Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH TENTANG SAKRAMEN - SAKRAMEN DALAM

GEREJA KATOLIK

Mata Kuliah : Pendidikan Agama Katolik


Dosen Mata Kuliah : Dr. Theodorus Pangalila,S.Fils,M.Pd

Disusun Oleh :
Christian Beckham Liuw
20601009

Dosen Pembimbing Akademik : Prof. Dr.Maxi Tendean, M.Si

Program Studi Ilmu Geografi – Fakultas Ilmu Sosial


Universitas Negeri Manado
2020
SAKRAMEN BAPTIS (KGK 1213–1284)

Pembaptisan adalah sakramen pertama dan mendasar dalam inisiasi Kristiani. Sakramen ini
dilayani dengan cara menyelamkan si penerima ke dalam air atau dengan mencurahkan (tidak
sekedar memercikkan) air ke atas kepala si penerima "dalam nama Bapa dan Putra dan Roh kudus"
(Matius 28:19). Pelayan sakramen ini biasanya seorang uskup atau imam, atau seorang diakon
dalam Gereja Latin. Dalam keadaan darurat, siapa pun yang berniat untuk melakukan apa yang
dilakukan Gereja, bahkan jika orang itu bukanlah seorang Kristiani, dapat membaptis. Sakramen
Pembaptisan membebaskan penerimanya dari dosa asal serta semua dosa pribadi dan dari
hukuman akibat dosa-dosa tersebut, dan membuat orang yang dibaptis itu mengambil bagian
dalam kehidupan Tritunggal Allah melalui "rahmat yang menguduskan" (rahmat pembenaran yang
mempersatukan pribadi yang bersangkutan dengan Kristus dan Gereja-Nya). Pembaptisan juga
membuat penerimanya mengambil bagian dalam imamat Kristus dan merupakan landasan komuni
(persekutuan) antar semua orang Kristen. Pembaptisan menganugerahkan kebajikan-kebajikan
"teologis" (iman, harapan dan kasih) dan karunia-karunia Roh Kudus. Sakramen ini menandai
penerimanya dengan suatu meterai rohani yang berarti orang tersebut secara permanen telah
menjadi milik Kristus.
 Sakramen Inisiasi dalam Gereja Katolik:
Sakramen Baptis, Sakramen Ekaristi, Sakramen Krisma
 3 Tahap Inisiasi Katolik
1) Masa pra-katekumenat/simpatisan menjadi Katekumen
Masa pemurnian motivasi calon, dituntut pertobatan dan iman.
2) Masa Katekumen menjadi Calon Baptis
Masa perkembangan iman calon baptis, merupakan masa pengajaran dan pembinaan
iman.
3) Masa Calon Baptis menjadi Baptisan baru
Masa persiapan baptisan dan penerimaan menjadi angota Gereja Katolik.
Sesudah dibaptis, para baptisan baru menerima/mengalami masa pembinaaan iman sebagai
baptisan baru yang disebut mistagogi.Untuk dibaptis, seseorang harus percaya dan beriman
kepada Kristus. Percaya kepada Kristus Berarti hidup sesuai dengan ajaran Kristus dalam
Kehidupan sehari-hari. Melalui sakramen baptis sesorang dilahirkan kembali dalam air dan
Roh. Lilin bernyala yang diterima oleh baptisan baru dalam upacara sakramen baptis
merupakan lambang baptisan baru yang sudah diterangi oleh Kristus dan harus senantiasa
berusaha hidup dalam terang Kristus.
 Materi dan Forma Sakramen Baptis
Materi: Air
Forma: Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus.
 Buah Atau Rahmat Sakramen Baptis:
1) mendapat pengampunan dari segala dosa, baik dosa asal maupun dosa yang dibuatnya.
2) Menjadiciptaan baru dan dilantik menjadi anak Allah.
3) memperoleh rahmat pengudusan yang;membuatnya sanggup semakin percaya kepada
Allah, berharap kepada-Nya, dan mencintai-Nya.Membuatnya hidup di bawah bimbingan
dan dorongan Roh Kudus.Membuatnya sanggup bertumbuh dalam kebaikan
4) digabungkan menjadi anggota Gereja, sebagai bagian dari Tubuh Mistik Kristus.
5) dimeteraikan secara kekal dalam sebuah meterai rohani yang tak terhapuskan, sebagai
bagian dari Kristus.
 Macam-Macam Baptisan:
1) Baptisan bayi : baptisan yang diterima saat masih bayi
2) Baptisan dewasa: baptisan yang diterima saat sudah dewasa
3) Baptisan rindu: saat seseorang ingin dibaptis dan ingin menjadi anggota Gereja
Katolik, menjalani masa katekumenat namun sebelum dibaptis, ia sudah meninggal.
Maka ia sudah menerima baptisan rindu.
4) Baptisan darah: saat seseorang ingin dibaptis dan ingin menjadi anggota Gereja
Katolik, menjalani masa katekumenat namun sebelum dibaptis, ia sudah meninggal
karena membela imannya.

