A. Pengantar
Hubungan antara liturgi dan spiritualitas merupakan pusat perhatian
pembaharuan liturgi, dan menjadi obyek penelitian para ahli liturgi. Kedua istilah
ini merujuk pada realitas yang berhubungan erat dengan hidup orang beriman dan
komunitas gerejani. Liturgi mengungkapkan dan menyuburkan spiritualitas
kristen. Spiritualitas kristen yang sesungguhnya ditemukan dalam liturgi yang
dirayakan dan dialami.
Liturgi berarti perayaan misteri kristen, sedangkan spiritualitas berarti
pengalaman kristen yang dihidupi dalam kekayaan aspeknya yang beragam.
Sementara spiritualitas liturgis dimaknai sebagai suatu pengalaman spiritual yang
ditumbuhkembangkan, dimodelkan, dan diungkapkan dalam prinsip-prinsip
doktrinal dan vital, yang semuanya itu berangkat dari liturgi. Spiritualitas liturgis
menunjukkan bahwa liturgi bukan terbatas pada tindakan ritual saja, tetapi seluas
lingkungan hidup manusia. Maka dari itu dapat disimpulkan, spiritualitas liturgis
merupakan cara, sikap, atau gaya hidup seseorang dalam menghayati atau
menghidupi perayaan liturgi dalam konteks seluruh hidupnya seturut pimpinan
Roh Kudus sendiri.1.
1
E. Martasudjita, Liturgi – Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi (Yogyakarta: Kanisius,
2011), hlm.273-274.
2
Anscar J. Chupungco (ed.), Handbook for Liturgical Studies: Introduction of Liturgy, Vol. I
(Minnesota: Liturgical Press, 1997), hlm. 4.
1
penyembahan yang dilakukan oleh Tubuh Mistik Kristus di seluruh kepala
dan anggotanya.”
2
kekudusan. Semua liturgi secara intrinsik trinitarian – melibatkan karya
Yesus Kristus yang berdoa kepada Tuhan atas nama dunia, dan Roh Tuhan
yang memberdayakan orang-orang dengan kehidupan baru. Liturgi
semacam itu, dengan dasar trinitasnya, mengakui bahwa semua ciptaan
berasal dari "Allah yang berpribadi tiga, yang menjaga dan
memeliharanya." Oleh karena itu, penyebutan nama-nama Allah Bapa,
Putra, dan Roh memainkan peran penting dalam liturgi. Tujuan liturgi
adalah untuk memampukan manusia masuk ke dalam suatu hubungan
dengan Misteri Ilahi yang pernah bekerja untuk, dengan, dan dalam diri
manusia.
Liturgi memiliki fungsi ganda dalam komunitas iman, yaitu “untuk
membentuk Gereja dan mengekspresikan Gereja”. Dalam konteks ini,
liturgi dapat digambarkan di dalam empat tindakan penting:
mengumpulkan, menceritakan, memelihara, dan bermisi – dengan kata
lain, komunitas iman berkumpul, mendengarkan, berbagi, dan pergi untuk
melakukan keadilan di dunia, semua diberdayakan oleh Roh. Dari sini
mengalir fakta bahwa liturgi dan kehidupan tidak dapat dipisahkan.
Artinya, roh yang terekspresikan dalam liturgi harus melanjutkan karya
pengubahan seseorang menjadi gambar Kristus. Ringkasnya, liturgi
merayakan realitas terdalam dari kehidupan iman.
3
demikian, liturgi mengabadikan tindakan dan campur tangan Allah dalam
sejarah manusia.
Dimensi trinitarian dari liturgi telah melahirkan konsep dasar
liturgi seperti anamnesis dan epiklesis. Melalui anamnesis, perbuatan-
perbuatan Tuhan yang luar biasa diingat oleh majelis liturgi dan dihadirkan
di tengah-tengah mereka. Melalui anamnesis pula, para penyembah
dimampukan untuk mengalami dalam hidup mereka karya keselamatan
Tuhan. Perayaan Misa dan sakramen dengan demikian selalu merupakan
anamnesis karya penyelamatan Tuhan, kehadiran dalam bentuk ritual, dan
pengalaman iman. Di sisi lain, epiklesis melengkapi tindakan anamnesis.
