Anda di halaman 1dari 43

BAHAN AJAR

MATAKULIAH PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK


(MKU180370)

Tim Dosen
Matakuliah Pendidikan Agama Katolik

Matakuliah Umum
Universitas Katolik Parahyangan
2018

Halaman 1
Pendahuluan
Sejalan dengan capaian mata kuliah, perkuliahan Pendidikan Agama Katolik
memiliki tiga tujuan utama. Pertama, membantu mahasiswa memahami Identitas Gereja
Katolik. Materi yang didalami adalah Agama dan Beragama dan Gereja Katolik, Kitab Suci,
Tradisi, dan Magisterium. Kuliah Pendidikan Agama Katolik tidak dimaksudkan untuk
mengkatolikan atau memotivasi mahasiswa agar menganut agama Katolik melainkan
memperkenalkan agama Katolik. Kedua, membantu mahasiswa menghayati sikap
religius sesuai dengan nilai-nilai Kekatolikan. Materi yang didalami adalah Wahyu dan
Iman, Dekalog, dan Sikap Gereja terhadap Pluralitas. Ketiga, membantu mahasiswa
memiliki sikap peduli kepada masyarakat terutama mereka yang lemah dan tersisihkan
melalui tindakan kasih. Materi yang didalami adalah Ajaran Sosial Gereja. Sasaran akhir
dari seluruh proses perkuliahan Agama Katolik ini adalah agar peserta matakuliah
semakin menjadi homo religiosus (yang Islam menjadi lebih Islami, yang Kristen menjadi
lebih Kristiani, dll), memiliki kepekaan religius (sensus religiosus).
Berdasarkan Struktur Kurikulum dan susunan pembelajaran MKU1, matakuliah
Pendidikan Agama Katolik berada dalam tahapan Divinisisasi. Tahapan ini mengungkapkan
proses pematangan pribadi dewasa. Pribadi dewasa mampu memaknai pengalaman
hidupnya melalui relasi dengan Yang Maha Kuasa dan relasi dengan sesamanya. Pribadi
dewasa mampu memuliakan hidup sesama, lingkungan hidup berdasarkan relasi dengan
Yang Maha Kuasa. Divinisasi merupakan tahap ke tiga dari tiga tahap proses
perkembangan kepribadian melalui ilmu-ilmu dasar pendidikan tinggi. Tiga tahap yang
dimaksud adalah: Hominisasi, Humanisasi, dan Divinisasi. Tahap pertama berisi tentang
pengenalan diri sebagai manusia, pribadi per pribadi atau hominisasi. Pengenalan diri
sebagai pribadi diikuti dengan pengenalan diri sebagai anggota sebuah kekerabatan yang
secara genetis tidak hanya menurunkan wujud fisik tetapi juga perlengkapan ideational
(berwujud gagasan) yang menyertai tubuh itu seperti adat istiadat, tradisi, atau budaya.
Oleh karena itu, tahap pengenalan diri sebagai manusia mencakup juga pengetahuan
tentang komunitas warga, komunitas kepercayaan, masyarakat, bangsa dan negara
tempat orang itu tumbuh dan berkembang. Pengenalan diri sebagai mahluk pribadi dan
kolektif ini disebut dengan hominisasi. Tahap kedua disebut sebagai humanisasi. Istilah
itu merujuk pada proses pengolahan diri dalam konteks pengalaman hidup pribadi dan
kolektif. Ringkasnya seseorang mengolah pengalaman hidupnya sedemikian rupa
sehingga hidupnya menuruti seperangkat gagasan berupa nilai hidup, kemanusiaan,
norma, tatakrama, tradisi, adat istiadat, ritual, moralitas, prinsip etis. Pengolahan
pengalaman itu mengandaikan kemampuan untuk kritis baik pada hidupnya sendiri,
lingkungan sosial maupun kritis terhadap seperangkat gagasan di atas.

1
Paparan tentang tiga tahap proses perkembangan kepribadian melalui ilmu-ilmu dasar pendidikan
tinggi diambil dari Dokumen Kurikulum 2018 Rumpun Mata Kuliah Umum Universitas Katolik
Parahyangan.

Halaman 2
AGAMA, BERAGAMA2, DAN GEREJA KATOLIK
(Hendrikus Endar S., S.S., M.Hum.)

A. Pengertian Agama
Secara etimologis, kata/istilah agama berasal dari bahasa sansekerta a-gam-a. A yang
pertama merupakan negasi (seperti dalam kata/istilah ateis), yang berarti tidak. Gam
berarti perti ke atau menuju ke. Sedangkan a yang terakhir menyatakan sifat: kekal. Maka
agama dapat berarti diam, atau berjalan menuju yang kekal, perjalanan menuju yang
abadi

Dalam bahasa Inggris, kata/istilah yanq memiliki makna yang


sama adalah , religion, yang berasal dari bahasa Latin religio. Kata/istilah
religio sendiri dapat dirunut dari kata dasar relegere' yang berarti membaca kembali (to
read again), atau mengumpulkan kembali. Kata/istilah religio dapat juga merupakan kata
turunan dari kata dasar religare, yang berarti mengingat atau memberkas (to bind). Daru
akar kata ini agam dapat diartikan menjadi membaca kembali, atau memberkas kembali
pengalaman hidup yang telah dijalani.

Kamus Besar Bahasa lndonesia merumuska agama sebagai ajaran, sistem yang mengatur
tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Mahakuasa sereta
tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan serta lingkungannya 3
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa agama adalah segenap
kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa, dsb) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-
kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu4

Dari batasan-batasan tersebut diatas, diperoleh gambaran yang lebih komprehensif,


bahwa agama merupakan kesatuan kompleks dari ajaran, kepercayaan, ungkapan dan
penghayatan terhadap Yang Kuasa, yang diakui sebagai asal, penyelenggara dan iujuan
hidup. Yang Kuasa itu (disebut Deus, God, Tuhan, Allah, Yahwe, Sang Hyang Widhi, dll)
dialami sebagai yarg menggetarkan (tremendum) tetapl sekaiigus juga
mernikat/mempesona (fascinosum), mengatasi (transenden) tetapi sekaligus juga
menjiwai (imanen)5

Setiap agama berurusan degan dua sisi/dimensi yang harus diperhatikan secara
bersamaan (simultan), yakni relasi manusia dengan Allah (dimensi vertikal) dan relasi
manusia dengan sesama dan lingkungan hidupnya (dimensi horizontal). Relasi vertikal
menjadi nyata dan seimbang dalam relasi horizontal.

2 Paparan Agama dan Beragama dikutip dan diadaptasi dari Diktat Agama Katolik, UNPAR, Bandung,
2017.
3 KBBI, Jakarta, Balai Pustaka, 2002
4 KUBI, Jakarta, Balai Pustaka, 1976
5 AM.Hardjana, Penghayatan Agama: Yang Otentik dan Tidak Otentik, Yogyakarta, Kanisius, 1993, hlm 11-

12.

Halaman 3
B. Agama dan Religiusitas

Penting untuk membedakan antara agama dan religiusitas. Di tataran praksis orang
beragama belum tentu menjadi orang yang religius.

1. agama hanyalah bentuk dan wujud (akibat pelembagaan atau pembentukan wadah
dari ajaran, praktek rohani, dst)
2. agama ada/diciptakan agar manusia menjadi semakin religius, semakin dekat dengan
Allah. Religiusitas setingkat lebih tinggi dari agama. Cakupan religiusitas lebih luas
dari agama. Religiusitas merupakan sikap batin atau corak hidup yang mencerminkan
kedalaman hidup dan intentsitas relasi manusia dengan Allah. Religiusitas dapat digali
(tumbuh dan berkembang) dalam setiap insan melalui ajaran agama dan atau
permenungan dalam pergulatannya dengan misteri dan tantangan hidup. Religiasitas
dapat juga berasal Allah sendiri (dianugerahkan/diwahyukan oleh Allah) dan menjadi
sumbre agama-agama. Harus diakui bahwa kedua-duanya dapat saling
mengembangkan.
3. agama lebih banyak berurusan dengan aspek lahiriah (ritus, dogma, hukum agama,
dst), sedangkan religiusitas lebih banyak berurusan dengan aspek batiniah/spiritual
(sikap batin). Religiusitas merupakan gejala universal, dapat tumbuh dan berkembang
dalam setiap insan.
4. agama lebih bersifat sosial/kolektif/masal, sedangkan religiusitas bersifat
personal/individual.
5. Agama rentan diperalat/ditunggangi oleh kepentingan duniawi/manusia, sedangkan
religiusitas tidak dapat diobok-obok oleh kepentingan duniawi/manusiawi.

Harus digarisbawahi bahwa hidup beragama sejatinya tidak hanya berhenti pada
menganut atau mimiliki dan menjalankan perintah agama semata, melainkan harus
mencapai taraf yang lebih tinggi, harus semakin religius (memiliki sikap batin atau corak
hidup yang mencerminkan kedalaman hidup dan intensitas relasi manusia dengan
Allah). Agama ada/diciptakan supaya manusia menjadi semkin religius.

C. Gereja Katolik

Paparan tentang Gereja Katolik (Poin C, D, dan E) dikutip dan atau dirangkum dari Buku
Iman Katolik (Buku Informasi dan Referensi) dan Katekismus Gereja Katolik.

1. Asal usul dan Arti Katanya


Kata ‘Gereja’ yang berasal dari kata igreja dibawa ke Indonesia oleh para misionaris
Portugis. Kata tersebut adalah ejaan Portugis untuk kata Latin ecclesia, yang ternyata
berasal bahasa Yunani, ekklěsia. Kata Yunani itu sebetulnya berarti ‘kumpulan’ atau
‘pertemuan’, ‘rapat’. Namun Gereja atau ekklěsia bukan sembarang kumpulan,
melainkan kelompok orang yang sangat khusus. Untuk menonjolkan kekhususan itu
dipakaikah kata asing itu. Kadang-kadang dipakai kata ‘jemaat’, atau ‘umat’. Itu tepat

Halaman 4
juga. Tetapi perlu diingat bahwa jemaar ini sangat istimewa. Maka barangkali lebih
baik memakata kata ‘Gereja’ saja, yakni ekklěsia. Kata Yunani itu berasal dari kata yang
berarti ‘memanggil’. Gereja adalah umat yang dipanggil Tuhan. Itulah arti
sesungguhnya kata “Gereja”.

2. Gereja sebagai Umat Allah


Kata Umat Allah merupakan istilah dari Perjanjian Lama (dalam Perjanjian Baru
dipakai terutama dalam kutipan dari PL). Yang paling menonjol dalam sebutan ini
ialah bahwa Gereja itu umat terpilih Allah. (lih. 1Ptr 2:9). Oleh Konsili Vatikan II (LG 9)
“sebutan Umat Allah: amat dipentingkan, khususnya untuk menekankan bahwa
Gereja bukanlah pertama-tama suatu organisasi manusiawi melainkan perwujudan
karya Allah yang kongkret. Tekanan ada pada pilihan dan kasih Allah.

Dari pengalaman Roh, kita mengetahui bahwa Allah ada di dalam diri kita. Sejarah
keselamatan, yang dimulai dengan panggilan Abraham, berjalan terus dan mencapai
puncaknya dalam wafat dan kebangkitan Kristus serta pengutusan Roh Kudus. Maka
Gereja bukan hanya lanjutan umat Allah yang lama, tetapi terutama kepenuhannya,
karena kesalamatan Allah berjalan terus dan Allah memberikan diri dengan semakin
sempurna (bdk. 1 Kor 15:28).

Kekhususan Umat Allah


Umat Allah ditandai dengan kekhususan-kekhususan, yang membedakannya dari
semua kelompok agama dan bangsa, dari semua kelompok politik dan budaya dalam
sejarah:
a. Ia adalah Umat Allah. Allah bukan milik suatu bangsa secara khusus. Tetapi Ia telah
membentuk satu umat dari mereka yang sebelumnya bukan merupakan bangsa:
“bangsa yang terpilih, bangsa yan kudus” (1 Ptr. 2:29)
b. Orang menjadi anggota umat ini bukan melalui kelahiran jasmani, melainkan
melalui “kelahiran dari atas”, “dari ari dan roh” (Yoh 3: 3-5), artinya oleh iman
kepda Kristus dan Pembaptisan
c. Umat ini memiliki Yesus, sang Kristus (Terurapi, Mesias) sebagai Kepala. Karena
minyak urapan yang satu dan sama, Roh Kudus, mengalir dari Kepala ke dalam
Tubuh, ia adalah ‘umat mesianis’
d. Sebagai status hidup umat ini martabat dan kemerdekaan putera-puteri Allah, dan
Roh Kudus berdian di dalam hati mereka sebagaimna di dalam kannisah”
e. ‘Hukumnya perintah baru untuk mencintai, seperti Kristus sendiri telah mencintai
kita” (LG 9). Itulah hukum “baru” Roh Kudus”
f. Perutusannya ialah menjadi garam dunia dan terang bumi. “Bagi seluruh bangsa
manusia (ia) merupakan benih kesatuan, harapan, dan keselamatan yang amat
kuat”.
g. Tujuannya Kerajaan Allah, yang oleh Allah sendiri telah dimulai di dunia untuk
selanjutnya disebarluaskan, hingga pada akhir jaman diselesaikan oleh-Nya juga”
(LG 9)

Halaman 5
3. Sifat-Sifat atau Ciri-Ciri Gereja
Jati diri Gereja, sifat-sifatnya, yang kadang-kadang disebut ‘Ciri-ciri Gereja”
dirumuskan dengan banyak kata. Sebetulnya ciri tidak tepat sama dengan sifat. Dalam
hal ini perlu diperhatian bahwa Gereja itu sekaligus ilahi dan insani, berasal dari Yesus
dan berkembang dalam sejarah. Empat sifat Gereja berikut ini saling kait-mengkait,
tetapi tidak merupakan rumus yang siap pakai. Gereja memahaminya dengan
merefleksikan diriya sendiri serta karya Roh di dalam dirinya.

a. Gereja yang Satu


Konsili Vatikan II menyatakan bahwa “Pola dan prinsip terluhur misteri kesatuan
Gereja ialah kesatuan Allah yang Tunggal dalam tiga Pribadi, Bapa, Putra, dan Roh
Kudus” (UR 2)

‘Allah telah berkenan menghimpn orang-orang yang beriman akan Kristus mejadi
Umat Allah (lih 1Ptr 2: 5-10) dan membuat mereka menjadi satu Tubuh. (lih 1Kor
12:12O” (AA 18)

“Tata susunan sosial Gereja yang tampak melambangkan kesatuannya dalam


Kristus” (GS44). Tetapi justru struktur sosial itu sekaligus juga membedakan (dan
memisahkan) Gereja yang satu dari yang lain. Dengan demikian, umat Kristen
kelihatan terpecah belah, justru karena sturktur-struktur yang mau menyatakan
kesatuan masing-masing kelompok.

