Anda di halaman 1dari 8

SAKRAMEN DITINJAU DARI TEOLOGI HKBP

1. Pendahuluan
Dewasa ini, Gereja sedang mengalami banyak tantangan dalam praktek kehidupannya Hal tersebut bukan hanya mengenai
masalah kepemimpinan atau managemen pelayan gereja, akan tetapi juga banyak dipengaruhi masalah dogma (ajaran gereja).
Dalam hal ini kita bisa melihat adanya kecenderungan adanya pemahaman yang berbeda mengenai masalah ajaran atau Dogma
gereja.Salah satu contoh masalah yang terlihat dalam praktek kehidupan gereja adalah masalah pemahaman tentang pelaksanaan
Perjamuan Kudus dan Babtisan Kudus. Di mana sebahagian menganggap bahwa Perjamuan Kudus hanyalah rutinitas gereja saja.
Perjamuan Kudus dilayanlan hanya dilayankan pada waktu dan bulan tertentu saja, dan yang lebih parah lagi Perjamuan Kudus
dilaksanakan waktu sakit dan mejelang ajal saja. Hal ini menjadi suatu fenomena sosial yang terjadi di lingkungan kehidupan gereja.
Pada umumnya persentase jemaat yang mengikuti ibadah Perjamuan Kudus sangat minim dari pada persentase kehadiran jemaat
pada kegiatan Gereja lainnya. Padahal Perjamuan Kudus itu adalah pemberian Anugerah Allah Kepada Manusia, yang di dalamnya
semua orang diundang untuk menerima realitas karya keselamatan yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus. Babtisan Kudus ; Banyak
yang jemaat yang mempertanyakan bagaimanakah Baptisan yang sebenarnya? Apakah Babtisan Anak-anak sudah benar? Perlukah
babtisan ulang ? dan sejumlah pertanyaan lainnya yang selalu dipertanyakan dalam kehidupan Jemaat. Melihat fenomena yang
demikian, maka penulis mencoba menuliskan sebuah tulisan Pradaya yang diberi judul “ Sakramen di tinjau dari Teologi HKBP”.
Sehingga Jemaat HKBP akan semakin jelas memahami arti dan makna Sakramen itu menurut Dogma da
HKBP sebagai Tubuh Kristus dimana dalam Prinsipnya sebagai Gereja yang hidup adalah dimana ada dilayankan
Sakramen. Menurut Pemahaman dan pandangan gereja HKBP Sakramen adalah jalan pemberian anugerah kepada manusia, sebab
dengan Sakramen disampaikan kepada yang percaya keampunan dosa, kebaharuan hidup, kelepasan dari maut dan iblis serta
sejahtera yang kekal.

Pengertian Sakramen
Sakramen Berasal dari Bahsa Latin yaitu : “Sacramentum” yang artinya “Sumpah “istilah Sakramen digunakan untuk upacara
keagamaan Kristen , sumpah untuk tidak melakukan kejahatan. Defenisi umum yang dipakai oleh Gereja Protesatan tentang
Sakramen di mengerti sebagai ritus yang terjadi atas perintah dan perjanjian Allah merupakan tanda lahiriah yang nampak, ditetapkan
oleh Kristus, menyatakan dan menjanjikan suatu berkat rohani. Sakramen secara pasti dapat diartikan terhadap ritus baptisan kudus
dan perjamuan kudus yang secara khusus memberi makna keselamatan.
Perjamuan Kudus merupakan pemberian Allah. Di dalamnya semua orang diundang untukmenerima realitas karya
keselamatan yang telah dilakukan Yesus. Pada zaman gereja mula-mula kata “sakramen” awalnya ditujukan kepada setiap doktrin
dan perundangan. Inilah alasan dari sebagian orang untuk menolak istilah sakramen, dan memakai istilah “tanda”, “meterai”, atau
“misteri”. Demikian juga dengan pemakaian kata “sakramen” (yang dijabarkan dari kata sacer = kudus) juga mengandung arti
perbuatan atau perkara yang rahasia, yang kudus yang berhubungan dengan dewa. Dalam gereja-gereja Lutheran pada umumnya
dipahami bahwa sakramen (termasukPerjamuan Kudus) diadakan bukan sebagai tanda bahwa dengannya seseorang dapat dikatakan
sebagai orang Kristen, melainkan agar sakramen tersebut menjadi tanda dan kesaksian akan kehendak Allah atas umat manusia
(orang percaya) untuk meneguhkan iman kita. Itu sebabnya dalam sakramen harus disertai dengan iman.Sakramen digunakan dengan
benar apabila diterima dalam iman dan untuk meneguhkan iman Hal ini juga dihubungkan dengan keadaan religius masa itu, sebab
pada zaman itu perbuatan-perbuatan misterius dalam melakukan konsekrasi ditemukan dalam berbagai-bagai agama. Perbuatan-
perbuatan kudus gereja pada waktu itu muncul dalam derajat yang sama dengan hal-hal yang misterius.
Sakramen adalah merupakan saluran yang dipakai Allah untuk memberikan anugerahNya kepada manusia berdosa. Bapak
Gereja Agustinus memberikan defenisi tentang sakramen sebagai berikut : “Sakramen adalah tanda kelihatan dari hal yang kudus
ataupun bentuk yang kelihatan dari kasih karunia yang tidak kelihatan”. Gereja mula-mula, memberikan makna dan isi baru tentang
sakramen (di dalamnya menyangkut sakramen dan mysterion), sehingga maknanya adalah:
 Suatu kesepakatan antara manusia dengan Tuhan Allah. Sehingga dengan menerima Sakramen, seseorang berjanji untuk
hidup setia kepada Yesus Kristus.
 Sebagai sumpah kesetiaan orang-orang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
 Menurut Agustinus, salah seorang dari "bapa-bapa gereja", sakramen berarti :
 Tanda-tanda yang kelihatan dari yang tidak kelihatan dari suatu hal suci; atau wujud yang kelihatan dari rahmat yang tidak
kelihatan; Firman yang kelihatan.
 Tanda dan materei yang kelihatan dan suci yang ditentukan oleh Tuhan Allah, menjelaskan bahwa segala sesuatu yang
dijanjikan-Nya supaya iman kita dikuatkan,
 Ditetapkan Tuhan Allah untuk menguatkan persekutuan sesama anak-anak Allah. Sakramen memberikan anugerah dan
mengu-dusan seseorang. Cara untuk mempersatukan seseorang manusia dengan Kristus, dan mempertahankan persatuan
itu.
Pada zaman gereja mula-mula hingga abad pertengahan, ketentuan tentang jumlah sakramen selalu berubah-ubah.
Munculnya reformasi yang dilakukan oleh Martin Luhter, meragukan akan keberadaan sakramen dalam gereja Katolik. Karena Katolik
menyatakan ada 7 Sakramen , sedangkan Martin Luther menyatakan hanya ada 2 Sakramen yaitu : Baptisan Kudus dan Perjamuan
Kudus. Hal itu menjadi pokok perdebatan antara para teolog pada zaman reformasi. Sakramen-sakramen gereja ternyata mendapat
perhatian yang lebih khusus dalam pembahasan-pembahasan, khususnya menyangkut substansi sakramen tersebut, termasuk
maknanya masing-masing, bahkan juga menyangkut soal-soal praktis.
Menurut gereja gereja Protestan ( Lutheran dan Calvinis) sakramen yang diakui adalah “baptisan” dan “perjamuan kudus”.
Allah yang mendirikan, menetapkan, memerintah, mensyahkan baptisan itu dan perjamuan kudus, yang melaluinya Allah memberikan
berkat dan pengampunan dosa. Kedua jenis sakramen tersebut bertitik tolak dan berdasarkan pada amanat penetapan, perintah dan
perbuatan Yesus Kristus. Penetapan baptisan kudus terdapat dalam Injil Matius 28:19 dan Markus 16:16, sedangkan penetapan
perjamuan kudus terdapat dalam Injil synoptis (Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:14-20) dan surat Rasul Paulus (I Kor. 11:23-25).
Kuasa dari sakramen tidak terletak pada unsur-unsur yang digunakan (air, roti atau anggur), tetapi pada Allah yang menjadi
fokus dari tanda-tanda itu. Kuasanya tidak tergantung pada karakter dari pada iman yang melaksanakannya, tetapi pada integritas
Allah, sebab sakramen tidak pernah dimaksudkan untuk berdiri sendiri tanpa disertai dengan Firman Tuhan. Firman dan ketentuan
atau perintah-perintah Allah dalam sakramen tersebutlah yang membuat sakramen ada dan benar.
Sejarah Perjamuan Kudus dalam Protestan
Istilah perjamuan kudus (bahasa Inggris: holy communion) digunakan oleh gereja Protestan. Perjamuan Kudus didasari pada
perjamuan makan malam yang lazim di Israel Kuno. Selain hal tersebut terdapat makna dari ritus perjamuan malam dalam tradisi Israel
kuno yang dilakukan untuk menghayati perbuatan Allah yang melepaskan nenek moyang mereka dari perbudakan di Mesir (Ul. 16:1
dyb. Perjamuan itu mereka namakan Pesakh (Paskah) artinya “berlalu” atau “melewati”. Dalam Kel.12:13, Tuhan berjanji bahwa
hukuman-Nya akan berlalu pada pintu-pintu yang diberi tanda dengan darah anak domba.
Gereja Mula-mula atau orang-orang yang menjadi percaya setelah peristiwa Pentakosta setiap hari berkumpul untuk
memecahkan roti, yaitu Perjamuan Kudus, Kisah 2:42. Apa yang mereka lakukan ini diimani sebagai perintah dari Tuhan Yesus.
Gereja melakukan atau melaksanakan Perjamuan Kudus sebagai peringatan terhadap penderitaan dan juga kematian serta kebang-
kitan- yang Tuhan Yesus alami, sampai Ia datang kedua kali, 1 Kor 11:28.
Dalam tradisi PB, Perjamuan berasal dari Perjamuan yang diadakan Tuhan Yesus beserta murid-muridNya pada malam Ia
ditangkap untuk disalibkan (1 Kor. 11:23; Mrk 14:22; Mat 26:26; Luk 22:14). Oleh karena itu Perjamuan Kudus menghadapkan kepada
kematian Yesus dan kebangkitan-Nya yang telah nyata, bahwa kematian-Nya itu telah menerbitkan keselamatan bagi yang
mempercayainya.

