Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktik Spiritualitas

Nama: Puji Purwaningsih Mata Kuliah: Teologi dan Praktik Spiritualitas

NIM: 20231090363 Dosen Pengampu: Ibu Rahmiati Tanudjaja

Praktik Spiritualitas Bagi Mahasiswa Seminari

A. Latar Belakang
Bagian integral dalam kehidupan mahasiswa teologi adalah kehidupan
spiritualitasnya. Mahasiswa seminari perlu untuk ditolong bagaimana memiliki kehidupan
spiritualitas yang baik. Sekolah Tinggi Teologi menyediakan sarana bagi mahasiswa untuk
mengembangkan praktik spiritualitas mereka. Baik melalui pembelajaran dosen, jam-jam
ibadah dan persekutuan pribadi. Kelelahan fisik karena banyaknya kegiatan dapat
1
mempengaruhi spiritualitas mahasiswa. Di sisi lain dalam banyak perbincangan, banyak
yang merasa mengalami kekeringan spiritual setelah memasuki seminari. Kegiatan berbau
spiritualitas rutin dan terjadwal seolah-olah hanya berlalu begitu saja. Tanpa ada kedalaman
relasi dengan Allah.2
Faktor spiritualitas menjadi bagian penting di mana dapat meningkatkan agilitas,
resiliensi, kharitas, integritas, dan profesionalitas. Salah satu sarana yang dapat menolong
mahasiswa teologi untuk dapat memiliki kehidupan spiritualitas yang baik adalah dengan
melakukan praktik-praktik spiritualitas. Oleh karena itu, ketika melihat persoalan mahasiswa
teologi di atas dan kemudian melihat kepada mahasiswa di Seminari Alkitab Asia Tenggara,
penulis tertarik untuk melakukan praktik spiritualitas bagi mahasiswa SAAT. Penerapan
dilakukan kepada 5 mahasiswa program Matrikulasi angkatan 2023. Dengan harapan praktik
spiritualitas ini dapat menolong dan memberikan cara bagaimana praktik ini dapat dilakukan
sendiri. Sekaligus dapat menjadi sarana alternatif melakukan praktik-praktik ibadah yang
dapat dipilih untuk membangun hubungan pribadi dengan Allah.
B. Landasan Teori

1 Adele Ahlberg Calhoun, Spiritual Disciplines Handbook: Practices That Transform Us (Downers Grove, Ill.:
InterVarsity Press, 2005), 61.
2 Obet Nego, “Spiritualitas Calvin Sebagai Spiritual Formation Mahasiswa Teologi” 1, no. 6 (Oktober 2019): 25–
26.
Spiritualitas mengacu pada kata Ibrani ruach –yang sering diterjemahkan sebagai
“spirit” atau roh dan diperluas menjadi “napas” and “angin”. Dengan demikian
spiritualitas diartikan sebagai “Spirituality” is thus about the life of faith – what drives and
motivates it, and what people find helpful in sustaining and developing it.” 3 Sedangkan
istilah spiritualitas Kristen merujuk kepada praktik kebaktian dalam kehidupan Kristen
baik pribadi maupun komunal yang telah dipupuk dan dikembangkan untuk membina
hubungan dengan Tuhan.4 Spiritualitas Kristen menurut Rahmiati berbicara tentang relasi
Tuhan dengan manusia di dalam anugerah penebusan Tuhan Yesus Kristus, yang
tercermin di dalam pernyataan untuk menguduskan Kristus di dalam seluruh kehidupan
kita (1Pet. 1:15).5 Pertumbuhan spiritualitas ini mencakup seluruh jenjang usia orang
percaya. Namun yang perlu diperhatikan adalah dimanakah letak pertumbuhan jemaat
secara rohani. Sehingga kita dapat memberikan praktik spiritualitas yang tepat berdasarkan
tingkat pertumbuhan rohaninya.

