A. Latar Belakang
Bagian integral dalam kehidupan mahasiswa teologi adalah kehidupan
spiritualitasnya. Mahasiswa seminari perlu untuk ditolong bagaimana memiliki kehidupan
spiritualitas yang baik. Sekolah Tinggi Teologi menyediakan sarana bagi mahasiswa untuk
mengembangkan praktik spiritualitas mereka. Baik melalui pembelajaran dosen, jam-jam
ibadah dan persekutuan pribadi. Kelelahan fisik karena banyaknya kegiatan dapat
1
mempengaruhi spiritualitas mahasiswa. Di sisi lain dalam banyak perbincangan, banyak
yang merasa mengalami kekeringan spiritual setelah memasuki seminari. Kegiatan berbau
spiritualitas rutin dan terjadwal seolah-olah hanya berlalu begitu saja. Tanpa ada kedalaman
relasi dengan Allah.2
Faktor spiritualitas menjadi bagian penting di mana dapat meningkatkan agilitas,
resiliensi, kharitas, integritas, dan profesionalitas. Salah satu sarana yang dapat menolong
mahasiswa teologi untuk dapat memiliki kehidupan spiritualitas yang baik adalah dengan
melakukan praktik-praktik spiritualitas. Oleh karena itu, ketika melihat persoalan mahasiswa
teologi di atas dan kemudian melihat kepada mahasiswa di Seminari Alkitab Asia Tenggara,
penulis tertarik untuk melakukan praktik spiritualitas bagi mahasiswa SAAT. Penerapan
dilakukan kepada 5 mahasiswa program Matrikulasi angkatan 2023. Dengan harapan praktik
spiritualitas ini dapat menolong dan memberikan cara bagaimana praktik ini dapat dilakukan
sendiri. Sekaligus dapat menjadi sarana alternatif melakukan praktik-praktik ibadah yang
dapat dipilih untuk membangun hubungan pribadi dengan Allah.
B. Landasan Teori
1 Adele Ahlberg Calhoun, Spiritual Disciplines Handbook: Practices That Transform Us (Downers Grove, Ill.:
InterVarsity Press, 2005), 61.
2 Obet Nego, “Spiritualitas Calvin Sebagai Spiritual Formation Mahasiswa Teologi” 1, no. 6 (Oktober 2019): 25–
26.
Spiritualitas mengacu pada kata Ibrani ruach –yang sering diterjemahkan sebagai
“spirit” atau roh dan diperluas menjadi “napas” and “angin”. Dengan demikian
spiritualitas diartikan sebagai “Spirituality” is thus about the life of faith – what drives and
motivates it, and what people find helpful in sustaining and developing it.” 3 Sedangkan
istilah spiritualitas Kristen merujuk kepada praktik kebaktian dalam kehidupan Kristen
baik pribadi maupun komunal yang telah dipupuk dan dikembangkan untuk membina
hubungan dengan Tuhan.4 Spiritualitas Kristen menurut Rahmiati berbicara tentang relasi
Tuhan dengan manusia di dalam anugerah penebusan Tuhan Yesus Kristus, yang
tercermin di dalam pernyataan untuk menguduskan Kristus di dalam seluruh kehidupan
kita (1Pet. 1:15).5 Pertumbuhan spiritualitas ini mencakup seluruh jenjang usia orang
percaya. Namun yang perlu diperhatikan adalah dimanakah letak pertumbuhan jemaat
secara rohani. Sehingga kita dapat memberikan praktik spiritualitas yang tepat berdasarkan
tingkat pertumbuhan rohaninya.
