Anda di halaman 1dari 18

Nilai: 95

Catatan: Ada hal-hal yang sudah pernah dibahas dalam pertemuan kelas. Kelompok mestinya
memberi bobot paling besar dalam pola atau tata ibadah Katolik ketimbang membahas
tentang inkulturasi atau teologi liturgi. Selain itu, nilai presentasi ini akan lebih baik bila
kelompok menuliskan hasil refleksi atas penelitian dan presentasinya.

Makalah Liturgika 1
Liturgi Gereja Katolik

Oleh:
Alvin Hazael Beata 203100962TH
Natanael 203100967TH
Noel Yosan Loveano 203100968TH
Syeh Andriana 204100239PK
Wulan Septiana Lief 203100240PK
Ungaran
Oktober 2021
I. Simbol-simbol Liturgi
Simbol-simbol liturgi adalah bentuk ungkapan dari inti misteri iman yang
dirayakan, yakni Misteri Yesus Kristus yang menyelamatkan. Masing-masing simbol
tersebut mengungkapkan segi-segi tertentu dari misteri iman yang dirayakan.1 Dalam
simbol-simbol sendiri dapat diklasifikasikan menjadi tiga. Yang pertama adalah
simbol-simbol liturgi yang menyangkut diri manusia.2 Kedua, simbol-simbol liturgi
yang berupa peralatan liturgi, ada yang alamiah dan buatan. Yang ketiga adalah
simbol-simbol pendukung liturgi yang lain.3
A. Simbol Manusiawi
Manusia adalah bagian dari simbol liturgi. Digambarkan melalui diri manusia,
tindakan inderawi, dan tata gerak. Diri manusia dipandang sebagai simbol liturgi yang
mengungkap panggilan Allah kepada umat untuk berkumpul bersama untuk
menerima keselamatan yang diberikan. Perkumpulan jemaat ini menggambarkan
Allah yang mempersatukan semua orang dalam keselamatan melalui pengudusan
umat dan permuliaan Allah.4
a. Tindakan Inderawi
Ada beberapa gerakan inderawi yang merupakan simbol dari liturgi,
yakni: mendengar, melihat, menyentuh, merasakan, dan membau. Melalui
kelima tindakan inderawi yang kita lakukan ini adalah bentuk katabatis
yang kita lakukan. Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya bahwa
kita dipanggil Allah untuk menerima keselamatan dan kita sebagai
manusia membuka diri untuk menerima keselamatan itu melalui tindakan
inderawi yang kita lakukan.
b. Tata Gerak
Dalam tata gerakan yang dilakukan tidak ada gerakan khusus. Tetapi,
sama seperti gerakan yang dilakukan sehari-hari. Gerakan ini menjadi
simbol liturgi sebagai konteks perjumpaan umat dengan Allah.5
B. Peralatan Liturgi
Peralatan sendiri dibagi menjadi dua yakni alat yang alamiah dan
buatan. Peralatan ini juga bukan hanya alat yang memperlancar jalannya
1
Emanuel Martasudjita Pr, Liturgi: Pengantar Untuk Studi dan Praksis Liturgi (Yogyakarta: Kanisius, 2011),
131.
2
Ibid., 23-24
3
Ibid., 131-132.
4
Ibid.
5
Ibid.,133.
liturgi, tetapi sebagai bentuk simbolisasi liturgi mengungkapkan misteri
perjumapaan antara jemaat dan Allah melalui Kristus. Simbol liturgi alamiah
ada Air, Roti dan Anggur, Minyak, Api dan Terang, Dupa Ratus dan bahan
wangi-wangian, Garam dan Abu. Sementara dari peralatan yang buatan ada
Piala, Patena, Korporal, Kain Piala, Pala, Sendok Kecil, Cerek Lavabo, Sibori,
Piksis, Monstran, Panci Tempat Air Suci dan Aspergil, Cerek Baptisan,
Thuribulum dan Navikula, Lilin, Tempat Lilin, dan Bel.6
C. Simbol-Simbol Liturgi lain
Simbol-simbol lain ini adalah simbol yang berperan dalam perayaan
liturgi. Akan tetapi, sulit untuk dikelompokan. Pada bagian ini ada tata warna,
tata busa, tata ruang, tata waktu, tata suara atau musik.
a. Tata warna
Tata warna ini digunakan sebagai simbol litutgi dengan perefleksian
dari pembentukan warna pada zaman kuno. Pada zaman itu, warna diambil
dan dibentuk dengan proses panjang dengan bahan dasar getah pohon
keong merah. Semakin lama proses pemasakan maka warna semakin
gelap. Dalam tata warna ini mulai dirumuskan oleh Gereja pada tahun
1200. Akan tetapi, kanon tata warna baru ditetapkan secara terikat pada
tahun 1570 dan dimuat dalam buku Missale Romanum Pius V.7
Tata warna sendiri memiliki makna pengungkapan misteri iman yang
sedang dirayakan, dan menegaskan akan perjalanan hidup kristiani
sepanjang tahun liturgi. Warna yang masuk sebagai simbol liturgi ada
Putih dan Kuning, Merah, Hijau, Ungu, dan Hitam.8
b. Tata busana
Tata busana atau biasa dikenal paramente. Gereja mula-mula belum
mengenal akan tata busana ini, tetapi perubahan nasib pada zaman Kaisar
Konstantinus yang membuat uskup dan imam mendapat penghormatan
tinggi. Maka, melalui penghormatan tersebut para klerus akhirnya
mendapatkan baju atau jubah kehormatan.
Makna dalam tata busana ini adalah untuk memperlihatkan aneka
fungsi tugas pelayanan yang sedang dilaksanakan. Yang kedua,
menonjolkan sifat meriahnya perayaan liturgi. Dan juga melambangkan
6
Ibid.,143-150.
7
Ibid., 150-151.
8
Ibid., 151-154
kehadiran Kristus sebagai subjek utama pemimpin liturgi Kristen. Dalam
tata busana ini ada; Alba, Amik, Singel, Stola, Kasula, Dalmantik,
Superpli, Pluviale atau Korkap, Velum, Mozeta, Pallium, Manipel.
c. Tata ruang
Fungsi dari tata ruang dalam liturgi ada tiga, yakni: sebagai bentuk
pengungkapan kesatuan umat beriman dengan Kristus yang menjadi satu
tubuh mistik Kristus, memperlihatkan fungsi peran serta umat, dan ruang
liturgi menghadirkan misteri ilahi yang dirayakan.
Macam-macam bagian dari rumah ibadat, yakni; Gereja, Kapel,
Katedral, Altar, Mimbar, Kursi imam selebran, Panti imam, dan
Tabernakel.
d. Tata waktu
Tata waktu berkaitan erat dengan kalender liturgi. Yang
memperlihatkan perjalanan kehidupan kristiani kita. Fokus dari tahun
liturgi ada di misteri paskah. Yang diawali dari minggu Advent I sampai
dengan Minggu Paskah. Penetapan peribadahan pada hari minggupun
didasari oleh perayaan Minggu Paskah. Agar umat dapat kembali
merenungkan keselamatan yang diterima melalui kebangkitan Kristus.
e. Tata suara atau musik
Tata suara sendiri merupakan simbol liturgi yang penting. Musik juga
sebagai ungkapan iman yang penting dalam perayaan liturgi.
f. Bahasa liturgi
Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Latin pada awalnya. Akan
tetapi, melalui konsili Vatikan II memberikan kemungkinan bagi jemaat
untuk mengunakan bahasa asli untuk perayaan liturgi Gereja.

