Tim Dosen
Matakuliah Pendidikan Agama Katolik
Matakuliah Umum
Universitas Katolik Parahyangan
2018
Halaman 1
Pendahuluan
Sejalan dengan capaian mata kuliah, perkuliahan Pendidikan Agama Katolik
memiliki tiga tujuan utama. Pertama, membantu mahasiswa memahami Identitas Gereja
Katolik. Materi yang didalami adalah Agama dan Beragama dan Gereja Katolik, Kitab Suci,
Tradisi, dan Magisterium. Kuliah Pendidikan Agama Katolik tidak dimaksudkan untuk
mengkatolikan atau memotivasi mahasiswa agar menganut agama Katolik melainkan
memperkenalkan agama Katolik. Kedua, membantu mahasiswa menghayati sikap
religius sesuai dengan nilai-nilai Kekatolikan. Materi yang didalami adalah Wahyu dan
Iman, Dekalog, dan Sikap Gereja terhadap Pluralitas. Ketiga, membantu mahasiswa
memiliki sikap peduli kepada masyarakat terutama mereka yang lemah dan tersisihkan
melalui tindakan kasih. Materi yang didalami adalah Ajaran Sosial Gereja. Sasaran akhir
dari seluruh proses perkuliahan Agama Katolik ini adalah agar peserta matakuliah
semakin menjadi homo religiosus (yang Islam menjadi lebih Islami, yang Kristen menjadi
lebih Kristiani, dll), memiliki kepekaan religius (sensus religiosus).
Berdasarkan Struktur Kurikulum dan susunan pembelajaran MKU1, matakuliah
Pendidikan Agama Katolik berada dalam tahapan Divinisisasi. Tahapan ini mengungkapkan
proses pematangan pribadi dewasa. Pribadi dewasa mampu memaknai pengalaman
hidupnya melalui relasi dengan Yang Maha Kuasa dan relasi dengan sesamanya. Pribadi
dewasa mampu memuliakan hidup sesama, lingkungan hidup berdasarkan relasi dengan
Yang Maha Kuasa. Divinisasi merupakan tahap ke tiga dari tiga tahap proses
perkembangan kepribadian melalui ilmu-ilmu dasar pendidikan tinggi. Tiga tahap yang
dimaksud adalah: Hominisasi, Humanisasi, dan Divinisasi. Tahap pertama berisi tentang
pengenalan diri sebagai manusia, pribadi per pribadi atau hominisasi. Pengenalan diri
sebagai pribadi diikuti dengan pengenalan diri sebagai anggota sebuah kekerabatan yang
secara genetis tidak hanya menurunkan wujud fisik tetapi juga perlengkapan ideational
(berwujud gagasan) yang menyertai tubuh itu seperti adat istiadat, tradisi, atau budaya.
Oleh karena itu, tahap pengenalan diri sebagai manusia mencakup juga pengetahuan
tentang komunitas warga, komunitas kepercayaan, masyarakat, bangsa dan negara
tempat orang itu tumbuh dan berkembang. Pengenalan diri sebagai mahluk pribadi dan
kolektif ini disebut dengan hominisasi. Tahap kedua disebut sebagai humanisasi. Istilah
itu merujuk pada proses pengolahan diri dalam konteks pengalaman hidup pribadi dan
kolektif. Ringkasnya seseorang mengolah pengalaman hidupnya sedemikian rupa
sehingga hidupnya menuruti seperangkat gagasan berupa nilai hidup, kemanusiaan,
norma, tatakrama, tradisi, adat istiadat, ritual, moralitas, prinsip etis. Pengolahan
pengalaman itu mengandaikan kemampuan untuk kritis baik pada hidupnya sendiri,
lingkungan sosial maupun kritis terhadap seperangkat gagasan di atas.
1
Paparan tentang tiga tahap proses perkembangan kepribadian melalui ilmu-ilmu dasar pendidikan
tinggi diambil dari Dokumen Kurikulum 2018 Rumpun Mata Kuliah Umum Universitas Katolik
Parahyangan.
Halaman 2
AGAMA, BERAGAMA2, DAN GEREJA KATOLIK
(Hendrikus Endar S., S.S., M.Hum.)
A. Pengertian Agama
Secara etimologis, kata/istilah agama berasal dari bahasa sansekerta a-gam-a. A yang
pertama merupakan negasi (seperti dalam kata/istilah ateis), yang berarti tidak. Gam
berarti perti ke atau menuju ke. Sedangkan a yang terakhir menyatakan sifat: kekal. Maka
agama dapat berarti diam, atau berjalan menuju yang kekal, perjalanan menuju yang
abadi
Kamus Besar Bahasa lndonesia merumuska agama sebagai ajaran, sistem yang mengatur
tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Mahakuasa sereta
tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan serta lingkungannya 3
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa agama adalah segenap
kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa, dsb) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-
kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu4
Setiap agama berurusan degan dua sisi/dimensi yang harus diperhatikan secara
bersamaan (simultan), yakni relasi manusia dengan Allah (dimensi vertikal) dan relasi
manusia dengan sesama dan lingkungan hidupnya (dimensi horizontal). Relasi vertikal
menjadi nyata dan seimbang dalam relasi horizontal.
2 Paparan Agama dan Beragama dikutip dan diadaptasi dari Diktat Agama Katolik, UNPAR, Bandung,
2017.
3 KBBI, Jakarta, Balai Pustaka, 2002
4 KUBI, Jakarta, Balai Pustaka, 1976
5 AM.Hardjana, Penghayatan Agama: Yang Otentik dan Tidak Otentik, Yogyakarta, Kanisius, 1993, hlm 11-
12.
Halaman 3
B. Agama dan Religiusitas
Penting untuk membedakan antara agama dan religiusitas. Di tataran praksis orang
beragama belum tentu menjadi orang yang religius.
1. agama hanyalah bentuk dan wujud (akibat pelembagaan atau pembentukan wadah
dari ajaran, praktek rohani, dst)
2. agama ada/diciptakan agar manusia menjadi semakin religius, semakin dekat dengan
Allah. Religiusitas setingkat lebih tinggi dari agama. Cakupan religiusitas lebih luas
dari agama. Religiusitas merupakan sikap batin atau corak hidup yang mencerminkan
kedalaman hidup dan intentsitas relasi manusia dengan Allah. Religiusitas dapat digali
(tumbuh dan berkembang) dalam setiap insan melalui ajaran agama dan atau
permenungan dalam pergulatannya dengan misteri dan tantangan hidup. Religiasitas
dapat juga berasal Allah sendiri (dianugerahkan/diwahyukan oleh Allah) dan menjadi
sumbre agama-agama. Harus diakui bahwa kedua-duanya dapat saling
mengembangkan.
3. agama lebih banyak berurusan dengan aspek lahiriah (ritus, dogma, hukum agama,
dst), sedangkan religiusitas lebih banyak berurusan dengan aspek batiniah/spiritual
(sikap batin). Religiusitas merupakan gejala universal, dapat tumbuh dan berkembang
dalam setiap insan.
4. agama lebih bersifat sosial/kolektif/masal, sedangkan religiusitas bersifat
personal/individual.
5. Agama rentan diperalat/ditunggangi oleh kepentingan duniawi/manusia, sedangkan
religiusitas tidak dapat diobok-obok oleh kepentingan duniawi/manusiawi.
Harus digarisbawahi bahwa hidup beragama sejatinya tidak hanya berhenti pada
menganut atau mimiliki dan menjalankan perintah agama semata, melainkan harus
mencapai taraf yang lebih tinggi, harus semakin religius (memiliki sikap batin atau corak
hidup yang mencerminkan kedalaman hidup dan intensitas relasi manusia dengan
Allah). Agama ada/diciptakan supaya manusia menjadi semkin religius.
C. Gereja Katolik
Paparan tentang Gereja Katolik (Poin C, D, dan E) dikutip dan atau dirangkum dari Buku
Iman Katolik (Buku Informasi dan Referensi) dan Katekismus Gereja Katolik.
Halaman 4
juga. Tetapi perlu diingat bahwa jemaar ini sangat istimewa. Maka barangkali lebih
baik memakata kata ‘Gereja’ saja, yakni ekklěsia. Kata Yunani itu berasal dari kata yang
berarti ‘memanggil’. Gereja adalah umat yang dipanggil Tuhan. Itulah arti
sesungguhnya kata “Gereja”.
Dari pengalaman Roh, kita mengetahui bahwa Allah ada di dalam diri kita. Sejarah
keselamatan, yang dimulai dengan panggilan Abraham, berjalan terus dan mencapai
puncaknya dalam wafat dan kebangkitan Kristus serta pengutusan Roh Kudus. Maka
Gereja bukan hanya lanjutan umat Allah yang lama, tetapi terutama kepenuhannya,
karena kesalamatan Allah berjalan terus dan Allah memberikan diri dengan semakin
sempurna (bdk. 1 Kor 15:28).
Halaman 5
3. Sifat-Sifat atau Ciri-Ciri Gereja
Jati diri Gereja, sifat-sifatnya, yang kadang-kadang disebut ‘Ciri-ciri Gereja”
dirumuskan dengan banyak kata. Sebetulnya ciri tidak tepat sama dengan sifat. Dalam
hal ini perlu diperhatian bahwa Gereja itu sekaligus ilahi dan insani, berasal dari Yesus
dan berkembang dalam sejarah. Empat sifat Gereja berikut ini saling kait-mengkait,
tetapi tidak merupakan rumus yang siap pakai. Gereja memahaminya dengan
merefleksikan diriya sendiri serta karya Roh di dalam dirinya.
‘Allah telah berkenan menghimpn orang-orang yang beriman akan Kristus mejadi
Umat Allah (lih 1Ptr 2: 5-10) dan membuat mereka menjadi satu Tubuh. (lih 1Kor
12:12O” (AA 18)
“Hampir semua, kendati melalui aneka cara, menciptakan satu Gereja Allah yang
kelihatan, yang sungguh bersifat universal, dan diutus ke seluruh dunia” (UR 1).
Pusat Gereja bukannya organisasinya sendiri, melainkan Injil Yesus Kristus, yang
diwartakan, dirayakan dan dilaksanakan dalah hidup sehari-hari.
Kesatuan tidak sama dengan keberagaman. Lebih tepat bila kesatuan kesatuan
Gereja dimengerti sebagai ‘Bhineka Tunggal Ika”, baik di dalam Gereja katolik
sendiri maupun dalam persatuan ekumenis, sebab kesatuan Gereja. Kesatuan
Gereja pertama-tama adalah kesatuan iman, yang mungkin diungkapkan dengan
cara yang berbeda-beda. Oleh karena itu kesatuan lahiriah bukanlah keseragaman
dan kesamaan, melainkan persekutuan dalam persaudaraan, saling meneguhkan
dan melengkapi dalam penghayatan iman.
