiliki program jemaat untuk
pendampingan lansia, dan
terhadap Lansia, memberi dukungan
baik kegiatan kepada Yayasan
kerohanian Bindes untuk
maupun kegiatan Panti
dukungan Jompo.
material.
Agar Yayasan Meningkatnya
Bindes dapat jumlah lansia di p
meningkatkan anti jompo; dan
pelayanan semakin
kepada lansia, membaiknya
baik soal pelayanan
kuantitas maupun terhadap lansia di
kualitas. panti jompo.
Pengembangan Keluarga dan Agar adanya Adanya keluarga
Orangtua asuh jemaat tergerak kepedulian warga yang mau berbagi
menjadi orangtua jemaat untuk dengan mengasuh
bagi yang mengangkat anak anak yang
terabaikan. yang terabaikan terabaikan; atau
dengan cara mengutusnya ke
membiayai, baik panti asuhan dan
di rumah atau memberikan biaya.
diutus ke Panti
Asuhan.
Pengembangan Asrama semakin Agar terbantunya Meningkatnya
Asrama mandiri dalam orangtua dari pelayanan Asrama
melayani anak- desa yang (Debora) terhadap
anak perempuan menyekolahkan anak-anak
dari desa yang anaknya di kota perempuan yang
studi di Gunungsitoli. tinggal di Asrama.
Gunungsitoli.
2 Pelayanan Pembangunan Menguatnya Agar adanya Berdirinya Credit
Diakoni Comunitas Basis ikatan social di kekuatan rakyat Union sebagai
Reformatif melalui Mikro tengah melalui kelompok wadah
Kredit masyarakat dan social dan persekutuan, dan
kekuatan modal kekuatan modal pengembangan
45
usaha dalam berusaha. usaha bersama.
Pengembangan Para petani Agar Para petani
Pertanian, memiliki meningkatnya meninggalkan pola
Peternakan dan kemampuan pendapatan tradisional dalam
Perkebunan dalam mengelola masyarakat mengelola usaha
usaha secara petani. pertanian dan
modern dan peternakan.
berorientasi
pasar.
Pengembangan Adanya wadah Agar masyarakat Berkurangnya
“Training Center sentral dalam terlatih dalam pemakaian pupuk
for Diakoni” peningkatan penggunaan kimia, dan
pengetahuan dan bahan organik meningkatnya hasil
ketrampilan dalam usaha produksi
dalam mereka. masyarakat.
pengembangan
pertanian
organik.
Pelayanan Masyarakat Agar masyarakat Adanya
Kesehatan mengembangkan kembali penggunaan obat-
Masyarakat kearifan local mengembangkan obat tradisional
dalam obat-obat oleh masyarakat.
pengembangan tradisional, baik
kesehatan. melalui “Apotik
sehat di sekitar
perumahan”
maupun kearifan
local lainnya.
Pelayanan HIV- Masyarakat Agar masyarakat Terlaksananya
AIDS menyadari akan waspada penyuluhan dan
bahaya HIV- terhadap bahaya penyadaran
AIDS, dan peduli HIV-AIDS. masyarakat
terhadap para tentang HIV-AIDS
penderita.
Penanggulangan Masyarakat, Agar para Terlaksananya
Bahaya Narkoba terutama remaja- remaja-pemuda penyuluhan
dan Miras pemuda teguh waspada atas tentang bahaya
dalam iman bahaya Narkotika Narkotika dan
kekristenan dan Miras. Minuman Keras
menghadapi terhadap para
godaan narkoba remaja pemuda –
dan Miras. oleh jemaat, resort
atau unit
pelayanan terkait.
Agar ada Unit Pelayanan
pendampingan memiliki program
dan pemulihan pendampingan dan
terhadap para pemulihan
46
korban narkoba terhadap korban
dan alkoholist Narkoba dan
Alkoholist.
3 Pelayanan Pelayanan Terwujudnya Agar masyarakat Meningkatnya
Diakoni Pembangunan pembangunan memiliki akses partisipasi
Transformatif dan Politik yang yang sama dalam masyarakat dalam
berkeadilan. kegiatan proses
pembangunan. pembangunan
dalam rangka
meningkatkan
kesejahteraan
hidup.