II. Sakramen Katolik


A. Makna Sakramen
Kata “Sakramen” berasal dari bahasa latin sacramentum yang dalam abad ke-2
dipakai untuk menerjemahkan kata Yunani: mysterion dalam Kitab Suci. Kata
Sacramentum bisa berarti sumpah (setia) prajurit dalam dunia militer dan uang
jaminan, jika kata sacramentum dipakai dalam kitab suci malah tidak memiliki
arti sebagaimana dipahami oleh Teologi Skolastik atau bahkan kebanyakan umat
beriman hari ini, yakni sakramen dalam arti ke tujuh macam sakramen. Dalam PL,
mysterion menunjuk Allah sendiri yang mewahyukan diri, baik dalam sejarah
masa kini maupun masa yang akan datang (eskatologis).9 Dalam PB memahami
mysterion sebagai rencana keselamatan Allah yang terlaksana dalam Yesus
Kristus. Demikian pula gereja pada abad-abad pertama masih memandang istilah
mysterion-sacramentum dalam konteks sejarah dan memuncak dalam Yesus
Kristus.10
Mulai abad ke-12 terjadi pergeseran makna sakramen. Istilah sakramen yang
semula dipahami dan konteks sejarah keselamatan itu kini dimengerti
sebagaimana biasa kita kenal dengan ketujuh sakramen itu. Pengertian sakramen
dalam arti ketujuh macam sakramen jelas merupakan penyempitan makna. Kini,
sakramen berarti suatu tanda yang sekaligus melaksanakan apa yang ditandakan.
Jumlah tujuh sakramen telah ditetapkan secara resmi oleh Gereja melalui Konsili
Lyon (1274), Konsili Florenz (1439), dan Konsili Trente (1547).11
B. Liturgi Sakramen-sakramen
Liturgi sakramen-sakramen yang dimaksudkan adalah liturgi ketujuh
sakramen. Menurut definisi tradisional yang berkata “sakramen adalah tanda dan
sarana yang mengerjakan apa yang ditandakan”. Definisi itu hanya lah
menguraikan aspek tanda dan makna tanda, namun belum mencakup aspek
kristologis, ekklesiologis dan anthropologis. Jika dirumuskan, maka pengertian
sakramen dan liturginya adalah bahwa perayaan sakramen-sakramen adalah
perayaan kehadiran Yesus Kristus secara sakramental dalam Gereja-Nya menurut
segi dan simpul kehidupan konkret manusia. Pengertian ini dapat di uraikan ke
dalam tiga pernyataan :12
a. Sakramen-sakramen adalah kehadiran Yesus Kristus dan misteri
penyelamatan-Nya
b. Sakramen-sakramen adalah pengungkapan dan pelaksanaan diri Gereja
c. Sakramen-sakramen adalah perjumpaan sakramental dengan Yesus Kristus
dalam segi kehidupan konkret
C. Macam dan urutan tingkatan perayaan sakramen