“Hampir semua, kendati melalui aneka cara, menciptakan satu Gereja Allah yang
kelihatan, yang sungguh bersifat universal, dan diutus ke seluruh dunia” (UR 1).
Pusat Gereja bukannya organisasinya sendiri, melainkan Injil Yesus Kristus, yang
diwartakan, dirayakan dan dilaksanakan dalah hidup sehari-hari.

Kesatuan tidak sama dengan keberagaman. Lebih tepat bila kesatuan kesatuan
Gereja dimengerti sebagai ‘Bhineka Tunggal Ika”, baik di dalam Gereja katolik
sendiri maupun dalam persatuan ekumenis, sebab kesatuan Gereja. Kesatuan
Gereja pertama-tama adalah kesatuan iman, yang mungkin diungkapkan dengan
cara yang berbeda-beda. Oleh karena itu kesatuan lahiriah bukanlah keseragaman
dan kesamaan, melainkan persekutuan dalam persaudaraan, saling meneguhkan
dan melengkapi dalam penghayatan iman.

b. Gereja yang Kudus


“Kita mengimani bahwa Gereja Tidak dapat kehilangan kesuciannya. Sebab Kristus,
Putera Allah, yang bersama dengan Bapa dan Roh Kudus dipuji bahwa ‘hanya
Dialah kudus’, mengasihi Gereja sebagai mempelainya” (LG 39). Gereja itu kudus,
karena Kristus membuatnya kudus.

Halaman 6
Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk
semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang
berasal dari Kristus.

Dalam hal kesucian pun yang pokok bukanlah bentuk pelaksanaannya, melainkan
sikap dasarnya. “Suci” sebetulnya berarti “yang dikhususkan bagi Tuhan”. Jadi
pertama-tama ‘suci’ menyangkut seluruh bidang sakral atau keagamaan. Yang suci
bukan hanya tempat, waktu, barang yang dikhususkan bagi Tuhan atau orang.
Malahan sebenarnya harus dikatan bahwa “yang Kudus” adalah Tuah sendiri.

“Kudus” bukan ketegori moral yang menyangkut kelakuan manusia, melainkan


kategori teologal (ilahi), yang menentukan hubungan dengan Allah. Ini tidak berarti
bahwa kelakuan moral tidak penting. Apa yang dikhususkan bagi Tuhan, harus
‘sempurna’, dan kesempurnaan manusia tentu terdapat dalam taraf moral
kehidupannya.

Perjanjian Baru melihat proses pengudusan manusia sebgau “pengudusan oleh


Roh” (1Ptr 1: 2; lih. 2Tes 2: 13), “Dikuduskan karena terpanggil” (Rm 1: 7). Dari
pihak manusia kesucian hanya berarti tanggapan atas karya Allah itu, terutama
dengan sikap iman dan pengharapan (lih 1Tim2: 15). Sikap itu dinyatakan dalam
perbuatan dan kegiatan kehidiupan serba biasa. Kesucian bukanlah soal bentuk
kehidupan, melainkan sikap yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari.

“Gereja itu suci, dan sekaligus harus selalu dibersihkan, serta terus menerus
mejalankan pertobatan dan pembaruan” (LG 8). Kesucian Gereja adalah kesucian
perjuangan, terus menerus.

c. Gereja yang Katolik


Secara harafiah dengan kata Katolik hendak dinyatakan bahwa Gereja itu
berkembang “di seluruh dunia”. Namun, bukan bearti bahwa tidak ada tempat yang
tidak ada Gereja. Gagasan pokok bukanlah bahwa Gereja telah tersebar ke seluruh
dunia, melainkan bahwa dalam setiap jemaat hadirlah Gereja seluruhnya. Gereja
Katolik yang satu dan tunggal berada dalam Gereja-gereja setempat dan
terhimpun daripadanya (LG23)
Gereja selalu “lengkap”, penuh. Tidak ada Gereja setengah-setengah atau sebagian.
Gereja setempat , entah keuskupan atapun paroki bukanlah “cabang” Gereja
unversal. Setiap gereja setempat merupakan seluruh Gereja
Kata “Katolik” selanjutnya juga dipakai untuk menyebut Gereja yang benar, Gereja
universal yang dilawankan dengan sekte-sekte. Dengan demikian kata “Katolik”
mendapat arti yang lain: “Gereja disebut Katolik, karena tersebar di seluruh muka
bumi dan juga karena mengajarkan secara menyeluruh dan lengkap segala ajaran
iman tertuju kepada semua manusia, yang mau disembuhkan secara menyeluruh

Halaman 7
pula” (St. Sirilus dari Yerusalem). Sejak itu kata “Katolik” tidak hanya mempunya
arti geografis, tersebar ke seluruh dunia, tapi juga “menyeluruh”, dalam artai
“lengkap”, berkaitan dengan ajarannya, serta “terbuka” dalam arti tertuju kepada
siapa saja. Pada abad ke 5 masih ditambahkan bahwa gereja tidak hanya untuk
segala bangsa, tetapi juga untuk segala Zaman.

Pada zaman reformasi kata "Katolik" muncul lagi untuk menunjuk pada Gereja
yang tersebar dimana-mana, dibedakan dengan Gereja-gereja Protestan. Sejak itu
pula kata "Katolik" secara khusus dimaksudkan umat kristen yang mengakui Paus
sebagai pemimpin Gereja Universal, tetapi dalam syahadat kata "Katolik" masih
mempunyai arti asli "universal" atau "umum". Ternyata universal pun mempunyai
dua arti, yang kuantitatif dan kualitatif. Disatu pihak dikatakan bahwa Umat Allah
“hidup di tengah segala bangsa” serta “memperolehnya warganya dari semua
bangsa” Ini segi kuatitatif atau geograsis. Di pihak lain juga dikatakan bahwa
“Gereja memajukan dan menampuung segala kemampuan, kekayaan, dan adat
istiadat bangsa-bangsa”. Inilah segi kualitatifnya. Kedua aspek itu dirangkum
dalam kalimat “merangkum segenap umat manusia beserta harta-kekayaannya” Itu
terjadi “ di bawah Kristus Kepala, dalam kesatuan Roh-Nya”. Yang terakhir ini
aspek yang paling pokok. Gereja disebut “Katolik”, karena dengan perantaraannya
Roh Kudus hadir di seluruh dunia.

Dalam Konsili vatikan II tidak lagi memusatkan Gereja sebagai kelompok manusia
yang terbatas, melainkan kepada Gereja sebagai sakramen Roh Kristus.
"kekhatolikan" Gereja berarti bahwa pengaruh dan daya pengudus Roh tidak
terbatas pada para anggota Gereja saja, mealinkan juga terarah kepada seluruh
dunia. dengan sifat "katolik" dimaksudkan bahwa Gereja mampu mengatasi
keterbatasannya sendiri akrena Roh yang berkarya di dalamnya. Oleh karena itu
yang "katolik" bukanlah hanya Gereja universal, melainkan juga setiap anggotanya
sebab di dalam jemaat hadirlah seluruh Gereja.

Kesatuan Gereja hanya dapat kentara sebagai kesatuan Gereja, kalau diimbangi
oleh kekatolikannya.

d. Gereja yang Apostolik


Sifat "apostolik" atau rasuli berarti bahwa Gereja berasal dari para rasul dan tetap
berpegang teguh pada kesaksian iman mereka itu. Kesadaran bahwa Gereja
"dibangun atas dasar para rasul dan pra nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu
penjuru", sudah ada sejak zaman Gereja perdana sendiri (bdk Ef 2:20, Bdk Why
21:14), tetapi sebagai sifat khusus keapostolikan baru disebut akhir abad ke-4.
Dalam perjanjian Baru kata "rasul" tidak hanya dipakai untuk keduabelas rasul
yang namanya disebut dalam Injil (lih Mat 10:1-4)

Halaman 8
Hubungan historis itu tidak boleh dilihat sebagai macam "estafet", yang
didalamnya ajaran benar bagaikan sebuah tongkat dari rasul-rasul tertentu
diteruskan sampai kepada para uskup sekarang. yang disebut "Apostolik" bukanlah
para uskup, melainkan Gereja. Sifat apostolik berarti bahwa Gereja sekarang
mengaku diri sama dengan gereja Perdana, yakni Gereja para rasul. dimana
hubungan historis ini jangan dilihat sebagai pergantian orang, melainkan sebagai
kelangsungan iman dan pengakuan.

Sifat apostolik tidak berarti bahwa Gereja hanya mengulang-ulangi apa yang sejak
dulu kala sudah diajarkan dan dilakukan di dalam gereja, keapostolikan berarti
bahwa dalam perkembangan hidup, tergerak Roh Kudus, Gereja senantiasa
berpegang pada Gereja para rasul sebagai norma imannya. Bukan mengulangi,
tetapi merumuskan dan mengungkapkan kembali apa yang menjadi inti hidup
iman. karena seluruh Gereja bersifat apostolik, maka seluruh Gereja dan setiap
anggotanya, perlu mengetahui apa yang menjadi dasar hidupnya.

Sifat Apostolik (yang betul-betul dihayati secara nyata) harus mencegah Gereja dari
segala rutinisme yang bersifat ikut-ikutan. Keapostolikan berarti bahwa seluruh
Gereja dan setiap anggotanya tidak hanya bertanggungjawab atas ajaran gereja,
tetapi juga atas pelayanannya. Sifa keapostolikan Gereja tidak pernah "selesai",
tetapi selalu merupakan tuntutan dan tantangan. gereja, yang oleh Kristus
dikehendaki satu, kudus, Katolik, apostoli, senantiasa harus mengembangkan dan
menemukan kembali kesatuan, kekatolikan, kaeapostolikan, dan terutama
kekudusannya. Sifat-sifat Gereja diimani, berarti harus dihayati, oleh Gereja
seluruhnya dan oleh masing-masing anggotanya.

Referensi:
1. Diktat Agama Katolik, UNPAR: Bandung, 2017.
2. KBBI, Jakarta, Balai Pustaka, 2002
3. KUBI, Jakarta, Balai Pustaka, 1976
4. Katekismus Gereja Katolik (1993), Edisi Indonesia: Para Waligereja Regio Nusa
Tenggara diakui oleh Konferensi Waligereja Indonesia. Percetakan Arnoldus Ende.
5. Konferensi Waligereja Indonesia (1996), Iman Katolik buku informasi dan referensi,
Yogyakarta dan Jakarta : kerjasama Kanisius dan Penerit Obor

Halaman 9
ALKITAB KRISTEN KATOLIK
(B. Ario Tejo Sugiarto, S.S., M.Hum.)