1. Spiritualitas Kristus
Tuhan Yesus selama masa pelayanan di dunia ia mengalami pertumbuhan secara
spiritualitas. Meskipun Kristus adalah sepenuhnya Allah tetapi ia juga sepenuhnya
manusia. Namun Ia mempercayakan dirinya kepada pengasuhan orangtuanya, Maria dan
Yusuf yang secara berkala membawanya ke Bait Allah. Dan sebagai orangtua Yahudi,
mereka pasti mengajarkan siapa Allah bagi Israel dan bagaimana membangun relasi
dengan Allah. Mereka juga pasti mengajarkan Taurat dan Kitab Para Nabi hingga masa di
mana Tuhan Yesus mencapai akil baligh.
Paling sedikit tercatat, Maria dan Yusuf membawa Tuhan Yesus untuk disunat
pada hari ke delapan sesuai dengan hukum Taurat (Luk. 2:21-39). Orangtua Tuhan Yesus
dicatat secara rutin, tiap tahun ke Bait Allah di Yerusalem. Kemudian pada umur 12 tahun
Identitas yang perlu dikokohkan dalam relasi dengan Bapa adalah identitas sebagai
anak Allah. Dasar ayat yang digunakan dalam Yohanes 1:12-13, 3:16; Galatia 4:6; 1
Timotius 4:8 dan Roma 8:15. Dalam relasi dengan Allah, orang percaya adalah anak dan
Allah adalah Bapa. Sebuah relasi yang menandakan kedekatan dengan Bapa. Orang
percaya perlu menyadari sebagai anak Allah memiliki relasi dengan Allah sebagai tanda
hidup kekal. Sebuah kehidupan dalam pengenalan akan Allah yang semakin hari semakin
bertumbuh. Sebagai anak Allah orang percaya memiliki tanggung jawab untuk melakukan
praktik spiritualitas untuk menolongnya semakin mengenal Bapa.
Bagian kedua dalam Yohanes 15:1-8 Tuhan Yesus memberikan satu ilustrasi yang
baik bahwa orang percaya adalah ranting yang melekat pada pokok anggur. Mereka bukan
lagi ranting yang lepas, tidak terhubung dengan Kristus sebagai pokok keselamatan.
Mereka adalah ranting yang sudah terhubung. Seperti kabel yang sudah terhubung dengan
sumber arus listrik. Kemelekatan kepada pokok anggur menunjukkan bahwa pertumbuhan
spiritualitas bukan sesuatu yang mustahil untuk dicapai. Setiap orang percaya pasti
melekat pada pokok anggur dan berbuah. Melekat adalah memakai setiap sarana anugerah
di mana Allah dapat dengan leluasa menyalurkan seluruh keberadaan diri-Nya. Maka pada
bagian ini para konseli akan merenungkan kehidupan mereka sebagai ranting yang
melekat pada pokok anggur. Mestinya berbuah. Seperti apakah buah yang dihasilkan
bergantung nutrisi-nutrisi rohani yang tersalur dalam relasi kita dengan Bapa.
Semua hal diatas terjadi jika Allah sebagai Bapa mau menyatakan diri-Nya kepada
orang percaya. Ada berbagai cara Allah menyatakan diri. Tidak hanya melalui persekutuan
pribadi dalam doa, membaca firman maupun persekutuan. Alam semesta juga dapat
menjadi salah satu sarana Allah menyatakan diri-Nya (Rm. 1:18-23 Mzm.8:2) karya-
karyanya dan inkarnasi Kristus (Ibr. 1:1-2) dan melalui suara Roh Kudus dalam hati
8
nurani (Rm. 8:15-17; 1 Kor. 2:14-16;). Alam semesta dapat dipahami dengan tepat
bergantung kepada pekerjaan Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya. Roh Kudus
inilah yang menghubungkan kita kembali dengan Bapa (Rm. 8:15-17; 1 Kor.2:14-16; Tit.