9
Ibid., 199
10
Ibid., 200
11
Ibid., 200
12
Ibid., 201
Ketujuh sakramen yang kita kenal merupakan bidang liturgi resmi gereja.
Meskipun sama-sama liturgi resmi gereja, sakramen-sakramen itu tidak memiliki
tingkatan yang sama saja. ketujuh sakramen tersebut adalah
a. Perayaan Ekaristi : Merupakan puncak dan pusat seluruh perayaan sakramen
dan seluruh liturgi Gereja. Dalam perayaan Ekaristi, misteri paskah Kristus
dikenangkan dan dihadirkan secara sakramental menurut intensitasnya yang
paling dalam dan padat.13
b. Sakramen Baptis : jalan masuk atau sakramen pertama yang harus diterima
seseorang bagi penerimaan sakramen-sakramen Gereja lainnya. Dengan
sakramen ini, seseorang di masukan ke dalam Gereja dan dilahirkan kembali
menjadi anak-anak Allah. Sakramen Baptis dan Ekaristi disebut sebagai
sacramenta maiora yang menunjuk kepada keikhlasan dan tempat istimewa
keduanya dalam tradisi Gereja. Sedang kelima sakramen lain disebut
sacramenta minora
c. Sakramen Penguatan atau Krisma : merupakan sakramen yang menguatkan
orang beriman dengan karunia Roh Kudus untuk menjadi saksi Kristus dan
orang Kristen dewasa.
d. Sakramen tobat/ pengampunan : menganugrahkan pengampunan dosa dan
pendamaian kembali antara Allah dan orang beriman yang bertobat itu.
Sakramen ini juga mengaruniakan pendamaian bagi orang bertobat itu dengan
gereja.14
e. Sakramen Perminyakan Suci/ pengurapan orang sakit : perminyakan suci ini
menganugrahkan kekuatan hidup iman dan pengampunan dosa kepada orang
sakit. Melalui sakramen ini, orang yang sakit diserahkan kepada Tuhan agar
disembuhkan dan diselamatkan.
f. Sakramen Tahbisan : merupakan sakramen sosial di gereja
g. Sakramen perkawinan : Sakramen Tahbisan dan sakramen Perkawinan
berkaitan dengan aspek sosial atau hidup bersama gereja. Dengan sakramen
Tahbisan, terlaksanalah pengudusan atas orang-orang yang mendapat tugas
dan jabatan dalam kepemimpinan, sedangkan sakramen perkawinan
memungkinkan berdirinya dasar dan pengudusan keluarga yang merupakan
sel Gereja terkecil dan pembangun umat Allah dari masa ke masa.