A. Dua Sumber iman Gereja Kristen Katolik


DV 7:
Salah tugas Gereja adalah mewartakan karya keselamatan Allah kepada semua orang di
segala jaman.
“Perintah ini dilaksanakan secara lisan dengan setia oleh para Rasul, yang dalam
pewartaan lisan, dengan teladan serta penetapan-penetapan meneruskan entah apa
yang telah mereka terima dari mulut, pergaulan dan karya Kristus sendiri, entah apa
yang atas dorongan Roh Kudus telah mereka pelajari.”  TRADISI SUCI
“Perintah Tuhan dijalankan pula oleh para Rasul dan tokoh-tokoh rasuli yang atas ilham
Roh Kudus itu juga telah membukukan amanat keselamatan”  KITAB SUCI
“Adapun supaya Injil senantiasa terpelihara secara utuh dan hidup dalam Gereja, para
Rasul meninggalkan Uskup-uskup sebagai pengganti mereka, yang “mereka serahi
kedudukan mereka untuk mengajar”.”  KUASA MENGAJAR MAGISTERIUM

DV 9:
“Jadi, Tradisi Suci dan Kitab Suci berhubungan erat sekali dan berpadu. Sebab keduanya
mengalir dari sumber Ilahi yang sama, dan dengan cara tertentu bergabung menjadi
satu dan menjurus ke arah tujuan yang sama.”
“Sebab Kitab Suci itu pembicaraan Allah sejauh itu termaktub dengan ilham Roh Ilahi.
Sementara oleh Tradisi suci sabda Allah, yang oleh Kristus Tuhan, dan Roh Kudus
dipercayakan kepada para Rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka
supaya mereka ini dalam terang Roh Kebenaran dengan pewartaan mereka
memelihara, menjelaskan, dan menyebarkannya dengan setia.”
Dengan demikian, Gereja menimba kepastian tentang segala sesuatu yang diwahyukan
bukan hanya melalui Kitab Suci. Maka dari itu, keduanya (baik Tradisi maupun Kitab
Suci) harus diterima dan dihormati dengan cita rasa kesalehan dan hormat yang sama”.

Halaman 10
B. Istilah Alkitab atau Kitab Suci
Alkitab berasal dari bahasa Arab, Alkitab, yang artinya The Book, atau buku.
Bible berasal dari kata Yunani, biblos atau biblon, yang berarti The Holy Books atau The
Books.
Kesamaan kata dari The Holy Bible adalah The Holy Scriptures, yang mengacu pada
kitab-kitab yang dikenal sebagai sabda Allah.

Alkitab atau Kitab Suci merupakan


 kumpulan kitab-kitab
 yang ditulis berdasarkan pengalaman iman jemaat
 yang ditulis dalam bimbingan Roh Allah
 yang dipilih dan disahkan dalam kanonisasi berdasarkan iman jemaat
 dan disusun berdasarkan urutan sejarah karya keselamatan yang dilakukan oleh
Allah (mulai penciptaan, jatuhnya manusia ke dalam dosa, karya penyelamatan Allah
yang dimulai dari kisah terbentuknya sebuah bangsa, hidup dan karya penebusan
manusia oleh Yesus, kehidupan Gereja Perdana, sampai pada penglihatan akan
pemenuhan janji Allah akan keselamatan manusia di akhir jaman dalam kitab wahyu
yang ditulis oleh Yohanes)

C. Proses terbentuknya Kitab Suci


Secara umum, proses terbentuknya Alkitab atau Kitab Suci adalah sebagai berikut :

Kitab Suci Perjanjian Lama


Pengalaman iman yang terjadi mulai sekitar tahun 2000 sebelum masehi, mulai dengan
kehidupan Abraham dan keturunannya. Kisah ini disampaikan melalui tradisi lisan.
Tradisi tulisan dimulai dengan penulisan Kitab Taurat yang dipercaya oleh bangsa Yahudi
ditulis oleh nabi Musa. Karena itu Kitab Taurat disebut juga sebagai Kitab nabi Musa. Nabi
Musa berperan sangat penting dalam setiap peristiwa yang ada dalam kitab-kitab ini.
Selain Kitab Taurat, bangsa Yahudi juga menambahkan kitab-kitab para nabi dan kitab-
kitab lainnya sebagai pegangan imannya. Seratus tahun sebelum kelahiran Yesus Kristus,
kitab-kitab Perjanjian Lama sudah lengkap seperti yang ada sekarang.
Kitab Suci Perjanjian Lama pada awalnya ditulis dalam bahasa Ibrani. Tetapi setelah
peristiwa pembuangan bangsa Israel ke Babilonia (586-538 SM), banyak orang Israel
yang kehilangan bahasa asli mereka dan mereka mulai berbicara dalam bahasa Yunani
yang pada waktu itu merupakan bahasa internasional. Karena itu, Kitab Suci Perjanjian
Lama berbahasa Yunani sangat dibutuhkan.

Halaman 11
Menurut Flavius Josephus (37-107) seorang sejarahwan Yahudi, Kitab Septuaginta
disebut di dalam surat Aristeas kepada saudaranya Philocrates. Disana dikatakan bahwa
Raja Mesir Ptolemius II Philadelphus (287-247 SM). Raja ini sedang membangun
perpustakaan besar di Aleksandria dan kepala perpustakaan yang bernama Demetrius
Phalarus mengusulkan agar perpustakaan diperkaya dengan kitab-kitab bangsa Yahudi.
Raja memerintahkan Eleazar, Imam besar Yahudi untuk memberikan kepadanya salinan
kitab-kitab suci mereka dalam bahasa Yunani. Proyek ini dilakukan oleh 70 atau 72 ahli
kitab Yahudi, yang menurut tradisi 6 orang dipilih mewakili 12 suku bangsa Israel. Kitab
Suci Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani ini disebut Septuaginta (LXX, bahasa Latin
yang berarti 70), sesuai dengan jumlah penterjemah. Terjemahan selesai tahun 250-125
SM. Terjemahan ini diakui secara resmi dan dipakai oleh orang Yahudi di Asia Kecil dan
Mesir. Kanon Yunani (Aleksandria), Septuaginta merupakan terjemahan yang digunakan
oleh Yesus, para Rasul dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru. Kitab Suci Perjanjian
Baru secara keseluruhan ditulis dalam bahasa Yunani.

Sekitar tahun 100 M, para rabbi Yahudi berkumpul di Jamnia, Palestina, sebagai reaksi
terhadap perkembangan Gereja Katolik Perdana dan menetapkan empat kriteria untuk
menentukan kanon Kitab Suci mereka yaitu:
1. ditulis dalam bahasa Ibrani.
2. sesuai dengan Kitab Taurat.
3. lebih tua dari jaman Ezra (sekitar 400 SM)
4. ditulis di Palestina.

Berdasarkan ini, mereka menolak tujuh buku dari Septuaginta yaitu: Tobit, Yudit,
Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Barukh, 1 Makabe, 2 Makabe, Tambahan Ester dan
Tambahan Daniel. 7 buku tersebut ditolak karena para rabbi Yahudi tidak menemukan
versi Ibraninya. Para rabbi Yahudi juga menolak Kitab Suci Perjanjian Baru karena
semuanya ditulis dalam bahasa Yunani dan lebih dari itu, mereka juga menolak Yesus
sendiri.
Gereja Katolik tetap berpegang pada Kitab Suci Perjanjian Lama Septuaginta. Dalam
konsili Hippo dan konsili Kartago, Gereja Katolik menetapkan secara resmi 46 Kitab Suci
Perjanjian Lama Septuaginta. 7 kitab serta 2 tambahan yang ditolak disebut sebagai
Deuterokanonika.

Kitab Suci Perjanjian Baru


Proses terbentuknya Kitab Suci Perjanjian Baru bermula dari pengalaman iman para
rasul bersama dengan Yesus. Pengalaman iman ini diwartakan secara lisan sampai
kurang lebih 10 tahun setelah Kristus wafat. Kitab Perjanjian Baru yang ditulis pertama
adalah Injil Matius dan surat pertama rasul Paulus kepada Jemaat di Tesalonika yaitu
sekitar tahun 50 M. Kitab Perjanjian Baru yang ditulis terakhir adalah kitab Wahyu
Yohanes pada sekitar tahun 90-100 M. Setelah tulisan-tulisan ini beredar di kalangan

Halaman 12
Gereja Katolik Perdana. Karena banyaknya tulisan-tulisan palsu juga maka diperlukan
kanonisasi Kitab Suci secara resmi oleh Gereja.
382 M, Konsili Roma, Paus Damasus I menulis dekrit yang memuat daftar Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang terdiri dari 73 kitab.
393 M, Konsili Hippo, Afrika Utara, menetapkan 73 kitab untuk Kitab Suci Perjanjian
Lama dan Kitab Suci Perjanjian Baru.
397 M, Konsili Kartago, Afrika Utara, menetapkan kanon yang sama untuk Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Kitab Suci Perjanjian Baru.
405 M, Paus Innocentius I menulis surat kepada Uskup Exsuperius dari Toulouse
menetapkan kanonisasi 73 kitab-kitab dalam Kitab Suci sebagaimana disetujui oleh
dalam konsili Hippo dan konsili Kartago.
419 M, konsili ekumenikal di Florence secara resmi mendefinisikan daftar ke-73 kitab
yang sama.
1546 M, konsili ekumenikal di Trente meneguhkan lagi kanon Kitab Suci yang terdiri dari
73 kitab tersebut.
1869 M, konsili ekumenikal Vatikan I kembali meneguhkan daftar kitab yang disebutkan
dalam konsili Trente.
Bagi umat Kristen di Afrika bahasa Latin paling banyak digunakan. Atas perintah Paus
Damasus I pada tahun 382, Santo Jerome membuat terjemahan Kitab Suci Perjanjian Baru
dalam bahasa Latin. Kemudian tahun 392-404, Santo Jerome juga membuat terjemahan
Kitab Suci Perjanjian Lama dalam bahasa latin dari Kitab Suci bahasa Ibrani (bukan
Septuaginta), kecuali kitab Mazmur yang direvisi dari versi Latin yang sudah ada. Kitab
ini disebut Vulgata. Kitab Suci ini merupakan Kitab Suci bahasa Latin yang diakui secara
resmi oleh Gereja Katolik.
Tahun 1529, Martin Luther yang mempelopori reformasi Protestan menetapkan kanon
Perjanjian Lama berdasarkan kanon Yahudi yang ditetapkan dalam konsili Jamnia,
Palestina. Luther melakukan hal tersebut sebenarnya untuk mendukung doktrin-doktrin
barunya karena banyak doktrin dalam Gereja Katolik yang dikuatkan dengan ayat-ayat
yang terdapat dalam kitab-kitab tersebut. Martin Luther juga nyaris membuang beberapa
kitab dalam perjanjian Baru seperti Surat rasul Yakobus, Surat Ibrani, kitab Wahyu
karena isinya tidak sesuai dengan doktrinnya, misalnya perdebatan tentang iman dan
perbuatan. Yakobus menekankan iman tidak disertai perbuatan pada hakekatnya adalah
mati (Yak.2:17) ini bertentangan dengan prinsip Martin Luther tentang Sola Fide.

Halaman 13
Dalam konsili-konsili berikutnya, Gereja Katolik menegaskan dan meneguhkan
kanonisasi yang diputuskan dalam konsili-konsili sebelumnya.
Dari sini bisa dirangkum secara garis besar terbentuknya Kitab Suci, bahwa iman terlebih
dahulu ada ketimbang Kitab Suci dan bahwa iman sebagai ukuran kebenaran dari Kitab
Suci.

PENGALAMAN IMAN

TRADISI LISAN

TRADISI TULISAN TRADISI LISAN

KITAB SUCI TRADISI SUCI

Karena itu, untuk membaca, memahami dan menafsirkan Kitab Suci harus dalam
bimbingan Roh Allah dan dalam konteks iman jemaat. Kitab Suci tidak bisa dibaca dan
dipahami dalam konteks di luar konteks iman jemaat.

Halaman 14
D. Susunan Kitab Suci
Kitab Suci Gereja Kristen Katolik dibagi dua, yaitu Kitab Suci Perjanjian Lama dan Kitab
Suci Perjanjian Baru.
Kitab Suci Perjanjian Lama ada 46 kitab.

Kitab-kitab Taurat 31. Obaja


32. Yunus
1. Kejadian 33. Mikha
2. Keluaran 34. Nahum
3. Imamat 35. Habakuk
4. Bilangan 36. Zefanya
5. Ulangan 37. Hagai
38. Zakharia
Kitab-kitab Sejarah 39. Maleakhi

6. Yosua
7. Hakim-hakim 7 Kitab Deuterokanonika
8. Rut 1. Tobit (termasuk dalam kitab
9. 1 Samuel sejarah)
10. 2 Samuel 2. Yudit (termasuk dalam kitab
11. 1 Raja-raja sejarah)
12. 2 Raja-raja 3. Kebijaksanaan Salomo (termasuk
13. 1 Tawarikh dalam kitab puisi dan hikmat)
14. 2 Tawarikh 4. Sirakh (termasuk dalam kitab puisi
15. Ezra dan hikmat)
16. Nehemia 5. Barukh dan Surat Nabi Yeremia
17. Ester yang dianggap bagian dari Barukh
yaitu bab 6 (termasuk ke dalam
Kitab-kitab Puisi dan Hikmat kitab para nabi)
6. 1 Makabe (termasuk dalam kitab
18. Ayub sejarah)
19. Mazmur 7. 2 Makabe (termasuk dalam kitab
20. Amsal sejarah)
21. Pengkhotbah
22. Kidung Agung Tambahan Ester dihitung satu kitab
dengan Kitab Ester
Kitab-kitab Para Nabi Tambahan Daniel dihitung satu kitab
dengan Kitab Daniel
23. Yesaya
24. Yeremia
25. Ratapan
26. Yehezkiel
27. Daniel
28. Hosea
29. Yoel
30. Amos

Halaman 15
Kitab Suci Perjanjian Baru ada 27 kitab. 11. Filipi
12. Kolose
13. 1 Tesalonika
Kitab-kitab Injil 14. 2 Tesalonika
15. 1 Timotius
1. Matius 16. 2 Timotius
2. Markus 17. Titus
3. Lukas 18. Filemon
4. Yohanes 19. Ibrani

Kitab Sejarah Surat-surat Katolik (Umum)


5. Kisah Para Rasul 20. Yakobus
21. 1 Petrus
22. 2 Petrus
Surat-surat Rasul Paulus
23. 1 Yohanes
6. Roma 24. 2 Yohanes
7. 1 Korintus 25. 3 Yohanes
8. 2 Korintus 26. Yudas
9. Galatia 27. Wahyu
10. Efesus

D. Hubungan Teologis Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

1. Sejarah Keselamatan dalam Perjanjian Lama

Allah adalah kasih. Sejak awal mula penciptaan dunia, Allah secara sama sekali bebas dan
rahasia berkehendak agar manusia yang diciptakan-Nya ikut ambil bagian dalam
kehidupan ilahi-Nya. Manusia diciptakan untuk dikasihi. Karena itu, Allah menciptakan
manusia menurut gambar dan rupa-Nya (bdk. Kej.1:26-28). Manusia memiliki akal budi
dan kehendak bebas untuk bisa memikirkan, memilih dan memutuskan dengan sadar
untuk membalas kasih Allah. Dengan ikut-sertanya manusia dalam kehidupan ilahi, maka
terbentuklah suatu persekutuan antara Allah dan manusia.