SAKRAMEN KRISMA atau PENGUATAN (KGK 1285–1321)

Sakramen Penguatan atau Krisma adalah sakramen ketiga dalam inisiasi Kristiani. Sakramen ini
diberikan dengan cara mengurapi penerimanya dengan minyak Krisma, minyak yang telah
dicampur sejenis balsam, yang memberinya aroma khas, disertai doa khusus yang menunjukkan
bahwa, baik dalam variasi Barat maupun Timurnya, karunia Roh Kudus menandai si penerima
seperti sebuah meterai. Melalui sakramen ini, rahmat yang diberikan dalam pembaptisan
"diperkuat dan diperdalam" (KGK 1303). Seperti pembaptisan, penguatan hanya diterima satu
kali, dan si penerima harus dalam keadaan layak (artinya bebas dari dosa-maut apapun yang
diketahui dan yang belum diakui) agar dapat menerima efek sakramen tersebut. Pelayan sakramen
ini adalah seorang uskup yang ditahbiskan secara sah; jika seorang imam (presbiter) melayankan
sakramen ini — sebagaimana yang biasa dilakukan dalam Gereja-Gereja Timur dan dalam
keadaan-keadaan istimewa (seperti pembabtisan orang dewasa atau seorang anak kecil yang
sekarat) dalam Gereja Ritus-Latin (KGK 1312–1313) hubungan dengan jenjang imamat di atasnya
ditunjukkan oleh minyak (dikenal dengan nama krisma atau myron) yang telah diberkati oleh
uskup dalam perayaan Kamis Putih atau pada hari yang dekat dengan hari itu. Di Timur sakramen
ini dilayankan segera sesudah pembaptisan. Di Barat, di mana administrasi biasanya dikhususkan
bagi orang-orang yang sudah dapat memahami arti pentingnya, sakramen ini ditunda sampai si
penerima mencapai usia awal kedewasaan; biasanya setelah yang bersangkutan diperbolehkan
menerima sakramen Ekaristi, sakramen ketiga dari inisiasi Kristiani. Kian lama kian dipulihkan
urut-urutan tradisional sakramen-sakramen inisiasi ini, yakni diawali dengan pembaptisan,
kemudian penguatan, barulah Ekaristi. rikan dengan cara mengurapi penerimanya dengan Krisma,
minyak yang telah dicampur sejenis balsam, yang memberinya aroma khas, disertai doa khusus
yang menunjukkan bahwa, baik dalam variasi Barat maupun Timurnya, karunia Roh Kudus
menandai si penerima seperti sebuah meterai. Melalui sakramen ini, rahmat yang diberikan dalam
pembaptisan "diperkuat dan diperdalam" (KGK 1303). Seperti pembaptisan, penguatan hanya
diterima satu kali, dan si penerima harus dalam keadaan layak (artinya bebas dari dosa-maut
apapun yang diketahui dan yang belum diakui) agar dapat menerima efek sakramen tersebut.
Pelayan sakramen ini adalah seorang uskup yang ditahbiskan secara sah; jika seorang imam
(presbiter) melayani sakramen ini sebagaimana yang biasa dilakukan dalam Gereja-Gereja Timur
dan dalam keadaan-keadaan istimewa (seperti pembabtisan orang dewasa atau seorang anak kecil
yang sekarat) dalam Gereja Ritus-Latin (KGK 1312–1313), hubungan dengan jenjang imamat di
atasnya ditunjukkan oleh minyak (dikenal dengan nama krisma atau myron) yang telah diberkati
oleh uskup dalam perayaan Kamis Putih atau pada hari yang dekat dengan hari itu. Di Timur
sakramen ini dilayankan segera sesudah pembaptisan. Di Barat, di mana administrasi biasanya
dikhususkan bagi orang-orang yang sudah dapat memahami arti pentingnya, sakramen ini ditunda
sampai si penerima mencapai usia awal kedewasaan; biasanya setelah yang bersangkutan
diperbolehkan menerima sakramen Ekaristi, sakramen ketiga dari inisiasi Kristiani. Kian lama kian
dipulihkan urut-urutan tradisional sakramen-sakramen inisiasi ini, yakni diawali dengan
pembaptisan, kemudian penguatan, barulah Ekaristi.