Kedua konsep tersebut terkait satu sama lain dalam banyak cara yang sama
seperti misteri Paskah dan misteri Pentakosta. Doa epiklesis merupakan
puncak tindakan anamnesis. Anamnesis mengarah ke epiklesis, sama
seperti misteri Paskah mengarah ke Pentakosta. Dalam liturgi kita tidak
hanya mengingat misteri Paskah Kristus, tetapi kita juga menerima Roh
Kudus.
Jadi definisi liturgi sebagai perjumpaan dengan Allah melibatkan
kerja ekstra Trinitas dalam sejarah keselamatan. Dimensi trinitarian ini
diekspresikan oleh liturgi melalui komponen dasar anamnesis dan
epiklesis, di mana peran yang berbeda dari tiga pribadi dipanggil dan
kehadiran mereka yang menyelamatkan dipanggil.
2. Definisi Spiritualitas
Secara etimologis, kata spiritualitas berasal dari kata ruah dalam
Perjanjian Lama yang artinya roh. Sedangkan dalam alam Perjanjian Baru
ruah disebut pneuma yang dalam bahasa Inggris diartikan sebagai spirit.9 Kata
spirit ini dapat juga dikaitkan dengan kata Latin yakni spiritus yang berarti
nafas, roh, jiwa, sikap batin, keteguhan hati (courage) serta hidup.10 Dalam
istilah modern saat ini, kata spirit mengacu pada energi batin manusia yang
bersifat non jasmani dan meliputi emosi serta karakter. Istilah “spiritualitas”
9
Adam McClendon, “Defining the Role of the Bible in Spirituality: Three Degrees of
Spirituality in American Culture” dalam Journal of Spiritual Formation & Soul Care vol. 5, no. 2 (Fall
2012), hlm. 209.
10
Thomas H. Russell, A. C. Bean, and L. B. Vaughan, Webster’s Twentieth-Century
Dictionary of the English Language (New York: Publishers Guild, 1938), hlm. 1597.
4
berasal dari kata benda bahasa Inggris yaitu spirituality, turunan dari kata sifat
spiritual.
Spiritual dalam hal ini mencakup seluruh aspek kehidupan manusia
yang merupakan sarana pencerahan diri guna menjalani kehidupan untuk
menemukan tujuan dan makna hidup. Spiritualitas dapat dimaknai dengan
suatu cara hidup dalam tuntunan Roh atau hidup dalam Roh. Dengan
menghayati spiritualitas, umat beriman akan menjadi pribadi yang spiritual,
yakni akan selalu menghayati Roh Allah dalam hidup sehari-hari. Spiritualitas
berkaitan erat dengan kekuatan atau Roh yang memberi daya kekuatan kepada
seseorang untuk dapat mempertahankan, mengembangkan dan mewujudkan
kehidupan.11 Dapat juga dikatakan bahwa spiritualitas merupakan suatu
program pelatihan hidup spiritual yang mencakup latihan rohani untuk
menumbuhkembangkan hidup rohani. Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa spiritualitas bertujuan untuuk mendorong, mengarahkan,
menggerakkan dan memotivasi umat beriman agar keseluruhan hidupnya
senantiasa dijiwai oleh semangat Roh Kudus. Jiwa yang disemangati oleh Roh
Kudus akan menghasilkan suatu cara hidup yang kaya akan buah-buah Roh,
yakni kasih, sukacita, damai sejahtera, kasabaran, kemurahan, kebaikan,
kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri (Gal. 5:22-23).