3:15).9
D. Landasan Historis
Landasan historis yang digunakan untuk menjelaskan kepada para peserta adalah
pengajaran dari bapa-bapa gereja mengenai spiritualitas Kristen. Pertama, pandangan
Athanasius (c.296–373) yang menyatakan christian needs to do is to try their best to walk
on the way to God by contemplating God with a pure soul through virtuous life. 10
Athanasius memberikan penekanan spiritualitas dan kristologi. Hanya Allah yang dapat
menyelamatkan ciptaan melalui penebusan dalam Kristus. Ia menyatakan bahwa orang
8 John H. Coe, ed., Embracing Contemplation: Reclaiming a Christian Spiritual Practice (Downers Grove:
InterVarsity Press, 2019), 38.
9 Ibid.
10 Nathan K.K. NG, “The Spirituality of Athanasius: A Key for Proper Understanding of His Life and Thought,” 5,
accessed November 20, 2023, https://era.ed.ac.uk/handle/1842/30576.
Kristen menyembah dan berdoa kepada Yesus Kristus. Hal ini untuk menanggapi
pandangan bahwa Yesus hanyalah ciptaan. Penyembahan merupakan wujud pengakuan
11
bahwa Yesus adalah Allah yang berinkarnasi. Doktrin inkarnasi Kristus menjadi sangat
penting bagi spiritualitas Kristen dan perlu untuk direnungkan dalam praktik spiritualitas.
Doktrin inkarnasi memberikan penekanan kepada pengetahuan akan Allah, penderitaan
Allah dan penegasan komitmen Allah terhadap tatanan ciptaan.12
Kedua, pandangan Augustine dari Hippo (354–430) spiritualitas adalah “is a unique
way of living the Gospel (the following of Christ) “I looked for You everywhere, and You
were within me all the time”. Spiritualitas merupakan sikap pikiran dan batin yang
permanen yang diperoleh melalui sikap asimilasi pribadi dari nilai Injili dalam dialog
antara pribadi dengan umat manusia secara keseluruhan sebagai pilihan dan dijadikan
sebagai pusat gaya hidup dengan penekanan dan perhatian yang tepat. Sehingga
menciptakan kehidupan yang harmonis, dengan keragaman dan perbedaan karunia yang
diakui dan dirayakan sebagai sacramentum caritatis. Kehidupan yang menekankan mutual
sharing of charity (Kis. 4:32-35) yang muncul dari kehidupan kontemplasi yang penuh
doa.13
Ketiga, pandangan Martin Luther (1483–1546). Ia menyatakan the spiritual virtuoso
he completely devoted his life to religious study and practice. His intense commitment to
spiritual perfection resembled the perseverance of outstanding virtuosi in fields like
music, athletics or dance. Sebagai seorang ahli spiritual, ia sepenuhnya mengabdikan
hidupnya untuk mempelajari dan mempraktikkan agama. Kehidupan spiritual Martin
Luther sangat terkait dengan mistisisme yang dikenal dengan faith mysticism. Meliputi
perjalanan spiritual Luther sendiri melibatkan pengalaman-pengalaman dengan Allah yang
hidup. Spiritualitas Luther berbicara secara langsung sebagai persatuan jiwa dengan Tuhan
melalui iman. Ia memakai gambaran pernikahan dalam surat Paulus dalam Efesus 5:21-33.
Mistisisme iman Luther berakar pada descent theology. Sebuah aliran mistisisme yang
menggunakan kata ascent pendakian yang menggambarkan kehidupan spiritual sebagai
menaiki tangga Ilahi menuju persatuan dengan Tuhan.14
Ikon berasal dari bahasa Yunani eikon likeness, image or picture (Kej. 1:27;
Kol.1:15). Rasul Paulus memakai kata ini untuk menjelaskan Tuhan Yesus sebagai gambar
(eikon) dari Allah yang tidak kelihatan. Ikon atau gambar dari karakter Alkitab, peristiwa,
orang-orang Kudus, para martir dan Tuhan Yesus sering digunakan dalam gereja selama
delapan ratus tahun terakhir. Namun ikon bukan karya seni yang disembah manusia. Mereka
adalah alat bantu visual untuk mengkomunikasikan realitas kebenaran spiritual yang tidak