Babtisan Kudus
Dalam hal baptisan kudus, confessi HKBP memberi penjelasan yang jelas dan lengkap. Hal itu kelihatan pada pasal 10
bagian A yang berbunyi sebagai berikut: "Pembaptisan Kudus, ialah jalan pemberian anugerah kepada manusia, sebab dengan
pembaptisan disampaikan kepada yang percaya keampunan dosa, kebaharuan hidup, kelepasan dari maut dan iblis, serta sejahtera
yang kekal".
Selanjutnya Confessi HKBP juga menjelaskan demikian : "Dengan ajaran ini kita menyaksikan :anak kecil pun harus dibaptis
karena dengan pembaptisan itu mereka juga masuk ke dalam persekutuan yang menerima anugerah pengorbanan Kristus,
berhubungan pula dengan pemberkatan anak-anak oleh Tuhan Yesus. Mrk 10: 14; Luk 18:16". Pembaptisan tidak terpaksa dengan
membenamkan ke dalam air, Kis 2: 41, 10, 48, 16. 33; Rom. 6 :4; 1 Kor. 10:4; Tit.3 :5; Ibr. 11:29; 1 Ptr. 3:21.
Rumusan tersebut sedikit berbeda dengan yang tertulis dalam Confessi HKBP tahun 1996. Namun isi dan prinsipnya adalah
sama. Selengkapnya confessi HKBP 1996 dalam pasal 8 bagian A, menjelaskan sebagai berikut:
SAKRAMEN Menurut Konfesi HKBP 1951: Pasal 10
Kita percaya danmenyaksikan : Hanya dualah Sakramen yang diperintahkan Tuhan Yesus kepada kitauntuk melakukannya,
yaitu Pembaptisan Kudus dan Perjamuan Kudus. Inilah yangdipesankannya, untuk memberikan dengan barang yang terlihat,
anugerah yangtidak terlihat, yaitu keampunan dosa, keselamatan, hidup dan sejahtera, yangkita terima di dalam iman. Mat 28: 19;
Mark 16: 15 - 16; Mat 26; Mark 14; Luk22; 2 Kor 11. Dengan ajaran ini kitamenolak dan melawan ajaran Katholik Roma yang
mengatakan bahwa ada tujuhSakramen. Sakramen marlapatan do i ulaon nabadia. Dua do sakramen (ulaon nabadia) di
huriaProtestan, i ma:
a. Pandidion nabadia
b. Parpadanan nabadia
Tangkas do dipatorang Dr. Martin Luther di buku Katekhismusna taringot Sakramen nadua i. Patuduhon parasingan
natangkas do sakramen nadua i di huria Protestanmaradophon huria Katolik. Marojahan tu tona ni Tuhan Jesus do
umbahennadipatupa huria pandidion dohot parpadanan nabadia i, taida ma i di Mark.16:15-16; Mat. 28:18-20; Luk. 22:19-20; Mark.
14:22-24; Mat. 26:26-28 pat. 1Kor. 11:23-25.
Ndada songonpangantusion di pandidion pinatupa ni si Johanes (na holan mangondolhonhamubaon ni roha) anggo pandidion
naniulahon ni halak Kristen nuaeng, alaiandul sumurung sian i do (Mat. 3:11). Ai di natardidi sada halak tu bagasangoar ni Tuhan
Jesus tu bagasan hamateanNa do natardidi i asa gabe sanghambonadohot Kristus i (Rom. 6:3-8). Jala molo mate sada halak rap
dohot Kristus, rapmangolu do ibana muse raphon Kristus i. Asa haluaan do jumpang ni ganup halaknamanjalo pandidion nabadia doho
parpadanan nabadia i.
Baptisan itu adalah saluran kemurahan Allah bagi manusia, anak-anak dan dewasa, karena melalui baptisan itu gereja berdiri
di tengah dunia ini, dan melalui iman dijadikan layak menerima keampunan dosa, kelahiran kedua kali, kelepasan dari kuasa maut dan
dari kuasa iblis, dan memperoleh kebahagiaan kekal. Dan melalui baptisan itu jugalah orang percaya dipersatukan ke dalam kematian
dan kebangkitan Tuhan Yesus, dan menerima kuasa Roh Kudus (Mrk. 10:14; Luk 18:16; Kis 2: 41; 10:48; 16:33; Rom. 6:4; 1 Kor 10:1-
9; Tit. 3: 5; Ibr 11:29; 1 Ptr. 3:21).
Dengan ajaran ini kita menekankan bahwa bayi dibaptiskan di tengah gereja, karena demikianlah mereka termateraikan ke
dalam persekutuan yang ditebus Kristus, sebab Tuhan Yesus adalah juga bersukacita menerima anak-anak. Orang tua diimbau agar
mereka mendorong anak-anak mereka yang sudah dibaptis ikut sekolah minggu, dan persekutuan lainnya di gereja. Kita juga
menekankan, gereja itu esa dalam baptisan kudus. Cukuplah baptisan kudus dilayankan sekali kepada seseorang selama hidupnya.
Menurut Confessi HKBP ini kelihatan adanya pengajaran penting, antara lain:
 Baptisan adalah “jalan pemberian anugerah” yang terpenting bukanlah cara, teknik atau tempatnya dilaksanakan (kolam,
sungai, danau dan sebagainya) atau bentuknya. Tetapi makna dan berkat yang kita dapati dari baptisan itulah yang paling
penting. Baptisan itu bagaimanapun dilakukan dan dimanapun itu berlangsung adalah merupakan saluran dari jaminan
berkat keselamatan yang diberikan oleh kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Berkat itu mengalir deras kepada orang-
orang percaya melewati saluran yang bermacam-macam.
 Adanya 4 (empat) berkat dan anugerah serta janji yang diberikan oleh Allah melalui baptisan, yaitu: keampunan dosa,
kebaharuan hidup, kelepasan dari kematian dan ikatan iblis serta keselamatan kekal.
 Disamping baptisan anak-anak kita juga mengenal dan melaksanakan baptisan dewasa, yakni mereka yang datang dari
kekafiran atau agama lain sebagaimana kita temukan dalam agenda HKBP V. hal 11 “Tata Kebaktian Pembabtisa Orang
Dewasa”.