Kemudian, dengan akal budi dan kehendak bebasnya, manusia juga bisa memutuskan
sebaliknya yaitu menolak kasih Allah. Manusia pertama “Adam” dengan bujukan Iblis
telah memutuskan untuk menolak kasih Allah. Ketika manusia pertama “Adam” jatuh
dalam dosa, persekutuan antara Allah dan manusia ini menjadi rusak. Hubungan antara
Allah dan manusia menjadi terputus. Sebagai Allah yang adil, Allah menjatuhkan
hukuman kepada manusia. Tetapi, sebagai Allah yang berbelaskasih, Allah tetap tidak
ingin membiarkan manusia terpisah dari-Nya dan binasa. Allah dengan cinta-Nya yang
amat sangat besar berencana untuk memulihkan hubungan ini. Rencana ini tidak dapat
dibendung dan dibatalkan oleh siapapun dan harus dilaksanakan (bdk. 2Sam.23:5,
Yes.55:3, Yeh.37:26, Ibr.13:20).

Halaman 16
Proses pemulihan hubungan ini dimulai oleh Allah sendiri dengan memilih bangsa Israel
sebagai umat-Nya dan mengadakan perjanjian dengannya. Dalam perjanjian itu, Allah
menjadi satu-satunya Allah yang benar dan menyelamatkan bagi bangsa Israel dan
bangsa Israel menjadi umat-Nya (bdk. perjanjian Allah dengan Abram yang kemudian
diganti nama Abraham dengan sunat sebagai tanda dalam Kej.17:1-11, perjanjian Allah
dengan Musa dalam 10 perintah Allah dengan darah perjanjian sebagai tanda dalam
Kel.19:5-6, 24:1-9). Bangsa Israel dipilih untuk menjadi tanda perhimpunan segala
bangsa pada masa mendatang di hadapan Tuhan (bdk. Yes.2:2-5, Mi.4:1-4). Mengapa
Allah memilih bangsa Israel, itu adalah misteri pilihan Allah sendiri. Hubungan yang
begitu erat antara Allah dan bangsa Israel ini digambarkan dengan hubungan suami-istri
dalam suatu perkawinan (bdk. Yes.54:5, 62:4-5, Hos.2:18).

Namun, dalam perjalanan bangsa Israel menjadi keras kepala, tegar hati, tidak setia dan
seringkali melawan Allah dengan menyembah berhala kepada dewa-dewa bangsa lain
dan menolak nabi-nabi utusan Allah. Bangsa Israel telah berulangkali melanggar
perjanjian (bdk. Hos.1, Yes.1:2-4, Yes.2). Perjanjian Allah dan bangsa Israel seharusnya
batal karena ketidaksetiaan bangsa Israel pada hukum Taurat. Namun, kesetiaan Allah
rupa-rupanya tidak pernah bergantung pada kesetiaan manusia (bdk. Ul.7:9, Yer.31:35-
37, 2Tim.2:13, Ibr.10:23). Allah tetap setia meskipun manusia tidak setia. Karena itu,
Allah harus memperbaharui perjanjian-Nya dengan bangsa Israel. Akhirnya Allah
mengadakan suatu perjanjian baru dan abadi melalui Yesus Kristus, Putera-Nya (bdk.
1Kor.11:25, Ibr.8:8, 9:15, 12:24).

2. Sejarah Keselamatan dalam Perjanjian Baru


Perjanjian Allah yang baru hanya merupakan perjanjian Allah kepada umat-Nya.
Perjanjian yang baru merupakan perjanjian satu pihak, yaitu perjanjian yang tidak lagi
mengandalkan kesetiaan manusia. Yesus Kristus, Sang Sabda Allah diutus Bapa ke dunia
untuk melaksanakan rencana keselamatan-Nya, yaitu memulihkan kembali hubungan-
Nya dengan manusia (bdk. Ef.1:4-5, 10). Dalam diri Yesus sendiri sebenarnya telah terjadi
persatuan yang sempurna antara Allah dan manusia sebab dalam pribadi Yesus ada dua
kodrat yang bersatu, yaitu kodrat Allah dan kodrat manusia. Yesus itu sungguh-sungguh
Putera Allah dan sungguh-sungguh putera manusia. Dengan demikian, Kerajaan Allah
yang dihadirkan oleh Yesus menampakkan diri secara konkret pertama-tama dalam
kehadiran, sabda dan karya Yesus sendiri. Mereka yang percaya akan sabda dan karya-
Nya menerima Kerajaan Allah dan membentuk suatu persekutuan yang mempunyai
hubungan yang erat dengan Allah (bdk. Mat.12:49-50). Kemudian Yesus memilih dua
belas rasul yang mewakili dua belas suku bangsa Israel (bdk. Mat.19:28, Luk.22:30) dan
menjadikan mereka batu-batu dasar Yerusalem baru (bdk. Why.21:12-14). Dengan ini,
Yesus secara tidak langsung memberikan struktur kepada persekutuan yang baru dengan
Petrus sebagai pemimpinnya (bdk. Mrk.3:14-15). Persekutuan ini-lah yang kemudian
disebut sebagai Gereja yang di dalamnya mereka yang percaya mengambil bagian dalam
kehidupan, penderitaan, kematian, dan kebangkitan Yesus.

Halaman 17
Gereja secara definitif muncul karena penyerahan diri Yesus secara menyeluruh, yang
didahului dengan perayaan Ekaristi dan direalisasikan dalam pengorbanan dan
kematian-Nya pada kayu salib. Yesus sendiri telah menubuatkan “dan Aku, apabila Aku
ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang kepada-Ku” (Yoh.12:32). Karena
itu, setiap kali dirayakan korban salib di atas altar, tempat “... anak domba Paskah kita
disembelih, yaitu Kristus” (1Kor.5:7), dirayakan karya penebusan manusia. Semua
manusia tanpa kecuali dipanggil ke arah persatuan dengan Kristus karena semua
manusia berasal dari pada-Nya, hidup karena-Nya, dan menuju kepada-Nya. Dalam
perjamuan malam terakhir, Kristus mempersatukan Gereja dengan diri-Nya dengan
memberikan tubuh-Nya dalam rupa roti untuk dimakan dan darah-Nya dalam rupa
anggur untuk diminum (bdk. Mat.26:26-29, Mrk.14:22-25, Luk.22:15-20). Gereja terus-
menerus merayakan perjamuan Ekaristi ini sebab dalam perjamuan ini, Gereja
mempersatukan dirinya dengan Kristus, “Karena roti adalah satu, maka kita sekalipun
banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu”
(1Kor.10:17). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Gereja menghasilkan Ekaristi dan
dalam Ekaristi dihasilkan Gereja (persatuan dengan Kristus). Dengan demikian, Gereja
menjadi tanda kehadiran Kristus. Selain itu, perayaan Ekaristi menjadi sumber dan
puncak kehidupan Gereja.

Setelah menyelesaikan karya keselamatan yang dipercayakan Bapa kepada-Nya, Yesus


naik ke Surga. Namun, Ia tidak meninggalkan umat yang telah dihimpun-Nya selama di
dunia. Ia ingin agar Kerajaan Allah (persatuan antara Allah dan manusia) dilanjutkan dan
disebarluaskan sampai ke ujung bumi (bdk. Mat.28:18-20, Mrk.16:15-20, Kis.1:18). Oleh
sebab itu, Ia mengutus Roh Kudus kepada umat-Nya pada hari Pentekosta. Roh Kudus
adalah Roh Kristus sendiri. Dengan hadirnya Roh Kudus dalam Gereja, Gereja menjadi
kudus. Gereja yang kudus (the holy Church) bukan berarti bahwa tidak ada pendosa di
dalamnya melainkan bahwa Gereja itu dikuduskan oleh Roh Kudus (the sanctified
Church) dan dengan kuasa-Nya ia menguduskan semua umat manusia yang berada di
dalamnya (the sanctifying Church).

Dengan hadirnya Roh Kudus, persekutuan antara Allah dan manusia terus-menerus
dipelihara. Gereja tanpa kehadiran Roh Kudus tidak dapat lagi disebut Gereja karena
Gereja akan kehilangan unsur ilahinya dan akan menjadi suatu perkumpulan atau
organisasi manusiawi belaka dan tidak ada lagi persekutuan antara Allah dan manusia.
Namun, hal ini jangan diartikan bahwa ada dua macam Gereja, yang satu kelihatan dan
yang lain tidak kelihatan, sebab secara esensial kedua unsur ini ada sekaligus dalam satu
Gereja.

Gereja dalam bimbingan Roh Kudus melanjutkan tugas dan karya keselamatan yang
dikerjakan oleh Kristus di dunia, yaitu mempersatukan kembali seluruh umat manusia
dengan Allah sampai kepenuhannya pada akhir jaman (bdk. Kis.1:7-8) dimana manusia
dipersatukan dengan Allah secara utuh dan sempurna. Untuk melaksanakan tugasnya,
Gereja dilengkapi oleh Roh Kudus dengan berbagai karunia hierarkis dan karismatis

Halaman 18
(bdk. Ef.4:11-12, 1Kor.12:4, Gal.5:22). Dengan demikian, Gereja tampak sebagai umat
yang disatukan berdasarkan kesatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus.

3. Hubungan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

Tata keselamatan Perjanjian Lama terutama dimaksudkan untuk menyiapkan


kedatangan Kristus Penebus seluruh dunia serta kerajaan Al Masih, mewartakannya
dengan nubuat-nubuat. PL mengungkapkan pengertian tentang Allah dan manusia serta
cara-cara Allah yang adil dan rahim bergaul dengan manusia. Kitab-kitab ini
memaparkan cara pendidikan Ilahi yang sejari. Mengungkapkan kesadaran hidup akan
Allah, ajaran-ajaran luhur tentang Allah serta kebijaksanaan yang menyelamatkan,
perbendaharaan doa-doa yang menakjubkan, mengemban rahasia keselamatan kita.
Kitab-kitab itu harus diterima dengan khidmat oleh Umat beriman Kristiani. DV 15

Allah pengilham dan pengarang Kitab-kitab PL maupun PB, dalam kebijaksanaan-Nya


mengatur sedemikian rupa sehingga Perjanjian Baru tersembunyi dalam perjanjian
Lama, dan Perjanjian Lama terbuka dalam Perjanjian Baru. Perjanjian Lama seutuhnya
ditampung dalam pewartaan Injil dan dalam Perjanjian Baru memperoleh dan
memperlihatkan maknanya yang penuh dan sebaliknya juga menyinari dan menjelaskan
Perjanjian Baru. DV 16

Sabda sudah menjadi daging dan diantara kita penuh rahmat dan kebenaran. Kristus
mendirikan Kerajaan Allah di dunia, dengan karya dan sebda-Nya menampakkan Bapa-
Nya dan diri-Nya sendiri, dengan wafat, kebangkitan, serta kenaikan-Nya penuh
kemuliaan, pun dengan mengutus Roh Kudus menyelesaikan karya-Nya. DV 17

4. Lectio Divina

Lectio Divina berarti bacaan ilahi atau bacaan rohani. Lectio Divina ini sudah dikenal
dan dikembangkan dalam tradisi Gereja Katolik. Lectio Divina adalah cara berdoa
dengan membaca dan merenungkan Kitab Suci untuk mencapai persatuan dengan Allah.
Lectio Divina mempunyai empat tahapan yaitu: lectio, meditatio, oratio, dan
contemplatio.

Langkah-langkah praktis Lectio Divina

1. Masuk dalam keheningan.


2. Berdoa mohon bimbingan Roh Kudus
3. Tahap lectio adalah tahap membaca Kitab Suci. Sambil membaca Kitab Suci
sebenarnya kita juga mendengarkan apa yang kita baca. Pada tahap ini, kita
membiarkan Sang Sabda berbicara kepada kita. Tujuan pembacaan ini bukan untuk
pengetahuan belaka tetapi lebih jauh daripada itu, yaitu untuk mengubah diri kita
menjadi serupa dengan Kristus sendiri.