Adapun tahapan pertumbuhan yang digunakan untuk mengenali tahapan


pertumbuhan peserta adalah menggunakan tingkat pertumbuhan dalam majalah FOCUS.
Penulis mengkategorikan pertumbuhan dalam empat tahapan. Tahap pertama, exploring
Christ. Orang dalam kelompok ini adalah kelompok orang percaya tetapi mereka tidak
yakin Tuhan Yesus dan peran-Nya dalam kehidupan mereka. Tahap kedua, growing in
christ. Orang-orang dalam tahap ini memiliki persekutuan pribadi dengan Tuhan. Mereka
yakin dengan keselamatan dan kehidupan kekal tetapi mereja hanya mulai belajar apa
artinya memiliki relasi dengan Kristus. Tahap ketiga, close to Christ. Kelompok ini adalah
bergantung pada Kristus untuk kehidupan mereka. Mereka melihat Kristus sebagai pribadi
yang menolong mereka dalam kehidupan. Mereka memohon pertolongan dan pimpinan
untuk setiap hal yang mereka hadapi. Tahap keempat, Christ-Centered. Orang dalam
kelompok ini mengenali bahwa persekutuan dengan Kristus sebagai hal terpenting dalam
seluruh kehidupan. Mereka tahu seluruh kehidupan bergantung secara penuh kepada
Yesus dan rencana-Nya. Mereka menundukkan segala sesuatu kepada kehendak dan
keinginan Tuhan.6
Berdasarkan tahapan tersebut maka peneliti dapat mengenali peserta berada dalam
tahapan growing in Christ. Mereka adalah orang-orang yang telah memiliki kepastian
3 Alister E. McGrath, Christian Spirituality: An Introduction (Oxford: Blackwell, 1999), 16.
4 Ibid., 18.
5 Rahmiati Tanudjaja, Spiritualitas Kristen Dan Apologetika Kristen (Malang: Literatur SAAT, 2018), 10.
6 Greg L Hawkins and Parkinson Cally, “Focus: The Top Ten Things People Want and Need from You and Your
Church,” The Willow Creek Association, 2009, 19.
keselamatan dan hidup kekal. Mereka adalah orang-orang yang sedang belajar artinya
memiliki relasi dan membangun relasi dengan Allah. Dalam tahapan ini mereka mulai
mengeksplorasi dan mengembangkan relasi spiritualitas dengan Bapa.
C. Dasar Alkitab

Dengan melihat tahapan pertumbuhan peserta maka saya menetapkan satu


rancangan praktik spiritualitas untuk menguatkan identitas mereka sebagai anak Allah
yang dapat mendengar suara Allah dengan berbagai cara. Praktik-praktik yang menolong
mengembangkan spiritualitas mereka. Identitas anak Allah menjadi pondasi dasar
membangun relasi mereka dengan Tuhan. Seperti layaknya relasi antara ayah dengan
anak, mereka memerlukan kebergantungan bergantung penuh kepada Allah dalam
membangun spiritualitasnya.

Rahmiati menyatakan spiritualitas Kristen sejati adalah keberadaan seseorang yang


berada di dalam relasi yang benar dengan Allah, sesama dan ciptaan lain. Pandangan ini
didasarkan kepada tujuan awal penciptaaan manusia dalam Kejadian 1:26-28 dan Hukum
Terutama dalam Matius 22:37-39. Spiritualitas Kristen sejati menurut firman Tuhan
adalah sebuah keberadaan seseorang yang tahu bagaimana seharusnya berelasi dengan
Tuhan, sesama, diri sendiri dan ciptaan lain.7 Ia menjalani hidupnya berdasarkan apa yang
ia tahu tentang eksistensi dirinya bukan berdasarkan aktivitas rohani semata (Yes. 29:13).
Spiritualitas rohani adalah pertumbuhan sepanjang hidup yang dirindukan oleh Kristus dan
perlu kerja sama antara Dia dan orang percaya untuk membangunnya.

1. Spiritualitas Kristus
Tuhan Yesus selama masa pelayanan di dunia ia mengalami pertumbuhan secara
spiritualitas. Meskipun Kristus adalah sepenuhnya Allah tetapi ia juga sepenuhnya
manusia. Namun Ia mempercayakan dirinya kepada pengasuhan orangtuanya, Maria dan
Yusuf yang secara berkala membawanya ke Bait Allah. Dan sebagai orangtua Yahudi,
mereka pasti mengajarkan siapa Allah bagi Israel dan bagaimana membangun relasi
dengan Allah. Mereka juga pasti mengajarkan Taurat dan Kitab Para Nabi hingga masa di
mana Tuhan Yesus mencapai akil baligh.
Paling sedikit tercatat, Maria dan Yusuf membawa Tuhan Yesus untuk disunat
pada hari ke delapan sesuai dengan hukum Taurat (Luk. 2:21-39). Orangtua Tuhan Yesus
dicatat secara rutin, tiap tahun ke Bait Allah di Yerusalem. Kemudian pada umur 12 tahun