Pelaksanaan baptisan dewasa juga terlihat dari buku Ende HKBP No. 144 dan No. 145.
B.E. No. 144
Na hot padanku tu Jahowa binaen ni Jesus Tuhanki
Ai hutadingkon do na roa, hujalo pandidion i
Sai las rohangku alani saleleng ni lelengna i

B.E. No 145
Ndang hapalang las ni roha, Ala na tardidi au
Ai disi bolong na roa, dohot dosa sian au
Ise na tumananda arta, Na umuli, na umarga
Sian hatuaonki salelenglelena i

Kata “padanku” (janjiku) “rohangku” (hatiku) dan “tardidi au” (pembaptisanku), “sian au” (dari hatiku) jelas menunjukkan orang
yang sudah dewasa.
Menyangkut tentang “baptisan anak” confessi HKBP memberi perhatian yang sangat besar, karena di sana nyata sekali
makna baptisan tersebut diuraikan yakni menyangkut kelahiran kembali dan ketika itu pula si anak yang menerima baptisan berhak
menerima status dan kehidupan yang baru sebagai “anak–anak Allah”, sekaligus pewaris harta kerajaan Allah, sorga yang kekal
selama-lamanya dari jaminan (garansi) keselamatan dari Yesus Kristus.
Dalam Confessi HKBP kita melihat penekanan bahwa baptisan itu merupakan “tanda kejadian manusia yang baru atau
suatu kelahiran baru”. Baptisan itulah awal dari seluruh proses kerohanian kita; sejak baptisan terjadilah perubahan yang radikal dalam
hidup orang percaya, menjadi “manusia baru” di dalam Kristus. Timbul pertanyaan: “Bagaimana bagi anak-anak atau bayi kecil bisa
menerima kelahiran kembali sedangkan mereka belum mengerti apa-apa; bagaimana anak-anak bertobat dan hidup baru ?
Jika diamati dari segi fisik lahiriah, maka di dalam diri seorang bayi kecil tidak mungkin terjadi “kelahiran baru”. Tetapi tidak
boleh disangkal bahwa pengertian, pengetahuan dan logika si bayi akan berkembang terus seiring dengan perkembangan fisiknya.
Demikian juga iman, kepercayaan dan pengenalannya terhadap Allah serta pengetahuannya tentang kebenaran dan ajaran-ajaran
moral akan senantiasa terus berkembang di dalam jiwa dan hidup si anak. Sejak ia menerima baptisan, benih iman telah bertumbuh
pelan-pelan dalam dirinya. Ia menjadi anak yang dilahirkan kembali oleh Roh Allah, mendapat keselamatan dan kelepasan dari dosa
warisan (turunan) dan menerima status sebagai “Anak Allah”. Disinilah besarnya pengaruh dan peranan keluarga terutama orangtua
untuk membimbing mereka dalam pengenalan Allah. Itu sebabnya, ketika kedua orangtua membawa anaknya untuk dibaptis maka
salah satu pertanyaan yang harus dijawab para orangtua adalah: “Ápakah saudara-saudara bersedia membimbing anak-anak ini, agar
mereka mengetahui dan melakukan Firman Tuhan ?” Orangtua akan menjawab (berjanji): “Ya, saya bersedia!”
Dengan demikian dalam baptisan anak (bayi), iman orangtualah sebagai dasar dan pengganti iman si anak dalam menerima
baptisan. Iman orangtua tidak boleh dipisahkan dari iman si anak, sebab anak-anak adalah bagian yang integral (tidak boleh
dipisahkan) dan merupakan unsur yang penting dari keluarga.
Dalam Alkitab kita dapat melihat beberapa contoh tentang “iman pengganti”. Iman pengganti berarti iman yang menggantikan
iman orang lain. Iman pengganti diperlukan karena seseorang tidak (belum) memiliki iman yang cukup untuk keselamatan dan
kesembuhan bagi dirinya sendiri. Untuk itu harus ada orang yang telah percaya menggantikan mereka. Beberapa contoh dalam Alkitab
misalnya:
Dalam Matius 15:21-28 diceritakan bahwa iman seorang ibu Kanaan telah menyebabkan anak perempuannya yang dirasuk
setan dilepaskan oleh Yesus. Ucapan Yesus yang mengatakan: “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kau
kehendaki!”, berlaku bagi anaknya yang sama sekali tidak beriman.
Dalam Markus 9:14-29 iman seorang bapak telah melepaskan puteranya yang menderita dirasuk roh tuli dan bisu. Ketika itu
si ayah dengan spontan berteriak: “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!”. Oleh iman dan kepercayaan si bapak, Yesus
segera bertindak mengusir roh jahat: “Hai kau roh yang menyebabkan orang menjadi bisu dan tuli, Aku memerintahkan engkau,
keluarlah daripada anak ini dan jangan memasukinya lagi!”. Segera sesudah itu roh jahat keluar, ia sembuh.
Dalam matius 8:5-13 seorang laskar atau perwira di Kapernaum datang menemui Yesus katanya: “Tuan, hambaku terbaring
di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita”. Ketika Yesus memberitahu rencana kedatanganNya, komandan laskar hanya
meminta sepatah kata saja saja, sebab ia menyadari bahwa firmanNya sangat berkuasa, dan hambanya akan sembuh. Yesus menilai
hal itu merupakan satu iman yang tinggi dan memujinya. Yesus mengatakan: “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau
percayai!”. Iman pengganti menyebabkan kesembuhan orang lain.

