Th
NIM : 23.07.251
Prodi : Magister Teologi
Mata Kuliah : Upaya Berteologi dalam Konteks
Dosen Pengampu : Ramli Harahap, D.Th
Keterangan : Laporan Bacaan
PERJAMUAN KUDUS:
“Makna Misiologis Mengikutsertakan Anak yang Belum Sidi”1
I PENDAHULUAN
Laporan bacaan kelompok 1 (satu) ini mengkaji tentang “Perjamuan Kudus: Makna
Misiologis Mengikutsertakan Anak yang Belum Sidi,” yang ditulis oleh Pdt. Dr. Jusen
Boangmanalu dalam Buku Merangkai Teologi Kehidupan Terkini, hendak menghantarkan
kita dalam pemahaman yang mendalam tentang arti dan makna teologis Perjamuan Kudus,
khususnya tentang alasan teologis-dogmatis dalam mengikutsertakan anak yang belum sidi
dalam Perjamuan Kudus. Berikut saya akan paparkan hasil laporan bacaan saya terhadap
tema Perjamuan Kudus ini. Sekiranya melalui hasil bacaan saya ini, kita mendapatkan
pengertian dan pemahaman yang baru terkait dengan Perjamuan Kudus, termasuk
pergumulan kita dalam mengikutsertakan anak yang belum sidi dalam Perjamuan Kudus.
II GAGASAN PENULIS
2.1 PENGANTAR AWAL
Mengawali kajiannya, Boangmanalu menegaskan bahwa Perjamuan Kudus adalah
salah satu bentuk pelayanan sakramen di dalam gereja. Menurut Boangmanalu, pada 2008
sejak diterbitkannya buku ini, dan hemat saya hal ini masih relevan hingga kini, bahwa
banyak warga jemaat yang masih ragu-ragu bahkan belum mengerti makna Perjamuan Kudus
sesungguhnya. Boangmanalu menuliskan beberapa penyebab, mengapa masih ada
kekurangmengertian warga jemaat tentang Perjamuan Kudus, yaitu: pertama, kelangkaan
berita dalam Alkitab untuk menjelaskan seputar Perjamuan Kudus. Boangmanalu
mensinyalir bahwa percakapan tentang Perjamuan Kudus hanya didapati dalam empat
periode yaitu Markus 14:22-24; Matius 26:26-29; Lukas 22:14-20 dan 1 Korintus 11:23-26);
kedua, gereja dan hamba Tuhan kurang menaruh minat untuk mendiskusikanya.
Boangmanalu mengatakan bahwa pembahasan tentang topik Perjamuan Kudus kurang
mendapatkan perhatian dan sangat terbatas. Mirisnya, menurut Boangmanalu, bahwa ada
banyak hamba Tuhan (khususnya pelayan tertahbis seperti pendeta, sintua, dan sebagainya)
menutup dialog bahkan mendiamkan percakapan mengenai topik Perjamuan Kudus, karena
dianggap terlalu dogmatis dan kurang pantas untuk konsumsi warga gereja; ketiga,
minimnya minat baca warga gereja terhadap literatur yang bertemakan Perjamuan
Kudus. Boangmanalu menyebut bahwa literatur yang membahas Perjamuan Kudus secara
khusus sudah ada, yaitu seperti tulisan Abineno yang berjudul “Perjamuan Kudus,” lalu
tulisan C.J. Den Heyer yang berjudul “Perjamuan Tuhan” yang diterjemahkan oleh Ny. S.
Lumbantobing & Kartohadiprojo. Namun, warga jemaat kurang meminatinya.
1
Jusen Boangmanalu, “Perjamuan Kudus: Makna Misiologis Mengikutsertakan Anak yang Belum Sidi,”
dalam Wilda Simanjuntak (Ed.), Merangkai Teologi Kehidupan Terkini (Pematangsiantar: L-SAPA, 2008), 49-67.
1|STT Abdi Sabda Medan
2.2 ISI GAGASAN PENULIS
Berdasarkan pembacaan saya terhadap topik ini, berikut saya paparkan yang menjadi
gagasan utama yang dikemukakan oleh Boangmanalu:
A. Dasar dan Perkembangan Dogma Perjamuan Kudus
Penetapan dan Sebutannya. Menurut Boangmanalu, dasar teologi penetapan
Perjamuan Kudus (sejak jemaat mula-mula hingga jemaat masa kini) adalah bersumber
dari Alkitab. Teks Alkitab yang mencatatnya antara lain: 1 Korintus 11:23-25 (ada
anggapan bahwa teks ini adalah sumber tertua); kemudian teks selanjutnya seperti:
Markus 14:22-25; Matius 26:26-29; Lukas 22:15-20 dan Yohanes 6:51c. Secara eksplisit,
menurut Boangmanalu bahwa makna Perjamuan Kudus menekankan penghayatan iman
Kristen terhadap karya penebusan Yesus Kristus melalui kematian dan kebangkitan-Nya.