 Rahmat Dalam Sakramen Krisma


1) Menjadikan kita sungguh anak Allah.
2) Menyatukan lebih teguh dengan Kristus.
3) Menambahkan karunia Roh Kudus ke dalam diri kita.
4) Mengikat kita lebih sempurna dengan Gereja.
5) Menganugerahkan kepada kita kekuatan Roh Kudus.
 Materi dan Forma Sakramen Krisma
Materi: Minyak Krisma (Minyak Zaitun)
Forma: Semoga dimeterai oleh karunia Allah, Roh Kudus.
SAKRAMEN EKARISTI (KGK 1322–1419)

Ekaristi diimani sebagai “sumber dan puncak” kehidupan Kristiani. Di dalamnya


terdapat tindakan pengudusan yang paling istimewa oleh Allah kepada umat beriman karena
terdapat kehadiran (dan pengorbanan) Yesus Kristus dalam rupa Tubuh dan Darah-Nya atau
Sakramen Ekaristi. Ekaristi juga menjadi tindakan penyembahan yang paling istimewa oleh umat
beriman kepada Allah. Ekaristi juga menjadi representasi umat beriman terhubung dengan liturgi
di surga. Betapa pentingnya sakramen ini sehingga partisipasi dalam perayaan Ekaristi (Misa)
dipandang sebagai kewajiban pada setiap hari Minggu dan hari raya khusus, serta dianjurkan untuk
hari-hari lainnya. Sakramen Ekaristi berasal dari Yesus sendiri. Dalam Perjamuan Terakhir
bersama para murid, Yesus mengucap syukur dan memberikan pesanNya: “Inilah Tubuh-Ku yang
diserahkan bagi kamu, perbuatlah ini menjadi kenangan akan Aku. “ Ia juga berkata: “Cawan
ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagimu.” Ia juga memberikan
perintah untuk melakukan hal itu sebagai kenangan akan diri-Nya: “Perbuatlah ini menjadi
peringatan akan Daku “. Perjamuan Tuhan diteruskan oleh Gereja dalam perjamuan Ekaristi.
Perjamuan Ekaristi adalah peringatan syukur untuk mengenangkan dan sekaligus menghadirkan
kembali Yesus yang mempersembahkan diri-Nya dalam kematian di salib demi keselamatan
manusia, sesuai dengan perintah Yesus. Melalui Ekaristi, kita mengambil bagian dari Tubuh dan
Darah Yesus Kristus (Komuni Suci) serta turut serta dalam pengorbanan diri-Nya. Roti dan
anggur ditransformasi menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Perubahan ini disebut transubstansiasi.
Hanya uskup atau imam yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi, dengan bertindak selaku
pribadi Kristus sendiri.
 Skema besar Perayaan Ekaristi terdiri dari:
1. Ritus Pembukaan
2. Liturgi Sabda
3. Liturgi Ekaristi
4. Ritus Penutup
 Materi dan Forma Sakramen Ekaristi
Materi: Roti dan Anggur
Forma:
“Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu, perbuatlah ini menjadi kenangan akan Aku”
“Cawan in adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumapahkan bagimu…perbuatlah ini
menjadi peringatan akan Daku “