Praktek gereja melalui pembaptisan anak adalah suatu pelayanan gereja terhadap orangtua yang menyaksikan baptisan
sebagai firman Allah. Melalui pembaptisan anak, berarti gereja menyatakan pemberian berkat Allah kepada anak-anak dari setiap
orang yang beriman (Mark. 10:13-16), supaya ikut serta menerima berkat akan Kerajaan Allah yang kekal. Ada dua hal dalam baptisan
kudus yang dapat dipegang orangtua yang menyaksikan baptisan sebagai firman Allah, yaitu:
a. Baptisan Kudus menandakan dan memberikan jaminan akan “uluran tanganNya kepada anak-anak” bahwa bukan
manusia yang terlebih dahulu mengasihi Allah, melainkan Allah mendahulukan rahmatNya mengasihi manusia (1 Joh.
4:10).
b. Baptisan Kudus menandakan dan memberikan jaminan bahwa anak-anak ikut serta memperoleh Kerajaan Allah, dimana
Tuhan Yesus menjalankan pemerintahanNya di bawah perlindungan kasih untuk mengalahkan kuasa-kuasa dosa, maut
dan iblis di dalam kematianNya (Kol. 1:13-14).

Sebelum anak-anak dibaptis, orangtua terlebih dahulu diminta untuk :


1. Bersedia agar anak-anaknya dibaptis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus.
2. Bersedia membimbing anak-anak agar mengetahui dan melakukan Firman Tuhan.
3. Bersedia menyuruh anak-anaknya datang ke Gereja dan membesarkannya dalam pengajaran Kristus.
Makna dari ketiga hal di atas, bahwa orangtua yang telah menjadi bagian Organis Gereja Kristus diberikan kharisma-kharisma
untuk melayani anak-anak dalam rumah tangga. Orangtua dipanggil atas tuntunan kesadaran imannya dalam pengetahuan Injil untuk
memberikan teladan kepada anak-anaknya tentang ketaatan dalam iman. Panggilan ini merupakan pergumulannya dengan Allah
untuk menjadikan anak-anaknya dalam suatu rumah tangga sebagai anak-anak Allah.
Orangtua dituntut untuk bersedia mendampingi anak-anak di dalam kasih dan pengampunan, memperkenalkan jalan Tuhan
dan menumbuhkan anak dalam iman kepercayaan kepada Allah (Ef. 6:1-4; Kol. 3:20-21; 1 Ptr. 2:9). Orangtua menerima dan meyakini
tanggungjawabnya melalui penyampaian Firman Allah dalam baptisan anak, berarti Allah sendiri yang telah menganugerahi
“kebapaan” dan “keibuan” atas mandat Allah sendiri. (Ul. 5:16).[18]
Orangtua harus mendidik anak mereka dalam “takut akan Kristus”. Kata takut di sini berarti rasa segan, hormat, penaklukan
diri kepada Firman Tuhan (bnd. Ams. 9:10; Kis. 9:31; Ef. 5:21). Dalam bagian Surat Efesus kita membaca, bahwa bapa-bapa, harus
mendidik anak-anaknya: Di dalam ajaran dan nasehat Tuhan” (Ef. 6:4). Pengajaran yang sopan (paideia) dapat juga diartikan dengan
pimpinan bagi anak. Bagaikan ayah-ibu yang merintis jalan ke muka, lalu diiringi anak-anaknya pada jalan yang lurus dan baik itu.
Pelaksanaan baptisan anak di HKBP dapat kita temukan dalam Agenda HKBP Bagian II halaman 7 tentang “Pembaptisan
Anak-anak”. Di sana sangat ditekankan peranan dari orangtua yang membawa anaknya menerima baptisan tersebut. Penekanan itu
kelihatan jelas pada bagian nasihat dan bimbingan. Di sana dikatakan “Saudara-saudara orangtua dari anak-anak yang akan dibaptis
hari ini, dengarkanlah Firman Tuhan Yesus: …, dengarkanlah juga Firman Tuhan Yesus seperti yang tertulis dalam Injil Markus: …”.
Selanjutnya ikrar iman kepercayaan juga diucapkan oleh orangtua. Peran dan tanggungjawab orangtua semakin tampak dari
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap mereka dan menjadi janji orangtua dalam baptisan anak, yaitu tentang keinginan dan
kesediaan untuk menyuruh anak-anaknya ke gereja serta membesarkannya dalam pengajaran kristen.
Disamping itu, peranan dan tanggungjawab dari orangtua yang membawa anak-anaknya dibaptis juga terlihat dari Buku Ende
HKBP No. 146 dan No. 147 :1-2
B.E. No. 146 : 2
Diboan natorasna nasida be tuson,
Ai naeng pasahatonna tu Ho dakdanak on.
B.E. No. 147 : 1
Jesus hami ro dison, mangihuthon na nidokMu;
Ro do posoposo on, ala na pinatikkonMu;
Ingkon do tu Ho boanon, lao manjalo parpadanan.

Demikianlah yang terjadi dalam baptisan anak-anak (dari keluarga orang yang telah percaya kepada Yesus Kristus). Anak-
anak belum dapat mengungkapkan isi imannya yang sudah ada itu dalam bahasa komunikasi manusia. Untuk menggantikan dia
dalam mengungkapkan pengakuan imannya maka orangtua (Bapak dan Ibu) mewakilinya di hadapan Allah. Jadi iman orangtua di
sana merupakan “iman pengganti” bagi anak-anak (bayi yang tidak tahu apa-apa); inilah juga menjadi dasar keselamatan bagi bayi
kecil saat menerima baptisan.
HKBP juga mengenal yang dinamai Babtisan Darurat/Tardidi na hinipu hal ini bisa dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
Baptisan darurat dilakukan kepada anak-anak yang sakit keras, yang belum sempat dibawa ke gereja untuk menerima
baptisan. Di HKBP dirumuskan sbb : Bila ada orang yang belum dibabtis yang sakit keras, dan orang tuanya berkehendak anaknya
dibaptiskan, dimintalah sintua.. setempat.. untuk… melaksanakannya.