13
Ibid., 205
14
Ibid., 206
Menurut Gereja, khusus melalui tiga sakramen yaitu, baptis, penguatan dan
tahbisan, dianugerahkan kepada si penerima suatu materai yang tak terhapuskan.
Materai ini, menjadi sebuah tanda dari kasih setia Allah yang memang tidak pernah
dapat dicabut dan terhapuskan sebab Allah tidak bisa tidak tentu setia. Meskipun ada
ketujuh sakramen ini, gereja mengajarkan bahwa tidak semua sakramen harus
diterimakan pada seseorang. Ada sakramen yang bisa diterima untuk menjadi seorang
Kristen yang penuh (Baptis, Krisma, Ekaristi), perlu untuk kesembuhan hidupnya
(tobat, pengurapan orang sakit) atau sesuai dengan panggilan atau pilihan hidupnya
(Perkawinan atau Immamat).15

D. Perayaan Liturgi Harian


i. Peristilahan, sejarah, dan macamnya
a. Peristilahan, istilah yang sangat akrab di telinga Gereja Katolik di Indonesia
ialah ibadat harian atau doa brevir. Orang juga menyebutnya sebagai doa
ofisi, istilah brevir berhubungan dengan kata breviarium yang berarti ikhtisar
atau singkatan, kutipan. Istilah ini dipakai pada Abad Pertengahan dengan
menunjuk catatan kumpulan petunjuk dan kata kunci buku yang dipkai dalam
ibadat harian. Istilah doa ofisi berasal dari bahasa officium, yang dalam bahasa
latin berarti jasa, upacara, tugas, pekerjaan). 16
b. Sejarah singkat perkembangan, praktik ibadat harian berakar pada kebiasaan
Gereja yang sudah sejak awal suka berkumpul untuk berdoa. Awal abad
kedua, santo Ignatius dari Anthiokia mendesak jemaat untuk bertekun dalam
doa Gereja ini. Demikian pula kesaksian Tertulianus dan Hipolitus melukiskan
kebiasaan jemaat yang berdoa bersama pada pagi dan sore hari. Kebiasaan ini,
biasa disebut dengan tipe katedral yakni doa bersama yang diadakan di tempat
uskup dan bersama uskup pada pagi dan sore hari.17
c. Macam urutan liturgi harian
Konsili Vatikan II memberi kaidah pembaruan liturgi, melalui SC 89, sbb:
a) Menurut tradisi gereja, Laudes dan viper harus dipandang dan dirayakan
sebagai poros rangkap ibadat harian, sebagai dua ibadat yang utama
b) Ibadah penutup, hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga sesuai
untuk menutup hari

15
Ibid., 207
16
Ibid., 209
17
Ibid., 210
c) Matutinum dulunya sebagai doa malam para tabib, hendaknya disusun
sedemikian rup sehingga dapat juga di doakan pada siang hari.
d) Ibadat prima ditiadakan
e) Dalam kor ibadat-ibadat singkat, yakni Tertia, Sexta dan Nona hendaknya
dipertahankan.

Pada umumnya, ibadat harian didoakan sepanjang hari dengan urutan :

a. Invitatorium atau pembukaan ibadat harian


b. Ibadat bacaan
c. Ibadat pagi
d. Ibadat siang
e. Ibadat sore
f. Ibadat penutup18

E. Perayaan Sabda
Perayaan sabda merupakan bidang liturgi yang pokok, dalam peristilahan dan
macamnya ada beberapa istilah yang kita kenal seperti perayaan sabda, Liturgi sabda,
ibadat sabda. Perayaan sabda merupakan perayaan yang dihadiri umat beriman untuk
mendengarkan sabda Allah melalui kitab Suci yang dibacakan dan direnungkan dan
umat menanggapinya dengan pujian dan doa. Istilah perayaan sabda dapat menunjuk
Liturgi Sabda ataupun ibadat sabda, menunjuk pada tata liturgi resmi, yakni Liturgi
Sabda sebagai bagian dari perayaan Ekaristi. Secara historis perayaan sabda gereja
berakar pada tradisi ibadat Yahudi, khususnya di sinagoga. Menurut struktur
dasarnya, ibadat sabda Yahudi terdiri atas tiga bagian pokok, yakni bacaan, tanggapan
dan doa.
a. Liturgi sabda sebagai bagian perayaan Ekaristi
Masuknya Liturgi sabda dalam tata perayaan Ekaristi sudah terjadi
sejak awal perkembangan Misa Kudus dalam Gereja. Hanya saja satu bukti
tertua bahwa liturgi sabda telah menjadi bagian dalam perayaan Ekaristi baru
ditemukan pada abad ke-2 dalam tulisan-tulisan Santo Yustinus martir.
Yustinus menerangkan bahwa sebelum memasuki liturgi Ekaristi jemaat