SAKRAMEN REKONSILIASI atau PENGAKUAN DOSA (KGK 1422–1498)

Sakramen rekonsiliasi adalah yang pertama dari kedua sakramen penyembuhan, dan juga disebut
Sakramen Pengakuan Dosa, Sakramen Tobat, dan Sakramen Pengampunan(KGK 1423–1424).
Sakramen ini adalah sakramen penyembuhan rohani dari seseorang yang telah dibaptis yang
terjauhkan dari Allah karena telah berbuat dosa. Sakramen ini memiliki empat unsur: penyesalan
si peniten (si pengaku dosa) atas dosanya (tanpa hal ini ritus rekonsiliasi akan sia-sia), pengakuan
kepada seorang imam (boleh saja secara spirutual akan bermanfaat bagi seseorang untuk mengaku
dosa kepada yang lain, akan tetapi hanya imam yang memiliki kuasa untuk melayankan sakramen
ini), absolusi (pengampunan) oleh imam, dan penyilihan. "Banyak dosa yang merugikan sesama.
Seseorang harus melakukan melakukan apa yang mungkin dilakukannya guna memperbaiki
kerusakan yang telah terjadi (misalnya, mengembalikan barang yang telah dicuri, memulihkan
nama baik seseorang yang telah difitnah, memberi ganti rugi kepada pihak yang telah dirugikan).
Keadilan yang sederhana pun menuntut yang sama. Akan tetapi dosa juga merusak dan
melemahkan si pendosa sendiri, serta hubungannya dengan Allah dan sesama. Si pendosa yang
bangkit dari dosa tetap harus memulihkan sepenuhnya kesehatan rohaninya dengan melakukan
lagi sesuatu untuk memperbaiki kesalahannya: dia harus 'melakukan silih bagi' atau 'memperbaiki
kerusakan akibat' dosa-dosanya. Penyilihan ini juga disebut 'penitensi'" (KGK 1459). Pada awal
abad-abad Kekristenan, unsur penyilihan ini sangat berat dan umumnya mendahului absolusi,
namun sekarang ini biasanya melibatkan suatu tugas sederhana yang harus dilaksanakan oleh si
peniten, untuk melakukan beberapa perbaikan dan sebagai suatu sarana pengobatan untuk
menghadapi pencobaan selanjutnya. Imam yang bersangkutan terikat oleh "meterai pengakuan
dosa", yang tak boleh dirusak. "Oleh karena itu, benar-benar salah bila seorang konfesor
(pendengar pengakuan) dengan cara apapun mengkhianati peniten, untuk alasan apapun, baik
dengan perkataan maupun dengan jalan lain" (kanon 983 dalam Hukum Kanonik). Seorang
konfesor yang secara langsung merusak meterai sakramental tersebut otomatis dikenai
ekskomunikasi (hukuman pengucilan) yang hanya dapat dicabut oleh Tahta Suci (kanon 1388).
 Langkah-langkah pertobatan seseorang:
1) Menyadari dan mengakui dosa
2) Menyesali dosa
3) Berniat untuk tidak berbuat dosa lagi
4) Mohon ampun
5) Mau menghidupi cara hidup yang baru
SAKRAMEN PENGURAPAN ORANG SAKIT (KGK 1499–1532)