Sekilas, Boangmanalu memaparkan kaitan antara Perjamuan Kudus dengan Perjamuan
Paskah orang Yahudi. Boangmanalu mendasari pandangannya dengan hasil penelitian
Joachim Jeremias yang berjudul “The Eucharistic Words of Jesus,” dengan
menyimpulkan bahwa Perjamuan Malam yang dilakukan oleh Yesus bersama murid-
muridnya bisa “ya” merupakan Perjamuan Paskah menurut tradisi orang Yahudi. Bukan
berhenti pada temuan penelitian itu saja, melainkan Boangmanalu meneruskan
pandangan Jeremias, bahwa sekalipun Perjamuan Kudus itu adalah Perjamuan Paskah
orang Yahudi, Yesus telah mengisinya dengan bantuk dan pemahaman yang baru, yaitu
di mana Yesus membuat penekanannya kepada keselamatan daripada-Nya dan hal yang
bersifat eskatologis (Bnd. 1 Kor. 11:23-25).
Dalam memaknai Perjamuan Kudus, Boangmanalu berpendapat bahwa Perjamuan
Kudus tidak cukup hanya sekadar “peringatan” akan kematian Yesus saja, melainkan
lebih kepada penekanan “makna keselamatan yang dihasilkan” dari pengorbanan Yesus
di kayu Salib, mati dan bangkit dari kematian untuk menebus manusia dari dosa. Inilah
sebenarnya dasar orang Kristen dalam mengikuti Perjamuan Kudus. Terkait penetapan
dan penyebutan ini, Boangmanalu menyimpulkan bahwa Perjamuan Kudus bukan saja
melulu tentang passion melainkan berkaitan erat dengan Paskah.
Perayaan Perjamuan Kudus Gereja Mula-mula. Melanjutkan kajiannya,
Boangmanalu memaparkan bagaimana bentuk Perjamuan Kudus yang dipraktikkan oleh
gereja mula-mula. Menurut 1 Korintus 10:21, setidaknya ada enam istilah yang merujuk
kepada praktik (bentuk dan unsur) Perjamuan Kudus, yaitu: Deipon Kuriakon (Tuhan
sebagai Penjamu); Trapeza Kuriou (mereka bersama-sama berada di “Meja Tuhan”);
Poterion (terdapat gelas atau cawan sebagai media kurban darah Kristus); Klasis tou
artou (adanya pemecahan roti sebagai bukti pengurbanan tubuh Kristus demi dan untuk
kesatuan persekutuan umat-Nya); Eucharistia (pengucapan syukur atas kehadiran Kristus
dan keselamatan daripada-Nya); Eulogia (jemaat mesti meyakini bahwa lewat Perjamuan
Kudus, hidupnya diberkati Tuhan). Awalnya jemaat mula-mula sarat dengan yang
namanya Perjamuan kasih yang di dalamnya termaktub Perjamuan Kudus (hal itu tercatat
secara eksplisit dalam Kisah Para Rasul 2:24). Berjalannya waktu, antara Perjamuan
Kasih dan Perjamuan Kudus kemudian dipisahkan dikarenakan adanya penyalahgunaan
terhadap Perjamuan Kudus oleh jemaat Korintus, dan hal itulah yang dikritik oleh Paulus
dengan keras (1 Kor. 11:17-34).
IV DAFTAR PUSTAKA
Boangmanalu, Jusen. “Perjamuan Kudus: Makna Misiologis Mengikutsertakan Anak yang
Belum Sidi.” Dalam Simanjuntak, Wilda (Ed.), Merangkai Teologi Kehidupan
Terkini. Pematangsiantar: L-SAPA, 2008.
Saragih, Jan Hotner, “Praktik Perjamuan Kudus di Gereja Kristen Protestan Simalungun
dalam Perspektif Dogmatika Lutheran,” Makalah Unpublished.
3
Menurut pengalaman empiris saya, tatkala saya ikut serta dalam Perjamuan Kudus (salah satunya Ketika
Perjamuan Kudus kepada orang sakit), ada jemaat yang beranggapan bahwa Perjamuan Kudus itu dilakukan sebagai
cara untuk mendatangkan kesembuhan kepada seseorang yang mengalami sakit penyakit. Perjamuan Kudus
dijadikan sebagai alat untuk memberikan kesembuhan (tatkala ia memakan roti dan anggur), maka disitulah terjadi
kesembuhan.
4
Dalam tulisannya berjudul: “Praktik Perjamuan Kudus di GKPS dalam Perspektif Dogmatika Lutheran,”
Unpublished, 9-10, 14. Jan Hotner menyebut bahwa hingga sekarang ini, dalam pelaksanaan Perjamuan Kudus,
GKPS masih terjadi pembeda-bedaan, di mana yang boleh mengikuti Perjamuan Kudus hanyalah anggota Sidi
GKPS pun non GKPS (Tata Gereja Bab III “Horja Banggal Na Pansing,” Pasal 17 nomor 1). Itu artinya, GKPS
belum terbuka terhadap mengikutsertakan anak yang belum sidi dalam Perjamuan Kudus.
5|STT Abdi Sabda Medan