19 Ibid., 55.
20 Calhoun, Spiritual Disciplines Handbook, 66.
21 Ibid., 87.
berubah.22 Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh John of Damascus (AD 730). “When
God is seen clothed in flesh, and conversing with men, I make an image of the God whom I
see. I do not worship matter, I worship the God of matter, who became matter for my sake,
23
and deigned to inhabit matter, who worked out my salvation through matter.” Benda-
benda ini akan memimpin masuk dalam doa dan mengingatkan akan realitas materi. Namun
juga sebagai sarana Allah mengkomunikasikan sesuatu kepada manusia.
Ikonografi yang dipakai dalam praktik spiritualitas ini adalah mahkota duri dan
segumpal kertas usang yang diberikan kepada masing-masing peserta. Setelah memuji Tuhan
bersama mereka diberikan waktu dua puluh menit untuk melihat, dan memegang benda
tersebut. Pada waktu ini mereka diminta untuk merenungkan kembali dengan melihat dua
benda tersebut, mahkota duri dan kertas kucel, tentang siapa diri mereka. Setelah waktu
selesai, para peserta diminta untuk membagikan pengalaman mereka berkomunikasi dengan
Allah lewat kedua ikon tersebut.
22 Ibid., 89.
23 Ibid., 87.
f. Persiapan Ikonografi: 15.45-15.55
g. Praktik Ikonografi: 15.55-16.15
h. Sharing Ikonografi: 16.15-16.30
i. Snack:16.30-16.40
6. Hasil perjalanan spiritual para peserta
1. Ida Hasian Sinaga
● Visio Divina
● Ikonografi
Saat saya melihat ikon yang diberikan untuk diamati. Saya mengasosiasikan
benda itu adalah mahkota duri yang dikenakan pada Yesus Kristus. Saya
mencoba menekan mahkota duri itu di kepala saya. Pastinya saya merasakan
sakit. Hal itulah yang dirasakan oleh Yesus pada saat itu, bukan hanya sakit
fisik yang ditanggungnya, jauh lebih besar Dia menanggung dosa umat
manusia. Dia Allah yang mau datang untuk memulihkan gambar dan rupa
Allah dalam diri orang yang percaya pada-Nya. Ikon kertas yang diberikan
sebentar lagi akan dibuang dan dibakar (menunjukkan manusia berdosa),
namun oleh kasihnya Ia memulihkan kertas itu sedemikian rupa, meskipun
masih ada lecet-lecetnya. Saya sangat butuh bergantung pada Tuhan karena
lecet-lecet itu masih ada dalam diri saya, saya harus terus mencari Tuhan
karena hanya dengan Tuhanlah saya bisa menang melawan lecet-lecet yang
masih tersisa itu.
2. Falen Setiawi
● Visio Divina:
Ketika saya melihat alam di sekitar SAAT, saya memperhatikan pohon", bunga,
tanaman dan daun" yang berjatuhan, serta burung" yang berkicau dan beterbangan.
Melihat semua ciptaan Tuhan diciptakan dengan begitu unik dan detailnya
mengingatkan saya akan Tuhan yang selalu memperhatikan semua makhluk
ciptaan-Nya termasuk saya. Tuhan tidak pernah asal-asalan di dalam menciptakan
ciptaan-Nya semua diciptakan Tuhan dengan begitu uniknya untuk saling
melengkapi
● Ikonografi
Ketika memegang kantong mahkota duri yang masih dibungkus dengan kantong
hitam tidak terlalu merasakan sakit cuma sudah bisa merasakan ada yg bisa
menusuk. Sekali dibuka dan dikeluarkan mahkota duri ini sangat sakit ketika
dipegang dan sangat bisa untuk melukai tangan saya. Hal ini seperti mengingatkan
saya akan bahayanya dosa yang mengikat manusia dan akan sakitnya hukuman
yang akan diterima manusia akibat dosa, tetapi semua itu ditanggung oleh Yesus
Kristus. Dia mati di atas kayu salib untuk menanggung hukuman dosa manusia
yang berdosa. Dia memakai mahkota duri di kepala-Nya, dicambuk dan dihina
untuk kesalahan yang tidak Dia lakukan.