Halaman 19
4. Tahap meditatio adalah tahap mengulang-ulang, mencerna, merenungkan, dan
menyatukan ke dalam diri kita kata-kata atau kalimat yang sangat menarik
perhatian kita sampai kata-kata itu benar-benar terinternalisasi ke dalam batin kita
dan nantinya akan mengalir dalam setiap tindakan dan perkataan kita. Dengan
demikian, kita akan memahami apa yang Allah kehendaki dalam hidup kita.
5. Tahap oratio adalah tahap doa, tahap untuk menanggapi Sabda Allah yang telah kita
renungkan. Doa ini bisa dalam bentuk apapun sesuai dengan dorongan hati kita,
bisa doa permohonan, doa pujian, doa syukur, doa pertobatan, doa penyembahan
dan lain-lain.
6. Tahap contemplatio adalah tahap persatuan dengan Allah. Pada tahap ini, kita
menyatukan diri dengan Allah, menyatukan kehendak kita dengan kehendak-Nya.
Dengan penuh kesadaran, kita hidup di dalam Allah.

Referensi:
1. Dei Verbum 7, 9, 14, 15, 16, dan 17
2. Katekismus Gereja Katolik 120, 121-123, 128-129, 761-769
3. Iman Katolik
4. Dr. Noco Syukur Dister, OFM, Teologi Sistematika 1, Allah Penyelamat, Kompendium
Sepuluh Cabang, Berakar Biblika dan Berbatang Patristika, Kanisius, Yogyakarta,
2004, hal.88-100.
5. Dari mana asalnya Kitab Suci dalam http://www.katolisitas.org/
6. Menjawab Keberatan tentang Septuaginta dan Deuterokanonika dalam http://
www.katolisitas.org/
7. Pengenalan dengan Kitab Suci (Bagian ke-2) dalam http://www.katolisitas.org/
8. Sejarah Kitab Suci dalam http://www.imankatolik.or.id/

Halaman 20
TRADISI
(Angga Satya Bhakti S.S, M.Hum.)

A. Tradisi secara umum


Tradisi berasal dari bahasa Latin traditio yang berarti penyerahan sah barang dari
pemilik lama kepada pemilik yang baru. Dalam bahasa Yunani berhubungan dengan
istilah paradosis yang berarti memindahkan. Bila dalam konteks ajaran maka tradisi
ajaran adalah penerusan ajaran dari angatan ke angkatan. Traditiones adalah kebiasan-
kebiasan lama yang diterima dari angkatan-angkatan sebelumnya. Menurut KBBI tradisi
adalah 1 adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan
dalam masyarakat; 2 penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada
merupakan yang paling baik dan benar. Tradisi memiliki proses komunikatif yang aktif
(penyerahan) dan yang pasif (apa yang diserahkan), dan seterusnya akan bersifat seperti
itu.
Tradisi ada karena perjumpaan manusia yang satu dengan yang lainnya. Manusia
yang berelasi menemukan makna dan membagikan makna tersebut. Tradisi bukanlah
sesuatu yang ada sebelum manusia. Namun, tradisi tetaplah erat kaitannya dengan
sejarah. Sebagai bahasa manusia yang bersifat diteruskan, tradisi mampu
menyampaikan kebenaran sejarah. Dalam hal ini interpretasi terhadap tradisi
memampukan manusia untuk menemukan kebenaran-kbenaran yang lain. Tradisi
merupakan bagian peradaban manusia yang dirasakan mampu menjawab permasalahan
kehidupan. Menurut fungsinya tradisi mampu membentuk suatu kelompok sosial karena
adanya proses identifikasi yang berasal dari kesadaran historis yang menjembatani
beberapa generasi. Tradisi menjadi pegangan bagi masyarakat karena didalamnya
terkandung nilai yang diwariskan dan dianggap selalu relevan bagi individu atau suatu
kelompok. Maka tradisi dapat berupa material maupun ideologi.
Dalam wilayah kecil manusia hidup dengan mencontoh perilaku mereka yang
merawatnya. Hidup manusia selalu berkaitan dengan pemberian nilai dan tata cara dari
orang lain. Bayi yang melihat orangtuanya berjalan dengan dua kaki akan mencoba
belajar berjalan dengan dua kaki, begitu juga bayi yang belajar berbicara dengan berkata-
kata karena orangtuanya yang mengajarkan kata-kata kepada bayinya. Maka dalam skala
luas penerusan akan nilai-nilai dalam tata cara kehidupan merupakan bagian dari hidup
manusia yang selalu belajar dari sesuatu yang sudah ada. Tata cara tersebut yang pada
akhirnya disebut sebagai tradisi.

B. Tradisi Gereja
Dalam Gereja Katolik Tradisi sendiri memiliki dimensi suci. Tradisi merupakan
suatu wujud pengungkapan dimensi yang Ilahi melalui tindakan para rasul. Tradisi
merupakan apa yang diturunkan Yesus kepada para murid dan sekarang dilanjutkan
oleh para penggantinya. Para murid selaku orang-orang yang terdekat dengan Yesus
meneruskan ajaran-ajaran baik berupa perkataan maupun tindakan yang disampaikan
Yesus kepada mereka. Maka, tradisi bukan sekedar warisan dogma, doktrin, pemindahan

Halaman 21
pesan injil melalui kata-kata tapi tradisi juga melingkupi tindakan-tindakan yang
dipraktekan oleh gereja Perdana Misteri pribadi Yesus yang dialami para murid menjadi
isi dan dasar iman Gereja. Para rasul merupakan pelaku pertama tradisi mengenai Yesus
Kristus. Keyakianan mereka merupakan keyakinan yang dijiwai oleh Allah. Tradisi
diyakini sebagai kehidupan Gereja karena didalam tradisi itulah Roh Kudus berkarya. Di
dalam Dei Verbum Allah mewahyukan diri melalui sejarah atau tradisi selain melalui
Kitab Suci yang disusun juga melalui berbagai tradisi.
Menurut Bapa gereja tradisi memiliki ciri:
1. Antiquitas : kekunoan
2. Konsensus : Keputusan bersama
3. Universalitas : berlaku untuk umum
Tradisi memiliki proses dalam menentukan suatu dogma yang berasal
pembelajaran akan sejarah masa lalu, memformulasikan berdasarkan pertemuan
bersama (konsili) dan berlaku secara umum. Contoh: penentuan dogma yang diperoleh
dari keputusan bersama atas pelajaran masa lalu hingga berlaku untuk umum seperti
saat ini. Konsili Trente menyatakan bahwa Kristus mengutus para murid untuk
mengajarkan Injil keseluruh dunia sebagai sumber kebenaran dan ajaran moral. Konsili
vatikan II menegaskan bahwa tradisi tumbuh dalam semangat Roh Kudus. Konsili
meyakini Roh Kudus menggerakkan para rasul dalam meyampaikan tradisi, maka Roh
Kudus sendirilah yang menjadi jiwa dari tradisi. Sejarah mengenai Kristianitas
merupakan sejarah mengenai tradisi yang terbentuk sejak Gereja Perdana. Maka perlu
dipahami bahwa hidup dalam kristianitas berarti hidup di dalam tradisi. Memahami
gereja Katolik berearti memahami tradisi.

C. Hubungan Tradisi dengan Kitab Suci


Tradisi dan Kitab Suci memiliki hubungan yang erat sekali dan terpadu. Sebab
keduanya mengalir dari sumber ilahi yang sama, dan dengan cara tertentu bergabung
menjadi satu dan menjurus ke arah tujuan yang sama” (DV 9). Kedua-duanya
menghadirkan dan mendayagunakan misteri Kristus di dalam Gereja, yang menjanjikan
akan tinggal bersama orang-orang-Nya “sampai akhir Zaman” (Mat 28: 20)
Katekismus Gereja katolik menekankan bahwa Kitab Suci dan Tradisi merupakan
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tardisi memiliki titik berat dalam Kitab Suci,
namun tidak terbatas pada Kitab Suci saja. Kitab Suci merupakan pembicaraan Allah
dengan ilham Roh Kudus. Melalui Tradisi Sabda Allah melalui Kristus dan Roh Kudus,
dipercayakan kepada para Rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka,
supaya mereka dalam terang Roh Kebenaran dengan pewartaan mereka memelihara,
menjelaskan dan menyebarkan dengan setia” (DV9)
Kitab Suci dan Tradisi harus diterima dan dihormati dengan cita rasa kesalehan
dan hormat yang sama (DV 9). Gereja saat ini dipercaya untuk meneruskan dan
menjelaskan wahyu tersebut. Gereja Katolik ingin menekankan bahwa Kitab Suci dan
Tradisi meupakan proses pewahyuan. Gereja Katolik saat ini sebagai penerus gereja
perdana mengajarkan dogma yang berarti bukan suatu ajaran yang baru, melainkan
perumusan kembali sesuai dengan tuntutan zaman, Kitab Suci tetap menjadi

Halaman 22
pegangannya. Dunia yang dinamis memerlukan perumusan dan aktualisasi yang baru
agar sabda Kristus tetap berarti. “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini
dan sampai selama-lamanya”

D. Syahadat para rasul bagian dari tradisi


Syahadat para rasul merupakan salah satu bagian tradisi yang disahkan oleh
gereja melalui konsili. Syahadat merupakan hasil refleksi umat Kristen pada masa-masa
awal berdirinya Gereja. Syahadat yang terdapat dalam Gereja Katolik terdiri dari dua
jenis yang sebenarnya sama. Perbedaan terletak dari rumusan yang lebih panjang dan
detail terdapat dalam Saahadat konsili Nitea-Konstantinopel. Rumusan tersebut
digunakan untuk semakin menjelaskan esensi dari syahadat pendek.
Syahadat singkat Konsili Nitea-Konstantinopel
Aku Percaya akan Allah, Bapa yang Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang
Mahakuasa pencipta langit dan bumi, Dan Mahakuasa Pencipta langit dan bumi, dan
akan Yesus Kristus Putra-Nya yang segala sesuatu yang kelihatan dan tidak
tunggal Tuhan kita, yang dikandung dari kelihatan, dan akan satu Tuhan Yesus
Roh Kudus dilahirkan oleh Perawan Kristus Putra Allah yang tunggal. Ia lahir
Maria, disalibkan wafat dan dimakamkan, dari Bapa sebelum segala abad, Allah dari
yang turun ke tempat penantian pada hari Allah, Terang dari terang, Allah benar dari
ketiga bangkit dari antara orang mati, Allah benar. Ia dilahirkan, bukan dijadikan
yang naik ke surga duduk disebelah kanan sehakikat dengan Bapa, segala sesuatu
Allah Bapa Yang Mahakuasa dari situ Ia dijadikan oleh-Nya. Ia turun dari surga
akan mengadili orang hidup dan mati, Aku untuk kita manusia dan untuk
percaya akan Roh Kudus Gereja Katolik keselamatan kita.Ia dikandung dari Roh
yang kudus persekutuan para Kudus, Kudus. Dilahirkan oleh Perawan Maria
pengampunan dosa kebangkitan badan dan menjadi manusia.Ia pun disalibkan
kehidupan kekal. Amin untuk kita, waktu Pontius Pilatus. Ia
menderita sampai wafat dan
dimakamkan. Pada hari ketiga Ia bangkit,
menurut Kitab Suci. Ia naik ke surga,
duduk di sisi Bapa dan akan datang
kembali dengan kemuliaan, mengadili
orang yang hidup dan yang mati kerajaan-
Nya takkan berakhir. Aku percaya akan
Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan,
Ia berasal dari Bapa dan Putera, disembah
dan dimuliakan. Ia bersabda dengan
perantaraan para nabi. Aku percaya akan
Gereja yang satu, kudus, katolik dan
apostolik. Aku mengakui satu
pembaptisan akan penghapusan dosa.
Aku menantikan kebangkitan orang mati
dan hidup.

Halaman 23
Syahadat merupakan pengakuan atas kepercayaan dan ajaran. Didalam syahadat
Para Rasul terkandung unsur-unsur keyakinan dua diantaranya adalah mengenai
Tritungal dan Maria sebagai ibu dari Yesus Kristus.