Bila sintua setempat tidak bisa ditemui dimintalah sintua tetangganya. Bila itu juga tidak ada, dicarilah anggota jemaat yang
rajin kegereja dan hidupnya saleh untuk melakukan pembaptisan. Bila anggota jemaat yang seperti itu juga tidak sempat lagi dicari,
orang tuanya juga boleh melakukan pembaptisan itu, asal babptisan itu dilaksanakan dengan benar sesuai dengan pemahaman
HKBP. Bila itu yang terjadi, mereka hanya boleh membaptiskan tanpa memberi berkat. Namun dalam situasi yang semakin maju
sekarang ini, gereja tidak lagi hanya ada di pedesaan, dan sudah banyak dikota, sekiranya ada anak yang sakit keras, mereka bisa
meminta pendeta untuk melakukan baptisan darurat.
Pendeta harus berusaha lebih dulu menghubungi sintua daerah tersebut, untuk sama-sama mengunjungi si anak yang sakit
keras tersebut, dan sebaiknya sintua yang melakukannya. ztetapi bila itu tidak dapat dilakukan, bahkan guru huria, bibelvrow atau
diakones tidak bisa dihubungi, pendeta sendiri yang melakukan baptisan darurat, tanpa penyampaian berkat. Apabila anak itu
meninggal, maka harus dilayani dengan liturgi HKBP. Bila anak itu menjadi sehat, anak itu kemudian harus dibawa ke gereja pada
waktu kebaktian minggu waktu ada pembabtisan. Pada waktu anak itu dibawa kedepan altar dihadapan pendeta, maka pendeta
mengumumkan kepada jemaat sebagai berikut : Saudara-saudara yang terkasih, kita bersyukur kepada Tuhan kita yang maha
pengasih yang menyembuhkan anak ini, karena pada waktu yang laluanak ini sakit keras dan telah dibaptiskan dengan baptisan
darurat. Oleh sebab itu, hanya berkat yang akan diberikan kepadanya, namun namanya adalah:...................... (disebut nama anak itu,
nama itu hanya dibacakan tanpa baptis ulang). Kemudian pendeta memberkatinya.
Mengenai Babtisan ulang konfessie HKBP menjawab bahwa “Babtisan Kudus cukup satu kali ” Hal ini ditekankan karena
Gereja itu Esa dalam babtisan kudusn (Ef. 4:5). Dalam hal ini jelas HKBP menolak dan tidak menerima babtisan dan yang menjadi
pertanyaan sekarang adalah: Syah jah Babtisan Bayi? Dan bagaimana tanggapan HKBP mengenai Babtisan Ulang
Baptisan anak-anak (bayi) dan Babtisan Ulang
Syahkah baptisan bayi? Hal ini masih banyak yang mempertentangkannya, karena bayi belum mengerti dan belum percaya.
Oleh karena itu, harus tegas dikatakan: “Tidak ada alasan mengatakan bayi belum percaya tidak dapat menerima keselamatan melalui
baptisan”. Orang yang tidak percayapun diselamatkan Yesus oleh karena iman orang lain. Di Kapernaun, anak pegawai istana,
diselamatkan Yesus, bukan iman anaknya yang menyelamatkan, melainkan iman orang tuanya (Yoh 4: 46 – 53). Iman kepala rumah
ibadah Yairus yang percaya, bukan putrinya dan putrinya diselamatkan dari kematian (Luk 8: 40 …), orang lumpuh yang diusung oleh
sahabat-sahabatnya, membongkar atap tempat Yesus mengajar dan menurunkan tepat di hadapan Yesus, Yesus memuji iman
mereka, bukan iman orang yang lumpuh yang menyelamatkan dia, tetapi dia disembuhkan (Luk 5: 17 …), seorang perwira berkata
kepada Yesus: “katakanlah sepata kata, maka hambaku itu akan sembuh”, bukan iman hamba perwira yang menyelamatkannya,
melainkan iman perwira tersebut dan hambanya diselmatkan (Luk 7: 1…) dan bahkan seorang janda yang menangis karena anak
tunggalnya mati, tidak dikatakan bahwa janda itu beriman, tetapi Yesus tergerak oleh belas kasih dan menghidupkan anak muda di
Nain, sekali lagi bukan iman anak muda itu (Luk 7: 11…) dll.
Jangan mempersoalkan bayi belum mengerti dan belum percaya, tetapi persoalkan apakah baptisan yang saya lakukan dan
terima sesuai dengan perintah Yesus? Semua yang diselamatkan Yesus dari kisah di atas, tidak ada satupun dari antara mereka yang
percaya, melainkan kepercayaan orangtuanya, temannya, atasannya, tetapi mereka diselamatkan Yesus. Terlampau kerdil kita, kalau
masih mempertentangkan bayi belum percaya, sehingga tidak layak menerima Keselamatan dari Yesus melalui baptisan. Bayi yang
belum percaya, melainkan ia diselamatkan oleh iman orangtuanya dalam baptisan Kudus, bukan iman bayi itu, namun sekali lagi iman
orangtuanya.
Tidak heran, apabila banyak orang yang belum mengerti arti baptisan itu, terombang-ambing imannya dan bahkan mau
menerima kembali baptisan ulang. Aliran Kharismatik dan sejenisnya dengan getol menyuarakan lewat sebuah ajarannya mengatakan:
“tidak akan ada keselamatan bagi orang-orang yang menerima baptisan semasa anak-anak”. Ajaran ini cukup menyesatkan orang-
orang percaya, khususnya banyak warga Kristen yang mau mendengarkannya ajaran tipu daya tersebut. Artinya ajaran ini, mau
menyatakan bahwa bapak-bapak gereja terdahulu, yang menyebarkan Firman Tuhan (dan mungkin tanpa mereka Injil tidak pernah
sampai kepada yang mereka yang mengatakan baptisan anak-abak tidah syah), seperti: Polycarpus mati martir (167/8 AD), Pdt
Samuel Munson dan Pdt Henry Lyman (1834) yang mati dibunuh di Lobu Pining Tapanuli Utara, Pdt. DR I L Nommensen yang kadang
disebut Rasul suku Batak dll, semuanya menerima baptisan semasa bayi, juga tidak menerima keselamatan. Vonis yang dilemparkan
gerekan Kharismatik dan kelompoknya untuk menarik (kadang-kadang disebut mencuri) anggota-anggota jemaat lainnya dengan
semboyan “baptis bayi tidak syah karena belum percaya”. Vonis ini mempengaruhi orang percaya yang imannya kerdil dan tidak
mengetahui apa dan bagaimana makna dari baptisan. Sebenarnya tidak patut lagi mempersoalkan baptisan “anak-anak” atau
“baptisan dewasa”, yang perlu dipersoalkan bagaimana Berita Keselamatan sampai ke ujung bumi, bukan baptisan kita benar,
baptisan orang lain salah. Kita kembali meninjau ke sejarah baptisan yang terjadi setelah Kebangkitan dan Kenaikan Yesus.
Untuk melihat kebenarannya atas penilaian Kharismatik, ada baiknya kita kembali kepada dasar pertama, yaitu bahwa
“baptisan” yang kita laksanakan adalah perintah Yesus dan bukan kemauan manusia. Persoalan baptisan “anak-anak dan baptisan
dewasa”, tidak ada kita temui dalam Perjanjian Baru, yang kita temui adalah dua jenis baptisan, yaitu:
Pertama : Baptisan “persekutuan/keluarga”. Ini banyak kita temui, Krispus dibaptis bersama-sama seisi rumahnya (Kisah 18:
8; bnd 1 Kor 1: 14), Lydia dibaptis dengan seisi rumanya (Kisah 10: 48), kepala penjara dibaptis dengan seisi rumahnya (Kisah 16: 33)
dan Stepanus dibaptis dengan seisi rumahnya (1 Kor 1: 16).
Yang dimaksud dengan seisi rumah/keluarga, pastilah persekutuan hidup, dan anggotanya bukan saja terdiri dari suami, istri,
anak-anak, tetapi mungkin juga termasuk hamba-hamba yang hidup dan bekerja dalam keluarga itu. Persekutuan itu dikenal dengan
“Oikos” (dari sinilah asal kata Okumene) dan kepala keluarga mempunyai kuasa yang besar, pemegang pimpinan. Baptisan dalam
oikos tentulah dilayani dalam dan berdasarkan iman, bukan iman individual, melainkan iman persekutuan. iman korporatif, jadi
baptisan keluarga itu berdasarkan pengetahuan dan iman. Paulus mencatat dalam surat pertama ke jemaat Korintus (10: 1 – 4): “ Aku
mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa
mereka semua telah melintasi laut. Untuk menjadi pengkut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut. Mereka
semua makan makanan rohani yang sama dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu
karang rohani yang mengikuti mereka, dbatu karang itu ialah Kristus”. Semua telah dibaptis, orangtua, dewasa, anak-anak, bayi. Bayi
tidak ditinggalkan Musa menjadi korban Firaun dalam kekuatan bala tentaranya
Kedua : Baptisan Individu. Ini dilakukan kepada dua orang saja, yaitu kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia
(Kisah 8: 26…) dan Paulus, keduaduanya adalah orang-orang yang tidak terlibat hidup dalam hubungan rumah tangga.
Baptis Ulang mempermainkan Perintah Yesus dan dosa
Mengapa harus dibaptis ulang? Yang jelas, karena baptisan itu sekali untuk selamanya, maka baptisan tidak perlu diulang
lagi. Dalam Perjanjian Baru (Kisah 19: 1 – 6) kita temui baptisan ulang hanya sekali dilakukan, itu pun disebabkan beberapa alasan
yang tertentu, yaitu:
Pertama: Baptisan Yohanes pada saat itu mengajak orang kepada pertobatan dan memperbaharui diri, sedangkan baptisan
yang kita terima adalah materai pengesahan Allah, bahwa kita telah turut mati dan dibangkitkan bersama Yesus dan berhak menjadi
pewaris kerjaan Allah.
Kedua : Karena mereka dibaptisan dalalm baptisan Yohanes, mereka harus percaya kepada Yesus (red. yang
memerintahkan “baptis dalam Nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus) dan mereka menerima baptis ulang dalam Nama Tuhan
Yesus.
Ketiga : Baptisan itu kurang sempurna dan tidak menyelamatkan bangsa Yahudi, itulah maka mereka harus dibaptis ulang
Karena baptisan itu kudus adanya dan merupakan perintah Yesus, maka tidak perlu diulang-ulang hanya untuk memenuhi
kemauan hati manusia belaka. Oleh karena itu: “Celakalah orang-orang yang mempermainkan Perintah Yesus”.
Oleh karena Baptisan merupakan sakramen yang diperintahkan Yesus, itunya sebabnya, jika kita mengulang baptisan yang
kita terima, kita telah mempermainkan Perintah Yesus dan berdosa. Biasanya orang-orang yang mau dibaptis ulang karena doktrin dari
Kharismatik dan sejenisnya adalah orang-orang yang paling celaka, karena tanpa disadari, dia telah mempermainkan Perintah Yesus,
mereka mau dibaptis ulang dengan diselamkan seperti yang dilakukan Yohanes demi kemauan dan kepuasan manusia. Baptis ulang