Terwujudnya Agar tercipta Adanya sikap
kegiatan politik kehidupan politik BNKP tentang
yang demokratis yang sehat, adil politik yang adil
berdasarkan dan merata di berdasarkan
Pancasila. tengah Pancasila
masyarakat.
Pengembangan Terwujudnya hak Agar setiap umat Terlaksananya
Program azasi manusia dihormati hak penyuluhan atau
Perdamaian, dan azasinya. pelatihan tentang
Keadilan dan terpeliharanya Hak-Hak Azasi
Keutuhan lingkungan hidup. Manusia.
Ciptaan (JPIC) Adanya advokasi
terhadap korban
pelanggaran HAM.
Agar lingkungan Adanya gerakan
hidup dilestarikan penanaman pohon
(tebang satu tanam
sepuluh).
Adanya kesadaran
bahaya
penggunaan
material yang tidak
dapat didaur-ulang.
Pengurangan Masyarakat yang Terminimalisirnya Terlaksananya
Resiko Bencana sadar tentang korban bencana penyuluhan dan
lingkungan yang pelatihan tentang
rawan bencana siagaan bencana.
dan siap-siaga Adanya
menghadapinya. pendampingan
terhadap korban
bencana.
48
Asset di BNKP tanah BNKP BNKP
disemua aras
Program Terurusnya Asset-aset Tercatatnya hasil
pemanfaatan semua asset dapat pengelolaan asset
tanah-tanah dan yang ada memberi hasil dalam laporan
bangunan yang untuk keuangan BNKP
belum dikelola menunjang
disemua aras dana program
pelayanan
Program Kualitas Penyewa Tercatatnya semua
renovasi Kios bangunan Kios merasa aman asset dalam daftar
Fotuaria BNKP Foturia terjamin inventaris di BNKP
49
Kemitraan jejaring kemitraan yang memiliki BNKP.
saling hubungan
membangun. bilateral
dengan
organisasi
lain.
50
BAB 6
PENUTUP
Demikianlah Rancangan Program Umum Pelayanan BNKP tahun 2012-2017 yang telah
digumuli dan ditetapkan dalam persidangan majelis sinode BNKP ke-56 di Onolimbu.
Program Umum Pelayanan BNKP ini merupakan dasar dan pedoman bagi semua aras di
BNKP dalam menyusun dan melaksanakan program pelayanan untuk lima tahun ke depan,
dengan visi yang jelas: “BNKP teguh dalam persekutuan dan menjadi berkat bagi dunia”,
dengan misi yang memberi focus pada upaya membangun spiritual, membangun dan
mengembangkan kapasitas, baik pelayan maupun warga jemaat; mengokohkan
persekutuan, baik di dalam maupun di luar, mengahadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di
bumi ini melalui pelayaan diakonia yang holistik, dan mengupayakan kemandirian,
terutama di bidang dana, yang bertolak dari kemandirian daya dan teologi.
Untuk menjadikan Program Umum Pelayanan BNKP 2012-2017 sebagai gerakan
dan program bersama si seluruh BNKP, maka lebih lanjut BPHMS-BNKP membuat
petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan tentang pembuatan Rencana Strategi Pelayanan
5 (lima) tahun, dan pedoman pembuatan program tahunan. Selanjutnya, petunjuk teknis
dan petunjuk pelaksanaan dimaksud disosialisasikan kepada semua aras, sehingga mulai
dari jemaat – resort – ke sinode – akan menyusun rencana strategi pelayanannya masing-
masing berdasarkan PUPB, dan menjabarkannya dalam bentuk Program Tahunan yang
disertai dengan Anggaran dan Belanja di setiap aras dan unit pelayanan.
Semoga Tuhan memberkati dan menyertai kita semua dalam melayani dan
bersama-sama bertumbuh serta menjadi berkat (howu-howu) bagi dunia. Marilah kita
berseru seperti bangsa Israel yang sepakat membangun, berkata: "Kami siap untuk
membangun!” (Nehemia 2:18). Tantangan tentu melintang di depan, tetapi melalui
persekutuan yang teguh, kita mampu melewati dan mengatasinya, dan berkata seperti
Paulus: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku” (Flp 4:13). Tuhan memberkati.