Halaman 6
Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk
semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang
berasal dari Kristus.
Dalam hal kesucian pun yang pokok bukanlah bentuk pelaksanaannya, melainkan
sikap dasarnya. “Suci” sebetulnya berarti “yang dikhususkan bagi Tuhan”. Jadi
pertama-tama ‘suci’ menyangkut seluruh bidang sakral atau keagamaan. Yang suci
bukan hanya tempat, waktu, barang yang dikhususkan bagi Tuhan atau orang.
Malahan sebenarnya harus dikatan bahwa “yang Kudus” adalah Tuah sendiri.
“Gereja itu suci, dan sekaligus harus selalu dibersihkan, serta terus menerus
mejalankan pertobatan dan pembaruan” (LG 8). Kesucian Gereja adalah kesucian
perjuangan, terus menerus.
Halaman 7
pula” (St. Sirilus dari Yerusalem). Sejak itu kata “Katolik” tidak hanya mempunya
arti geografis, tersebar ke seluruh dunia, tapi juga “menyeluruh”, dalam artai
“lengkap”, berkaitan dengan ajarannya, serta “terbuka” dalam arti tertuju kepada
siapa saja. Pada abad ke 5 masih ditambahkan bahwa gereja tidak hanya untuk
segala bangsa, tetapi juga untuk segala Zaman.
Pada zaman reformasi kata "Katolik" muncul lagi untuk menunjuk pada Gereja
yang tersebar dimana-mana, dibedakan dengan Gereja-gereja Protestan. Sejak itu
pula kata "Katolik" secara khusus dimaksudkan umat kristen yang mengakui Paus
sebagai pemimpin Gereja Universal, tetapi dalam syahadat kata "Katolik" masih
mempunyai arti asli "universal" atau "umum". Ternyata universal pun mempunyai
dua arti, yang kuantitatif dan kualitatif. Disatu pihak dikatakan bahwa Umat Allah
“hidup di tengah segala bangsa” serta “memperolehnya warganya dari semua
bangsa” Ini segi kuatitatif atau geograsis. Di pihak lain juga dikatakan bahwa
“Gereja memajukan dan menampuung segala kemampuan, kekayaan, dan adat
istiadat bangsa-bangsa”. Inilah segi kualitatifnya. Kedua aspek itu dirangkum
dalam kalimat “merangkum segenap umat manusia beserta harta-kekayaannya” Itu
terjadi “ di bawah Kristus Kepala, dalam kesatuan Roh-Nya”. Yang terakhir ini
aspek yang paling pokok. Gereja disebut “Katolik”, karena dengan perantaraannya
Roh Kudus hadir di seluruh dunia.
Dalam Konsili vatikan II tidak lagi memusatkan Gereja sebagai kelompok manusia
yang terbatas, melainkan kepada Gereja sebagai sakramen Roh Kristus.
"kekhatolikan" Gereja berarti bahwa pengaruh dan daya pengudus Roh tidak
terbatas pada para anggota Gereja saja, mealinkan juga terarah kepada seluruh
dunia. dengan sifat "katolik" dimaksudkan bahwa Gereja mampu mengatasi
keterbatasannya sendiri akrena Roh yang berkarya di dalamnya. Oleh karena itu
yang "katolik" bukanlah hanya Gereja universal, melainkan juga setiap anggotanya
sebab di dalam jemaat hadirlah seluruh Gereja.
Kesatuan Gereja hanya dapat kentara sebagai kesatuan Gereja, kalau diimbangi
oleh kekatolikannya.
Halaman 8
Hubungan historis itu tidak boleh dilihat sebagai macam "estafet", yang
didalamnya ajaran benar bagaikan sebuah tongkat dari rasul-rasul tertentu
diteruskan sampai kepada para uskup sekarang. yang disebut "Apostolik" bukanlah
para uskup, melainkan Gereja. Sifat apostolik berarti bahwa Gereja sekarang
mengaku diri sama dengan gereja Perdana, yakni Gereja para rasul. dimana
hubungan historis ini jangan dilihat sebagai pergantian orang, melainkan sebagai
kelangsungan iman dan pengakuan.
Sifat apostolik tidak berarti bahwa Gereja hanya mengulang-ulangi apa yang sejak
dulu kala sudah diajarkan dan dilakukan di dalam gereja, keapostolikan berarti
bahwa dalam perkembangan hidup, tergerak Roh Kudus, Gereja senantiasa
berpegang pada Gereja para rasul sebagai norma imannya. Bukan mengulangi,
tetapi merumuskan dan mengungkapkan kembali apa yang menjadi inti hidup
iman. karena seluruh Gereja bersifat apostolik, maka seluruh Gereja dan setiap
anggotanya, perlu mengetahui apa yang menjadi dasar hidupnya.
Sifat Apostolik (yang betul-betul dihayati secara nyata) harus mencegah Gereja dari
segala rutinisme yang bersifat ikut-ikutan. Keapostolikan berarti bahwa seluruh
Gereja dan setiap anggotanya tidak hanya bertanggungjawab atas ajaran gereja,
tetapi juga atas pelayanannya. Sifa keapostolikan Gereja tidak pernah "selesai",
tetapi selalu merupakan tuntutan dan tantangan. gereja, yang oleh Kristus
dikehendaki satu, kudus, Katolik, apostoli, senantiasa harus mengembangkan dan
menemukan kembali kesatuan, kekatolikan, kaeapostolikan, dan terutama
kekudusannya. Sifat-sifat Gereja diimani, berarti harus dihayati, oleh Gereja
seluruhnya dan oleh masing-masing anggotanya.
Referensi:
1. Diktat Agama Katolik, UNPAR: Bandung, 2017.
2. KBBI, Jakarta, Balai Pustaka, 2002
3. KUBI, Jakarta, Balai Pustaka, 1976
4. Katekismus Gereja Katolik (1993), Edisi Indonesia: Para Waligereja Regio Nusa
Tenggara diakui oleh Konferensi Waligereja Indonesia. Percetakan Arnoldus Ende.
5. Konferensi Waligereja Indonesia (1996), Iman Katolik buku informasi dan referensi,
Yogyakarta dan Jakarta : kerjasama Kanisius dan Penerit Obor
Halaman 9
ALKITAB KRISTEN KATOLIK
(B. Ario Tejo Sugiarto, S.S., M.Hum.)
DV 9:
“Jadi, Tradisi Suci dan Kitab Suci berhubungan erat sekali dan berpadu. Sebab keduanya
mengalir dari sumber Ilahi yang sama, dan dengan cara tertentu bergabung menjadi
satu dan menjurus ke arah tujuan yang sama.”
“Sebab Kitab Suci itu pembicaraan Allah sejauh itu termaktub dengan ilham Roh Ilahi.
Sementara oleh Tradisi suci sabda Allah, yang oleh Kristus Tuhan, dan Roh Kudus
dipercayakan kepada para Rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka
supaya mereka ini dalam terang Roh Kebenaran dengan pewartaan mereka
memelihara, menjelaskan, dan menyebarkannya dengan setia.”
Dengan demikian, Gereja menimba kepastian tentang segala sesuatu yang diwahyukan
bukan hanya melalui Kitab Suci. Maka dari itu, keduanya (baik Tradisi maupun Kitab
Suci) harus diterima dan dihormati dengan cita rasa kesalehan dan hormat yang sama”.
Halaman 10
B. Istilah Alkitab atau Kitab Suci
Alkitab berasal dari bahasa Arab, Alkitab, yang artinya The Book, atau buku.
Bible berasal dari kata Yunani, biblos atau biblon, yang berarti The Holy Books atau The
Books.
Kesamaan kata dari The Holy Bible adalah The Holy Scriptures, yang mengacu pada
kitab-kitab yang dikenal sebagai sabda Allah.
Halaman 11
Menurut Flavius Josephus (37-107) seorang sejarahwan Yahudi, Kitab Septuaginta
disebut di dalam surat Aristeas kepada saudaranya Philocrates. Disana dikatakan bahwa
Raja Mesir Ptolemius II Philadelphus (287-247 SM). Raja ini sedang membangun
perpustakaan besar di Aleksandria dan kepala perpustakaan yang bernama Demetrius
Phalarus mengusulkan agar perpustakaan diperkaya dengan kitab-kitab bangsa Yahudi.
Raja memerintahkan Eleazar, Imam besar Yahudi untuk memberikan kepadanya salinan
kitab-kitab suci mereka dalam bahasa Yunani. Proyek ini dilakukan oleh 70 atau 72 ahli
kitab Yahudi, yang menurut tradisi 6 orang dipilih mewakili 12 suku bangsa Israel. Kitab
Suci Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani ini disebut Septuaginta (LXX, bahasa Latin
yang berarti 70), sesuai dengan jumlah penterjemah. Terjemahan selesai tahun 250-125
SM. Terjemahan ini diakui secara resmi dan dipakai oleh orang Yahudi di Asia Kecil dan
Mesir. Kanon Yunani (Aleksandria), Septuaginta merupakan terjemahan yang digunakan
oleh Yesus, para Rasul dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru. Kitab Suci Perjanjian
Baru secara keseluruhan ditulis dalam bahasa Yunani.
Sekitar tahun 100 M, para rabbi Yahudi berkumpul di Jamnia, Palestina, sebagai reaksi
terhadap perkembangan Gereja Katolik Perdana dan menetapkan empat kriteria untuk
menentukan kanon Kitab Suci mereka yaitu:
1. ditulis dalam bahasa Ibrani.
2. sesuai dengan Kitab Taurat.
3. lebih tua dari jaman Ezra (sekitar 400 SM)
4. ditulis di Palestina.
Berdasarkan ini, mereka menolak tujuh buku dari Septuaginta yaitu: Tobit, Yudit,
Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Barukh, 1 Makabe, 2 Makabe, Tambahan Ester dan
Tambahan Daniel. 7 buku tersebut ditolak karena para rabbi Yahudi tidak menemukan
versi Ibraninya. Para rabbi Yahudi juga menolak Kitab Suci Perjanjian Baru karena
semuanya ditulis dalam bahasa Yunani dan lebih dari itu, mereka juga menolak Yesus
sendiri.
Gereja Katolik tetap berpegang pada Kitab Suci Perjanjian Lama Septuaginta. Dalam
konsili Hippo dan konsili Kartago, Gereja Katolik menetapkan secara resmi 46 Kitab Suci
Perjanjian Lama Septuaginta. 7 kitab serta 2 tambahan yang ditolak disebut sebagai
Deuterokanonika.