saat ini hanyalah permainan dari yang menamakan dirinya pengkhotbah dan pembaptis, tetapi kadang kadang dia seperti musang
berbuluh domba untuk mencari mangsanya.
Karena ini, tidak patut lagi mempertentangkan atau mempersoalkan syah tidaknya baptisan anak-anak maupun baptisan
dewasa, walau pun banyak orang yang sudah terlanjur. Jangan memvonis bahwa baptisan anak-anak tidak benar dan baptisan
dewasa yang benar, baptisan percik dan dituangkan tidak benar, melainkan baptisan selam. Semua baptisan Kudus benar apabila
dilakukan sesuai dengan perintah Yesus sendiri “baptislah mereka di dalam Nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Baptisan itu
sekali untuk selamanya.
Yang terpenting harus dipahami, bahwa “baptisan” yang dilaksanakan dengan percik, dituangkan, diselamkan harus
dipercayai bahwa Firman Tuhan itu yang menyelamatkan dan sekali untuk selamanya. Firman Tuhan tidak pernah mengajarkan
baptisan harus diulang-ulang, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan (Ef 4: 5). Lalu bagaimana kita menghadapi musuh yang ternyata
paling berbahaya selama ini, dengan mengatakan “tidak syah baptisan gereja lain”? Dalam Ulasannya Pdt Johannes Suregar
mengatakan Jawaban yang pasti: WASPADALAH SI PENYESAT
Perjamuan Kudus
Kita percaya danmenyaksikan : Perjamuan Kudus ialah : Memakan roti, dengan roti mana(parhitean) kita terima daging dari
Yesus Kristus Tuhan kita dan meminumanggur, dengan anggur mana kita terima darah Tuhan kita Yesus Kristus, supayakita peroleh
keampunan dosa, hidup dan sejahtera. 1 Kor 11: 17 - 34; Mat 26;Mrk 14; Luk 22.
Dengan ajaran ini kitamenolak dan melawan ajaran yang mengatakan : Hanya rotilah yang dapat diberikankepada anggota
jemaat, tetapi anggur tidak. Sebab dengan demikianlah FirmanTuhan Yesus waktu Ia memesankan Perjamuan Kudus itu : "Minumlah
kamusekalian dari cawan itu". Dan ini pulalah yang diikuti oleh Gereja padawaktu pertama. 1 Korintus 11: 24 - 25. Juga tidak ada
alasan dari Firman Tuhanuntuk mengartikan wujud dari missa, dimana dikatakan, bahwa Tuhan kita dikorbankan lagi setiap kali
dilakukan missa, karena itu kita menolak ajaran ini.
Saurdot dolapatan ni pandidion nabadia dohot parpadanan nabadia. Tangkas do ditonahonTuhan Jesus tu angka siseanNa,
asa tongtong diradothon nasida mangulahonparpadanan nabadia i. Mangan sagusagu parhitean ni daging ni Tuhanta JesusKristus
dohot minum anggur parhitean ni mudar ni Tuhanta Jesus Kristus songonnaung tinonahonNa tu halak Kristen.
Di 1 Kor.11:24-25, tangkas do didok: “ula hamu mai bahen parningotan di Ahu”. Hasesaanni dosa dohot haluaon do
nahinamham ni parpadanan nabadia. Ingkon tangkas dopangaradeon diri di na laho manjalo parpadanan nabadia i. Alani i do
saidipatupa huria do jamita patujolopangaradeon andorang so manjalo parpadanan nabadia i. Namarlapatan do i asatung tangkas
panghobasion ni ganup halak di dirina di namanjalo parpadanannabadia i (pat. 1 Kor. 11:27-29).
Naboi dopatupaon ni huria parpadanan nabadia tu angka na marsahit narenge, lumobi angkana marsahit matua, alai ingkon
torang do roha ni nanaeng manjalo parpadanannabadia i. Molo dipangido angka pinompar ni ruas ni huria namangae parsahiton irap
marulaon nabadia nasida, nauli ma i, alai ingkon tangkas ma sian dos niroha nasida.
Ganup halak nanaengmanjalo parpadanan nabadia ingkon naung manghatindakon haporseaon do. Jalandang tarpasahat
parpadanan nabadia tu halak na dibalian ni huria. Ingkonnamartohonan pandita do nadipatujolo huria manghobasi parpadanan
nabadia.
Dalam confessi HKBP dirumuskan bahwa kita percaya dan menyaksikan, Perjamuan Kudus ialah : memakan roti, dengan roti
mana (parhitean) kita terima daging dari Yesus Kristus Tuhan kita dan meminum anggur, dengan anggur mana kita terima darah
Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kita peroleh keampunan dosa, hidup dan sejahtera (1 Kor 11:17-34); Mat 26; Mark 14; Luk 22).
Dengan demikian Perjamuan Kudus hanya sebagai alat atau media saja. Oleh karena itu, melalui Perjamuan Kudus manusia
memperoleh keampunan dosa. Melalui keampunan dosa menusia dituntut untuk hidup bersekutu dan hidup dalam damai antara yang
satu dengan yang lain.
Menurut ajaran Luther tentang Perjamuan Kudus dia sebut Kon-substansiasi (kon yaitu sama-sama): roti dan anggur itu tidak
berubah menjadi tubuh dan darah Kristus (trans-substansiasi). Tetapi tubuh dan darah Kristus mendiami roti dan anggur itu sehingga
terdapat dua zat atau substansi yang sama-sama terkandung dalam roti dan anggur itu. Gereja Lutheran memahami bahwa di dalam
Perjamuan Kudus Kristus sungguh-sungguh hadir tanpa merubah substansi roti dan anggur namun Dia hadir ketika Perjamuan Kudus
dilakukan. Makna kehadiran Kristus diterima, ketika yang menerima Perjamuan Kudus percaya tentang firman Tuhan yang diberitakan
melalui Perjamuan Kudus dan percaya kepada penebusan yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Hal inilah yang menjadikan roti dan
anggur dalam teologi mengenai sakramen perjamuan kudus menjadi sangat sakral dikarenakan adanya paham mengenai roti dan
anggur menjadi tubuh dan darah Kristus, dalam hal ini terdapat paham mistisisme. Begitu jemaat memakan roti dan meminum anggur
maka jemaat secara mistis telah memakan tubuh dan meminum darah dari pengorbanan Kristus.
HKBP memahami bahwa Perjamuan Kudus dipahami sebagai “parhitean” untuk menerima tubuh dan darah Kristus yang
sebenarnya. Yesus tidak mengubah hakikat roti dan anggur menjadi tubuh dan darahNya sendiri, juga tubuh dan darah Yesus tidak
melekat pada roti dan anggur, melainkan bahwa melalui Perjamuan Kudus kita menerima tubuh dan darah Yesus yang masuk ke
dalam tubuh rohani kita, sedangkan roti dan anggur tersebut masuk ke dalam tubuh jasmaniah kita. Artinya Perjamuan Kudus
merupakan sarana menerima tubuh dan darah Kristus.
Melalui Perjamuan Kudus manusia diyakinkan bahwa dia tumbuh menjadi satu tubuh dengan Kristus. Dengan demikian
segala sesuatu yang adalah kepunyaan Dia boleh kita namakan kepunyaan kita. Melalui Perjamuan Kudus manusia diyakinkan bahwa
kehidupan kekal yang telah diwarisinya menjadi milik manusia dan bahwa Kerajaan Sorga yang telah dimasuki-Nya tak dapat luput dari
manusia sebagaimana tak dapat luput dari Dia. Manusia boleh yakin juga bahwa manusia tidak dapat dihukum karena dosa-dosanya,
manusia telah bebas oleh-Nya dari kesalahan yang merupakan akibat dari dosa-dosa sebab Dia menghendaki supaya dosa-dosa itu
diperhitungkan kepada-Nya seakan-akan dosa-Nya sendiri. Dia telah membuat manusia menjadi anak-anak Allah bersama Dia,
dengan turunnya Dia ke bumi Dia telah merintis jalan bagi manusia untuk naik ke Sorga, dengan menerima kelemahan manusia, kita
dikokohkan-Nya dengan kekuatan-Nya. Lebih jelasnya Perjamuan Kudus merupakan tempat Dia menawarkan diri-Nya kepada kita,
bersama seluruh harta-Nya dan kita menerima Dia melalui iman. Dia menawarkan tubuh-Nya yang disalibkan itu kepada kita melalui
Firman supaya kita mendapat bagian di dalamnya dan pemberian itu dimateraikanNya dengan rahasia Perjamuan Kudus.
Semua orang yang ingin mengikuti Perjamuan Kudus haruslah lebih dahulu menerima pelajaran tentang pokok ajaran-ajaran
Kristen dari dalam Firman Allah. Gereja harus menggunakan cara mengajar yang dianggap paling cocok untuk pembangunan jemaat.
Supaya Perjamuan Kudus dapat terselenggara demi penghiburan maka setiap yang akan menerimanya perlu benar-benar menguji diri
lebih dulu. Apakah dia layak atau tidak menerimanya. Bagi setiap orang yang menerima Perjamuan Kudus akan dipersatukan dengan
Kristus yang sungguh kudus dengan demikian kitapun sama seperti Dia menjadi kudus olehNya.
Perjamuan Kudus berarti mengambil bagian dalam pengorbanan Kristus. Sama seperti dalam perayaan Paskah, orang
Yahudi memperingati lagi peristiwa keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir, demikianlah orang-orang Kristen yang ikut dalam
Perjamuan Kudus ikut serta dalam pengorbanan Kristus yang membebaskan manusia dari kuasa dosa. Orang-orang yang ikut serta
dalam Perjamuan Kudus juga menyerahkan diri mereka untuk masuk ke dalam misi Kristus. Keikutsertaan dalam Perjamuan Kudus
bukan bersifat formalitas, melainkan melibatkan keseluruhan pribadi orang yang mengikutinya. Perjamuan Kudus merupakan tolak
ukur untuk melihat kesetiaan seseorang.
Dalam Perjamuan Kudus, dengan memakan tubuh Kristus dan meminum darah Kristus, umat diteguhkan imannya.
Perjamuan Kudus itu menjadi penghiburan bagi mereka yang menyesal akan dosa-dosanya, agar iman mereka menjadi kuat. Sebagai
konsekuensi kita menerima berkat dan penghiburan dari Allah, maka kita diharapkan untuk menyerahkan segenap hidup kita
kepadaNya, agar kita menjadi miliknya.
Relevansi Makna Perjamuan Kudus dalam Gereja HKBP
Dalam confessi HKBP dirumuskan bahwa kita percaya dan menyaksikan, Perjamuan Kudus ialah : memakan roti, dengan roti
mana (parhitean) kita terima daging dari Yesus Kristus Tuhan kita dan meminum anggur, dengan anggur mana kita terima darah
Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kita peroleh keampunan dosa, hidup dan sejahtera (1 Kor 11:17-34); Mat 26; Mark 14; Luk 22).
Dengan demikian Perjamuan Kudus hanya sebagai alat atau media saja Oleh karena itu, melalui Perjamuan Kudus manusia
memperoleh keampunan dosa. Melalui keampunan dosa menusia dituntut untuk hidup bersekutu dan hidup dalam damai antara yang
satu dengan yang lain.

