Liturgi dan spiritualitas mempumyai hubungan yang erat. Dalam beberapa tahun terakhir,
kedua tema ini telah menjadi objek kajian bagi para peneliti. Dalam hal ini liturgi dan spiritualitas
telah merasuk dalam kehidupan umat dan beriman dan komunitas gereja. Mereka berdua menjadi
pondasi dasar dalam hidup persekutuan umat beriman.1
Pada tataran bahasa dan makna, istilah yang digunakan bersifat terbuka. Dalam hal ini
liturgi dan spiritualitas dapat diartikan sebagai hubungannya dengan kehidupan spiritualitas.
Meskipun demikian, pengertian umum yang sering digunakan dan disejajarkan adalah pengertian
antara liturgi dan spiritualitas. Pengertian yang juga sudah dimengerti dan dihayati oleh umat
beriman dengan kekayaan rohani di dalamnya.2
Saat ini keselarasan yang ditemukan kembali antara dua realitas ini, aktualitas tema, dan
keinginan untuk mengarahkan hubungan mereka secara positif disorot, misalnya, dengan adanya
kursus tentang liturgi dan spiritualitas, dan tentang spiritualitas liturgi, baik dalam spesialisasi
institut liturgi dan institut teologi spiritual.
Namun hubungan antara kedua perspektif itu logis dan perlu. Liturgi menarik perhatian
spiritualitas karena merupakan sumbernya pada tingkat ilmu teologis dan pengalaman hidup.
Spiritualitas menekankan perlunya perayaan dan asimilasi misteri yang dirayakan, dibimbing, dan
dijiwai oleh kebajikan teologis dilakukan dengan kontemplasi yang mengarahkan kita menuju
kekudusan dan mistisisme Kristen.3
Dalam paper ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai keterkaitan makna yang ada di
dalam liturgi dan spiritualitas. Penulis akan berusaha untuk mengupas keterkaitan antara dua hal
ini. Selain itu, penulis akan memberikan refleksi yang berkaitan dengan kedua hal ini.
Spiritualitas berasal dari kata dalam Bahasa Latin, Spiritus yang berarti roh. Roh dalam
refleksi teologis Santo Paulus dilawankan dengan daging. Manusia yang hidup dalam Roh,
1
A. Chupungco, Introduction to the Liturgy, (Collegeville- Minnesota: Liturgical Press, 1997), 48.
2
A. Chupungco, Introduction to the Liturgy, 48.
3
A. Chupungco, Introduction to the Liturgy, 52.
Maka spiritualitas dapat dimaknai sebagai suatu cara hidup yang dibimbing oleh roh.
Dalam hal ini, kehidupan yang senantiasa dipimpin oleh Roh Kudus sendiri. spiritualitas juga
mencakup api, semangat dan sikap dasar, serta cara hidup seseorang yang mengantarkan dia
kepada kepenuhan kehidupannya.4
Spiritualitas mencakup banyak aspek. Salah satu aspek yang tercakup dalam spiritualitas
adalah spiritualitas kristiani. Menurut Thomas Rauch, spiritualitas kristiani adalah suatu cara yang
hidup yang diwariskan oleh Yesus Kristus, kepada para pengikutnya. Seperti doa kristiani,
spiritualitas hidup kristiani merupakan dorongan menuju kepada Allah melalui Kristus dalam roh.
Dalam hal ini spiritualitas liturgi juga dapat dimaknai sedemikian rupa.5
Spiritualitas liturgi merujuk pada cara, sikap, atau gaya hidup dalam menghayati perayaan
liturgi berdasarkan tuntunan Roh Kudus. Ada semangat yang ditujukkan dan menjadi penuntun
seseorang dalam menghayati segala macam tata peribadatan liturgisnya. Dalam hal ini, harapannya
dapat berbuah dalam kehidupan sehari-sehari seseorang terhadap sesamanya.6
Dalam spiritualitas ini pula seseorang akan dibawa dalam pimpinan Roh Kudus menuju
pada kepenuhan hidupNya. Kepenuhan yang membuatnya akan mencapai kekudusan. Kepenuhan
hidup ini sendiri meliputi dua aspek yakni aspek vertikal dan aspek horizontal.
4
Bloesch, Donald. G., Spirituality Old & New: Recovering Authentic Spiritual Life,(Illinois: Intervarsity Press,
2007), 20.
5
A. Heuken, SJ. Spiritualitas Kristiani: Pemekaran Hidup Kristiani Selama Dua Puluh Abad, (Jakarta: Enka
Parahyangan, 2002), 32.
6
Thomas P. Rauch, Katolisisme: Bagi Kaum Awam, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), 278.
7
Emanuel Martasudjita, Pr, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, (Yogyakarta: PT. Kanisius, 2011),
273.