Halaman 12
Gereja Katolik Perdana. Karena banyaknya tulisan-tulisan palsu juga maka diperlukan
kanonisasi Kitab Suci secara resmi oleh Gereja.
382 M, Konsili Roma, Paus Damasus I menulis dekrit yang memuat daftar Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang terdiri dari 73 kitab.
393 M, Konsili Hippo, Afrika Utara, menetapkan 73 kitab untuk Kitab Suci Perjanjian
Lama dan Kitab Suci Perjanjian Baru.
397 M, Konsili Kartago, Afrika Utara, menetapkan kanon yang sama untuk Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Kitab Suci Perjanjian Baru.
405 M, Paus Innocentius I menulis surat kepada Uskup Exsuperius dari Toulouse
menetapkan kanonisasi 73 kitab-kitab dalam Kitab Suci sebagaimana disetujui oleh
dalam konsili Hippo dan konsili Kartago.
419 M, konsili ekumenikal di Florence secara resmi mendefinisikan daftar ke-73 kitab
yang sama.
1546 M, konsili ekumenikal di Trente meneguhkan lagi kanon Kitab Suci yang terdiri dari
73 kitab tersebut.
1869 M, konsili ekumenikal Vatikan I kembali meneguhkan daftar kitab yang disebutkan
dalam konsili Trente.
Bagi umat Kristen di Afrika bahasa Latin paling banyak digunakan. Atas perintah Paus
Damasus I pada tahun 382, Santo Jerome membuat terjemahan Kitab Suci Perjanjian Baru
dalam bahasa Latin. Kemudian tahun 392-404, Santo Jerome juga membuat terjemahan
Kitab Suci Perjanjian Lama dalam bahasa latin dari Kitab Suci bahasa Ibrani (bukan
Septuaginta), kecuali kitab Mazmur yang direvisi dari versi Latin yang sudah ada. Kitab
ini disebut Vulgata. Kitab Suci ini merupakan Kitab Suci bahasa Latin yang diakui secara
resmi oleh Gereja Katolik.
Tahun 1529, Martin Luther yang mempelopori reformasi Protestan menetapkan kanon
Perjanjian Lama berdasarkan kanon Yahudi yang ditetapkan dalam konsili Jamnia,
Palestina. Luther melakukan hal tersebut sebenarnya untuk mendukung doktrin-doktrin
barunya karena banyak doktrin dalam Gereja Katolik yang dikuatkan dengan ayat-ayat
yang terdapat dalam kitab-kitab tersebut. Martin Luther juga nyaris membuang beberapa
kitab dalam perjanjian Baru seperti Surat rasul Yakobus, Surat Ibrani, kitab Wahyu
karena isinya tidak sesuai dengan doktrinnya, misalnya perdebatan tentang iman dan
perbuatan. Yakobus menekankan iman tidak disertai perbuatan pada hakekatnya adalah
mati (Yak.2:17) ini bertentangan dengan prinsip Martin Luther tentang Sola Fide.
Halaman 13
Dalam konsili-konsili berikutnya, Gereja Katolik menegaskan dan meneguhkan
kanonisasi yang diputuskan dalam konsili-konsili sebelumnya.
Dari sini bisa dirangkum secara garis besar terbentuknya Kitab Suci, bahwa iman terlebih
dahulu ada ketimbang Kitab Suci dan bahwa iman sebagai ukuran kebenaran dari Kitab
Suci.
PENGALAMAN IMAN
TRADISI LISAN
Karena itu, untuk membaca, memahami dan menafsirkan Kitab Suci harus dalam
bimbingan Roh Allah dan dalam konteks iman jemaat. Kitab Suci tidak bisa dibaca dan
dipahami dalam konteks di luar konteks iman jemaat.
Halaman 14
D. Susunan Kitab Suci
Kitab Suci Gereja Kristen Katolik dibagi dua, yaitu Kitab Suci Perjanjian Lama dan Kitab
Suci Perjanjian Baru.
Kitab Suci Perjanjian Lama ada 46 kitab.
6. Yosua
7. Hakim-hakim 7 Kitab Deuterokanonika
8. Rut 1. Tobit (termasuk dalam kitab
9. 1 Samuel sejarah)
10. 2 Samuel 2. Yudit (termasuk dalam kitab
11. 1 Raja-raja sejarah)
12. 2 Raja-raja 3. Kebijaksanaan Salomo (termasuk
13. 1 Tawarikh dalam kitab puisi dan hikmat)
14. 2 Tawarikh 4. Sirakh (termasuk dalam kitab puisi
15. Ezra dan hikmat)
16. Nehemia 5. Barukh dan Surat Nabi Yeremia
17. Ester yang dianggap bagian dari Barukh
yaitu bab 6 (termasuk ke dalam
Kitab-kitab Puisi dan Hikmat kitab para nabi)
6. 1 Makabe (termasuk dalam kitab
18. Ayub sejarah)
19. Mazmur 7. 2 Makabe (termasuk dalam kitab
20. Amsal sejarah)
21. Pengkhotbah
22. Kidung Agung Tambahan Ester dihitung satu kitab
dengan Kitab Ester
Kitab-kitab Para Nabi Tambahan Daniel dihitung satu kitab
dengan Kitab Daniel
23. Yesaya
24. Yeremia
25. Ratapan
26. Yehezkiel
27. Daniel
28. Hosea
29. Yoel
30. Amos
Halaman 15
Kitab Suci Perjanjian Baru ada 27 kitab. 11. Filipi
12. Kolose
13. 1 Tesalonika
Kitab-kitab Injil 14. 2 Tesalonika
15. 1 Timotius
1. Matius 16. 2 Timotius
2. Markus 17. Titus
3. Lukas 18. Filemon
4. Yohanes 19. Ibrani
Allah adalah kasih. Sejak awal mula penciptaan dunia, Allah secara sama sekali bebas dan
rahasia berkehendak agar manusia yang diciptakan-Nya ikut ambil bagian dalam
kehidupan ilahi-Nya. Manusia diciptakan untuk dikasihi. Karena itu, Allah menciptakan
manusia menurut gambar dan rupa-Nya (bdk. Kej.1:26-28). Manusia memiliki akal budi
dan kehendak bebas untuk bisa memikirkan, memilih dan memutuskan dengan sadar
untuk membalas kasih Allah. Dengan ikut-sertanya manusia dalam kehidupan ilahi, maka
terbentuklah suatu persekutuan antara Allah dan manusia.
Kemudian, dengan akal budi dan kehendak bebasnya, manusia juga bisa memutuskan
sebaliknya yaitu menolak kasih Allah. Manusia pertama “Adam” dengan bujukan Iblis
telah memutuskan untuk menolak kasih Allah. Ketika manusia pertama “Adam” jatuh
dalam dosa, persekutuan antara Allah dan manusia ini menjadi rusak. Hubungan antara
Allah dan manusia menjadi terputus. Sebagai Allah yang adil, Allah menjatuhkan
hukuman kepada manusia. Tetapi, sebagai Allah yang berbelaskasih, Allah tetap tidak
ingin membiarkan manusia terpisah dari-Nya dan binasa. Allah dengan cinta-Nya yang
amat sangat besar berencana untuk memulihkan hubungan ini. Rencana ini tidak dapat
dibendung dan dibatalkan oleh siapapun dan harus dilaksanakan (bdk. 2Sam.23:5,
Yes.55:3, Yeh.37:26, Ibr.13:20).
Halaman 16
Proses pemulihan hubungan ini dimulai oleh Allah sendiri dengan memilih bangsa Israel
sebagai umat-Nya dan mengadakan perjanjian dengannya. Dalam perjanjian itu, Allah
menjadi satu-satunya Allah yang benar dan menyelamatkan bagi bangsa Israel dan
bangsa Israel menjadi umat-Nya (bdk. perjanjian Allah dengan Abram yang kemudian
diganti nama Abraham dengan sunat sebagai tanda dalam Kej.17:1-11, perjanjian Allah
dengan Musa dalam 10 perintah Allah dengan darah perjanjian sebagai tanda dalam
Kel.19:5-6, 24:1-9). Bangsa Israel dipilih untuk menjadi tanda perhimpunan segala
bangsa pada masa mendatang di hadapan Tuhan (bdk. Yes.2:2-5, Mi.4:1-4). Mengapa
Allah memilih bangsa Israel, itu adalah misteri pilihan Allah sendiri. Hubungan yang
begitu erat antara Allah dan bangsa Israel ini digambarkan dengan hubungan suami-istri
dalam suatu perkawinan (bdk. Yes.54:5, 62:4-5, Hos.2:18).
Namun, dalam perjalanan bangsa Israel menjadi keras kepala, tegar hati, tidak setia dan
seringkali melawan Allah dengan menyembah berhala kepada dewa-dewa bangsa lain
dan menolak nabi-nabi utusan Allah. Bangsa Israel telah berulangkali melanggar
perjanjian (bdk. Hos.1, Yes.1:2-4, Yes.2). Perjanjian Allah dan bangsa Israel seharusnya
batal karena ketidaksetiaan bangsa Israel pada hukum Taurat. Namun, kesetiaan Allah
rupa-rupanya tidak pernah bergantung pada kesetiaan manusia (bdk. Ul.7:9, Yer.31:35-
37, 2Tim.2:13, Ibr.10:23). Allah tetap setia meskipun manusia tidak setia. Karena itu,
Allah harus memperbaharui perjanjian-Nya dengan bangsa Israel. Akhirnya Allah
mengadakan suatu perjanjian baru dan abadi melalui Yesus Kristus, Putera-Nya (bdk.
1Kor.11:25, Ibr.8:8, 9:15, 12:24).
Halaman 17
Gereja secara definitif muncul karena penyerahan diri Yesus secara menyeluruh, yang
didahului dengan perayaan Ekaristi dan direalisasikan dalam pengorbanan dan
kematian-Nya pada kayu salib. Yesus sendiri telah menubuatkan “dan Aku, apabila Aku
ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang kepada-Ku” (Yoh.12:32). Karena
itu, setiap kali dirayakan korban salib di atas altar, tempat “... anak domba Paskah kita
disembelih, yaitu Kristus” (1Kor.5:7), dirayakan karya penebusan manusia. Semua
manusia tanpa kecuali dipanggil ke arah persatuan dengan Kristus karena semua
manusia berasal dari pada-Nya, hidup karena-Nya, dan menuju kepada-Nya. Dalam
perjamuan malam terakhir, Kristus mempersatukan Gereja dengan diri-Nya dengan
memberikan tubuh-Nya dalam rupa roti untuk dimakan dan darah-Nya dalam rupa
anggur untuk diminum (bdk. Mat.26:26-29, Mrk.14:22-25, Luk.22:15-20). Gereja terus-
menerus merayakan perjamuan Ekaristi ini sebab dalam perjamuan ini, Gereja
mempersatukan dirinya dengan Kristus, “Karena roti adalah satu, maka kita sekalipun
banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu”
(1Kor.10:17). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Gereja menghasilkan Ekaristi dan
dalam Ekaristi dihasilkan Gereja (persatuan dengan Kristus). Dengan demikian, Gereja
menjadi tanda kehadiran Kristus. Selain itu, perayaan Ekaristi menjadi sumber dan
puncak kehidupan Gereja.