Kesimpulan
Perjamuan Kudus merupakan suatu ibadah Kristen yang penting yang diamanatkan Tuhan Yesus sendiri. Dalam perjamuan
Kudus itu, muncul berbagai kontroversi dari berbagai pihak karena perbedaan penafsiran dari ucapan Tuhan Yesus sendiri dalam
Perjamuan Paskah yang dilakukan-Nya bersama dengan murid-muridNya.
Dalam Perjanjian Lama Perjamuan dihubungkan dengan istilah Pesah yang artinya melewati. Perjamuan itu dilakukan
sebagai ucapan syukur atas kelepasan mereka dari penghukuman Allah di Mesir. Dalam Perjanjian Baru Perjamuan Kudus itu diwarisi
dari Perjamuan yang diadakan Tuhan Yesus beserta murid-muridNya pada malam Ia ditangkap untuk disalibkan (1 Kor 11:23 dyb;
Mark 26:26; luk 22:14).
Perjamuan kudus merupakan hidangan rohani yang didalamnya Yesus bersaksi bahwa Dialah roti hidup, roti yang menjadi
makanan bagi jiwa, untuk mencapai hidup yang kekal. Melalui sakramen tersebut manusia diyakinkan bahwa dia satu di dalam Kristus,
artinya oleh Kristus apa yang menjadi milik-Nya menjadi milik kita.
Terlepas dari pemahaman yang dianut oleh gereja-gereja yang mewakili pandangan dogma dari para tokoh reformator,
perjamuan kudus merupakan suatu sarana untuk menyatakan kehadiran Kristus dengan kehadiran Kristus manusia dipersekutukan
dengan Dia. Kristus sungguh-sungguh hadir dalam Perjamuan itu (praesentia realis) tetapi tidak terikat pada roti dan anggur
(consubstansiasi). Kehadiran-Nya suatu rahasia yang tidak dapat ditangkap oleh akal pikiran manusia dan tidak dapat diungkapkan
dengan kata-kata.
Kristus sungguh hadir (praesentia realis) pada perjamuan itu, Kristus sendiri, Tuhan yang hidup. Tetapi sejak kenaikan-Nya ke
Surga, tidak lagi kita smengenal Kristus menurut ukuran manusia (2 Kor. 5:16). Yang kini bertindak selaku Tuhan adalah Roh Kudus (2
Kor. 3:17). Dengan kata lain sesudah Pentakosta, kehadiran Kristus adalah kehadiran-Nya di dalam dan dengan perantaraan Roh
Kudus (dengan tidak melupakan, bahwa Roh Kudus bersama-sama dengan Sang Bapa dan Anak) dan kehadiran-Nya itu kita alami “di
dalam percaya”.
Baptisan Kudus sebagai perwujudan kemurahan Allah bagi manusia merupakan bagian dari ajaran Kristen yang sangat
penting dalam memahami penerimaan keampuanan dosa, kelahiran kedua kali dan memeperoleh kebahagiaan kekal. Namun dalam
prakteknya, manusia yang menyebut dirinya Kristen (pengikut Kristus), sadar atau tidak, mengerti atau tidak, selalu menjalankan
sakramen baptisan sebagai suatu keharusan yang kurang dihayati sehingga hal itu sering hanya menjadi kebiasaan dalam
kehidupannya. Artinya, sampai kini masih banyak orang Kristen yang tidak mengerti apa yang sesungguhnya tujuan melaksanakan
baptisan itu dengan membawa anak-anak mereka untuk menerima baptisan tersebut. Tidak jarang pula baptisan dianggap hanya
suatu upacara gerejawi, dimana seorang bayi diberi nama dan diserahkan pada Tuhan dengan doa. Dengan demikian ada bahaya,
dimana pesta di rumah menjadi lebih penting daripada makna baptisan itu sendiri. Oleh karena itu maka perlu pemahaman dan
pengakuan yang jelas akan arti dan makna daripada baptisan dan peranannya dalam berbagai aspek kehidupan gereja sebagai tanda
persekutuan orang-orang percaya. Babtisan Bayi adalah Syah dan Babtisan ulang itu melanggar perintah Yesus, Karena hanya ada
satu Babtisan yaitu Babtisan di Dalam Nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus
Babtisan Kudus Cukup Hanya sekali sepanjang Hidup dan Babtisan Ulang itu tidak Pernah ada dalam Alkitab
Perjamuan Kudus adalah anugerah Allah yang diberikan kepada semua orang yang percaya kepada Kristus, yang telah
memebrikan diriNya demi keselamatan umat manusia. Yesus sendiri yang memberikan diriNya, itu berarti suatu undangan yang
sangat berharga, di mana semua orang percaya dilayakkan untuk ikut dalam Perjamuan Tuhan. Kita manusia yang tidak layak karena
keberdosaan kita, oleh diri Yesus Kristus, sekarang kita dilayakkan dan berhak untuk mewarisi janji keselamatan dan penyertaan
Tuhan dalam kehidupan kita.
Jadi Perjamuan Kudus seharusnya tidak ditentukan oleh perasaan manusia atau orang percaya, melainkan seharusnya sikap
semua orang percaya adalah menerima saja keselamatan yang diberikan itu, tanpa mempertimbangkan apakah ia siap atau tidak siap.
Sebaiknya kapan saja Tuhan memanggil kita untuk ikut dalam perjamuanNya, maka seharusnya kita dengan segera bangkit dan
bergegas mendekatkan diri ke hadirat Tuhan yang maha baik itu.
Perjamuan Kudus adalah sarana berefleksi bagi jemaat untuk mengambil sikap sebagai agen pendamaian (2 Kor. 5:17-21).
Sebagaimana Kristus telah mengorbankan dirinya sebagai kurban pendamaian bagi umat yang berdosa, demikianlah hendaknya
semua orang percaya dalam Perjamuan Kudus itu bersedia untuk diperdamaikan oleh Yesus Kristus dengan semua orang. Besedia
diperdamaikan Kristus berarti bersedia menjalin hubungan yang baru, bersedia memaafkan saudara yang mungkin pernah menyakiti
perasaan kita.
Perjamuan Kudus adalah Hak dari Anggota Gereja, Karena Perjamuan kudus diberikan kepada semua orang yang menyesal
akan dosanya. Itu berarti bahwa Perjamuan Kudus diberikan kepada semua orang berdosa. Karena semua orag adalah berdosa dan
tidak seorangpun yang tidak berdosa, maka tentulah semua jemaat seharusnya ikut menerima Perjamuan Kudus itu sebagai sarana
menerima pengampunan dosa dari Allah. Meninggalkan Perjamuan Kudus malah seolah-olah menunjukkan bahwa mereka yang tidak
mengikutinya adalah orang-orang yang tidak berdosa, karena mungkin merasa tidak perlu. Semua Orang Kristen Harus menyadari
bahwa Perjamuan Kudus adalah Pengampunan maka “ Rajinlah Mengikuti setiap Perjamuan Kudus yang diadakan oleh Gereja.
SAKRAMEN DALAM KONFESSI HKBP
Konfesi 1951: Pasal 10