Dalam memahami spiritualitas liturgi, dapat dilihat dengan jelas bagaimana seseorang
hidup di tengah masyarakat. Seseorang yang memercayakan hidupnya dalam pimpinan Roh Kudus
akan hidup saleh di masyarakat. Ini menandakan bahwa kehidupan rohaninya berbuah pula dalam
kehidupannya sehari-hari. Kehidupan yang sama-sama memancarkan kekudusan. 9
Orangnya yang hidupnya dalam pimpinan roh juga akan melihat segala sesuatu sebagai hal
yang patut disyukuri. Mereka tidak akan pernah bersungut-sungut atas apa yang telah terjadi dalam
hidup mereka. Mereka justru akan senantiasa berpasrah kepada Tuhan dan senantiasa memuliakan
Tuhan dalam berbagai kondisi apapun dalam hidup mereka.
Spiritualitas liturgi menunjuk pada penghayatan liturgi yang sungguh menjadi sumber dan
puncak seluruh kehidupan umat Kristiani. Memang di satu sisi, spiritualitas liturgi
mengungkapkan bagaimana liturgi yang dirayakan itu memeberikan arah, kekuatan, dan dorongan
bagi perjuangan dan suka-duka kehidupan sehari-hari. Namun di sisi lain, perjuangan dan
kehidupan sehari-hari mengalami puncak dan tujuannya pada misteri iman yang dirayakan dalam
liturgi.10
Liturgi dalam perspektif kehidupan orang beriman dihayati sebagai perayaan syukur.
Perayaan syukur atas pengorbanan Tuhan bagi umat manusia. Yesus yang senantiasa
mendampingi manusia dalam kehidupan manusia. Karya penyelamatan yang ditujukkan menjadi
bukti akan adanya hal ini.
Allah berbuat dan melakukan segala sesuatu demi kebaikan setiap orang dan seluruh umat
manusia. Tidak seorang pun yang ditelantarkan oleh Allah, karena Allah menghendaki
8
A. Heuken, SJ. Spiritualitas Kristiani: Pemekaran Hidup Kristiani Selama Dua Puluh Abad, (Jakarta: Enka
Parahyangan, 2002), 202.
9
Emanuel Martasudjita, Pr, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 276.
10
Emanuel Martasudjita, Pr, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 277.
Dalam liturgi, seseorang diajak untuk kembali melihat kehidupannya. Kehidupan yang
didasari oleh cinta kasih Allah kepadanya. Maksudnya, Allah yang mengasihi dia dan Allah yang
rela melakukan segala hal demi kebaikan manusia. Maka seseorang yang sungguh menghayati dan
menganggap liturgi sebagai perayaan kehidupannya akan memahami bahwa liturgi menjadi
puncak perayaan syukurnya kepada Allah. 11
Segala tindakan Allah yang menyelamatkan melalui Kristus terjadi pula dalam kehidupan
kita sehari-hari yang berpuncak pada perayaan liturgi. Karena itu, ketika kita menyebut liturgi
sebagai perayaan misteri penyelamatan Allah melalui Kristus, sebenarnya kita berbicara mengenai
perayaan kehidupan kita sendiri bersama Allah.12
Maka manusia perlu menyadari hidupnya sebagai sesuatu yang berharga. Dengan begitu,
ia dapat senantiasa melihat bahwa Allah sungguh mengasihinya. Manusia akan mampu bersyukur
dalam perayaan liturgi yang ia rayakan setiap hari.
Salah satu tujuan dari formasi spiritualitas adalah agar orang percaya mengalami
pertumbuhan dalam relasinya dengan Tuhan yang ia percayai. Pertumbuhan itulah yang kemudian
menggiringnya menuju kepada kedewasaan penuh didalam Kristus, hal ini sejalan dengan apa
yang dikatakan oleh rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat Efesus. Sampai kita semua menuju
kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.13
Kedewasaan yang dimaksud adalah kedewasaan spiritualitas yang berpusat pada Kristus.
Karena itu kedewasaan spiritual mensyaratkan penataan ulang prioritas, berubah, dan belajar
menaati Allah. Kunci dari kedewasaan ini adalah kekonsistenan, ketekunan dalam melakukan hal
hal yang mendekatkan kita pada Allah lewat pembacaan dan mempelajari Alkitab, doa,
11
A. Chupungco, Introduction to the Liturgy, (Collegeville- Minnesota: Liturgical Press, 1997), 55.
12
A. Chupungco, Introduction to the Liturgy, (Collegeville- Minnesota: Liturgical Press, 1997), 57.
13
Irish V. Cully, Education for Spiritual Growth, (San Francisco: Harper and Row Publishers, 1984), 174.
Pertumbuhan spiritual adalah kombinasi dari nature and nurture yaitu sifat alam dan
lingkungan yang membentuknya. Ada banyak cara di mana pertumbuhan ini bisa terjadi, bukan
bergantung pada tingkat persepsi kesadaran spiritual tetapi pada keterlibatan masing-masing
pribadi dalam proses pertumbuhan spiritual yang terus menerus. Seperti relasi pada umumnya,
hidup bersama dengan Allah perlu ditumbuh kembangkan.15 Tuhan adalah inisiator, tetapi respons
manusia juga tidak kalah pentingnya.