Pengurapan Orang Sakit adalah sakramen penyembuhan yang kedua setelah sakramen Tobat.
Dalam sakramen ini seorang imam mengurapi si sakit dengan minyak yang khusus diberkati untuk
upacara ini. “Pengurapan orang sakit dapat diberikan bagi setiap umat beriman yang berada dalam
bahaya maut yang disebabkan sakit atau usia lanjut” (kanon 1004; KGK 1514). Baru menderita
sakit atau pun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima
berkali-kali oleh seseorang. Dengan pengurapan orang sakit, Gereja dalam keseluruhannya
menyerahkan si sakit kepada kemurahan Tuhan, agar Ia menguatkan dan meluputkannya. Jika si
sakit telah melakukan dosa, maka dosanya itu diampuni. “Dan doa yang lahir dari iman akan
menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa,
maka dosanya itu akan diampuni”(bdk Yak 5:15). Dalam bahaya maut, pengurapan orang sakit
menguatkan manusia dalam menghadapi perjuangan terakhir dan menghantarnya kepada
persatuan dengan Tuhan, yang melalui kematian telah masuk ke dalam kehidupan. Dalam tradisi
Gereja Barat, sakramen ini diberikan hanya bagi orang-orang yang berada dalam sakratul maut,
sehingga dikenal pula sebagai “Pengurapan Terakhir”, yang diberikan sebagai salah satu dari
“Ritus-Ritus Terakhir”. “Ritus-Ritus Terakhir” yang lain adalah pengakuan dosa (jika orang yang
sekarat tersebut secara fisik tidak memungkinkan untuk mengakui dosanya, maka minimal
diberikan absolusi, yang tergantung pada ada atau tidaknya penyesalan si sakit atas dosa-dosanya).
Sekaligus juga diberikan Ekaristi. Bila diberikan kepada orang yang sekarat dikenal dengan
sebutan “Viaticum“, sebuah kata yang arti aslinya dalam bahasa Latin adalah “bekal perjalanan”.
 Buah-buah rahmat Sakramen Pengurapan Orang Sakit
persatuan orang sakit dengan sengsara Kristus demi keselamatannya sendiri dan keselamatan
Gereja; penghiburan, perdamaian dan keberanian untuk menderita secara Kristen sengsara yang
ditimbulkan oleh penyakit atau oleh usia lanjut; pengampunan dosa, apabila orang sakit tidak dapat
menerimanya melalui Sakramen Pengakuan; penyembuhan, kalau ini berguna bagi keselamatan
jiwa; persiapan untuk peralihan ke hidup abadi
 Perayaan Sakramen Pengurapan Orang Sakit
Perayaan terdiri atas dua bagian, yaitu:
(1) Liturgi Sabda
(2) perayaan Sakramen Pengurapan yang sebenarnya.
Pada puncak perayaan, imam mengurapi si sakit dengan minyak suci pada dahi dan tangan sambil
mengucapkan rumusan-rumusan tertentu. Dengan demikian jelas nampak karya Tuhan dalam
sakramen ini, kurnia Roh Kudus dimohonkan bagi si sakit dan janji keselamatan diucapkan
baginya, agar dalam ketakberdayaan jiwa-raganya, si sakit diluputkan serta dikuatkan, dan bila
perlu, juga diampuni dosa-dosanya. Untuk pengurapan sakramental digunakan minyak zaitun atau
minyak lain dari tumbuh-tumbuhan yang telah diberkati oleh uskup dalam Misa Krisma pada hari
Kamis Putih. Dalam keadaan darurat, setiap imam dapat memberkati minyak untuk pengurapan
ini. Jika dianggap perlu adanya pengakuan dosa, imam dapat melayani Sakramen Pengakuan Dosa
kepada si sakit sebelum melayani Sakramen Pengurapan Orang Sakit.