18
Ibid., 212
melaksanakan Liturgi Sabda yang terdiri atas tiga bacaan, tafsiran atas bacaan
(Homili) dan doa.19
b. Ibadah Sabda di luar Perayaan Ekaristi
Istilah ibadat sabda sebenarnya sudah langsung menunjuk ibadat sabda
di luar Perayaan Ekaristi. Ibadat sabda seperti ini dapat berlangsung dalam
rangka perayaan sakramen lain ataupun upacara pemberkatan dan Perayaan
Sabda Hari minggu tanpa Imam. Ibadat sabda saja tidak dimasukkan dalam
tingkatan liturgi resmi. Salah satu implikasinya, ibadat sabda dapat dipimpin
oleh awam, entah yang diberi tugas resmi oleh Ordinaris Wilayah seperti
Uskup entah siapa yang diterima dalam jemaat khususnya dalam kesempatan
khusus.20
F. Teologi Sabda
Masalah pastoral yang sering muncul ilah bahwa pengharapan orang-orang
Katolik terhadap perayaan sabda, khususnya ibadat sabda, kurang terlalu tinggi
dibandingkan dengan Perayaan Ekaristi.
a. Sabda Allah penuh daya, dalam segi efektivitas sabda Allah itu menunjuk
daya guna Sabda Allah. Artinya, sabda Allah yang keluar dari mulut Allah
adalah sabda yang berdaya guna dan tidak kosong belaka.
b. Kristus hadir dalam perayaan Sabda, kehadiran-Nya dalam pewartaan Gereja
di ungkapkan oleh konsili Vatikan II. Kristus hadir dengan dalam pewartaan
sabda juga merupakan sebuah kara keselamatan-Nya karena pribadi Kristus
tidak pernah terpisahkan. Pewartaan sabda bersifat sakramental. Makna
sakramental pewartaan sabda dapat dikaitkan dengan ungkapan Agustinus
tentang sabda sebagai sakramen yang dapat terdengar.

III. Pelayan Liturgi dan Inkulturasi Liturgi


Pelayan liturgi menunjuk para pelayan khusunya pada perayaan sakramen-
sakramen. Sedangkan, petugas liturgi menunjuk para petugas lain dari liturgi yang
umumnya membantu atau mendukung perayaan liturgi yang dipimpin oleh pelayan
liturgi .
 Pelayan Tertahbis : Uskup, imam, dan diakon

19
Ibid., 222
20
Ibid., 226
Para pelayan liturgi utama ialah orang-orang yang menerima tahbisan suci, yakni
uskup, imam, dan daikon. Orang-orang tertahbis inilah yang disebut kelmpok klerus dan
hierarki. Tigkatan uskup,, imam, dan daikon yang begitu jelas seprti kita kenal sekarang
belum terjadi pada masa Gereja Perdana. Tetapi menjelang akhir abad pertama dan pada abad
ke-2 sudah ada pengakuan umum mengenai tingkatan hierarki uskup, imam, dan diakon.
Tahbisan uskup menganugerahkan imamat penuh pada seseorang, dan selanjutnya ia bersama
para uskup yang lainnya dipandang sebagai pengganti para rasul dalam kepemimpinan paus
sebgai pengganti Santo Petrus. Seorang uskup dipandang sebagai imam agung kawanannya di
keuskupannya. Pengurus utama rahasia-rahasia Allah, pengatur, pendukung, atau pelayan dan
penjaga seluruh kehidupan liturgi dalam Gereja yang dipercayakan kepadanya. Tugas-tugas
uskup dalam perayaan liturgi , memimpin perayaan-perayaan liturgi utama di keuskupannya,
mewartakan Injil sebagai guru dan pengajar iman, menahbiskan uskup, imam, atau diakon,
melayani Sakramen Krisma. Para imam ditahbiskan untuk menjadi pembantu yang sah,
bijaksana, dan perlu dari para uskup. Dalam perayaan liturgi , para imam berwenang dan
melaksanakan tugas untuk memimpin perayaan-perayaan sakramen, khususnya Ekaristi,
mewartakan Injil, dan peribadatan lainnya. Para diakon ditahbiskan untuk melayani umat
Allah dalam persatuan dengan uskup dan para imamnya. Tahbisan diakon merupakan
tahbisan terendah dalam rangka iamamt jabatan.
 Pelayan Sakramen
Peranan pelayan sakramen sangat ditekankan dalam teologi sakramen klasik,
konsili Florenz yang mengeluarkan ajaran Gereja untuk orang-orang Armenia
yang menggabungkan diri kepada Gereja Katholik mengajarkan apa yang
klasik itu. Meski telah ada pelayan sakramen, peran serta aktif umat beriman
sangat diharapkan, sebab perayaan sakramen merupakan tindakan Kristus dan
sekaligus tindakan seluruh Gereja. Wujud dari partisipasi seluruh umat
beriman dalam perayaan sakramen bukan hanya terletak pada saat perayaan itu
sendiri berlangsung, tetapi juga sejak persiapan, selama perayaan hingga
perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari.