Menurut Henry Nouwen, spiritualitas adalah proses, yang sumbernya
berasal dari perjumpaan manusia dengan Allah, namun perwujudannya justru
terdapat di dalam seluruh bidang dan aspek kehidupan manusia. Karena
spiritualitas itu bersumber dari perjumpaan antara manusia dengan Allah,
maka spiritualitas itu nampak dalam bentuk tindakan yang nyata berupa doa,
persekutuan (komunitas) serta dalam bentuk keheningan batin.12 Spiritualitas
Kristiani pada umumnya memiliki tiga dimensi yang tampak jelas yakni
dimensi perjumpaan dengan Tuhan dalam doa, perjumpaan dengan sesama
dalam hidup harian dan perjumpaan dengan diri sendiri dalam keheningan
batin.13 Dalam setiap karya pelayanan gereja, spiritualitas merupakan bagian
yang sangat penting karena merupakan pusat dari seluruh pelayanan itu
11
A. M. Mangunhardjana, SJ., Prodiakon: Jati Diri, Wewenang, dan Tugasnya (Jakarta: Obor,
2013), hlm. 42-43.
12
Henry J.M. Nouwen, Out of Solitude: Three Meditations on the Christian Life (Notre Dame:
Ave Maria Press, 1974), hlm. 9.
13
Henry J.M. Nouwen, Out of Solitude:…, hlm. 11
5
sendiri. Hal ini dikarenakan spiritualitas merupakan standar untuk menilai
sejauh mana sebuah karya pelayanan telah membawa umat beriman kepada
pertumbuhan kehidupan spiritual. Dalam seluruh kehidupan orang Kristen,
doa pribadi dan askese menyuburkan hidup spiritual sebagai wujud dari
amanat pembaptisan yang telah mereka terima.
6
Yang kedua, bersifat eskatoligis (eschatological) yang meyakini adanya
kehidupan setelah kematian badan. Yang ketiga bersifat asketis (ascetism)
yang ajarannya berkaitan dengan praktek latihan rohani. Yang keempat,
spiritualitas Kristiani ialah liturg (liturgical) yang berkaitan dengan
kegiatan peribadatan. Dan yang kelima ialah bersifat komunal (communal)
yang hidup dalam kebersamaan.14
Jadi, pada intinya, spiritualitas Kristiani ialah suatu penghayatan
umat beriman akan adanya dorongan batin untuk senantiasa mendekatkan
diri pada Tuhan. dorongan ini timbul dalam hati manusia karena hembusan
Roh Kudus yang telah diutus Allah untuk membantu dan meneguhkan serta
menyertai langkah manusia dalam perutusannya di dunia ini. Spiritualitas
Kristiani dapat diaktualisasikan secara personal maupun komunal15 karena
berkaitan dengan penghayatan dan cara hidup.
7
lainnya ialah umat beriman yang menimba spiritualitas dalam liturgi mesti
menampakkan imannya dalam bentuk tindakan kasih lewat cara hidupnya.
Semangat doa dan liturgi yang dilaksanakan dalam iman mestinya tidak
terbatas pada ruang ibadat yang sempit. Karena sesungguhnya seluruh
tindakan hidup umat beriman adalah tindakan liturgis. Dalam artian ini, umat
beriman yang dijiwai serta dituntun oleh Roh Kudus senantiasa berliturgi
dalam proses perjalanan hidupnya.
Buah dari perayaan liturgi dan spiritualitas yang tampak dalam
tindakan dan cara hidup yang penuh kasih menunjukkan bahwa seseorang itu
adalah orang yang beriman pada Kristus. Pada intinya kaitan dari liturgi dan
spiritualitas ini ialah umat beriman yang menimba kekuatan spiritual
dalam liturgi ambil bagian dalam imamat Kristus lewat ibadat,
pewartaan dan perbuatan kasih. Implikasinya ialah tidak akan mungkin
tercapai suatu kehidupan spiritual yang kaya dan subur tanpa liturgi.