7 Tanudjaja, Spiritualitas Kristen Dan Apologetika Kristen, 19–20.


di Bait Allah ketika ia berdiskusi dengan guru-guru agama pada saat perayaan Paskah di
Yerusalem. Ia mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Alkitab
mencatat bahwa secara ia bertumbuh secara holistik, sosial, spiritual dan fisiknya (Luk.
2:52).
Selama masa pelayanannya, Tuhan Yesus membangun hubungan pribadi dengan
Bapa-Nya. Ia memiliki waktu-waktu berdoa bersama dengan Bapa. Ia berdoa secara rutin
sebelum waktu jaga malam. Ia berdoa ketika akan memilih dan mengutus para murid. Ia
berdoa bagi para murid. Ia berdoa ketika akan disalibkan di taman Getsemani dan di akhir
hidup-Nya di kayu salib Ia berseru kepada Bapa. (Mrk. 1:35; Yoh. 17; Mrk. 14:32-42;
Luk. 22:39-46; 23:34; Mat. 26:36-46; 27:46). Ia telah belajar taat dalam keadaannya
sebagai manusia bahkan sampai mati di kayu salib.
Panggilan orang percaya untuk bertumbuh semakin serupa dengan Kristus. Supaya
setiap orang percaya dapat hidup memancarkan kemuliaan Tuhan. Dan dalam kemuliaan
yang datangnya dari Roh, maka orang percaya diubah akan menjadi semakin serupa
dengan gambar Allah dalam kemuliaan yang semakin besar. (Rm. 8:28-30; Rm. 12:2;
2Kor. 3:18). Pada saat orang percaya Ia menerima benih Ilahi. Roh Kudus yang akan
terus menolongnya bertumbuh secara spiritual semakin mengenal Allah (Yoh.14:26; 1Kor.
12:12). Roh Kudus akan mengerjakan pembaharuan dalam diri orang percaya (Tit. 3:5).
Pertumbuhan secara holistik menuju keserupaan dengan Kristus Allah mungkinkan
karena karya penebusannya. Ia memberikan Roh Kudus untuk menolong seorang
bertumbuh. Ia menyediakan firman Tuhan sebagai sarana penyataan tertulis yang akan
menolong mereka mengenal Allah (2Tim.3:16; Kol.3:16). Semua tujuan diatas tercapai
bukan hanya pekerjaan Roh Kudus tetapi juga perlu keterlibatan orang percaya dalam
membangun spiritualitasnya. Spiritualitas yang dibangun berdasarkan latihan ibadah
(godliness; pelatihan Roh). Maka perlu dibangun kehidupan spiritualitas yang dalam untuk
makin serupa Dia sebagai anak Allah.
2. Spiritualitas orang percaya

Identitas yang perlu dikokohkan dalam relasi dengan Bapa adalah identitas sebagai
anak Allah. Dasar ayat yang digunakan dalam Yohanes 1:12-13, 3:16; Galatia 4:6; 1
Timotius 4:8 dan Roma 8:15. Dalam relasi dengan Allah, orang percaya adalah anak dan
Allah adalah Bapa. Sebuah relasi yang menandakan kedekatan dengan Bapa. Orang
percaya perlu menyadari sebagai anak Allah memiliki relasi dengan Allah sebagai tanda
hidup kekal. Sebuah kehidupan dalam pengenalan akan Allah yang semakin hari semakin
bertumbuh. Sebagai anak Allah orang percaya memiliki tanggung jawab untuk melakukan
praktik spiritualitas untuk menolongnya semakin mengenal Bapa.

Bagian kedua dalam Yohanes 15:1-8 Tuhan Yesus memberikan satu ilustrasi yang
baik bahwa orang percaya adalah ranting yang melekat pada pokok anggur. Mereka bukan
lagi ranting yang lepas, tidak terhubung dengan Kristus sebagai pokok keselamatan.
Mereka adalah ranting yang sudah terhubung. Seperti kabel yang sudah terhubung dengan
sumber arus listrik. Kemelekatan kepada pokok anggur menunjukkan bahwa pertumbuhan
spiritualitas bukan sesuatu yang mustahil untuk dicapai. Setiap orang percaya pasti
melekat pada pokok anggur dan berbuah. Melekat adalah memakai setiap sarana anugerah
di mana Allah dapat dengan leluasa menyalurkan seluruh keberadaan diri-Nya. Maka pada
bagian ini para konseli akan merenungkan kehidupan mereka sebagai ranting yang
melekat pada pokok anggur. Mestinya berbuah. Seperti apakah buah yang dihasilkan
bergantung nutrisi-nutrisi rohani yang tersalur dalam relasi kita dengan Bapa.

Semua hal diatas terjadi jika Allah sebagai Bapa mau menyatakan diri-Nya kepada
orang percaya. Ada berbagai cara Allah menyatakan diri. Tidak hanya melalui persekutuan
pribadi dalam doa, membaca firman maupun persekutuan. Alam semesta juga dapat
menjadi salah satu sarana Allah menyatakan diri-Nya (Rm. 1:18-23 Mzm.8:2) karya-
karyanya dan inkarnasi Kristus (Ibr. 1:1-2) dan melalui suara Roh Kudus dalam hati
8
nurani (Rm. 8:15-17; 1 Kor. 2:14-16;). Alam semesta dapat dipahami dengan tepat
bergantung kepada pekerjaan Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya. Roh Kudus
inilah yang menghubungkan kita kembali dengan Bapa (Rm. 8:15-17; 1 Kor.2:14-16; Tit.
3:15).9