 Para petugas liturgi nontertahbis


Petugas liturgi yang secara resmi dilantik dalam rangka tahapan menuju imamat
jabatan, seperti lector dan akolit yang diterima oleh para calon imam, petugas liturgi yang
mendapat tugas resmi dari ordinaris wilayah untuk melaksanakan tugas tertentu dengan masa
jabatan dan lingkup daerah tertentu seperti para prodiakon atau asisten imam, serta petugas
liturgi yang memperoleh delegasi untuk tugas tertentu di tempat-tempat tertentu khususnya
paroki seperti para lector, putra-putri altar, paduan suara, solis-pemazmur, petugas tata tertib,
kolektan.
a. Lektor dan akolit sebagai tahapan menuju imamat jabatan
Paus Paulus VI juga menyatakan bahwa pelantikan lector dan akolit itu hanya
boleh diterimakan kepada kaum pria, yakni mereka yang menjadi calon-calon imam,
sebelum menerima tahbisan diakonat. Kata Lektor berasa dari bahasa Latin : Lector,
yang berarti pembaca, yang membacakan. Tugas lektor yang dilantik resmi ini ialah
membawakan bacaan-bacaan Kitab Suci atau kecuali Injil, membacakan Mazmur
Tanggapan, dapat juga membawakan Doa Umat apabila tidak ada diakon, serta
memimpin nyanyian umat. Kata Akolit berasal dari kata Yunani akolouthos, yang
berarti pelayan atau murid, Akolit yang dlantik bertugas untuk membantu diakon dan
melayani imam di altar. Ia bertanggung jawab atas pelayanan di altar dan membantu
diakon dan imam dalam perayan-perayaan liturgi khususnya Misa kudus. Akolit juga
diperkenankan membantu penerimaan komuni apabila pada saat itu tidak ada pelayan
biasa untuk penerimaan komuni atau uskup, imam, dan diakon.
b. Prodiakon
Sebutan tugas pelayanan yang diemban oleh orang awam yang diterima dari
ordinaris wilayah untuk membantu menerimakan Tubuh Tuhan. Dalam rangka
Perayaan Ekaristi, ibadat sabda dan kepada orang sakit serta untuk memimpin ibadat
sabda dan kepada orang sakit serta untuk memimpin ibadat sabda dan nonskarmental.
Dengan tanpa memberikan berkat. Istilah prodiakon, digunakan di beberapa
keuskupan seperti Keuskupan Agung Semarang, keuskupan Agung Jakarta, dan
Bandung. Ada keuskupan lain yang menggunakan istilah asisten imam atau asisten
pastoral. Prodiakon bertugas, membantu menerimakan Tubuh Tuhan atau komuni
dalam perayaan Ekaristi ataupun di luar Perayaan Ekaristi, terutama dalam ibadat
sabda dan pengiriman komuni kepada orang sakit atau yang sedand di penjara,
melaksanakan tugas yang diberikan oleh pastor paroki, seperti memimpin ibadat
sabda, memberikan homily, memimpin ibadat sabda, memberikan homily, memimpin
liturgi pemakaman, doa lingkungan.
c. Lektor dan misdinar atau putera-puteri altar di paroki
Dengan keterbatasan jumlah para petugas liturgi yang resmi dilantik seperti
para lektor dan akolit di paroki-paroki dimungkinkan adanya para petugas liturgi
awam, seperti para lektor dan misdinar atau putra-putra altar. Para lektor dan para
misdinar di paroki ini tentu saja juga dapat dilantik oleh pastor paroki, namun
bobotnya berbeda dari lektor dan akolit yang dilantik untuk tahapan menuju imamat
bagi para calon imam itu. Para lektor dan misdinar di paroki itu terdiri orang-orang
awam, sering kali kaum muda dan bahkan anak-ana k serta remaja, entah laki-laki
entah perempuan. Ini diseleksi oleh paroki dan secara khusus juga harus dipersiapkan
dengan pembinaan dan katekese liturgi yang memadai dalam tanggung jawab pastor
paroki. Tugas lektor dan misdinar di paroki ini tentu saja hampir mirip atau sama
dengan lektor dan akolit para calon imam. Untuk para putra-putri altar yaitu misdinar,
mereka ini tidak diperkenankan untuk ikut menerimakan komuni kepada umat