Untuk kertas yang sudah dironyokkan terlihat seperti kertas yang sudah
sepantasnya dibuang, tetapi waktu saya membuka kertas itu ternyata adalah kertas
yang berisi lirik lagu Masta kami "Gemakan Firman-Mu". Ini kembali
mengingatkan saya dengan kondisi saya memang sudah ronyok dan sepertinya
sudah layak untuk dibuang tetapi Tuhan menganggap saya sangat berharga. Dia
mau mengangkat saya dan menjadikan saya sebagai alat-Nya untuk menggemakan
firman-Nya. Di sinilah menjadi sarana Tuhan untuk memproses saya.
3. Nadhia Rhema
● Visio Divina
Ada dua hal yang membuat bersyukur. Pertama, suara kicauan burung yang
tidak fals, bukti bahwa burung saja yang tidak bertuan dipelihara dan bisa
berkicau dengan indah tanpa sumbang suaranya, bunga bakung yang tidak
menanam juga dipelihara terlebih hidup saya yang Tuhan pelihara dan
dicukupkan selalu. Kedua, Pohon-pohon sehabis hujan. Memberikan refleksi
bahwa mungkin sering kita lewat tetapi kayak gersang gitu dan kering tetapi
pas hujan dan setelah hujan justru nampak sangat segar dan keluar warnanya
yang indah. Terkadang dalam hidup juga perlu hujan itu untuk menyejukan hati
yang kering dan gersang. Hujan firman Tuhan untuk selalu memberikan
kesegaran dalam hidup kita.
● Ikonografi
Kertas yang lecek, tidak berbentuk di tangan orang yang salah bisa aja
langsung dibuang dan tidak digunakan lagi. Itulah gambar kita sebagai
manusia yang berdosa dan tidak layak tetapi Tuhan tidak memandang hina dan
justru mengasihi dan menyayangi kita sepenuh hati, bahkan memperbaharui
hidup kita
- kawat yang merepresentasikan mahkota duri. Kita sebagai manusia bisa saja
memegang benda itu bisa sakit dan memilih untuk tidak pegang bagian yang
sakit. Tetapi Tuhan mengambil rasa sakit itu bahkan lebih sakit daripada kawat
itu untuk menebus dosa kita dan mendamaikan hidup kita dengan Allah.
- Kertas dan kawat menjadi pengingat bahwa manusia yang tidak layak seperti
kertas lecek itu Tuhan pilih dan selamatkan melalui pengorbanan Tuhan Yesus
di kayu salib sebagai bentuk kasih-Nya bagi kita.
4. Eiren Lius (S.Th.2023)
● Visio divina
Melalui hujan, Tuhan ingin menyampaikan bahwa, jika bukan Dia yang
mengijinkan mungkin sore ini tidak akan hujan. Mengingatkan bahwa Tuhanlah
yang pegang kendali akan hal yang ada.
● Ikonografi
Melalui benda ini (mahkota duri) mengingatkan bahwa, gelang ini bagus
kelihatannya tapi nyakitin setelah itu. Pasti kita buang karena nyakitin dan tidak
berguna. Kertas yang hancur ronyok sudah tidak bisa dibuat sekalipun bisa sudah
tidak bagus lagi. Kita yang sekalipun jatuh dalam dosa masih berharga dimata
Allah masih mau Allah selamatkan begitu berharganya ciptaan-Nya
5. Felicia Benedicta (S.Th.2023)
● Visio Divina.