D. Landasan Historis
Landasan historis yang digunakan untuk menjelaskan kepada para peserta adalah
pengajaran dari bapa-bapa gereja mengenai spiritualitas Kristen. Pertama, pandangan
Athanasius (c.296–373) yang menyatakan christian needs to do is to try their best to walk
on the way to God by contemplating God with a pure soul through virtuous life. 10
Athanasius memberikan penekanan spiritualitas dan kristologi. Hanya Allah yang dapat
menyelamatkan ciptaan melalui penebusan dalam Kristus. Ia menyatakan bahwa orang

8 John H. Coe, ed., Embracing Contemplation: Reclaiming a Christian Spiritual Practice (Downers Grove:
InterVarsity Press, 2019), 38.
9 Ibid.
10 Nathan K.K. NG, “The Spirituality of Athanasius: A Key for Proper Understanding of His Life and Thought,” 5,
accessed November 20, 2023, https://era.ed.ac.uk/handle/1842/30576.
Kristen menyembah dan berdoa kepada Yesus Kristus. Hal ini untuk menanggapi
pandangan bahwa Yesus hanyalah ciptaan. Penyembahan merupakan wujud pengakuan
11
bahwa Yesus adalah Allah yang berinkarnasi. Doktrin inkarnasi Kristus menjadi sangat
penting bagi spiritualitas Kristen dan perlu untuk direnungkan dalam praktik spiritualitas.
Doktrin inkarnasi memberikan penekanan kepada pengetahuan akan Allah, penderitaan
Allah dan penegasan komitmen Allah terhadap tatanan ciptaan.12
Kedua, pandangan Augustine dari Hippo (354–430) spiritualitas adalah “is a unique
way of living the Gospel (the following of Christ) “I looked for You everywhere, and You
were within me all the time”. Spiritualitas merupakan sikap pikiran dan batin yang
permanen yang diperoleh melalui sikap asimilasi pribadi dari nilai Injili dalam dialog
antara pribadi dengan umat manusia secara keseluruhan sebagai pilihan dan dijadikan
sebagai pusat gaya hidup dengan penekanan dan perhatian yang tepat. Sehingga
menciptakan kehidupan yang harmonis, dengan keragaman dan perbedaan karunia yang
diakui dan dirayakan sebagai sacramentum caritatis. Kehidupan yang menekankan mutual
sharing of charity (Kis. 4:32-35) yang muncul dari kehidupan kontemplasi yang penuh
doa.13
Ketiga, pandangan Martin Luther (1483–1546). Ia menyatakan the spiritual virtuoso
he completely devoted his life to religious study and practice. His intense commitment to
spiritual perfection resembled the perseverance of outstanding virtuosi in fields like
music, athletics or dance. Sebagai seorang ahli spiritual, ia sepenuhnya mengabdikan
hidupnya untuk mempelajari dan mempraktikkan agama. Kehidupan spiritual Martin
Luther sangat terkait dengan mistisisme yang dikenal dengan faith mysticism. Meliputi
perjalanan spiritual Luther sendiri melibatkan pengalaman-pengalaman dengan Allah yang
hidup. Spiritualitas Luther berbicara secara langsung sebagai persatuan jiwa dengan Tuhan
melalui iman. Ia memakai gambaran pernikahan dalam surat Paulus dalam Efesus 5:21-33.
Mistisisme iman Luther berakar pada descent theology. Sebuah aliran mistisisme yang
menggunakan kata ascent pendakian yang menggambarkan kehidupan spiritual sebagai
menaiki tangga Ilahi menuju persatuan dengan Tuhan.14