Bagimanapun juga spiritualitas adalah proses yang menuju pada pertumbuhan, yaitu proses
yang terus menerus menumbuhkembangkan kedekatan hidup dengan Tuhan. Seperti halnya relasi
dengan orang lain, demikian juga relasi dengan Tuhan. Dalam berelasi, Allah adalah inisiator,
tetapi respons manusia juga penting. Artinya, formasi spiritual tidak boleh hanya berdasarkan
sesuatu yang kita lakukan melainkan sebuah proses yang dimulai dan ditopang Allah. 16
Kedewasaan Spiritualitas
Sedangkan tujuan akhir dari kedewasaan spiritual ini ialah meningkatnya kemampuan
untuk mengasihi dan dikasihi dalam relasi kita dengan Tuhan, gereja, dan dunia. Transformasi
(perubahan) yang terjadi karena karya Roh Kudus, lewat sarana kasih karunia.18 Dalam hal ini
14
Irish V. Cully, Education for Spiritual Growth, 177.
15
Irish V. Cully, Education for Spiritual Growth, 179.
16
Irish V. Cully, Education for Spiritual Growth, 179.
17
Judith K. TenElshof, and James L. Furrow, ―The Role of Secure Attachment In Predicting Spiritual Maturity of
Students at a Conservative Seminar dalam Journal of Psychology & Theology volume 28 (Summer 2000): 99-108.
18
Samuel Amirtham and Robin J. Pryor, Resources For Spiritual Formation in the Teological Education: The
Invitation to the Feast of Life, (Geneva: World Council of Churches, 1991), 155-156.
Akan tetapi, kedewasaan spiritual bukanlah sesuatu tujuan yang instan. Kedewasaan
spiritual membutuhkan sebuah proses yang panjang dan berkesinambungan. Layaknya seseorang
yang bersikap dewasa, kedewasaan spiritualitas juga membutuhkan perjuangan untuk
mencapainya. Ini tidak bisa dicapai jika seseorang tidak mau berjuang untuk mencapainya. Oleh
karena itu, orang yang dewasa secara spiritual adalah orang-orang yang terlibat secara dinamis,
aktif, dan agresif dalam kehidupan. Mereka adalah orang-orang yang mendedikasikan hidupnya
untuk mempelajari Alkitab, berdoa, bertumbuh secara spiritual, dan mengekspresikan iman
mereka dalam kehidupan sehari-hari, mempraktekkan ketenangan.19
Kesimpulan
Spiritualitas merujuk pada sikap seseorang dalam bertindak. Dalam hubungannya dengan
liturgi, spiritualitas mengharapkan adanya penghayatan dengan sungguh. Penghayatan ini akan
berbuah dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang mampu menghayati spiritualitas khususnya
dalam liturgi akan mampu memberikan manfaatnya bagi orang di sekitarnya. Maka spiritualitas
juga membutuhkan kedewasaan.
Refleksi
Spiritualitas merupakan hal yang bagi saya sesuatu yang sangat berat untuk dihayati, Saat
menuliskan paper ini saya sekaligus juga melihat kedalaman diri saya. Pertanyaan-pertanyaan
19
Samuel Amirtham and Robin J. Pryor, Resources For Spiritual Formation in the Teological Education: The
Invitation to the Feast of Life, 158.
20
Irish V. Cully, Education for Spiritual Growth, 185.
Ketika berbicara mengenai liturgi, entah itu ibadat harian atau perayaan ekaristi, saya
bersyukur karena diberikan kesempatan untuk setiap hari merayakannya. Perayaan yang selalu
menjadi pembuka dalam hidup saya sehari-hari.
Akan tetapi, saya sadar bahwa meski dirayakan setiap hari, hal ini kerapkali belumlah
berbuah dalam hidup saya. Saya kerapkali masih jatuh pada kelemahan-kelemahan duniawi. Saya
masih seringkali terbuai dan belum mampu memberikan buah-buah kepada sesama saya.
Seperti dalam isi paper saya, spiritualitas yang dewasa bukanlah proses sekali jadi. Selain
itu, dibutuhkan perjuangan juga untuk mencapainya. Maka, saya berniat untuk mengusahakan
kedewasaan spiritualitas dalam hidup saya. Kedewasaan yang mampu juga berbuah dalam
kehidupan saya maupun bagi sesama saya.
Oleh karena itu, saya juga sadar bahwa semua itu tidak dapat dilakukan dengan usaha saya
semata. Saya membutuhkan Tuhan dalam setiap usaha saya. Membangun relasi yang erat dengan
Tuhan saya butuhkan. Relasi yang akan senantiasa membantu saya dan membuat saya dapat berdiri
kembali jika saya terjatuh oleh karena kelemahan manusiawi saya.
Sumber Utama