1. Tritunggal
Konsep mengenai Allah Tritunggal seringkali menjadi bahan perbincangan.
Pemahaman yang membingungkan mengenai Allah Tritunggal dipahami dari sisi
kuantitas dimana jumlah Allah yang selalu dibahas baik oleh orang-orang Kristiani
maupun pandangan agama-agama lain terhadap Kristiani. Yang penting dan harus
dipahami dalam memandang Allah Tritunggal ialah mengenai karya keselamatan-Nya
bukan mengenai jumlah. Bukan teori melainkan praktik hidupnya.
Inti pokok iman akan Allah Tritunggal dalah keyakinan bahwa Allah
menyelamatkan manusia dalam Kristus oleh Roh Kudus. Praktik kehidupan mengenai
kasih terungkap dalam relasi Allah Tritunggal. Bapa yang mencintai manusia mengutus
Putra-Nya sebagai jalan keselamatan menuju Bapa. Allah yang bersentuhan langsung
dengan manusia dan memberikan diri untuk manusia menjadi pedoman hidup bagi
manusia. Karya keselematan ini tidak berhenti dengan perutusan Putera saja. Manusia
akan bersatu dengan Allah ketika Allah sampai kedalam lubuk hatinya. Hal ini akan
terjadi karena Roh yang menghidupkan. Manusia dianugerahi mengambil bagian dalam
hidup Allah sendiri, yakni dalam cinta Bapa dan Putera dan Roh Kudus.
Banyak analogi yang diberikan untuk memberi gambaran mengenai Allah
Tritunggal, sebagai contoh: Bapa sebagai matahari, Putera sebagai sinarnya, Roh Kudus
sebagai panasnya yang terasa dalam diri manusia, atau seseorang yang bernama panjang
Angga Satya Bhakti, maka dipanggil Angga, Satya maupun Bhakti dia tetaplah satu orang
yang sama. Hal-hal seperti ini hanyalah sebuah upaya untuk memahami tanpa suatu
pertanggungjawaban yang jelas, perumpamaan tersebut tetap tidak mampu
mendefinisikan pemahaman Allah Tritunggal. Pemahaman tentang Allah Tritunggal
melampaui batasan pemahaman manusia. Allah Tritunggal adalah misteri yang hidup
(tetap diyakini dan dihayati) dalam iman Gereja Katolik.
Dibawah ini merupakan pernyataan mengenai syahadat para rasul terhadap Allah
Tritunggal:

a. Aku Percaya akan Allah Bapa


Pengakuan iman dimulai dari Allah Bapa, karena Allah adalah awal dan akhir
segala sesuatu. Allah Bapa adalah pribadi Tritunggal Mahakudus yang pertama. Ia mulai
dengan penciptaan langit dan bumi karena penciptaan adalah awal dan dasar segala
karya Allah. Dalam pernyataan ini juga mengakui kesaan Allah yang berakar dalam
wahyu Perjanjian Lama. Tuhan sebagai Yang Esa mewahyukan Diri kepada Israel, bangsa
yang dipilihNya. “Dengarlah, hai orang Israel. Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa!Kasihilah
Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
kekuatanmu”(Ul 6:4-5). Allah yang esa adalah Allah yang hidup dan setia. Allah memangil
bapa-bapa bangsa Israel dan membimbing mereka dalam perjalanan mereka. “Akulah
Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub”(Kel 3-6). Ia adalah Allah yang

Halaman 24
dapat dan mau melakukan ini tanpa tergantung pada waktu dan tempat. Ia melaksanakan
rencana-Nya melalui kemahakuasaan-Nya. Allah meyatakan keberadaan-Nya melalui
pernyataan-Nya dan tindakan-Nya terhadap bangsa Israel. Bangsa Israel merupakan
bangsa terpilih yang melakukan perjanjian dengan Allah. Banyak hal yang telah terjadi
dengan bangsa Israel, seperti perbudakan, hingga menjadi bangsa yang besar dan Allah
merupakan pembimbing hidup dan penyelamat mereka. Cinta kasih Allah tercurah
kepada bangsa Israel. Dalam segala karya-Nya kemurah hatian-Nya, kebaikan-Nya,
rahmat-Nya, adalah hal yang dapat dipercaya. Bukti cinta terbesar Allah kepada bangsa
Israel yang dipilih-Nya adalah sekalipun Israel telah menyimpang dalam tindakan
perilaku seperti menyembah berhala Allah tetap mengampuni dan setia terhadap bangsa
Israel.

b. Dan akan Yesus Kristus


Dalam iman kristiani kekhasannya pertama-tama terletak dalam pribadi Yesus
Kristus. Kristologi ingin merefleksikan pribadi, perutusan dan nasib Yesus Kristus, yang
adalah Putera Allah yang menjadi manusia, dimulai dari pewartaan-Nya mengenai
Kerajaan Allah, salib:yakni penderitaan dan wafat-Nya, kebangkitan dan kenaikan-Nya
ke surga serta pengutusan Roh Kudus hingga kedatangan-Nya yang kedua kali nanti
(Parusia).
Gelar Putera Allah berasal dari tradisi biblis Yahudi. Dalam Perjanjian Lama
sebutan Anak Allah tidak berdasarkan keturunan atau asal-usul yang bersifat biologis
berasal dari ayah dan ibu. Anak Allah selalu berdasarkan suatu pilihann, perutusan yang
ditanggapi dengan ketaatan dan pelayanan. Dalam arti inilah Israel disebut anak yang
dipanggil dan dipilih oleh Allah (kel 4:22: Hos 11:1: Yer 31:9). Sebagai wakil bangsa Israel
seorang raja (Mzm 2:7;89:27-28) dan Mesias (2 Sam 7:14) dapat disebut sebagai anak
Allah dan semua orang saleh dapat disebut sebagai anak Allah (Mzm 73:15 :Keb 5:5).
Pernyataan Yesus sebagai Putra Allah adalah pernyataan iman gereja. Pernyataan
Yesus sebagai Anak Allah didasarkan oleh peristiwa Kebangkitan-Nya, pembaptisan, dan
inkarnasi(penjelmaan). Rm 1:2-4 berbunyi “Injil itu telah dijanjikan-Nya sebelumnya
dengan perantaraan nabi-nabi-Nya dalam kitab-kitab suci, tentang Anak-Nya, yang
menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud, dan menurut Roh Kekudusan
dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah
yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita”. Dalam peristiwa kebangkitan ini gelar Kristus
sebagai Putera Allah dikenakan pada diri Yesus dalam pernyataan Gereja Perdana.
Dalam pembaptisan Yesus terdengarlah suara dari surga “Engkaulah Anak-Ku
yang Kukasihi, kepadamulah Aku berkenan” (Mrk 1:9-11) peristiwa pembaptisan
mengaskan bahwa Yesus adalah Putera Allah sejak penampilan-Nya yang pertama.
Peristiwa inkarnasi ditegaskan dalam Luk 1:30-35, dalam peristiwa Maria menerima
kabar dari malaikat Tuhan. Peristiwa ini merupakan peristiwa sabda yang menjadi
daging. Yesus yang merupakan Sabda Allah sendiri mewujud dalam rupa manusia ikut
serta dalam kehidupan manusia.

Halaman 25
Yesus Kristus adalah Tuhan merupakan gelar yang sangat agung. Kata Tuhan
berasal dri bahasa Yunani Kyrios. Kyrios sendiri memiliki makna religius dan bukan
religius. Dalam makna religius Kyrios beararti mengacu pada dewa-dewi, makna bukan
religius disebutkan kepada pemilik , majikan, penguasa, atau seorang wali menurut
hukum. Dalam Perjanjian Lama gelar Tuhan digunakan Israel terhadap para pemilik
tanah, raja, atau majikan budak. Israel sendiri menyebut Allah sebagai Tuhan, yang dalam
bahsa Ibrani: Adon, adoni, adonai. Bangsa Israel menyatakan bahwa Allah adalah pemilik
mereka dan yang menguasai langit dan bumi. Allah adalah sang penguasa namun dilain
pihak Allah begitu dekat dengan bangsa-Nya sebagai pembimbing bangsa Israel.
Dalam Perjanjian Baru Yesus Kristus mendapatkan gelar Tuhan. Gelar Tuhan
menunjukkan akan Dia yang dibangkitkan. “Itulah sebabnya Allah meninggikan Dia dan
mengaruniaka kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus
bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah
bumi, dan segala lidah mengaku:’Yesus Kristus adalah Tuhan’, bagi kemuliaan Allah
Bapa!” Gelar Tuhan merupakan konsepsi relasional dimana manusia tergantung pada
Tuhan, sekaligus Tuhan bertindak dan menyelamatkan manusia. Yesus sendiri rela
menderita dan wafat disalibkan, namun Ia bangkit dan ditinggikan oleh Allah menjadi
Tuhan. Yesus Kristus juga memiliki kuasa atas bumi dan langit (Mat 28:18), kuasa seperti
ini dalam landasan biblis hanya dimiliki oleh Allah sendiri. Maka dengan demikian gelar
Tuhan untuk Yesus mengungkapkan terutama kekuasaan dari segi Ilahi-Nya.

c. Aku Percaya akan Roh Kudus


Pernyataan iman Gereja akan kepercayaan terhadap Roh Kudus termuat dalam
syahadat para Rasul atau syahadat Nikea-Konstantinopel dan berakar pada iman biblis.
Kata Roh Kudus dala bahasa Ibrani merupakan ruah ha-qodesh. Kata ruah atau ruakh
diterjemahkan dalam bahasa Yunani pneuma yang berarti hembusan nafas, nafas, udara,
angin, jiwa. Dalam syahadat Nikea-Konstantinopel disebutkan tentang Roh Kudus
sebagai “Ia Tuhan yang menghidupkan, Ia berasal dari Bapa dan Putera, yang serta Bapa
dan putera disembah dan dimuliakan, Ia bersabda dengan perantaraan para nabi.” Bapa
, Putera dan Roh Kudus sendiri dipandang sebagai Allah Tritunggal.
Perjanjian Lama dalam kitab Kebijaksanaan mengatakan “sebab kebijaksanaan
adalah roh yang sayang akan manusia...roh Tuhan memenuhi dunia semesta, dan Ia yang
merangkum segala-galanya mengetahui apapun yang disuarakan” (keb 1:6-7), Keb 7: 7
juga berbunyi : “Maka itu aku berdoa dan aku pun diberi pengertian, aku bermohon lalu
roh kebijaksanaan datang kepadaku”. Begitu pula dalam perjanjian baru Yoh 14:26
berbunyi “Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah
yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan mengingatkan kamu akan semua
yang telah Kukatakan kepadamu”. Hal ini menyatakan Roh Kudus merupakan satu
kesatuan dari Bapa dan Putera. Yesus sendiri menghendaki pembaptisan dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Hal inilah menyatakan akan Allah Tritunggal ada.
Hingga saat ini Roh Kudus terus menguduskan dan menjiwai Gereja. Konsili Vatikan II
menegaskan Roh Kudus sebagai Dia yang menguduskan Gereja (LG 4). Hal ini
menyatakan bahwa setiap orang adalah kudus, karena Roh Kudus sendiri yang berdiam

Halaman 26
didalam diri manusia (Rm 5: 5, 1 Kor 3 :16-17; 6:19). Para Bapa gereja , Santo Irenius dan
Agustinus memandang sebagaimana jiwa meresapi dan menghidupi badan, demikian
pula Roh Kudus meresapi dan menghidupi Gereja hingga Gereja sampai saat ini adalah
kudus adanya.

2. Peran Maria dalam Keselamatan


Maria yang biasa disapa Bunda di Indonesia oleh orang Katolik, merupakan ibu
dari Yesus Kristus. Maria dihormati secara khusus dalam gereja katolik. Maria dihormati
karena Allah yang telah memilihnya sebagai ibu dari Tuhan Yesus. Maria merupakan
wanita yang taat. Bunda Maria memiliki kaitan erat dalam peranan wanita dalam
Perjanjian Lama. “Adapun Bapa yang penuh belas kasihan menghendaki, supaya
penjelmaan Sabda didahului oleh persetujuan dari pihak dia, yang telah ditetapkan
menjadi Bunda-Nya. Dengan demikian, seperti dulu wanita mendatangkan maut,
sekarang pun wanitalah yang mendatangkan kehidupan” (LG 56). Bunda Maria
merupakan Hawa yang baru, dan Tabut Perjanjian Baru. Kepenuhan rahmat Tuhan dalam
diri Maria dan martabatnya diperoleh dari perannya sebagai Bunda Allah. Maria
dihormati selain karena teladan hidupnya adalah karena Allah dalam rupa Kristus
sendiri. Allah yang memilih Maria berarti Allah yang menentukan seorang yang mulia
yang pantas menjadi seorang yang merawat Putera-Nya.
Melalui Marialah rencana keselamatan Allah terjadi. Kedatangan Kristus
diramalkan melalui Maria dalam peryataan nabi Yesaya “ Sebab itu Tuhan sendirilah yang
akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda
mengandung dan melahrkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia
Imanuel” (Yes 7:14). Allah telah mengutus malaikat untuk menemui Maria dalam
persiapannya sebagai Bunda Kristus. Meskipun awalnya Ia merasa ragu dan bertanya
“Bagiamana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami” Malaikat menjawab
“bagi Allah tidak ada yang mustahil”.(Luk 1:26-38) Maria pun merupakan wanita yang
taat. Ia menerima rahmat Allah untuk mengandung, merawat Kristus bahkan Maria
menemani Kristus hingga Kristus wafat disalib. Maria siap menaggung segala resiko
ketika menerima rahmat Allah untuk mengandung kendati ia belum menikah dengan
Santo Yosef, hal ini mengandung resiko akan cacian dan hukuman rajam sampai mati bagi
mereka yang mengandung diluar pernikahan dalam tradisi Yahudi. Naluri seorang ibu
yang mencintai anaknya tergambar dengan baik dalam diri Maria, ia rela pergi dari
tempat tinggalnya bersama Santo Yosef karena penolakan dari masyarakat. Penolakan
demi penolakan juga ia jalani dalam mempersiapkan persalinan Yesus Kristus hingga
akhirnya Yesus dilahirkan dalam kandang para gembala di Betlehem. Selama hidupnya
Maria juga setia menemani Kristus dalam karya penyelamatan-Nya. Ketika Kristus
memanggul salib Ia dengan tabah berada disisi Kristus memberi peneguhan serta
kekuatan, Ia tidak berusaha menghentikan peristiwa jalan salaib, karena Ia percaya
bahwa ini adalah keinginan Putera-Nya yang merupakan kehendak Allah. Keteladanan
Maria dalam ketaatan dan kesetiaan inilah yang pada akhirnya Gereja Katolik
memberinya penghormatan secara khusus. Maria merupakan teladan iman, dasar
pengharapan dan sumber cinta bagi Gereja.