11 McGrath, Christian Spirituality, 72.


12 Ibid., 73.
13 Fr. Joseph Farrell, “Augustinian Spirituality (Unitas in Caritas),” General Secretariat For the Synod of Bishops
(2023 2021): 2–3.
14 Daniel L Brunner, “Luther’s Mysticism, Pietism, and Contemplative Spirituality,” Portland Seminary 40, no. 1
(Winter 2020): 21–22.
Keempat. John Calvin (1509–64) menurut Calvin fromasi spiritual adalah we
understand that we are in a personal relationship with God as creator, so we must grow
into knowing him by faith in Christ. John calvin menunjukkan bahwa perjumpaan orang
Kristen dengan Allah bersifat transformatif. Mengenal Allah berarti hidup yang diubahkan
oleh Allah. Pengetahuan yang sejati tentang Allah menuntun kepada penyembahan karena
orang percaya mengalami perjumpaan dengan Allah yang hidup. Pengetahuan yang
mempengaruhi hati dan pikiran. Pengetahuan akan Allah sebagai isi obyektif dari iman
dan tindakan sub-obyektif dari percaya.15
Pengembangan praktik spiritualitas sebagai mahasiswa seminarian perlu ditekankan
agar pengetahuan teologi tidak hanya berhenti pada tataran kognitif saja. Namun dapat
mengubah hati, pikiran dan cara hidup mereka. Sehingga mempengaruhi bagaimana
mereka berpikir dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
E. Bentuk Praktik Spiritualitas yang digunakan
1. Visio Divina
Tema utama pembahasan natur manusia adalah gagasan manusia diciptakan serupa
dengan Allah (Kej. 1:27). Ide ini jelas relevan dengan spiritualitas. Jika manusia diciptakan
segambar dengan Allah artinya manusia memiliki kapasitas berelasi dengan Allah. 16
Perkembangan spiritualitas dihasilkan dari interaksi manusia dengan sarana anugerah Allah.
Termasuk anugerah umum Allah melalui ciptaan. 17 Doktrin penciptaan memberikan sejumlah
implikasi kepada spiritualitas kristen, paling sedikit perlu dicatat ada dua hal. Pertama,
doktrin penciptaan menyatakan kebaikan ciptaan. Kedua, ciptaan menyatakan sesuatu tentang
Allah.
Selain itu doktrin penciptaan juga memberikan sebuah stimulus bagaimana
mempelajari alam sebagai sesuatu yang dapat memberikan kepada kita pelajaran tentang
kebijaksanaan dan kebesaran Tuhan. Dalam setiap peristiwa alam dan ciptaan yang dapat
membawa manusia menikmati kehadiran Allah yang berbicara melalui ciptaan dengan tujuan
18
to worship God in the beauty of created things (Mzm. 8:2; 19:1-4; 24:1). Seroang teolog
abad Pencerahan Jean Bodin (1539–96) menyebut alam sebagai the Theater of the Universe
of Nature. Maka untuk dapat mengenal Allah melalui ciptaan perlu we have come into this
theater of the world for no other reason than to understand the admirable power, goodness

15 McGrath, Christian Spirituality, 42.


16 Ibid., 56.
17 Ibid., 58.
18 Ibid., 54.
and wisdom of the most excellent creator of all things.19 Sementara Barbara Brown Taylor
menyebutnya sebagai altar in the World dengan meletakkan altar kecil dalam hati kita di
mana kita dapat menghormati dan melihat pekerjaan tangan Tuhan melalui melihat ciptaan. 20
Visio divina adalah salah satu cara praktik spiritualitas berdoa dari Alkitab. Visio
divina adalah sebuah holy seeing, sebuah cara berdoa dengan indra penglihatan kita. Selama
beberapa abad gereja memakai benda-benda, salib, gelas kaca, mozaik, karya seni dan patung
dalam gereja sebagai undangan berdiam di hadapan Tuhan. Visio divina dilakukan dengan
cara berdiam di hadapan ciptaan dan memberikan perhatian bagaimana Tuhan kepada kita
lewat melihat alam, bagaimana Allah berbicara secara Ilahi dalam ciptaan.
Maka pada bagian ini para peserta yang hadir diberikan kesempatan setelah
bersama-sama memuji Tuhan dalam satu ruangan untuk keluar ruangan. Mereka dipersilakan
untuk memperhatikan ciptaan Allah di taman Kampus. Mereka dapat mengamati apa saja
ciptaan Allah yang ada di sana dan belajar mendengar Allah berbicara apa melalui hal itu.
Alokasi waktu yang diberikan adalah 20 menit dan setelah itu peserta kembali. Mereka
membagikan apa yang Tuhan nyatakan melalui ciptaan yang mereka perhatikan. Kemudian
diakhiri dengan memuji Tuhan bersama yang menyatakan alam semesta menyatakan
kebesaran Tuhan.
2. Ikonografi
Secara historis ikonografi adalah cara merenungkan Allah dengan gambar visual
orang-orang Kudus, karakter. tokoh-tokoh dan peristiwa dalam Alkitab (Kej. 1:27; Kel.31:1-
21
5; Kol.1:15, Why. 22:4). Benda-benda ciptaan manusia yang mewakili peristiwa-peristiwa
dalam Alkitab dapat menjadi sarana Allah berbicara kepada orang percaya. Hal-hal yang
dapat dilakukan dengan menggambar sebuah benda, berdoa dan bermeditasi dengan gambar
dan benda-benda.

Ikon berasal dari bahasa Yunani eikon likeness, image or picture (Kej. 1:27;
Kol.1:15). Rasul Paulus memakai kata ini untuk menjelaskan Tuhan Yesus sebagai gambar
(eikon) dari Allah yang tidak kelihatan. Ikon atau gambar dari karakter Alkitab, peristiwa,
orang-orang Kudus, para martir dan Tuhan Yesus sering digunakan dalam gereja selama
delapan ratus tahun terakhir. Namun ikon bukan karya seni yang disembah manusia. Mereka
adalah alat bantu visual untuk mengkomunikasikan realitas kebenaran spiritual yang tidak

19 Ibid., 55.
20 Calhoun, Spiritual Disciplines Handbook, 66.
21 Ibid., 87.
berubah.22 Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh John of Damascus (AD 730). “When
God is seen clothed in flesh, and conversing with men, I make an image of the God whom I
see. I do not worship matter, I worship the God of matter, who became matter for my sake,
23
and deigned to inhabit matter, who worked out my salvation through matter.” Benda-
benda ini akan memimpin masuk dalam doa dan mengingatkan akan realitas materi. Namun
juga sebagai sarana Allah mengkomunikasikan sesuatu kepada manusia.