SAKRAMEN IMAMAT ( KGK 1536–1600)

Imamat atau Pentahbisan adalah sakramen yang dengannya seseorang dijadikan uskup, imam, atau
diakon, sehingga penerima sakramen ini dibaktikan sebagai citra Kristus. Hanya uskup yang boleh
melayankan sakramen ini. Pentahbisan seseorang menjadi uskup menganugerahkan kegenapan
sakramen Imamat baginya, menjadikannya anggota badan penerus (pengganti) para rasul, dan
memberi dia misi untuk mengajar, menguduskan, dan menuntun, disertai kepedulian dari semua
Gereja. Pentahbisan seseorang menjadi imam mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Kepala
Gereja dan Imam Agung, serta menganugerahkan baginya kuasa, sebagai asisten uskup yang
bersangkutan, untuk merayakan sakramen-sakramen dan kegiatan-kegiatan liturgis lainnya,
teristimewa Ekaristi. Pentahbisan seseorang menjadi diakon mengkonfigurasinya menjadi Kristus
selaku Hamba semua orang, menempatkan dia pada tugas pelayanan uskup yang bersangkutan,
khususnya pada Kegiatan Gereja dalam mengamalkan cinta-kasih Kristiani terhadap kaum papa
dan dalam memberitakan firman Allah. Orang-orang yang berkeinginan menajdi imam dituntut
oleh Hukum Kanonik (Kanon 1032 dalam Kitab Hukum Kanonik) untuk menjalani suatu program
seminari yang selain berisi studi filsafat dan teologi sampai lulus, juga mencakup suatu program
formasi yang meliputi pengarahan rohani, berbagai retreat, pengalaman apostolat (semacam
Kuliah Kerja Nyata), dst. Proses pendidikan sebagai persiapan untuk pentahbisan sebagai diakon
permanen diatur oleh Konferensi Wali Gereja terkait.
SAKRAMEN PERKAWINAN (KGK 1601–1666)

Pernikahan atau perkawinan, seperti Imamat, adalah suatu sakramen yang mengkonsekrasi
penerimanya guna suatu misi khusus dalam pembangunan Gereja, serta menganugerahkan rahmat
demi perampungan misi tersebut. Sakramen ini, yang dipandang sebagai suatu tanda cinta-kasih
yang menyatukan Kristus dengan Gereja, menetapkan di antara kedua pasangan suatu ikatan yang
bersifat permanen dan eksklusif, yang dimeteraikan oleh Allah. Dengan demikian, suatu
pernikahan antara seorang pria yang sudah dibaptis dan seorang wanita yang sudah dibaptis, yang
dimasuki secara sah dan telah disempurnakan dengan persetubuhan, tidak dapat diceraikan sebab
di dalam kitab suci tertulis Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini
untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu
laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang
telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Ketika mereka sudah di rumah, murid-
murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. Lalu kata-Nya kepada mereka: ”Barangsiapa
menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap
isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat
zinah." (mrk. 10:1–12) Sakramen ini menganugerahkan kepada pasangan yang bersangkutan
rahmat yang mereka perlukan untuk mencapai kekudusan dalam kehidupan perkawinan mereka
serta untuk menghasilkan dan mengasuh anak-anak mereka dengan penuh tanggung jawab.
Sakramen ini dirayakan secara terbuka di hadapan imam (atau saksi lain yang ditunjuk oleh Gereja)
serta saksi-saksi lainnya, meskipun dalam tradisi teologis Gereja Latin yang melayankan sakramen
ini adalah kedua pasangan yang bersangkutan. Demi kesahan suatu pernikahan, seorang pria dan
seorang wanita harus mengutarakan niat dan persetujuan-bebas (persetujuan tanpa paksaan)
masing-masing untuk saling memberi diri seutuhnya, tanpa memperkecualikan apapun dari hak-
milik esensial dan maksud-maksud perkawinan. Jika salah satu dari keduanya adalah seorang
Kristen non-Katolik, maka pernikahan mereka hanya dinyatakan sah jika telah memperoleh izin
dari pihak berwenang terkait dalam Gereja Katolik. Jika salah satu dari keduanya adalah seorang
non-Kristen (dalam arti belum dibaptis), maka diperlukan izin dari pihak berwenang terkait demi
sahnya pernikahan.

Anda mungkin juga menyukai