Dengan hadirnya Roh Kudus, persekutuan antara Allah dan manusia terus-menerus
dipelihara. Gereja tanpa kehadiran Roh Kudus tidak dapat lagi disebut Gereja karena
Gereja akan kehilangan unsur ilahinya dan akan menjadi suatu perkumpulan atau
organisasi manusiawi belaka dan tidak ada lagi persekutuan antara Allah dan manusia.
Namun, hal ini jangan diartikan bahwa ada dua macam Gereja, yang satu kelihatan dan
yang lain tidak kelihatan, sebab secara esensial kedua unsur ini ada sekaligus dalam satu
Gereja.
Gereja dalam bimbingan Roh Kudus melanjutkan tugas dan karya keselamatan yang
dikerjakan oleh Kristus di dunia, yaitu mempersatukan kembali seluruh umat manusia
dengan Allah sampai kepenuhannya pada akhir jaman (bdk. Kis.1:7-8) dimana manusia
dipersatukan dengan Allah secara utuh dan sempurna. Untuk melaksanakan tugasnya,
Gereja dilengkapi oleh Roh Kudus dengan berbagai karunia hierarkis dan karismatis
Halaman 18
(bdk. Ef.4:11-12, 1Kor.12:4, Gal.5:22). Dengan demikian, Gereja tampak sebagai umat
yang disatukan berdasarkan kesatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus.
Sabda sudah menjadi daging dan diantara kita penuh rahmat dan kebenaran. Kristus
mendirikan Kerajaan Allah di dunia, dengan karya dan sebda-Nya menampakkan Bapa-
Nya dan diri-Nya sendiri, dengan wafat, kebangkitan, serta kenaikan-Nya penuh
kemuliaan, pun dengan mengutus Roh Kudus menyelesaikan karya-Nya. DV 17
4. Lectio Divina
Lectio Divina berarti bacaan ilahi atau bacaan rohani. Lectio Divina ini sudah dikenal
dan dikembangkan dalam tradisi Gereja Katolik. Lectio Divina adalah cara berdoa
dengan membaca dan merenungkan Kitab Suci untuk mencapai persatuan dengan Allah.
Lectio Divina mempunyai empat tahapan yaitu: lectio, meditatio, oratio, dan
contemplatio.
Halaman 19
4. Tahap meditatio adalah tahap mengulang-ulang, mencerna, merenungkan, dan
menyatukan ke dalam diri kita kata-kata atau kalimat yang sangat menarik
perhatian kita sampai kata-kata itu benar-benar terinternalisasi ke dalam batin kita
dan nantinya akan mengalir dalam setiap tindakan dan perkataan kita. Dengan
demikian, kita akan memahami apa yang Allah kehendaki dalam hidup kita.
5. Tahap oratio adalah tahap doa, tahap untuk menanggapi Sabda Allah yang telah kita
renungkan. Doa ini bisa dalam bentuk apapun sesuai dengan dorongan hati kita,
bisa doa permohonan, doa pujian, doa syukur, doa pertobatan, doa penyembahan
dan lain-lain.
6. Tahap contemplatio adalah tahap persatuan dengan Allah. Pada tahap ini, kita
menyatukan diri dengan Allah, menyatukan kehendak kita dengan kehendak-Nya.
Dengan penuh kesadaran, kita hidup di dalam Allah.
Referensi:
1. Dei Verbum 7, 9, 14, 15, 16, dan 17
2. Katekismus Gereja Katolik 120, 121-123, 128-129, 761-769
3. Iman Katolik
4. Dr. Noco Syukur Dister, OFM, Teologi Sistematika 1, Allah Penyelamat, Kompendium
Sepuluh Cabang, Berakar Biblika dan Berbatang Patristika, Kanisius, Yogyakarta,
2004, hal.88-100.
5. Dari mana asalnya Kitab Suci dalam http://www.katolisitas.org/
6. Menjawab Keberatan tentang Septuaginta dan Deuterokanonika dalam http://
www.katolisitas.org/
7. Pengenalan dengan Kitab Suci (Bagian ke-2) dalam http://www.katolisitas.org/
8. Sejarah Kitab Suci dalam http://www.imankatolik.or.id/
Halaman 20
TRADISI
(Angga Satya Bhakti S.S, M.Hum.)
B. Tradisi Gereja
Dalam Gereja Katolik Tradisi sendiri memiliki dimensi suci. Tradisi merupakan
suatu wujud pengungkapan dimensi yang Ilahi melalui tindakan para rasul. Tradisi
merupakan apa yang diturunkan Yesus kepada para murid dan sekarang dilanjutkan
oleh para penggantinya. Para murid selaku orang-orang yang terdekat dengan Yesus
meneruskan ajaran-ajaran baik berupa perkataan maupun tindakan yang disampaikan
Yesus kepada mereka. Maka, tradisi bukan sekedar warisan dogma, doktrin, pemindahan
Halaman 21
pesan injil melalui kata-kata tapi tradisi juga melingkupi tindakan-tindakan yang
dipraktekan oleh gereja Perdana Misteri pribadi Yesus yang dialami para murid menjadi
isi dan dasar iman Gereja. Para rasul merupakan pelaku pertama tradisi mengenai Yesus
Kristus. Keyakianan mereka merupakan keyakinan yang dijiwai oleh Allah. Tradisi
diyakini sebagai kehidupan Gereja karena didalam tradisi itulah Roh Kudus berkarya. Di
dalam Dei Verbum Allah mewahyukan diri melalui sejarah atau tradisi selain melalui
Kitab Suci yang disusun juga melalui berbagai tradisi.
Menurut Bapa gereja tradisi memiliki ciri:
1. Antiquitas : kekunoan
2. Konsensus : Keputusan bersama
3. Universalitas : berlaku untuk umum
Tradisi memiliki proses dalam menentukan suatu dogma yang berasal
pembelajaran akan sejarah masa lalu, memformulasikan berdasarkan pertemuan
bersama (konsili) dan berlaku secara umum. Contoh: penentuan dogma yang diperoleh
dari keputusan bersama atas pelajaran masa lalu hingga berlaku untuk umum seperti
saat ini. Konsili Trente menyatakan bahwa Kristus mengutus para murid untuk
mengajarkan Injil keseluruh dunia sebagai sumber kebenaran dan ajaran moral. Konsili
vatikan II menegaskan bahwa tradisi tumbuh dalam semangat Roh Kudus. Konsili
meyakini Roh Kudus menggerakkan para rasul dalam meyampaikan tradisi, maka Roh
Kudus sendirilah yang menjadi jiwa dari tradisi. Sejarah mengenai Kristianitas
merupakan sejarah mengenai tradisi yang terbentuk sejak Gereja Perdana. Maka perlu
dipahami bahwa hidup dalam kristianitas berarti hidup di dalam tradisi. Memahami
gereja Katolik berearti memahami tradisi.
Halaman 22
pegangannya. Dunia yang dinamis memerlukan perumusan dan aktualisasi yang baru
agar sabda Kristus tetap berarti. “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini
dan sampai selama-lamanya”
Halaman 23
Syahadat merupakan pengakuan atas kepercayaan dan ajaran. Didalam syahadat
Para Rasul terkandung unsur-unsur keyakinan dua diantaranya adalah mengenai
Tritungal dan Maria sebagai ibu dari Yesus Kristus.
1. Tritunggal
Konsep mengenai Allah Tritunggal seringkali menjadi bahan perbincangan.
Pemahaman yang membingungkan mengenai Allah Tritunggal dipahami dari sisi
kuantitas dimana jumlah Allah yang selalu dibahas baik oleh orang-orang Kristiani
maupun pandangan agama-agama lain terhadap Kristiani. Yang penting dan harus
dipahami dalam memandang Allah Tritunggal ialah mengenai karya keselamatan-Nya
bukan mengenai jumlah. Bukan teori melainkan praktik hidupnya.
Inti pokok iman akan Allah Tritunggal dalah keyakinan bahwa Allah
menyelamatkan manusia dalam Kristus oleh Roh Kudus. Praktik kehidupan mengenai
kasih terungkap dalam relasi Allah Tritunggal. Bapa yang mencintai manusia mengutus
Putra-Nya sebagai jalan keselamatan menuju Bapa. Allah yang bersentuhan langsung
dengan manusia dan memberikan diri untuk manusia menjadi pedoman hidup bagi
manusia. Karya keselematan ini tidak berhenti dengan perutusan Putera saja. Manusia
akan bersatu dengan Allah ketika Allah sampai kedalam lubuk hatinya. Hal ini akan
terjadi karena Roh yang menghidupkan. Manusia dianugerahi mengambil bagian dalam
hidup Allah sendiri, yakni dalam cinta Bapa dan Putera dan Roh Kudus.
Banyak analogi yang diberikan untuk memberi gambaran mengenai Allah
Tritunggal, sebagai contoh: Bapa sebagai matahari, Putera sebagai sinarnya, Roh Kudus
sebagai panasnya yang terasa dalam diri manusia, atau seseorang yang bernama panjang
Angga Satya Bhakti, maka dipanggil Angga, Satya maupun Bhakti dia tetaplah satu orang
yang sama. Hal-hal seperti ini hanyalah sebuah upaya untuk memahami tanpa suatu
pertanggungjawaban yang jelas, perumpamaan tersebut tetap tidak mampu
mendefinisikan pemahaman Allah Tritunggal. Pemahaman tentang Allah Tritunggal
melampaui batasan pemahaman manusia. Allah Tritunggal adalah misteri yang hidup
(tetap diyakini dan dihayati) dalam iman Gereja Katolik.