Kita percaya dan menyaksikan: Hanya dualah Sakramen yang diperintahkan Tuhan Yesus kepada kita untuk melakukannya,
yaitu Pembaptisan Kudus dan Perjamuan Kudus. Inilah yang dipesankannya, untuk memberikan dengan barang yang terlihat,
anugerah yang tidak terlihat, yaitu keampunan dosa, keselamatan, hidup dan sejahtera, yang kita terima di dalam iman.
Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan ajaran Katolik Roma yang mengatakan bahwa ada tujuh Sakramen.
A. Pembatisan Kudus
Kita percaya dan menyaksikan: Pembaptisan Kudus, ialah jalan pemberian anugerah kepada manusia, sebab dengan
pembaptisan disampaikan kepada yang percaya keampunan dosa, kebaharuan hidup, kelepasan dari maut dan Iblis, serta sejahtera
yang kekal.
Dengan ajaran ini kita menyaksikan: Anak kecil pun harus dibaptis karena dengan pembaptisan itu mereka juga masuk ke
dalam persekutuan yang menerima anugerah pengorbanan Kristus, berhubungan pula dengan pemberkatan anak-anak oleh Tuhan
Yesus. Pembaptisan tidak terpaksa dengan membenarkan ke dalam air.
B. Perjamuan Kudus
Kita percaya dan menyaksikan:
Perjamuan Kudus ialah: Memakan roti, dengan roti mana (parhitean) kita terima daging dari Yesus Kristus Tuhan kita dan
meminum anggur, dengan anggur mana kita terima darah Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kita peroleh keampunan dosa, hidup dan
sejahtera.
Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan ajaran yang mengatakan: Hanya rotilah yang dapat diberikan kepada anggota
jemaat, tetapi anggur tidak. Sebab dengan demikianlah Firman Tuhan Yesus waktu Ia memesankan Perjamuan Kudus itu: "Minumlah
kamu sekalian dari cawan itu". Dan ini pulalah yang diikuti oleh Gereja pada waktu pertama.
Juga tidak ada alasan dari Firman Tuhan untuk mengartikan wujud dari missa, di mana dikatakan, bahwa Tuhan kita di
korbankan lagi setiap kali dilakukan missa, karena itu kita menolak ajaran ini.

Anda mungkin juga menyukai