● Ikonografi
Melalui refleksi dari tahap ini, disediakan kawat dan kertas yang sudah di
gumpal dan lecek. Ketika saya memegang dan membuka kertas yang sudah di
gumpal ini hal pertama yang saya rasakan adalah suatu perasaan sedih atau sakit
dalam hati saya, rasanya berat untuk membukanya dan sangat berhati-hati. Ketika
saya merasakan tekstur dari terta steruse but yang sudah tidak dapat diubah
menjadi kertas yang baru lagi, rasanya kertas ini sudah tidak ada gunanya dan
hanya akan dibuang. Namun, setelah saya lihat dari perspektif berbeda, tekstur ini
dapat menjadi sebuah karya yang unik dari setiap lekukan yang ada dikarenakan
lecek. Saya membayangkan jika kertas itu adalah kita manusia berdosa yang sudah
hancur yang mungkin tidak ada harapan pada kita, tetapi hanya karena kristus yang
sudah mau menyelamatkan kita yang udah ga layak ini, bahkan masih mau dipakai
menjadi alat-Nya. Saya kembali diingatkan bahwa Tuhan sebegitu baiknya dalam
hidup saya.
Hampir sama halnya dengan ketika saya memegang kawat itu, hal pertama
yang saya pikirkan adalah ini menggambarkan mahkota duri yang dikenakan
Yesus. Ketika saya menyentuhnya saja sudah terasa sakit, saya tidak bisa
membayangkan bagaimana rasa sakit yang dialami Yesus pada saat itu.
G. Evaluasi Pribadi
Evaluasi yang dapat saya berikan untuk praktik spiritualitas ini yakni, pertama,
melaksanakan praktik ini berharap cuaca akan cerah. Namun ternyata lewat cuaca hujan yang
mengguyur sebelum praktek dimulai dipakai Tuhan untuk berbicara kepada para peserta.
Cara pikir manusia tidak bisa dibatasi oleh manusia. Kedua, praktik spiritualitas ini dapat
dipakai kepada jemaat atau orang Kristen dalam tahap pertumbuhan mana pun. Peserta yang
mengikuti praktik spiritualitas ini memiliki tahapan pertumbuhan dan tingkat kedewasaan
yang berbeda-beda. Namun dengan cara-Nya yang unik Tuhan berbicara kepada masing-
masing mereka. Ketiga, dari sisi saya sebagai fasilitator praktik ini perlu memberikan arahan-
arahan yang jelas, tetapi bersyukur di tengah keterbatasan untuk bisa menjelaskan Tuhan
menolong. Kesempatan berharga bisa menolong orang lain menerapkan praktik spiritualitas
kepada para mahasiswa seminari. Melihat bagaimana Allah dapat berbicara kepada anak-
anak-Nya lewat berbagai cara.
Bibliografi
Calhoun, Adele Ahlberg. Spiritual Disciplines Handbook: Practices That Transform Us.
Downers Grove, Ill.: InterVarsity Press, 2005.
Coe, John H., ed. Embracing Contemplation: Reclaiming a Christian Spiritual Practice.
Downers Grove: InterVarsity Press, 2019.
Farrell, Fr. Joseph. “Augustinian Spirituality (Unitas in Caritas).” General Secretariat For
the Synod of Bishops (2023 2021): 1–7.
Hawkins, Greg L, and Parkinson Cally. “Focus: The Top Ten Things People Want and Need
from You and Your Church.” The Willow Creek Association, 2009.
McGrath, Alister E. Christian Spirituality: An Introduction. Oxford: Blackwell, 1999.
Nego, Obet. “SPiritualitas Calvin Sebagai Spiritual Formation Mahasiswa Teologi” 1, no. 6
(Oktober 2019): 24–35.
NG, Nathan K.K. “The Spirituality of Athanasius: A Key for Proper Understanding of His
Life and Thought.” Accessed November 20, 2023.
https://era.ed.ac.uk/handle/1842/30576.