Halaman 27
Perlu dipahami doa-doa yang bernuansakan Maria adalah doa-doa yang
dipanjatkan untuk menghormati Bunda Maria, bukan doa yang berarti berimankan
kepada Bunda Maria sebagai Tuhan. Doa kepada Maria merupakan doa perantara melalui
Maria kepada Kristus, sebagai Bunda-Nya. Perantara dalam pemahaman umum seorang
anak semestinya ingin berbakti kepada orangtuanya, sehingga permohonan orangtua
akan diwujudkan oleh sang anak. Dalam biblis seperti peristiwa pernikahan di Kana,
mempelai yang memohonkan bantuan kepada Bunda Maria karena kekurang anggur
sebagai jamuan untuk para tamu. Yesus melakukan mukjijat mengubah air menjadi
anggur, karena tergerak hati-Nya oleh permohonan sang ibu untuk menolong mempelai
tersebut.

Catatan:
Bapa-bapa Gereja adalah para penulis Kristian klasik, yang tulisan maupun
kepribadiannya dianggap suci oleh Gereja
Konsili adalah pertemuan yang diadakan oleh dewan para uskup.
Landasan biblis adalah landasan yang didasarkan dari Kitab Suci

E. Sakraman sebagai bagian dari tradisi


Sakramen merupakan salah satu bagian dari tradisi. Baik tercantum dalam tradisi
tulisan maupun tradisi lisan.

1. Pengertian Sakramen

Sakramen berasal dari bahasa Latin yaitu sacramentum yang berakar kata dari
sacr, sacer yang berarti kudus, suci, lingkungan orang kudus atau bidang yang suci. Pada
awalnya digunakan untuk menerjemahkan mysterion. Mysterion berasal dari kat my
dengan kata kerja myein yang berarti menutup mata atau mulut sebagai reaksi akan
penagamalam yang diluar nalar dan tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Maka kata
Mysterion berarti suatu pengalaman yang tidak mampu terlukiskan dengan kata-kata
yaitu perjumpaan dengan yang Ilahi.6 Kata ini menjadi kata misteri yang berarti rahasia.
Rahasia yang dimaksud ialah keselamatan Allah yang ditampakkan melalui peristiwa-
peristiwa di dunia. Maka sakramen dapat dipahami sebagai peristiwa konkret duniawi
yang menandai, menampakkan, melaksanakan atau menyampaikan keselamatan Allah,
atau lebih tepat Allah yang menyelamatkan. Secara singkat sakramen adalah tanda
kehadiran Allah yang menyelamatkan.

Sacramentum yang merupakan keselamatan Allah diwujudkan dan terlaksana


dalam sejarah (dimulai dari Perjanjian Lama) dan memuncak dalam diri Yesus Kristus.
Secara umum Kristus sendiri adalah sakramen yang hidup. Kristus adalah sakramen
utama karena melalui Kristuslah pengalaman bersama Allah dirasakan. Dalam Kitab Suci
hal ini terwujud dalam jawaban Yesus terhadap Filipus murid-Nya dalam Yoh 14:9,
“Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal

6
Sakramen-sakramen gereja hlm61-62

Halaman 28
Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa”. Seluruh pribadi Yesus dan
karya-Nya menjadi tanda yang menghadirkan Allah secara utuh.

Kristus meneruskan kehadiran Allah tersebut dalam diri Gereja. Gereja


merupakan tanda sakramen Allah. Di dalam Gereja tanda rahasia keselamatan Allah
menjadi nyata.. Gereja merupakan saksi utama Kristus. Gereja merupakan simbol yang
menghadirkan Yesus Kristus dengan karya penebusan-Nya bagi dunia. Gereja membantu
manusia hingga samapai saat ini untuk mengenal dan berelasi dengan Yesus Kristus, dan
dalam pemahaman inilah Gereja merupakan sakramen. Semua itu dapat terjadi karena
di dalam diri Gereja tercurah Roh Kudus yang mempersatukan Gereja dengan Yesus
Kristus. Dalam tindakan konkretnya Gereja mengemban tugas perutusan-Nya tersebut
didalam peristiwa tujuh sakramen yang diakui umat katolik.

2. Tujuh Sakramen

Terdapat tujuh sakramen yang diakui oleh Gereja Katolik tujuh sakramen tersebut
terbagai menjadi tiga bagian:

a. Sakramen-sakramen Inisiasi Katolik:


Inisiasi merupakan tanda masuk atau penerimaan dan yang merupakan sakramen ini
ialah:
1) Sakramen Pembaptisan
Pembaptisan memiliki arti mencelup dari bahasa Yunani Baptizen. Melambangkan
dimakamkannya katekumen ke dalam kematian Kristus, dan keluar melalui
kebangkitan bersama Dia sebagai ciptaan baru. Dalam perkembangannya baptis
memiliki makna kelahiran kembali. Beberapa hal yang dapat dimaknai dalam
baptisan ialah, sebagai pengampunan dosa, mengaruniai Roh Kudus,
mempersatukan dalam satu tubuh Gereja, dan sebagai karunia hidup baru. Baptian
dalam katolik terjadi dalam dua bentuk yaitu baptisan bayi dan baptisan dewasa.
Baptisan bayi terjadi sebagai wujud tanggungjawab iman orangtua terhadap
pendidikan iman sang anak. Baptisan dewasa terjadi saat seseorang memahami
iman Kristiani dengan segala tanggunng jawab dan dengan kehendak bebas
melalui bimbingan Gereja hendak bersatu menjadi anggota Gereja. Kata-kata yang
digunakan untuk membaptis ialah “ aku membaptis kamu dalam nama Bapa dan
Putra dan Roh Kudus”, dengan menuangkan air di dahi atau menenggelamkan
sesaat di dalam air. Penerima akan menjawab amin yang berarti setuju. Air
menjadi simbol kehidupan. Air yang digunakan adalah air bersih.

2) Sakramen Penguatan/Krisma
Sakramen penguatan membuat orang kristiani semakin terikat pada gereja secara
lebih sempurna. Mereka diperkaya dengan daya kekuatan Roh Kudus sehingga
mereka dianggap semakin dewasa dalam iman. Mereka semakin menjadi saksi
Kristus dalam perkataan maupu perbuatan. Krisma berarti pengurapan berasa

Halaman 29
dari bahasa Yunani Chrisma, krima dengan kata kerja chrio, chriein yaitu
mengurapi. Sakramen krisma merupakan tahapan setelah sakramen baptis agar
seseorang secara penuh menjadi anggota Gereja. Krisma hanya diberikan kepada
mereka yang sudah dibaptis dan sudah dapat menggunakan akal dan dapat
bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya. Pelayan akan mengatakan “
terimalahtanda karunia Roh Kudus”, ia juga akanmenumpangkan tangan dan
mengurapi minyak krisma di dahi.

3) Sakramen Ekaristi
Sakramen Ekaristi melibatkan orang kristiani untuk ikut ambil bagian dalam
kurban Tuhan bersama seluruh jemaat. Ekaristi merupakan sumber dan puncak
seluruh hidup Grejani. (LG 11). “sakramen-sakramen lainnya, begitu pula semua
pelayanana gerejani serta karya kerasuan, berhubungan erat dengan Ekaristi suci
dan terarahkan kepadanya. Sebab dalam Ekaristi suci tercakuplah seluruh
kekayaan rohani Gereja yakni Kristus sendiri, Paska kita” (PO 5). Ekaristi
menghadirkan kembali peristiwa penebusan dan keselamatan meaui diri Yesus
Kristus. Ekaristi juga menjadi ritual ibadat Gereja. Di dalam Ekaristi, anggota
Gereja merasakan kehadiran Kristus sendiri. Dalam Ekaristilah kebersamaan
dengan Allah dan sesama mencapai kepenuhan dan jawabannya.

b. Sakramen-sakramen Penyembuhan:

Dalam keyakinan Kristiani, Kristus adalah dokter jiwa dan tubuh. Kristus sendiri
didalam Ktab Suci menyembuhkan orang-orang yang sakit dan meengampuni dosa
orang-orang, kini Kristus menghendaki Gereja melanjutkan karya penyembuhan dan
penyelamatan-Nya dalam Roh Kudus. Maka sakramen yang termauk dalam bagian ini
adalah:

4) Sakaramen Tobat
Sakramen ini seringkali juga disebut sakramen perdamaian (rekonsiliasi). Mereka
yang menerima sakramen tobat memperoleh pengampunan dari belas kasih Allah
atas penghinaan mereka terhadap-Nya; sekaligus mereka didamaikan Gereja, yang
telah mereka lukai dengan berdosa, dan yang membantu pertobatan mereka
dengan cinta kasih, teladan serta doa-doanya” (LG 11). Dosa menyebabkan
rusaknya relasi manusia dengan Allah, sesama dan secara khusus Gereja.
Pertobatan hendaknya menhasilkan tindakan kebaharuan dalam diri manusia
sehingga manusia tidak melakukan kesalahan lagi. Maka unsur yang seharusnya
ada dalam situasi pengakuan dosa ialah penyesalan, keterbuakaan, dan komitmen
untuk menjadi lebih baik dari orang yang mengaku dosa. Sakramen ini dilakukan
dengan menyampaikan dosa-dosa dihadapan imam yang diyakini memiliki kuasa
atas rahmat tabisannya, maka seringkali sakramen ini juga disebut sebagai
sakramen pengakuan dosa. Imampun akan memberikan absolusi(pengampunan)
sehingga disebut sakramen pengampunan dosa.

Halaman 30
5) Sakramen Pengurapan Orang Sakit
Sakramen ini merupakan bentuk perhatian Gereja yang turut menemani
anggotanya dalam situasi sakit. Mereka yang sakit mendapat peneguhan dengan
menyatukan kesakitan mereka dengan pendertitaan yang dialami oleh Kristus.
Situasi sakit seringkali menjadikan manusia merasa takut, menutup diri dan putus
asa hingga pemberontakan terhadap Allah. Disisi lain penyakit justru dapat
mematangkan diri manusia untuk semakin matang dalam menerima kehidupan,
dan mampu membawa manusia kembali kepada Allah. Sakramen pengurapan
orang sakit bukanlah sakramen yang diberikan lantas sipenyekit sembuh dari
penyakitnya, melainkan sebagai bentuk peneguhan terhadap jiwa yang ikut sakit
karena sakit secara fisik.

c. Sakramen-sakramen Pelayanan Persekutuan dan Perutusan:

Sakramen inisiasi mengarahkan pribadi Kristiani kepada panggilan kekudusan dan


tugas yang mewartakan kabar gembira kepada dunia. Sakramen pelayanan untuk
persekutuan secara lebih konkrit membawa kehidupan pribadi Kristiani berhadapan
langsung dengan orang lain untuk menuju persekutuan yang kudus. Maka dua sakramen
yang menjadi bagiannya adalah:

6) Sakramen Tahbisan
Sakramen ini merupakan perutusam yang dipercayakan Kristus kepad Rasul-
rasul-Nya, yang didalam Gereja dilanjutkan dalam diri para pelayan Gereja seperti
Para uskup, Imam dan diakon. Sakramen ini menempatkan sistuasi dimana
manusia membutuhkan seorang pemimpin. Pemimpin yang mampu melayani dan
membimbing kehidupan mereka terutama dalam iman. Maka tahbisan ini
mencakup tiga tahap yaitu:
a) Episkopat
Tahbisan untuk menjadi seorang uskup. Tahbisan ini merupakan puncak
kepenuhan dalam sakramen imamat. Maka dalam Gereja uskup merupakan
imamat tertinggi. Menjadi Uskup memiliki tiga peranan penting: Guru,
gembala, dan Imam Agung dengan tugas mengajar dan memimpin.
b) Prebisterat
Merupakan tahbisan untuk para imam. Imam merupakan rekan kerja
uskup, dengan uskup sebagai pemimpinnya. Mereka menerima misi
kerasulan dai para uskup. Seperti memimpin perayaan ekaristi.
c) Diakonat.
Diakon berarti pelayan, tahbisan ini merupakan jenjang tahbisan sebelum
menjadi imam. Tugas diakon adalah membantu Uskup dan Imam dalam
perayaan-perayaan seperti Ekaristi, membagikan komuni kudus,
mebacakan Injil dan berkhotbah, saksi gerajani bagi perkawinan dan
memberkati para mempelai, memimpi upacara pemakaman.

Halaman 31
Tahbisan Episkopat dan Prebisterat memampukan pelayan gereja ini memiliki
tiga peranan penting Kristus yaitu sebagai imam, nabi dan raja. Imam dalam tugas
untuk menguduskan, nabi dengan tugasnya mewartakan, dan raja dalam tugasnya
sebagai pemimpin.