sebagaimana masih dimungkinkan pada para akolit yang telah dilantik. Para misdinar
ini, yang umumnya terdiri anak-anak dan remaja, juga tidak diperkenankan untuk
mentakhtakan atau mengembalikan Sakramen Maha Kudus dalam rangka ibadat
Adorasi. Tugas-tugas penthakhtaan dan pengambilan Skaramen Maha kudus dalam
rangka ibadat Adorasi. Tugas-tugas pentakhtaan dan pengembalian Skaramen Maha
kudus dalam rangka ibadat Adorasi Ekaristi di paroki, jika tidak ada imam atau
diakon,biasanya dilaksanakan oleh prodiakon paroki ataupun biarawan dan wati yang
hadir di situ.
d. Para petugas liturgi lainnya
Para petugas liturgi ini diperlukan bukan karena pertama-tama soal
kekurangan imam atau perlunya teanaga untuk membantu pelayan tertahbis,
melainkan berdasarkan imamat umum yang diterima orang beriman untuk
berpartisifasi. Macam petugas liturgi , misalnya saja panduan atau koor yang
biasanya dipimpin oleh seorang drigen dan diiringi dengan music seperti
dimainkan oleh seoPrang organis, pemazmur, para koleektan atau petugas
pengumpul kolekte, petugas pengumpul kolekte, petugas pembawa bahan
persembahan, pembaca doa, umat dan pengumuman, kalau tidak ada lector,
dan petugas tata tertib, koster, decorator, petugas tekhnk dan tidak boleh pula
dilupakan Tim Liturgi Paroki yang justru bertanggung jawab terhadap seluruh
perayaan liturgi di paroki.
 Problematik Inkulturasi Liturgi
Hubungan liturgi dan budaya sudah berlangsung sejak wal mula dalam gereja.
Problem hubungan liturgi dan budaya sudah setua usia Gereja sendiri. Tuhan
Yesus sendiri, yang adalah Sang Sabda Allah, menjelma dan menjadi manusia,
tepatnya menjadi manusia, tepatnya orang Yahudi. Problematik hubungan
antara iman dan budaya telah muncul dan memerlukan terus-menerus
penegasan roh bersama. Gereja tumbuh dan berkembang di antara bangsa-
bagsa Eropa dan pada waktunya ke berbagai benua lain hingga Asia dan
Indonesia. Iman Kristiani dan budaya bangsa-bangsa terus berinteraksi dan
terjadilah suatu proses inkulturasi yang terus-menerus. Proses inkulturasi itu
tidak sama pada setiap zaman. Ada masa, dalam mana proses inkulturasi
berjalan lumayan baik, dan lain kali proses inkulturasi sangat sulit
berkembang. Akan tetapi Inkulturasi, termasuk inkulturasi liturgi , sudah
merupakan kemestian iman kita. Bahkan kegagalan untuk berinkulturasi sama
saja merupakan kemestian iman kita, bahkan kegagalan untuk berinkulturasi
sama saja merupakan kematian bagi iman Kristen, seperti dkatakan oleh
Robert Taft. Problematik inkulturasi liturgi tidak sekadar masalah
pengggunaan Problmatik inkulturasi liturgi mencakup berbagai aspek, entah
itu menyangkut pengungkapan, penghayatan, entah perwujudannya dalam
kehidupan sehari-hari.
 Istilah dan makna Inkulturasi
Istilah Inkulturasi berasal dari lingkungan teologi misi. Istilah Inkulturasi
dipopulerkan oleh Joseph Mason pada tahun 1959 dalam teologi misi. Istilah
inkulturasi untuk pertama kalinya digunakan di dalam suatu dokumen resmi
Gereja. Istilah inkulturasi baru benar-benar gencar digunakan mulai tahun
1970 an. Makna Inkuturasi yaitu proses atau suatu relasi secara timbal balik,
antara Injil Yesus Kristus yang merupakan warna Kristiani dan budaya, serta
dimensi transformative yang bukan hanya lahiriah, tetapi juga batiniah.
 Teologi Inkulturasi Liturgi
Inkulturasi liturgi mengalir dari misteri perutusan trinitas, yakni perutusan
Putra oleh Bapa dalam Roh Kudus dan sekaligus misteri perutusan Roh Kudus
oleh Bapa dan Putra. Misteri Inkarnasi, yakni perutusan Putra oleh Bapa
dalam Roh kudus, Allah menerima, memakai, dan mengangkat seluruh segi
kehidupan manusia dengan segenap kebudayaan sebagai medan pertemuan