Ikonografi yang dipakai dalam praktik spiritualitas ini adalah mahkota duri dan
segumpal kertas usang yang diberikan kepada masing-masing peserta. Setelah memuji Tuhan
bersama mereka diberikan waktu dua puluh menit untuk melihat, dan memegang benda
tersebut. Pada waktu ini mereka diminta untuk merenungkan kembali dengan melihat dua
benda tersebut, mahkota duri dan kertas kucel, tentang siapa diri mereka. Setelah waktu
selesai, para peserta diminta untuk membagikan pengalaman mereka berkomunikasi dengan
Allah lewat kedua ikon tersebut.

F. Laporan Kegiatan Praktik Spiritualitas


1. Laporan Pelaksanaan
1. Hari dan tanggal pelaksanaan: Sabtu, 11 November 2023
2. Pukul: 14.30-16.30
3. Ruang: Bezaleel
4. Peserta: 5 orang
a. Mahasiswa matrikulasi 3 orang: Ida Hasian Sinaga, Nadhia Rema, Fallen Setiawi
Pada awalnya peserta yang bersedia dari Program Matrikulasi 2023 STT SAAT.
Namun satu mahasiswa berhalangan ikut karena sakit dan satu orang menjaga di
rumah sakit sehingga mencari penggantinya dari mahasiswa Program Sarjana
Teologi yang bersedia.
b. Mahasiswa S.Th. 2023: Eiren Lius dan Felisia Benendicta
5. Susunan acara:
a. Pengenalan praktik spiritualitas: 14.30-15.14.45
b. Persiapan Visio Divina: 14.45-15.00
c. Praktik Visio Divina: 15.00-15.20
d. Sharing Visio Divina: 15.20-15.40
e. Break session: 15.40-15.45

22 Ibid., 89.
23 Ibid., 87.
f. Persiapan Ikonografi: 15.45-15.55
g. Praktik Ikonografi: 15.55-16.15
h. Sharing Ikonografi: 16.15-16.30
i. Snack:16.30-16.40
6. Hasil perjalanan spiritual para peserta
1. Ida Hasian Sinaga

● Visio Divina

Saat berjalan-jalan di sekitar SAAT saya perlu beberapa waktu untuk


mengkoneksikan pikiran, perasaan, dan pandangan saya kepada alam. Saya
mulai dengan mengamat-amati tumbuh-tumbuhan yang ada di sepanjang jalan
menuju lorong Asrama JM. Saya mengamati bunga-bunga yang sedang
bermekaran. Saya melihat detail dari daun satu dengan yang lain. Pengamatan
itu membuat saya kagum akan Allah Sang Pencipta, karena dari jenis tanaman
yang sama meskipun pokok pohonnya berbeda bisa dihasilkan bunga dengan
warna yang berbeda dan begitu indah. Lalu saya melanjutkan perjalanan ke
halaman di depan asrama JM dan berjongkok di daerah itu. Saya memandangi
langit yang kala itu lumayan mendung dan terlihat sepertinya sangat jauh untuk
digapai. Saya melihat Allah yang begitu besar dan hebat melebihi semuanya
itu. Allah yang besar dan hebat itu mau datang ke tengah dunia untuk menebus
saya yang berdosa ini. Dia mau mengambil rupa sama seperti saya yang hina
ini. Sungguh tak bisa saya membayangkannya, saya hanya mampu mengucap
syukur akan kebaikan Allah.

● Ikonografi

Saat saya melihat ikon yang diberikan untuk diamati. Saya mengasosiasikan
benda itu adalah mahkota duri yang dikenakan pada Yesus Kristus. Saya
mencoba menekan mahkota duri itu di kepala saya. Pastinya saya merasakan
sakit. Hal itulah yang dirasakan oleh Yesus pada saat itu, bukan hanya sakit
fisik yang ditanggungnya, jauh lebih besar Dia menanggung dosa umat
manusia. Dia Allah yang mau datang untuk memulihkan gambar dan rupa
Allah dalam diri orang yang percaya pada-Nya. Ikon kertas yang diberikan
sebentar lagi akan dibuang dan dibakar (menunjukkan manusia berdosa),
namun oleh kasihnya Ia memulihkan kertas itu sedemikian rupa, meskipun
masih ada lecet-lecetnya. Saya sangat butuh bergantung pada Tuhan karena
lecet-lecet itu masih ada dalam diri saya, saya harus terus mencari Tuhan
karena hanya dengan Tuhanlah saya bisa menang melawan lecet-lecet yang
masih tersisa itu.
2. Falen Setiawi

● Visio Divina:

Ketika saya melihat alam di sekitar SAAT, saya memperhatikan pohon", bunga,
tanaman dan daun" yang berjatuhan, serta burung" yang berkicau dan beterbangan.
Melihat semua ciptaan Tuhan diciptakan dengan begitu unik dan detailnya
mengingatkan saya akan Tuhan yang selalu memperhatikan semua makhluk
ciptaan-Nya termasuk saya. Tuhan tidak pernah asal-asalan di dalam menciptakan
ciptaan-Nya semua diciptakan Tuhan dengan begitu uniknya untuk saling
melengkapi

● Ikonografi

Ketika memegang kantong mahkota duri yang masih dibungkus dengan kantong
hitam tidak terlalu merasakan sakit cuma sudah bisa merasakan ada yg bisa
menusuk. Sekali dibuka dan dikeluarkan mahkota duri ini sangat sakit ketika
dipegang dan sangat bisa untuk melukai tangan saya. Hal ini seperti mengingatkan
saya akan bahayanya dosa yang mengikat manusia dan akan sakitnya hukuman
yang akan diterima manusia akibat dosa, tetapi semua itu ditanggung oleh Yesus
Kristus. Dia mati di atas kayu salib untuk menanggung hukuman dosa manusia
yang berdosa. Dia memakai mahkota duri di kepala-Nya, dicambuk dan dihina
untuk kesalahan yang tidak Dia lakukan.

Untuk kertas yang sudah dironyokkan terlihat seperti kertas yang sudah
sepantasnya dibuang, tetapi waktu saya membuka kertas itu ternyata adalah kertas
yang berisi lirik lagu Masta kami "Gemakan Firman-Mu". Ini kembali
mengingatkan saya dengan kondisi saya memang sudah ronyok dan sepertinya
sudah layak untuk dibuang tetapi Tuhan menganggap saya sangat berharga. Dia
mau mengangkat saya dan menjadikan saya sebagai alat-Nya untuk menggemakan
firman-Nya. Di sinilah menjadi sarana Tuhan untuk memproses saya.
3. Nadhia Rhema

● Visio Divina

Ada dua hal yang membuat bersyukur. Pertama, suara kicauan burung yang
tidak fals, bukti bahwa burung saja yang tidak bertuan dipelihara dan bisa
berkicau dengan indah tanpa sumbang suaranya, bunga bakung yang tidak
menanam juga dipelihara terlebih hidup saya yang Tuhan pelihara dan
dicukupkan selalu. Kedua, Pohon-pohon sehabis hujan. Memberikan refleksi
bahwa mungkin sering kita lewat tetapi kayak gersang gitu dan kering tetapi
pas hujan dan setelah hujan justru nampak sangat segar dan keluar warnanya
yang indah. Terkadang dalam hidup juga perlu hujan itu untuk menyejukan hati
yang kering dan gersang. Hujan firman Tuhan untuk selalu memberikan
kesegaran dalam hidup kita.

● Ikonografi

Kertas yang lecek, tidak berbentuk di tangan orang yang salah bisa aja
langsung dibuang dan tidak digunakan lagi. Itulah gambar kita sebagai
manusia yang berdosa dan tidak layak tetapi Tuhan tidak memandang hina dan
justru mengasihi dan menyayangi kita sepenuh hati, bahkan memperbaharui
hidup kita
- kawat yang merepresentasikan mahkota duri. Kita sebagai manusia bisa saja
memegang benda itu bisa sakit dan memilih untuk tidak pegang bagian yang
sakit. Tetapi Tuhan mengambil rasa sakit itu bahkan lebih sakit daripada kawat
itu untuk menebus dosa kita dan mendamaikan hidup kita dengan Allah.
- Kertas dan kawat menjadi pengingat bahwa manusia yang tidak layak seperti
kertas lecek itu Tuhan pilih dan selamatkan melalui pengorbanan Tuhan Yesus
di kayu salib sebagai bentuk kasih-Nya bagi kita.
4. Eiren Lius (S.Th.2023)

● Visio divina

Melalui hujan, Tuhan ingin menyampaikan bahwa, jika bukan Dia yang
mengijinkan mungkin sore ini tidak akan hujan. Mengingatkan bahwa Tuhanlah
yang pegang kendali akan hal yang ada.
● Ikonografi

Melalui benda ini (mahkota duri) mengingatkan bahwa, gelang ini bagus
kelihatannya tapi nyakitin setelah itu. Pasti kita buang karena nyakitin dan tidak
berguna. Kertas yang hancur ronyok sudah tidak bisa dibuat sekalipun bisa sudah
tidak bagus lagi. Kita yang sekalipun jatuh dalam dosa masih berharga dimata
Allah masih mau Allah selamatkan begitu berharganya ciptaan-Nya
5. Felicia Benedicta (S.Th.2023)

● Visio Divina.