Dibawah ini merupakan pernyataan mengenai syahadat para rasul terhadap Allah
Tritunggal:
Halaman 24
dapat dan mau melakukan ini tanpa tergantung pada waktu dan tempat. Ia melaksanakan
rencana-Nya melalui kemahakuasaan-Nya. Allah meyatakan keberadaan-Nya melalui
pernyataan-Nya dan tindakan-Nya terhadap bangsa Israel. Bangsa Israel merupakan
bangsa terpilih yang melakukan perjanjian dengan Allah. Banyak hal yang telah terjadi
dengan bangsa Israel, seperti perbudakan, hingga menjadi bangsa yang besar dan Allah
merupakan pembimbing hidup dan penyelamat mereka. Cinta kasih Allah tercurah
kepada bangsa Israel. Dalam segala karya-Nya kemurah hatian-Nya, kebaikan-Nya,
rahmat-Nya, adalah hal yang dapat dipercaya. Bukti cinta terbesar Allah kepada bangsa
Israel yang dipilih-Nya adalah sekalipun Israel telah menyimpang dalam tindakan
perilaku seperti menyembah berhala Allah tetap mengampuni dan setia terhadap bangsa
Israel.
Halaman 25
Yesus Kristus adalah Tuhan merupakan gelar yang sangat agung. Kata Tuhan
berasal dri bahasa Yunani Kyrios. Kyrios sendiri memiliki makna religius dan bukan
religius. Dalam makna religius Kyrios beararti mengacu pada dewa-dewi, makna bukan
religius disebutkan kepada pemilik , majikan, penguasa, atau seorang wali menurut
hukum. Dalam Perjanjian Lama gelar Tuhan digunakan Israel terhadap para pemilik
tanah, raja, atau majikan budak. Israel sendiri menyebut Allah sebagai Tuhan, yang dalam
bahsa Ibrani: Adon, adoni, adonai. Bangsa Israel menyatakan bahwa Allah adalah pemilik
mereka dan yang menguasai langit dan bumi. Allah adalah sang penguasa namun dilain
pihak Allah begitu dekat dengan bangsa-Nya sebagai pembimbing bangsa Israel.
Dalam Perjanjian Baru Yesus Kristus mendapatkan gelar Tuhan. Gelar Tuhan
menunjukkan akan Dia yang dibangkitkan. “Itulah sebabnya Allah meninggikan Dia dan
mengaruniaka kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus
bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah
bumi, dan segala lidah mengaku:’Yesus Kristus adalah Tuhan’, bagi kemuliaan Allah
Bapa!” Gelar Tuhan merupakan konsepsi relasional dimana manusia tergantung pada
Tuhan, sekaligus Tuhan bertindak dan menyelamatkan manusia. Yesus sendiri rela
menderita dan wafat disalibkan, namun Ia bangkit dan ditinggikan oleh Allah menjadi
Tuhan. Yesus Kristus juga memiliki kuasa atas bumi dan langit (Mat 28:18), kuasa seperti
ini dalam landasan biblis hanya dimiliki oleh Allah sendiri. Maka dengan demikian gelar
Tuhan untuk Yesus mengungkapkan terutama kekuasaan dari segi Ilahi-Nya.
Halaman 26
didalam diri manusia (Rm 5: 5, 1 Kor 3 :16-17; 6:19). Para Bapa gereja , Santo Irenius dan
Agustinus memandang sebagaimana jiwa meresapi dan menghidupi badan, demikian
pula Roh Kudus meresapi dan menghidupi Gereja hingga Gereja sampai saat ini adalah
kudus adanya.
Halaman 27
Perlu dipahami doa-doa yang bernuansakan Maria adalah doa-doa yang
dipanjatkan untuk menghormati Bunda Maria, bukan doa yang berarti berimankan
kepada Bunda Maria sebagai Tuhan. Doa kepada Maria merupakan doa perantara melalui
Maria kepada Kristus, sebagai Bunda-Nya. Perantara dalam pemahaman umum seorang
anak semestinya ingin berbakti kepada orangtuanya, sehingga permohonan orangtua
akan diwujudkan oleh sang anak. Dalam biblis seperti peristiwa pernikahan di Kana,
mempelai yang memohonkan bantuan kepada Bunda Maria karena kekurang anggur
sebagai jamuan untuk para tamu. Yesus melakukan mukjijat mengubah air menjadi
anggur, karena tergerak hati-Nya oleh permohonan sang ibu untuk menolong mempelai
tersebut.
Catatan:
Bapa-bapa Gereja adalah para penulis Kristian klasik, yang tulisan maupun
kepribadiannya dianggap suci oleh Gereja
Konsili adalah pertemuan yang diadakan oleh dewan para uskup.
Landasan biblis adalah landasan yang didasarkan dari Kitab Suci
1. Pengertian Sakramen
Sakramen berasal dari bahasa Latin yaitu sacramentum yang berakar kata dari
sacr, sacer yang berarti kudus, suci, lingkungan orang kudus atau bidang yang suci. Pada
awalnya digunakan untuk menerjemahkan mysterion. Mysterion berasal dari kat my
dengan kata kerja myein yang berarti menutup mata atau mulut sebagai reaksi akan
penagamalam yang diluar nalar dan tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Maka kata
Mysterion berarti suatu pengalaman yang tidak mampu terlukiskan dengan kata-kata
yaitu perjumpaan dengan yang Ilahi.6 Kata ini menjadi kata misteri yang berarti rahasia.
Rahasia yang dimaksud ialah keselamatan Allah yang ditampakkan melalui peristiwa-
peristiwa di dunia. Maka sakramen dapat dipahami sebagai peristiwa konkret duniawi
yang menandai, menampakkan, melaksanakan atau menyampaikan keselamatan Allah,
atau lebih tepat Allah yang menyelamatkan. Secara singkat sakramen adalah tanda
kehadiran Allah yang menyelamatkan.
6
Sakramen-sakramen gereja hlm61-62
Halaman 28
Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa”. Seluruh pribadi Yesus dan
karya-Nya menjadi tanda yang menghadirkan Allah secara utuh.
2. Tujuh Sakramen
Terdapat tujuh sakramen yang diakui oleh Gereja Katolik tujuh sakramen tersebut
terbagai menjadi tiga bagian:
2) Sakramen Penguatan/Krisma
Sakramen penguatan membuat orang kristiani semakin terikat pada gereja secara
lebih sempurna. Mereka diperkaya dengan daya kekuatan Roh Kudus sehingga
mereka dianggap semakin dewasa dalam iman. Mereka semakin menjadi saksi
Kristus dalam perkataan maupu perbuatan. Krisma berarti pengurapan berasa
Halaman 29
dari bahasa Yunani Chrisma, krima dengan kata kerja chrio, chriein yaitu
mengurapi. Sakramen krisma merupakan tahapan setelah sakramen baptis agar
seseorang secara penuh menjadi anggota Gereja. Krisma hanya diberikan kepada
mereka yang sudah dibaptis dan sudah dapat menggunakan akal dan dapat
bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya. Pelayan akan mengatakan “
terimalahtanda karunia Roh Kudus”, ia juga akanmenumpangkan tangan dan
mengurapi minyak krisma di dahi.
3) Sakramen Ekaristi
Sakramen Ekaristi melibatkan orang kristiani untuk ikut ambil bagian dalam
kurban Tuhan bersama seluruh jemaat. Ekaristi merupakan sumber dan puncak
seluruh hidup Grejani. (LG 11). “sakramen-sakramen lainnya, begitu pula semua
pelayanana gerejani serta karya kerasuan, berhubungan erat dengan Ekaristi suci
dan terarahkan kepadanya. Sebab dalam Ekaristi suci tercakuplah seluruh
kekayaan rohani Gereja yakni Kristus sendiri, Paska kita” (PO 5). Ekaristi
menghadirkan kembali peristiwa penebusan dan keselamatan meaui diri Yesus
Kristus. Ekaristi juga menjadi ritual ibadat Gereja. Di dalam Ekaristi, anggota
Gereja merasakan kehadiran Kristus sendiri. Dalam Ekaristilah kebersamaan
dengan Allah dan sesama mencapai kepenuhan dan jawabannya.
b. Sakramen-sakramen Penyembuhan:
Dalam keyakinan Kristiani, Kristus adalah dokter jiwa dan tubuh. Kristus sendiri
didalam Ktab Suci menyembuhkan orang-orang yang sakit dan meengampuni dosa
orang-orang, kini Kristus menghendaki Gereja melanjutkan karya penyembuhan dan
penyelamatan-Nya dalam Roh Kudus. Maka sakramen yang termauk dalam bagian ini
adalah:
4) Sakaramen Tobat
Sakramen ini seringkali juga disebut sakramen perdamaian (rekonsiliasi). Mereka
yang menerima sakramen tobat memperoleh pengampunan dari belas kasih Allah
atas penghinaan mereka terhadap-Nya; sekaligus mereka didamaikan Gereja, yang
telah mereka lukai dengan berdosa, dan yang membantu pertobatan mereka
dengan cinta kasih, teladan serta doa-doanya” (LG 11). Dosa menyebabkan
rusaknya relasi manusia dengan Allah, sesama dan secara khusus Gereja.
Pertobatan hendaknya menhasilkan tindakan kebaharuan dalam diri manusia
sehingga manusia tidak melakukan kesalahan lagi. Maka unsur yang seharusnya
ada dalam situasi pengakuan dosa ialah penyesalan, keterbuakaan, dan komitmen
untuk menjadi lebih baik dari orang yang mengaku dosa. Sakramen ini dilakukan
dengan menyampaikan dosa-dosa dihadapan imam yang diyakini memiliki kuasa
atas rahmat tabisannya, maka seringkali sakramen ini juga disebut sebagai
sakramen pengakuan dosa. Imampun akan memberikan absolusi(pengampunan)
sehingga disebut sakramen pengampunan dosa.
Halaman 30
5) Sakramen Pengurapan Orang Sakit
Sakramen ini merupakan bentuk perhatian Gereja yang turut menemani
anggotanya dalam situasi sakit. Mereka yang sakit mendapat peneguhan dengan
menyatukan kesakitan mereka dengan pendertitaan yang dialami oleh Kristus.
Situasi sakit seringkali menjadikan manusia merasa takut, menutup diri dan putus
asa hingga pemberontakan terhadap Allah. Disisi lain penyakit justru dapat
mematangkan diri manusia untuk semakin matang dalam menerima kehidupan,
dan mampu membawa manusia kembali kepada Allah. Sakramen pengurapan
orang sakit bukanlah sakramen yang diberikan lantas sipenyekit sembuh dari
penyakitnya, melainkan sebagai bentuk peneguhan terhadap jiwa yang ikut sakit
karena sakit secara fisik.