Tak akan mungkin ada spiritualitas Kristen yang cara hidupnya menyerupai
Kristus tanpa adanya suatu sumber dan puncak. Sumber dan puncak yang
dimaksud ialah liturgi yang dirayakan dan dialami. Suatu pengalaman spiritual
diinspirasi, ditumbuhkembangkan, diamalkan dan diungkapkan berangkat dari
liturgi.
C. Spiritualitas Liturgis
1. Definisi Spiritualitas Liturgis
Jika liturgi dan spiritualitas melibatkan cara hidup, maka spiritualitas
liturgis menyiratkan cara hidup. Spiritualitas liturgis merupakan cara hidup
yang dibentuk oleh Misteri Paskah. Dalam pelayanan dan pengajaran Kristus,
dan khususnya dalam kematian dan kebangkitan-Nya, Ia mengungkapkan pola
hidup yang menawarkan kemungkinan keselamatan. Dari pembahasan ini,
spiritualitas liturgis adalah cara hidup yang menerima panggilannya oleh
Kristus.
Spiritualitas liturgis adalah praktik sempurna (sejauh mungkin) dari
kehidupan Kristen di mana seseorang, yang dilahirkan kembali dalam
baptisan, yang penuh dengan Roh Kudus yang diterima dalam penguatan, dan
berpartisipasi dalam perayaan Ekaristi, menarik seluruh hidupnya dari
sakramen-sakramen ini, untuk tujuan, dalam rangka perayaan berulang tahun
8
liturgi, doa terus-menerus - khususnya, liturgi jam - dan kegiatan hidup sehari-
hari, tumbuh dalam pengudusan melalui keselarasan dengan Kristus, yang
disalibkan dan bangkit, dengan harapan pemenuhan eskatologis terakhir, untuk
memuji kemuliaan-Nya.”
c. Berbasis misteri
Spiritualitas liturgis memiliki karakter yang didasari oleh misteri, sejauh
pengalaman spiritual liturgi melewati misteri dan tanda-tanda liturgi; iman
dan katekese membantu dalam memahami pentingnya simbol-simbol
liturgi. Dalam keragamannya, simbol-simbol liturgi menganugerahkan
17
Anscar J. Chupungco (Ed.), Handbook For Liturgical Studies Volume II: Fundamental
Liturgy (Minnesota: Liturgical Press, 1998), hlm. 59-62.
9
kekayaan makna yang tak habis-habisnya kepada misteri Kristus dalam
pengudusan dan penyembahan. Melalui mereka seluruh pribadi diambil ke
dalam partisipasi dalam kehidupan ilahi, dan kosmos itu sendiri menjadi
sarana dan ekspresi persekutuan umat manusia dengan Tuhan. Ia tetap
terbuka untuk adaptasi budaya dan spiritualitas yang merupakan ekspresi
sah dari berbagai budaya.
d. Bersifat siklis
Sifat siklis pada spiritualitas liturgis mengandung makna bahwa ia
mengikuti siklus tahun liturgi. Dalam siklus liturgi yang berbeda (harian,
mingguan, tahunan) dengan perayaan peringatan khusus mereka sendiri,
umat beriman membenamkan keberadaan mereka sendiri ke dalam misteri
Kristus. Doa harian dengan pengudusan dan persembahan waktu, dengan
titik puncaknya dalam Ekaristi, menetapkan waktu manusia yang cepat
dengan upaya dan pekerjaannya ke dalam waktu penyelamatan Allah dan
ke dalam kekekalan; setiap minggu hari Tuhan memperbarui, dalam pesta
dan istirahat, misteri penciptaan dan ciptaan baru dengan harapan
kedatangan Tuhan yang pasti. Dalam siklus tahunan, umat beriman
ditempatkan ke dalam kontak dengan realitas penyelamatan dari misteri
kehidupan Kristus dan kematian-Nya yang mulia, yang dengannya mereka
harus menyesuaikan hidup mereka sendiri.
f. Misionaris
Dengan karakter ini, spiritualitas liturgis berusaha untuk mewujudkan
rahmat yang diterima kepada dunia; setelah melibatkan dunia dalam
Gereja, yang dalam liturgi memanifestasikan dirinya sebagai komunitas
yang berkumpul ( ̓εκκλησία), cenderung menjadi manifestasi misteri
Kristus ( ̓επιφανέια) kepada dunia melalui perkataan dan perbuatan.