antara komunikasi dengan diri-Nya.
 Tahap-tahap Inkulturasi Liturgi
Ada empat tahap, yang pertama tahap pengambil-alihan. Pengambil-alihan
sebenarnya belom termasuk tahap inkulturasi liturgi . Teologi dan liturgi
asing, bisa dipakai dan digunakan begitu saja secara utuh di daerah lain.
Misalnya, kita merayakan misa dalam bahasa latin atau bahasa Inggris.
Seluruh tata cara dan bahasa liturgi dilaksanakan sesuai aslinya dan tanpa
penyesuaian sedikit pun. Umat yang merayakan liturgi tersebut mengahayati
menurut jiwa dan hati mereka. Tahap kedua, penerjemah. Sudah terjadi suatu
langkah penyesuaian atau inkulturasi yang lumayan, terjadi penerjemah teks
liturgi dari bahasa asing atau latin ke bahasa pribumi. Dengan pemakaian
bahasa pribumi, mau tidak mau, liturgi sudah mulai mengalami penyesuaian
atau perubahan di tempat baru sebab bahasa sudah termasuk dalam bagian
budaya manusia. Tahap ketiga, penyesuaian. Penyesuaian dipandang sebagai
suatu langkah yang jauh labih maju dibanding tahap penerjemah di atas. Suatu
perubahan dan penyesuaian tertentu dengan kondisi dan budaya setempat
diizinkan.
Dalam tahap ini, sudah dimungkinkan masuknya unsur-unsur budaya
setempat ke dalam liturgi , asal selaras dengan hakikat semangat liturgi yang
sejati dan asli. Unsur-unsur budaya setempat itu bisa untuk mengganti atau
untuk menjelaskan unsur-unsur upacara dan doa Ritus Romawi. Ciri khasnya
yaitu, bahwa jiwa dan struktur dasar liturgi yang asli masih tetap ada namun
ungkapan dan unsur-unsur budaya setempat kini sudah masuk ke liturgi itu.
Contohnya, penyesuaian liturgi penyesuaian liturgi di Indonesia ialah tarian
pada prosesi awal dan perarakan bahan persembahan. Sungkeman, dalam
liturgi perkawinan dan tahbiisan, menggunakan gong serta pengembangan
lagu-lagu yang diwarnai dan dijiwai budaya setempat, menggunakan alat
music daerah dalam liturgi , penggunaan pakaian adat dalam liturgi , dan
pembangunan gedung gereja yang menggunakan corak lokal. Tahap keempat,
inkulturasi yang paling mendalam. Inkulturasi yang paling mendalam
sekurang-kurangnya dibandingkan dengan ketiga thap sebelumnya Pada tahap
ini , penyesuaian bukan lagi berkisar masalah.
Penyesuaian dari liturgi Gereja terhadap budaya setempat. Inkulturasi
sejati justru bertolak dari budaya setempat, budaya setempat itu tetap dan tidak
berubah. Dalam Inkulturasi, unsur dan ritus keagamaan setempat tidak
mengalami perubhan yng mendasar, namun makna dan jiwanya diubah oleh
Gereja untuk mengungkapkan misteri iman Kristiani. Inkulturasi tahap ini
merupakan sebuah proses yang tidak mudah.21
21
Ibid., 240
2
Ibid., 263
3
E. Martasudjita, Pr, Sakramen-sakramen Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 2003), 168.
IV. Urutan Ekaristi Hari Minggu22
a) Ritus Pembuka
1. Lagu/ Nyanyian pembuka
2. Tanda Salib dan Salam
3. Pengantar
4. Tobat
5. Madah Kemuliaan
6. Doa Pembuka
b) Liturgi Sabda
7. Bacaan I
8. Mazmur Tanggapan
9. Bacaan II
10. Bait Pengantar Injil
11. Injil
12. Homili
13. Syahadat
14. Doa Umat
c) Liturgi Ekaristi
15. Kolekte
16. Nyanyian Persiapan Persembahan
17. Bahan Persembahan diarak ke altar
18. Doa Persiapan Persembahan
19. Prefasi
20. Doa Syukur Agung- Anamnesis
21. Bapa Kami- Embolisme
22. Doa Damai/ Salam Damai
23. Anak Domba Allah
24. Komuni (bisa diisi dengan nyanyian yang sesuai selama Komuni
berlangsung)
25. Doa sesudah Komuni
d) Ritus Penutup
26. Pengumuman/ Berita Paroki
27. Berkat Penutup
22
I. Marsana Windhu, Memahami Hari Sabat dan Hari Minggu (Yogyakarta: Kanisius, 2017), 39-40.
28. Pengutusan
29. Lagu/ Nyanyian Penutup
23

23

Anda mungkin juga menyukai