6) Sakramen Tahbisan
Sakramen ini merupakan perutusam yang dipercayakan Kristus kepad Rasul-
rasul-Nya, yang didalam Gereja dilanjutkan dalam diri para pelayan Gereja seperti
Para uskup, Imam dan diakon. Sakramen ini menempatkan sistuasi dimana
manusia membutuhkan seorang pemimpin. Pemimpin yang mampu melayani dan
membimbing kehidupan mereka terutama dalam iman. Maka tahbisan ini
mencakup tiga tahap yaitu:
a) Episkopat
Tahbisan untuk menjadi seorang uskup. Tahbisan ini merupakan puncak
kepenuhan dalam sakramen imamat. Maka dalam Gereja uskup merupakan
imamat tertinggi. Menjadi Uskup memiliki tiga peranan penting: Guru,
gembala, dan Imam Agung dengan tugas mengajar dan memimpin.
b) Prebisterat
Merupakan tahbisan untuk para imam. Imam merupakan rekan kerja
uskup, dengan uskup sebagai pemimpinnya. Mereka menerima misi
kerasulan dai para uskup. Seperti memimpin perayaan ekaristi.
c) Diakonat.
Diakon berarti pelayan, tahbisan ini merupakan jenjang tahbisan sebelum
menjadi imam. Tugas diakon adalah membantu Uskup dan Imam dalam
perayaan-perayaan seperti Ekaristi, membagikan komuni kudus,
mebacakan Injil dan berkhotbah, saksi gerajani bagi perkawinan dan
memberkati para mempelai, memimpi upacara pemakaman.
Halaman 31
Tahbisan Episkopat dan Prebisterat memampukan pelayan gereja ini memiliki
tiga peranan penting Kristus yaitu sebagai imam, nabi dan raja. Imam dalam tugas
untuk menguduskan, nabi dengan tugasnya mewartakan, dan raja dalam tugasnya
sebagai pemimpin.
7) Sakramen Perkawinan
Sakramen perkawinan merupakan pria dan wanita yang ingin hidup bersama
seumur hidup. Hal ini merupakan persekutuan yang ada dalam kodrat pria dan
wanita. Persekutuan ini merupakan kehendak Allah sendiri. Tuhan menciptakan
manusia karena cinta, maka Tuhan juga yang memanggil manusia untuk mencinta.
Dalam ranah teologis, perkawinan menyimbolkan Allah yang setia kepada umat
pilihan-Nya seperti yang tergambar dalam Perjanjian Lama, dan dalam Perjanjian
Baru seperti hubungan yang mesra Yesus kepada Gereja. Kristus dengan Gereja-
Nya juga tidak terpisahkan. Perkawinan memiliki sifat yang sakral, pasangan suami
istri memiliki tantangan dalam mewartakan apa yang dilambangkan tersebut.
Halaman 32
Perkawinan Masing-masing dari partner Laki-laki dan perempuan yang telah
yang melangsungkan dibatis dan bebas halangan
pernikahan
Imamat Uskup Laki-laki yang sudah menyelesaikan
pendidikan calon imam (termasuk
kuliah fisafat-teologi), sudah
diijinkan oleh pihak pimpinan, dan
lektor dan akolit
Ekaristi berasal dari bahasa Yunani yaitu eucharistia yang berarti puji syukur.
Kata ini merupakan kata benda dari eucharistein yang berarti memuji dan mengucap
syukur. Eucharistein digunakan bersama dengan kata kerja eulogein yang berarti memuji-
bersyukur, untuk menerjemahkan bahasa Ibrani barekh yang berarti memuji dan
memberkati. Kata kerja Barekh memiliki kata benda berakhah yang biasa digunakan
untuk doa berkat, perjamuan yang berisi pujian, syukur, dan permohonan. Doa tersebut
berlangsung pada saat perjamuan makan Yahudi yakni doa berkat atas roti (sebelum
perjamuan makan) dan piala (sesudah perjamuan makan). Ekaristi secara asal usul
berarti doa berkat yang berlangsung dalam perjamuan makan Yahudi.
Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut perayaan Ekaristi adalah misa.
Salah satu asal-usul kata misa berasal dari ungkapan “Ite, missa est” yang berarti pergilah
saudara diutus. Ini merupakan kata-kata terakhir imam dalam perayaan ekaristi. Bagian
ini disebut dimissio yang berarti mohon pamit dalam istilah Latin kuno. Missa memiliki
arti sama dengan missio dari mittere yang artinya mengirim atau mengutus. Yang ingin
disampaikan dari misa adalah segi perutusan. Setelah melakukan karya penebusan
Tuhan dalam pengenangan dan perayaan Ekaristi, umat diutus untuk menghadirkan
karya penebusan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari dalam pelayanan kepada sesama
dan dunia. Kata Misa sudah digunakan sejak abad ke IV untuk menyebut perayaan
Halaman 33
ekaristi. Dalam perkembangannya penggunaan kata misa lebih dimengerti dalam
konteks liturgi, mengacu pada ritual perayaan Ekaristi sedangkan Ekaristi adalah
perjamuan sakramental Gereja yang dirayakan sesuai dengan contoh dan perintah
Yesus.7
“Dengan ikut serta dalam kurban Ekaristi, sumber dan puncak seluruh hidup kristiani,
mereka mempersembahkan Anak Domba Ilahi dan diri sendiri bersama dengan-Nya
kepada Allah; demikianlah semua menjalankan peranannya sendiri dalam perayaan
liturgis, baik dalam persembahan maupun dalam komuni suci, bukan dengan campur
baur, melainkan masing-masing dengan caranya sendiri. Kemudian, sesuadah
mempereoleh kekuatan dari tubuh Kristus dalam perjamuan suci, mereka secara konkret
menampilkan kesamaan Umat Allah, yang oleh sakramen mahaluhur itu dilambangkan
dengan tepat dan diwujudkan secara mengagumkan”8.
Makna Ekaristi sebagai sumber dan puncak kehidupan Gereja yaitu ekaristi
merupakan spiritualitas hidup Gereja. Ekaristi menjadi daya dalam hidup Gereja. Ekaristi
bukan sekedar ritual gereja, ekaristi merupakan suatu kesatuan kehidupan kristiani
dalam kehidupan sehari-hari. Ketika umat kristiani melakukan perayaan Ekaristi, mereka
mengenangkan dan merayakan kembali karya penebusan Tuhan. Mereka melakukan
perjamuan makan dengan Tuhan. Mereka mengingat kembali seluruh karya dan hidup
Yesus untuk mewartakan Kerajaan Allah. Yesus mewartakan Kerajaan Allah tersebut
melalui sabda dan karya. Dan mereka memiliki tanggungjawab untuk meneruskan karya
tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Bentuk perayaan ekaristi dalam rupa perjamuan makan. Makan merupakan salah
satu kebutuhan dasar manusia. Dalam konteks kehidupan, makan merupakan tempat
diamana manusia duduk bersama, mengisi kebutuhan jasmani, namun disisi lain makan
juga tempat untuk berbagi cerita, dan berbagi sukacita. Dalam perayaan-perayaan
kehidupan makan menjadi suatu tradisi sendiri yang tidak bisa dihilangkan. Acara
ulangtahun, maupun pernikahan biasanya disyukuri dalam bentuk makan-makan
bersama. Seperti maknanya Ekaristi adalah perayaan syukur. Perjamuan makan ini
sebagai bentuk ungkapan syukur umat atas penebusan yang dilakukan oleh Kristus.
Perjamuan Ekaristi merupan perjamuan makan dimana manusia bersatu dengan Kristus
dalam rupa santapan rohani (tubuh dan darah Kristus). Dengan menyantap tubuh dan
darah Kristus, umat diharapkan mampu semakin bersatu dengan Kristus sehingga umat
mampu mewartakan Kerajaan Allah dalam kehidupan sehari-harinya dengan melakukan
tindakan-tindakan kebaikan.
7
Lakukanlah Ini ,hlm13-15
8
Ekaristi hlm 301-302
Halaman 34
empat rupa, yakni diri Imam (mereka yang tertahbis baik presbiterat dan episkopat)
sebagai pemimpin, altar sebagai Kristus yang dipersembahkan, evangelirium (Kitab Suci)
sebagai Kristus yang bersabda, dan kesatuan tubuh dan darah Kristus sebagai Kristus
yang mempersembahkan dan menyatukan diri-Nya demi umat-Nya.
Perayaan ritual Kristiani dalam Perayaan Ekaristi terbagi menjadi 4 bagian besar:
A. Ritus Pembuka
Perarakan Masuk dan Penghormatan Altar
Tanda Salib dan Salam
Kata Pengantar
Ritus Tobat, diikti “Tuhan Kasihanilah” (Kyrie)
Madah Kemuliaan (Gloria)
Doa Pembuka
B. Liturgi Sabda
Dengan susunan lengkap:
Bacaan Pertama
Mazmur Tanggapan
Bacaan Kedua
Bait Pengantar Injil
Bacaan Injil
Homili
Syahadat/Pernyataan Iman
Doa umat/Permohonan
C. Liturgi Ekaristi
Persiapan Persembahan (Kolekte,perarakan persembahan, Doa pribadi
imam, Doa persiapan Persembahan)
Doa Syukur Agung (Doa pujian yaitu dialog, prefasi, kudus dan Doa Syukur)
Ritus Komuni (Bapa Kami, Doa Damai, Pemecahan Roti/Anak Domba
Allah,Pembagian Tubuh Kristus, doa sesudah Komuni)
D. Ritus Penutup
Pengumuman
Amanat singkat
Salam dan berkat
Pengutusan
Penghormatan Altar dan Perarakan keluar.
Dalam bagian besar ada istilah ritus dan liturgi, hal ini untuk manandakan nilai
utamanya. Liturgi adalah hal yang mutlak harus ada untuk membangun suatu kesatuan
utuh bagi seuah Perayaan Ekaristi. Sedangkan ritus dapat digantiatau ditambahkan
sebagai tindakan kreativitas dalam stuasi kontekstual, contoh: misa anak muda bila ada
tindakan simbolisasi yang bernuansakan anak muda dapat diletakkan di bagian ini.
Secara menyeluruh 4 bagian besar ini adalah satu rangkaian utuh daam Perayaan Ekaristi
Halaman 35
Referensi:
1. https://kbbi.web.id/tradisi, 6 Maret 2018
2. Katekismus Gereja Katolik (1993), Edisi Indonesia: Para Waligereja Regio Nusa
Tenggara diakui oleh Konferensi Waligereja Indonesia. Percetakan Arnoldus Ende.