10
Λειτουργία cenderung ke arah pelayanan (διακονία) saudara-saudara
dalam amal, ke arah proklamasi misionaris, ke arah dialog.
g. Eskatologis
Spiritualitas liturgi bersifat eskatologis: ia cenderung menuju realisasi
penuh dalam kemuliaan. Pengudusan dan penyembahan cenderung menuju
ekspresi akhir yang sempurna di Yerusalem surgawi.
h. Marian
Spiritualitas liturgi, dalam terang kultus Marialis, juga pada dasarnya
adalah Marian. Hal ini dapat dipahami dengan melihat Gereja ketika
merayakan misteri menggunakan sikap yang sama yang digunakan
perawan Maria untuk mengaitkan dirinya dengan misteri Kristus: sebagai
perawan dalam mendengarkan dan berdoa, mempersembahkan sebagai
perawan dan ibu perawan, teladan dan guru kehidupan rohani bagi semua
orang Kristen, ketika dia mengajar mereka untuk menjadikan hidup
mereka sendiri sebagai ibadah yang menyenangkan Allah.
D. Kesimpulan
Hubungan antara liturgi dan spiritualitas berhubungan erat dengan hidup
orang beriman dan komunitas gerejani. Liturgi mengungkapkan dan menyuburkan
spiritualitas kristen. Spiritualitas kristen yang sesungguhnya ditemukan dalam
liturgi yang dirayakan dan dialami. Secara kristiani, spiritualitas berarti kehidupan
yang dijiwai dan dipimpin oleh Roh Kudus. Dari pengertian itu spiritualitas
liturgis dimaknai sebagai cara, sikap, atau gaya hidup seseorang dalam
menghayati perayaan liturgi dalam konteks seluruh hidupnya seturut pimpinan
Roh Kudus sendiri.
Bibliografi
11
Chupungco, Anscar J. (ed.). Handbook for Liturgical Studies: Fundamental
Liturgy. Volume II. Minnesota: Liturgical Press, 1998.
Chupungco, Anscar J. (ed.). Handbook for Liturgical Studies: Introduction of
Liturgy. Volume I. Minnesota: Liturgical Press, 1997.
Konsili Vatikan II. Sacrosanctum Concilium. diterjemahkan oleh R.
Hardawiryana. Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI – OBOR,
1990.
Keating, Thomas. The Mystery of Christ: The Liturgy as Spiritual Experience.
New York: Continuum, 2008.
Mangunhardjana, A. M. Prodiakon: Jati Diri, Wewenang, dan Tugasnya. Jakarta:
OBOR, 2013.
Martasudjita, E. Liturgi – Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi.
Yogyakarta: Kanisius, 2011.
McClendon, Adam. Defining the Role of the Bible in Spirituality: Three Degrees
of Spirituality in American Culture. dalam Journal of Spiritual Formation
& Soul Care vol. 5, no. 2. 2012.
Nouwen, Henry J.M. Out of Solitude: Three Meditations on the Christian Life.
Notre Dame: Ave Maria Press, 1974.
Peck, Alexander. Liturgy, Spirituality, and Liturgical Spirituality: Definitions.
[online] Spirituality For Life. 2012. Website: <https://www.spirituality-
for-life.org/Liturgy-and-Spirituality-Definitions.html> [diakses 4 Februari
2022].
Russell, Thomas H., A. C. Bean, L. B. Vaughan. Webster’s Twentieth-Century
Dictionary of the English Language. New York: Publishers Guild, 1938.
12