Dari refleksi pertama saya merasa bahwa Tuhan sangat memperhatikan


detail-detail kecil pada “teater” Allah. Saya merenungkan bahwa hal sekecil
rumput saja Tuhan pelihara, apalagi kita sebagai manusia. Saya merefleksikan
mungkin seringkali saya masih memiliki rasa khawatir akan hari esok, akan masa
depan saya, akan tugas tugas. Sehingga saya dapat semakin bersyukur atas setiap
hal kecil yang terjadi dalam hidup saya. Saya bersyukur karena sadar bahwa hanya
karena anugerah-Nya kita dapat memuji-Nya.

● Ikonografi

Melalui refleksi dari tahap ini, disediakan kawat dan kertas yang sudah di
gumpal dan lecek. Ketika saya memegang dan membuka kertas yang sudah di
gumpal ini hal pertama yang saya rasakan adalah suatu perasaan sedih atau sakit
dalam hati saya, rasanya berat untuk membukanya dan sangat berhati-hati. Ketika
saya merasakan tekstur dari terta steruse but yang sudah tidak dapat diubah
menjadi kertas yang baru lagi, rasanya kertas ini sudah tidak ada gunanya dan
hanya akan dibuang. Namun, setelah saya lihat dari perspektif berbeda, tekstur ini
dapat menjadi sebuah karya yang unik dari setiap lekukan yang ada dikarenakan
lecek. Saya membayangkan jika kertas itu adalah kita manusia berdosa yang sudah
hancur yang mungkin tidak ada harapan pada kita, tetapi hanya karena kristus yang
sudah mau menyelamatkan kita yang udah ga layak ini, bahkan masih mau dipakai
menjadi alat-Nya. Saya kembali diingatkan bahwa Tuhan sebegitu baiknya dalam
hidup saya.
Hampir sama halnya dengan ketika saya memegang kawat itu, hal pertama
yang saya pikirkan adalah ini menggambarkan mahkota duri yang dikenakan
Yesus. Ketika saya menyentuhnya saja sudah terasa sakit, saya tidak bisa
membayangkan bagaimana rasa sakit yang dialami Yesus pada saat itu.

G. Evaluasi Pribadi

Evaluasi yang dapat saya berikan untuk praktik spiritualitas ini yakni, pertama,
melaksanakan praktik ini berharap cuaca akan cerah. Namun ternyata lewat cuaca hujan yang
mengguyur sebelum praktek dimulai dipakai Tuhan untuk berbicara kepada para peserta.
Cara pikir manusia tidak bisa dibatasi oleh manusia. Kedua, praktik spiritualitas ini dapat
dipakai kepada jemaat atau orang Kristen dalam tahap pertumbuhan mana pun. Peserta yang
mengikuti praktik spiritualitas ini memiliki tahapan pertumbuhan dan tingkat kedewasaan
yang berbeda-beda. Namun dengan cara-Nya yang unik Tuhan berbicara kepada masing-
masing mereka. Ketiga, dari sisi saya sebagai fasilitator praktik ini perlu memberikan arahan-
arahan yang jelas, tetapi bersyukur di tengah keterbatasan untuk bisa menjelaskan Tuhan
menolong. Kesempatan berharga bisa menolong orang lain menerapkan praktik spiritualitas
kepada para mahasiswa seminari. Melihat bagaimana Allah dapat berbicara kepada anak-
anak-Nya lewat berbagai cara.

Bibliografi

Brunner, Daniel L. “Luther’s Mysticism, Pietism, and Contemplative Spirituality.” Portland


Seminary 40, no. 1 (Winter 2020): 21–28.

Calhoun, Adele Ahlberg. Spiritual Disciplines Handbook: Practices That Transform Us.
Downers Grove, Ill.: InterVarsity Press, 2005.

Coe, John H., ed. Embracing Contemplation: Reclaiming a Christian Spiritual Practice.
Downers Grove: InterVarsity Press, 2019.

Farrell, Fr. Joseph. “Augustinian Spirituality (Unitas in Caritas).” General Secretariat For
the Synod of Bishops (2023 2021): 1–7.

Hawkins, Greg L, and Parkinson Cally. “Focus: The Top Ten Things People Want and Need
from You and Your Church.” The Willow Creek Association, 2009.
McGrath, Alister E. Christian Spirituality: An Introduction. Oxford: Blackwell, 1999.

Nego, Obet. “SPiritualitas Calvin Sebagai Spiritual Formation Mahasiswa Teologi” 1, no. 6
(Oktober 2019): 24–35.

NG, Nathan K.K. “The Spirituality of Athanasius: A Key for Proper Understanding of His
Life and Thought.” Accessed November 20, 2023.
https://era.ed.ac.uk/handle/1842/30576.

Tanudjaja, Rahmiati. Spiritualitas Kristen Dan Apologetika Kristen. Malang: Literatur


SAAT, 2018.

Anda mungkin juga menyukai