3. Konferensi Waligereja Indonesia (1996), Iman Katolik buku informasi dan referensi,
Yogyakarta dan Jakarta : kerjasama Kanisius dan Penerit Obor
4. Yohanes de Britto Suwartoyo (2001), Tradisi Gereja menurut Yves Congar, Bandung:
Skripsi Fakultas Ilmu Filsafat dan Teologi Universitas Katolik Parahyangan
5. Alkitab Deuterokanonika(1976), Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
6. I.Suharyo, Pr (1996)Kamus Teologi, Yogyakarta: Kanisius terjemahan dari Gerald
O’Collins, SJ dan Edward G. Farrugia, SJ (1991) A Concise Dictionary of Theology, New
Jersey: Paulist Press
7. A.Heuken SJ (cetakan ke 3 1995), Ensiklopedi Gereja V:Tr-Z Sejarah Gereja di
Indonesia; Sejarah Gereja di Asia, Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, hlm 7
8. Emanuel Martasudjita, Pr (2013) Pokok-Pokok Iman Gereja Pendalaman Teologis
Syahadat, Yogyakarta: Kanisius, hlm 126-129, 137-138, 213-218
9. E.Martasudjita, Pr (2003) Sakramen-Sakramen Gereja tinjauan Teologis, Liturgis, dan
Pastoral, Yogyakarta: Kanisius
10. E.Martasudjita, Pr (2005) Ekaristi tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral,
Yogyakarta:Kanisisus
11. C.H.Suryaugraha (2003) Lakukanlah Ini Sekitar Misa Kita, Bandung: SangKris
Halaman 36
MAGISTERIUM GEREJA
Oscar Yasunari SS., MM
A. Tradisi Suci dan Kitab Suci sebagai saksi Allah yang hidup
Kata tradisi berasal dari kata Latin “Traditio” yang berarti sesuatu yang telah diserahkan,
diteruskan dan diwariskan. Tradisi dalam konteks Gereja Katolik adalah Tradisi yang
terpusat dan tidak terpisahkan dari Kitab Suci “Tradisi Suci dan Kitab Suci berhubungan
erat sekali dan terpadu. Sebab keduanya mengalir dari sumber ilahi yang sama, dan
dengan cara tertentu bergabung menjadi satu dan menjurus ke arah tujuan yang sama”
(DV 9). Kedua-duanya menghadirkan dan mendaya-gunakan misteri Kristus di dalam
Gereja, yang menjanjikan akan tinggal bersama orang-orang-Nya “sampai akhir zaman”
(Mat 28:20).9
Pangkal Tradisi Suci dalam Katolik tidaklah terlepas di dalam kerangka kehidupan dan
ajaran kristus yang diwartakan oleh para pengikut Yesus. Para Rasul meneruskan apa yang
mereka ambil dari ajaran dan contoh Yesus dan yang mereka dengar dari Roh Kudus. Jemaat
perdana sendiri pada awalnya belum mempunyai Kitab Perjanjian Baru yang tertulis dan
Perjanjian Baru itu sendiri memberi kesaksian tentang proses tradisi yang hidup itu.
Tradisi-tradisi teologis, disipliner, liturgis atau religius, yang dalam perjalanan waktu
terjadi di Gereja-gereja setempat. Tradisi muncul karena adanya ungkapan yang
disesuaikan dengan tempat dan zaman yang berbeda-beda seturut perkembangan
waktu.10 Tradisi Suci dalam Gereja Katolik berkaitan dengan doktrin/ ajaran iman yang
tidak mungkin salah dan tidak dapat diubah yang ditetapkan dalam Konsili- konsili
seperti Ajaran yang diajarkan oleh Bapa Paus (Magisterium Gereja Katolik); Tulisan
pengajaran dari para Bapa Gereja dan para orang kudus (Santo/ Santa) yang sesuai
dengan pengajaran Magisterium; Katekismus Gereja Katolik ataupun sakramen-
sakramen.
Tradisi Suci selalu menghasilkan ajaran-ajaran iman atau dogma-dogma Gereja yang
wajib diikuti setelah seseorang mendapatkan babtisan. Melalui ajaran-ajaran iman dan
dogma Gereja Allah menghendaki bahwa semua manusia patut diselamatkan.
“Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, yang menghendaki
supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.Karena
Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu
manusia Kristus Yesus” (1 Tim:2-5)
9
KGK 80
10
Bdk KGK 83.
Halaman 37
B. Magisterium sebagai penjaga iman Gereja
Karya cintakasih dan kesalamatan Allah pada umat manusia, dalam
mengungkapkan diriNnya, tidaklah terbatas pada cara, ruang dan waktu. Allah tidak
hanya mengungkapkan diriNya pada Kitab Suci namun juga melalui Yesus Kristus,
putraNya yang tunggal, yang mengungkapkanNya dengan cara teladan maupun dengan
sabdaNya. Kedua hal tersebut, baik lisan maupun tulisan, diteruskan oleh para rasul dan
para penerusnya secara utuh dan sungguh hidup dalam proses perjalanan Gereja.
Paus sebagai pengganti Rasul Petrus yang diberi kuasa oleh Kristus untuk
memimpin jemaat yang percaya kepadaNya dan juga para uskup sebagai pengganti para
rasul memiliki kuasa yang diamanatkan oleh Kristus untuk mewartakan karya
keselamatan tersebut. Kuasa dalam mewartakan warta kekselamatan yang dilakukan
oleh Paus dan Para Uskup atas kuasa Roh Kudus secara turun temurun ini merupakan
kuasa mengajar.
Karenanya dalam proses perjalanan Gereja Katolik rasul Petrus dan para rasul menunjuk
Paus dan para Uskup untuk menggantikan mereka dan menyerahkan kepada mereka
kedudukan untuk mengajar.
Paus, sebagai pengganti rasul Petrus dan Para Uskup, sebagai pengganti para
Rasul yang mendapatkan wewenang mengajar dari Kristus dan para rasul disebut dengan
Magisterium. Bisa dikatakan Magisterium adalah Wewenang Mengajar Gereja, yang
terdiri dari Bapa Paus (sebagai pengganti Rasul Petrus) dan para uskup (sebagai
pengganti para rasul). Magisterium mempunyai kewibawaan untuk menginterpretasikan
ajaran injil dan ajaran Kristus; menjaga dan melindungi Sabda Allah itu dari interpretasi
yang salah agar tidak keliru dan melindungi umat terhadap kekeliruan dan kelemahan
iman.
“Adapun tugas menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau
diturunkan itu, dipercayakan hanya kepada Wewenang Mengajar Gereja yang hidup,
yang kewibawaannya dilaksanakan atas nama Yesus Kristus” (KGK 85 ).
“Perutusan Wewenang Mengajar berkaitan dengan sifat definitif perjanjian, yang Allah
adakan di dalam Kristus dengan Umat-Nya. Wewenang Mengajar itu harus melindungi
umat terhadap kekeliruan dan kelemahan iman dan menjamin baginya kemungkinan
obyektif, untuk mengakui iman asli, bebas dari kekeliruan. Tugas pastoral Wewenang
Mengajar ialah menjaga agar Umat Allah tetap bertahan dalam kebenaran yang
membebaskan. Untuk memenuhi pelayanan ini Kristus telah menganugerahkan kepada
para gembala karisma “tidak dapat sesat” [infallibilitas] dalam masalah-masalah
iman dan susila…..”(KGK 890)
Halaman 38
Karenanya Paus sebagai pemimpin umat Allah, memiliki kuasa yang tertinggi dalam
memimpin, membimbing dan mengajar setiap permasalahan iman dan moral. Tradisi
Suci ini diimani oleh seluruh Umat Katolik bahwa Paus sebagai pengganti Petrus memiliki
kuasa tersebut. Kuasa dalam hal pengajaran iman dan moral yang ada pada Paus
tentunya merupakan suatu kuasa yang mengikat dan melepaskan, yang bersifat tidak
mungkin salah Atau yang sering dikenal dengan istilah infallibilitas Paus. Infallibilitas
Paus bisa diartikan bahwa dalam lingkup Gereja Katolik diyakini bahwa Paus memiliki
ketidakmampuan berbuat salah dalam kebenaran yang diajarkan/dinyatakan.
“Ciri tidak dapat sesat itu ada pada Imam Agung di Roma, kepala dewan para
Uskup, berdasarkan tugas beliau, bila selaku gembala dan guru tertinggi segenap
umat beriman, yang meneguhkan saudara-saudara beliau dalam iman, menetapkan
ajaran tentang iman atau kesusilaan dengan tindakan definitif… Sifat tidak dapat
sesat, yang dijanjikan kepada Gereja, ada pula pada Badan para Uskup, bila melaksanakan
wewenang tertinggi untuk mengajar bersama dengan pengganti Petrus” (LG 25) terutama
dalam konsili ekumenis Bdk. Konsili Vatikan 1: DS 3074.. Apabila Gereja melalui Wewenang
Mengajar tertingginya “menyampaikan sesuatu untuk diimani sebagai diwahyukan oleh
Allah” (DV 10) dan sebagai ajaran Kristus, maka umat beriman harus “menerima
ketetapan-ketetapan itu dengan ketaatan iman” (LG 25). Infallibilitas ini sama luasnya
seperti warisan wahyu ilahi Bdk. LG 25. (KGK 891)
Sifat infalibilitas Paus ini tentunya tidak berlaku dalam segala hal, namun hanya
dalam hal pengajaran iman dan moral. Dasar dari kuasa infabilitas itu sendiri adalah
kehendak Kristus yang disampaikan kepada Petrus agar dalam memimpin jemaatNya
tidak terjadi kesalahan, perpecahan dan juga tidak menghantar Gereja kepada “alam
maut” (Mat 16: 18). Yesus kritus berkehendak untuk mempertahankan kesatuan jemaat
yang percaya kepadaNYA / GerejaNya maka sudah menjadi konsekuensi bahwa “Ia
memberikan kuasa tidak dapat sesat/ infalibilitas kepada pemimpinnya (yaitu Bapa
Paus) untuk mengajarkan hal iman dan moral.(LG 25)
Saat ketiga syarat tersebut dipenuhi maka pengajaran yang dihasilkan oleh
seorang Paus bisa dikatakan sebagai Magisterium dimana ajaran tersebut bersumber
pada sumber yang sama yaitu pengajaran Kristus dan para rasul. Namun, jika Paus
ajarannya bukan atas nama Rasul Petrus, bukan tentang iman dan moral, dan juga bukan
menyangkut Gereja universal, tapi secara pribadi (membuat buku tentang filsafat
misalnya), maka pengajarannya tidak bisa dikatakan tidak dapat sesat / infallible.
Halaman 39
Dalam Gereja Katolik tingkatan dalam pengajaran Magisterium Gereja adalah konstitusi,
dekrit dan enseklik.
Konstitusi adalah dokumen yang tertinggi yang mengandung ajaran resmi Gereja Katolik
dari Sri Paus, yang dinyatakan dan dirumuskan melalui keputusan resmi sebagai
kebenaran-kebenaran yang diwahyukan secara ilahi, melalui Paus ketika ia berbicara “ex-
cathedra” atau oleh dewan Uskup dalam konsili.
Contoh: Dei Verbum (tentang Wahyu Ilahi); Gaudium et Spes (tentang Gereja);
Sacrosanctum Concilium (tentang Liturgi Kudus).
Dekrit merupakan hasil dari suatu konsili yang merupakan penjabaran atau pernyataan
sikap Gereja tentang hal-hal / soal-soal khusus yang ingin dilaksanakan11
Contoh dekrit: Ad Gentes (tentang karya misioner Gereja); Apostolicam Actuositatem
(tentang kerasulan awam); Christus Dominus (tentang kegembalaan Uskup dalam
kehidupan gereja Katolik); Inter Mirifica (tentang alat-alat komunikasi sosial dalam
Gereja). Optatam Totius (tentang pendidikan imam); Perfectae Caritatis (mengenai
pembaharuan yang serasi hidup kebiaraan); Presbyterorum Ordinis (mengenai
kehidupan dan pelayanan para imam);
Ensiklik adalah surat amanat Paus sebagai Uskup Roma, yang memiliki wibawa
Magisterium/kuasa mengajar Gereja), mengenai iman, kesusilaan, masalah-masalah
yang ada dalam masyarakat sepertisosial, ekonomi, politik (mengenai ajaran-ajaran
sosial yang ada dalam Gereja). Surat edaran ini dikirim oleh Paus kepada para Uskup.
Oleh para Uskup dikirim kepada bawahannya. Ensiklik bukanlah dokumen tertinggi
dalam Gereja Katolik namun ketetapan dalam enseklilk dihormati oleh umat dalam
Gereja Katolik
Contoh enseklik dari Paus Yohanes Paulus II : Redemptor Hominis (1979), Laborem
Exercens (1981), Redemptoris Mater (1987), Redemptoris Missio (1990), Centesimus
Annus (1991), dekrit dari Paus Benediktus XVI : Caritas in Veritate (2008) dan dekrit dari
Paus Fransiskus : Lumen Videi (2013), Laudato Si (2015).
11
Riyanto Cm, Armada Fx.E, Dialog Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1995, hal 32
12
Gereja berasal dari bahasa Portugis: igreja; dalam Yunani εκκλησία (ekklêsia) dalam bahasa Inggris: Church
Halaman 40
Namun wujud Gereja itu sendiri bukanlah sekedar persekutan di dalam Yesus
Kristus saja namun juga mengandung makna bahwa pesekutuan yang ada haruslah
menekankan pada tugas dan persekutuan yang di perintahkan oleh Yesus Kristus untuk
mewartakan ajarannya. Secara gamblang Yesus Kritus sendiri memerintahkan pada
para muridnya, “Pergilah, jadikanlah semua bangsa muridku” (Mat 28:19); “Kamu akan
menjadi saksiKu … sampai ke ujung bumi” (Kis 1:8). Kesaksian yang dilakukan oleh para
rasul terus terjadi secara berkesinambungan. Sejak Roh Kudus turun atas para rasul, para
rasul diselimuti oleh semangat Kritus dalam mewartakan ajaran dan kehendaknya
secara terus menerus. “…ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir zaman." (Mat 28: 20). Karena perutusan itulah maka himpunan
persekutuan yang percaya pada Yesus Kritus selalu mengangkat para pengganti para
rasul, sebagai uskup, dan pengganti pemimpin para rasul, Petrus, sebagai Paus. Hal ini
dikehendaki oleh Kristus untuk menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir
zaman.13 Pergantian kepemimpinan secara organisatois tampak dalam Struktur Hirarki
Gereja yang mengacu pada kekristenan awal.
1. Para Rasul
Sejarah awal perkembangan Hierarki adalah kelompok keduabelas rasul. Dalam sejarah
kekristenan struktur hierarki dimulai dengan terpilihnya kedua belas rasul yang
langsung ditunjuk oleh Kristus dan secara tegas dinyatakan bawah Petrus ditunjuk
sebagai pemimpin atas para Rasul. “Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah
Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak
akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga14 Apa yang kauikat
di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di
sorga.” (Mat 16: 18-19). Dalam perjalanan sejarah selanjutnya maka posisi petrus
sebagai pemimpin para rasul digantikan oleh Paus dan posisi para rasul digantikan oleh
para Uskup.
13
LG 18
14
Dalam Perjanjian Lama, istilah ”Kunci” menggambarkan suatu kisah tentang Elyakim bin Hilkia yang
bertanggungjawab memegang kunci rumah Raja Daud, simbol kekuasaan Kerajaan Yehuda, dan diberi kuasa
penuh kepadanya.“Maka pada waktu itu Aku akan memanggil hamba-Ku, Elyakim bin Hilkia: Aku akan
mengenakan jubahmu kepadanya dan ikat pinggangmu akan Kuikatkan kepadanya, dan kekuasaanmu akan
Kuberikan ke tangannya; maka ia akan menjadi bapa bagi penduduk Yerusalem dan bagi kaum Yehuda. Aku
akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup;
apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.” (Yes 22:20-22). Dalam diri Petrus, “kunci” yang
diberikan oleh Yesus mengisyaratkan bahwa Petrus berkuasa penuh atas pintu Kerajaan Allah dan kuasa itu
juga menyangkyutkepemimpinan seluruh umat beriman yang kemudian diteruskan oleh Magisterium Gereja,
Paus dan para uskup, dalam kuasanya untuk mengikat atau melepaskan ajaran iman dan moral.
Halaman 41
Episcopale).Karena sifatnya kolegial maka tahbisan uskup selalu dilakukan oleh paling
sedikit tiga uskup.15
3. Paus
Dalam perjalanan kekristenan, Paus diangkat menjadi pemimpin para uskup secara
berkesinambungan menggantikan Petrus yang diangkat, dalam kuasa Kristus, menjadi
kepala para rasul dalam menggembalakan umatnya. Dari kesaksian tradisi Gereja, Roma
merupakan pusat dan petunjuk seluruh ajaran Gereja dan Petrus adalah uskup Roma
yang pertama. Karenanya berdasarkan keyakinan tradisi Gereja Katolik, uskup Roma
tentunya sebagai pengganti Petrus dan Paus adalah uskup Roma yang tugas dan
kuasanya setara dengan Petrus. Dalam keseharian tradisi Gereja paus adalah seorang
uskup (uskup Roma) dan ketua dewan uskup serta pemersatu seluruh iman Gereja.
Diantara para uskup, kedudukan Paus menjadi yang utama dari para uskup, primus inter
pares (yang pertama diantara yang sederajat). Paus memimpin para uskup seperti Rasul
Petrus memimpin para rasul. Paus adalah simbol dan jaminan pemersatu Gereja Katolik.
Hanya uskkup yang diakui oleh Paus akan diakui oleh umat Katolik.16
Dalam menjalankan tuganya Paus dibantu oleh
- Kardinal
Kardinal merupakan uskup-uskup dari seluruh dunia yang ditujuk langsung oleh Paus.
Tugas dan wewenangnya adalah memilih Paus baru ketika seorang paus meninggal dunia
atau mengundurkan diri dan juga berfungsi sebagai penasihat paus. Umumnya seorang
kardinal memimpin suatu keuskupan agung. Umumnya para Kardinal adalah uskup-
uskup yang mempunyai keunggulan dalam bidang ajaran, kesusilaan, kesalehan dan
kebijaksanaan. Kardinal (latin)"cardo", berarti "yang utama" atau "pimpinan".
-Kuria Roma
Kuria Roma merupakan departemen-departemen yang menyelenggarakan urusan-
urusan gerejawi dan dipimpin oleh seorang kardinal di setiap departemennya. Kuria
Roma terdiri dari Sekretariat Negara atau Kepausan, Dewan Urusan Umum Gereja,
Kongregasi-kongregasi, Pengadilan-pengadilan, dan Lembaga-lembaga lainnya yang
susunan serta kompetensinya dirumuskan dalam undang-undang khusus.17
-Duta Besar Vatikan
Utusan Paus yang bergelar Monseignur yang ungul dalam hal diplomatik. Duta besar
Vatikan ditugaskan oleh Paus, sebagai Kepala Negara Vatikan, dalam suatu negara dan
juga dipercayakan tugas untuk secara tetap mewakili pribadi Paus sendiri pada Gereja-
gereja partikular atau Otoritas-otoritas publik ke mana mereka diutus.18
15
LG 21
16
Fras Magnis-Suseno, 2017, Katolik Itu Apa? Sosok-Ajaran-Kesaksiannya, hal: 156-157, Yogyakarta: Kanisius.
17
KHK 360
18
KHK 363
Halaman 42
4. Uskup
Pemimpin Gereja lokal yang merupakan bagian dari hirarki Gereja Katolik.Uskup diyakini
sebagai pengganti para rasul.Para uskup di dunia menjadi bagian dari dewan para uskup
di bawah pimpinan Sri Paus. Wilayah tanggungjawab uskup dinamakan dengan
Keuskupan. Tahbisan uskup ini bersifat seumur hidup. Berdasarkan tugasnya, uskup
dibedakan menjadi dua macam yaitu Uskup Diosesan, uskup yang bertugas (diberi tugas)
di suatu wilayah keuskupan dan Uskup Tituler, uskup yang tidak bertugas pada satu
wilayah namun ditunjuk oleh Tahta Suci, di Vatikan, Roma guna melayani kebutuhan
khusus seperti di Militer.
Dalam menjalankan tugasnya, uskup yang memimpin keuskupan dibantu oleh viksris
jenderal (wakil uskup), para imam/pastor dan diakon tertahbis.
5. Pastor/Imam
Imam merupakan wakil/pembantu umum uskup di dalam jemaat setempat. Imam dalam
jemaat setempat sering disebut dengan pastor Paroki. Pastor Paroki melayani umat Allah
sebagai pembantu dari seorang Uskup. Tugas para imam sama seperti uskup: untuk
mewartakan Injil, menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat.
6. Diakon
Diakon merupakan anggota hierarki yang bertugas sebagai pembantu khusus para uskup
dalam jemaat setempat. Diakon bisa dikatakan sebagai pembantu uskup, namun tidak
mewakilinya,
Referensi:
1. Konstitusi Gereja Katolik Lumen Gentium
2. Katekismus Gereja Katolik (KGK)
3. Kitab Hukum Kanonik (KHK)
4. Fras Magnis-Suseno, 2017, Katolik Itu Apa? Sosok-Ajaran-Kesaksiannya, Yogyakarta:
Kanisius.
5. Ribru, K, 1983, Tonggak Sejarah pedoman arah : dokumen "konsili Vatikan II”, Jakarta:
Dokpen Mawi
Halaman 43