7) Sakramen Perkawinan
Sakramen perkawinan merupakan pria dan wanita yang ingin hidup bersama
seumur hidup. Hal ini merupakan persekutuan yang ada dalam kodrat pria dan
wanita. Persekutuan ini merupakan kehendak Allah sendiri. Tuhan menciptakan
manusia karena cinta, maka Tuhan juga yang memanggil manusia untuk mencinta.
Dalam ranah teologis, perkawinan menyimbolkan Allah yang setia kepada umat
pilihan-Nya seperti yang tergambar dalam Perjanjian Lama, dan dalam Perjanjian
Baru seperti hubungan yang mesra Yesus kepada Gereja. Kristus dengan Gereja-
Nya juga tidak terpisahkan. Perkawinan memiliki sifat yang sakral, pasangan suami
istri memiliki tantangan dalam mewartakan apa yang dilambangkan tersebut.

Ketujuh sakramen tersebut merupakan aktualisasi pelaksanaan diri Gereja sendiri


sebagai sakramen yang menghadirkan Kristus dalam situasi dasar kehidupan manusia.
Mereka yang boleh menermakan sakaramen maupun memberikan sakramen ialah:

Sakramen Pelayan Penerima


Baptisan Uskup,Imam, Diakon dan Setiap orag yang belum pernah
dalam kasus darurat siapa dibaptis
saja asal memiliki
pemahaman yang sesuai
dengan gereja
Krisma Uskup, dalam keadaan luar Mereka yang telah dibaptis dan
biasa Imam yang belum pernah menerima sakramen
didelegasikan oleh uskup penguatan
Ekaristi Uskup dan Imam Siapa saja yang telah dibaptis dan
untuk menyambut komuni, mereka
yang telah menyelesaiakan
pendidikan komui pertama
Tobat Uskup dan Imam yang Mereka yang telah dibaptis dan jatuh
memiliki kuasa yurisdiksi ke dalam dosa
untuk menerimakan
sakramen tobat
Pengurapan Uskup dan Imam Mereka yang sudah dibaptis dan
orang sakit dalam keadaan sakit ataupun bahaya
maut seperti menjelang
operasi,lansia,atau akan melakukan
kegiatan yang mempertruhkan
nyawa.

Halaman 32
Perkawinan Masing-masing dari partner Laki-laki dan perempuan yang telah
yang melangsungkan dibatis dan bebas halangan
pernikahan
Imamat Uskup Laki-laki yang sudah menyelesaikan
pendidikan calon imam (termasuk
kuliah fisafat-teologi), sudah
diijinkan oleh pihak pimpinan, dan
lektor dan akolit

3. Sakramen Ekaristi sebagai Sumber dan Puncak kehidupan Gereja

Ekaristi berasal dari bahasa Yunani yaitu eucharistia yang berarti puji syukur.
Kata ini merupakan kata benda dari eucharistein yang berarti memuji dan mengucap
syukur. Eucharistein digunakan bersama dengan kata kerja eulogein yang berarti memuji-
bersyukur, untuk menerjemahkan bahasa Ibrani barekh yang berarti memuji dan
memberkati. Kata kerja Barekh memiliki kata benda berakhah yang biasa digunakan
untuk doa berkat, perjamuan yang berisi pujian, syukur, dan permohonan. Doa tersebut
berlangsung pada saat perjamuan makan Yahudi yakni doa berkat atas roti (sebelum
perjamuan makan) dan piala (sesudah perjamuan makan). Ekaristi secara asal usul
berarti doa berkat yang berlangsung dalam perjamuan makan Yahudi.

Dalam perkembangannya Gereja, menggunakan istilah Perayaan Ekarasiti.


Perayaan ekaristi ini berlatarbelakang dari perjamuan malam terkahir Yesus Kristus
dengan para murid-Nya. Dalam Perjamuan tersebut Kristus bertindak sebagai pemimpin
yang mengambil roti, memecah, mengucap syukur dan memberkati. Yesus Kristus
melambangkan roti dan anggur sebagai Diri-Nya sendiri. Maka Perayaan Ekaristi ingin
mengungkapkan pujian syukur atas karya penyelamatan Allah yang terlaksana melalui
Yesus Kristus, sebagaimana berpuncak dalam peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus.
Dalam perjamuan ini juga Yesus berpesan kepada para murd-murid-Nya untuk
mengenangkan diri-Nya melalui peristiwa perjamuan malam terakhir. “Perbuatlah ini
guna memperingati Aku!” Namun Ekaristi bukanlah pengulangan kembali akan
perjamuan malam terakhir. Isi yang utama ialah perayaan iman gereja akan wafat dan
kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Perjamauan malam terkahir hanyalah sebuah kisah
dimana Kristus menjelang diserahkan diri-Nya untuk diadili, sengsara, dan wafat disalib.

Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut perayaan Ekaristi adalah misa.
Salah satu asal-usul kata misa berasal dari ungkapan “Ite, missa est” yang berarti pergilah
saudara diutus. Ini merupakan kata-kata terakhir imam dalam perayaan ekaristi. Bagian
ini disebut dimissio yang berarti mohon pamit dalam istilah Latin kuno. Missa memiliki
arti sama dengan missio dari mittere yang artinya mengirim atau mengutus. Yang ingin
disampaikan dari misa adalah segi perutusan. Setelah melakukan karya penebusan
Tuhan dalam pengenangan dan perayaan Ekaristi, umat diutus untuk menghadirkan
karya penebusan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari dalam pelayanan kepada sesama
dan dunia. Kata Misa sudah digunakan sejak abad ke IV untuk menyebut perayaan

Halaman 33
ekaristi. Dalam perkembangannya penggunaan kata misa lebih dimengerti dalam
konteks liturgi, mengacu pada ritual perayaan Ekaristi sedangkan Ekaristi adalah
perjamuan sakramental Gereja yang dirayakan sesuai dengan contoh dan perintah
Yesus.7

Konsili Vatikan II dalam Lumen Gentium 11 menyatakan:

“Dengan ikut serta dalam kurban Ekaristi, sumber dan puncak seluruh hidup kristiani,
mereka mempersembahkan Anak Domba Ilahi dan diri sendiri bersama dengan-Nya
kepada Allah; demikianlah semua menjalankan peranannya sendiri dalam perayaan
liturgis, baik dalam persembahan maupun dalam komuni suci, bukan dengan campur
baur, melainkan masing-masing dengan caranya sendiri. Kemudian, sesuadah
mempereoleh kekuatan dari tubuh Kristus dalam perjamuan suci, mereka secara konkret
menampilkan kesamaan Umat Allah, yang oleh sakramen mahaluhur itu dilambangkan
dengan tepat dan diwujudkan secara mengagumkan”8.

Makna Ekaristi sebagai sumber dan puncak kehidupan Gereja yaitu ekaristi
merupakan spiritualitas hidup Gereja. Ekaristi menjadi daya dalam hidup Gereja. Ekaristi
bukan sekedar ritual gereja, ekaristi merupakan suatu kesatuan kehidupan kristiani
dalam kehidupan sehari-hari. Ketika umat kristiani melakukan perayaan Ekaristi, mereka
mengenangkan dan merayakan kembali karya penebusan Tuhan. Mereka melakukan
perjamuan makan dengan Tuhan. Mereka mengingat kembali seluruh karya dan hidup
Yesus untuk mewartakan Kerajaan Allah. Yesus mewartakan Kerajaan Allah tersebut
melalui sabda dan karya. Dan mereka memiliki tanggungjawab untuk meneruskan karya
tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Bentuk perayaan ekaristi dalam rupa perjamuan makan. Makan merupakan salah
satu kebutuhan dasar manusia. Dalam konteks kehidupan, makan merupakan tempat
diamana manusia duduk bersama, mengisi kebutuhan jasmani, namun disisi lain makan
juga tempat untuk berbagi cerita, dan berbagi sukacita. Dalam perayaan-perayaan
kehidupan makan menjadi suatu tradisi sendiri yang tidak bisa dihilangkan. Acara
ulangtahun, maupun pernikahan biasanya disyukuri dalam bentuk makan-makan
bersama. Seperti maknanya Ekaristi adalah perayaan syukur. Perjamuan makan ini
sebagai bentuk ungkapan syukur umat atas penebusan yang dilakukan oleh Kristus.
Perjamuan Ekaristi merupan perjamuan makan dimana manusia bersatu dengan Kristus
dalam rupa santapan rohani (tubuh dan darah Kristus). Dengan menyantap tubuh dan
darah Kristus, umat diharapkan mampu semakin bersatu dengan Kristus sehingga umat
mampu mewartakan Kerajaan Allah dalam kehidupan sehari-harinya dengan melakukan
tindakan-tindakan kebaikan.

Di dalam perayaan Ekaristi umat bersama-sama berkumpul dengan imam sebagai


wakil Kristus yang memimpin-Nya. Maka perayaan Ekaristi merupakan sukacita bersama
yang tidak bisa dilakukan secara sendiri. Di dalam perayaan Ekaristi Kristus hadir dalam

7
Lakukanlah Ini ,hlm13-15
8
Ekaristi hlm 301-302

Halaman 34
empat rupa, yakni diri Imam (mereka yang tertahbis baik presbiterat dan episkopat)
sebagai pemimpin, altar sebagai Kristus yang dipersembahkan, evangelirium (Kitab Suci)
sebagai Kristus yang bersabda, dan kesatuan tubuh dan darah Kristus sebagai Kristus
yang mempersembahkan dan menyatukan diri-Nya demi umat-Nya.

Perayaan ritual Kristiani dalam Perayaan Ekaristi terbagi menjadi 4 bagian besar:

A. Ritus Pembuka
 Perarakan Masuk dan Penghormatan Altar
 Tanda Salib dan Salam
 Kata Pengantar
 Ritus Tobat, diikti “Tuhan Kasihanilah” (Kyrie)
 Madah Kemuliaan (Gloria)
 Doa Pembuka
B. Liturgi Sabda
Dengan susunan lengkap:
 Bacaan Pertama
 Mazmur Tanggapan
 Bacaan Kedua
 Bait Pengantar Injil
 Bacaan Injil
 Homili
 Syahadat/Pernyataan Iman
 Doa umat/Permohonan
C. Liturgi Ekaristi
 Persiapan Persembahan (Kolekte,perarakan persembahan, Doa pribadi
imam, Doa persiapan Persembahan)
 Doa Syukur Agung (Doa pujian yaitu dialog, prefasi, kudus dan Doa Syukur)
 Ritus Komuni (Bapa Kami, Doa Damai, Pemecahan Roti/Anak Domba
Allah,Pembagian Tubuh Kristus, doa sesudah Komuni)
D. Ritus Penutup
 Pengumuman
 Amanat singkat
 Salam dan berkat
 Pengutusan
 Penghormatan Altar dan Perarakan keluar.

Dalam bagian besar ada istilah ritus dan liturgi, hal ini untuk manandakan nilai
utamanya. Liturgi adalah hal yang mutlak harus ada untuk membangun suatu kesatuan
utuh bagi seuah Perayaan Ekaristi. Sedangkan ritus dapat digantiatau ditambahkan
sebagai tindakan kreativitas dalam stuasi kontekstual, contoh: misa anak muda bila ada
tindakan simbolisasi yang bernuansakan anak muda dapat diletakkan di bagian ini.
Secara menyeluruh 4 bagian besar ini adalah satu rangkaian utuh daam Perayaan Ekaristi

Halaman 35
Referensi:
1. https://kbbi.web.id/tradisi, 6 Maret 2018
2. Katekismus Gereja Katolik (1993), Edisi Indonesia: Para Waligereja Regio Nusa
Tenggara diakui oleh Konferensi Waligereja Indonesia. Percetakan Arnoldus Ende.
3. Konferensi Waligereja Indonesia (1996), Iman Katolik buku informasi dan referensi,
Yogyakarta dan Jakarta : kerjasama Kanisius dan Penerit Obor
4. Yohanes de Britto Suwartoyo (2001), Tradisi Gereja menurut Yves Congar, Bandung:
Skripsi Fakultas Ilmu Filsafat dan Teologi Universitas Katolik Parahyangan
5. Alkitab Deuterokanonika(1976), Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
6. I.Suharyo, Pr (1996)Kamus Teologi, Yogyakarta: Kanisius terjemahan dari Gerald
O’Collins, SJ dan Edward G. Farrugia, SJ (1991) A Concise Dictionary of Theology, New
Jersey: Paulist Press
7. A.Heuken SJ (cetakan ke 3 1995), Ensiklopedi Gereja V:Tr-Z Sejarah Gereja di
Indonesia; Sejarah Gereja di Asia, Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, hlm 7
8. Emanuel Martasudjita, Pr (2013) Pokok-Pokok Iman Gereja Pendalaman Teologis
Syahadat, Yogyakarta: Kanisius, hlm 126-129, 137-138, 213-218
9. E.Martasudjita, Pr (2003) Sakramen-Sakramen Gereja tinjauan Teologis, Liturgis, dan
Pastoral, Yogyakarta: Kanisius
10. E.Martasudjita, Pr (2005) Ekaristi tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral,
Yogyakarta:Kanisisus
11. C.H.Suryaugraha (2003) Lakukanlah Ini Sekitar Misa Kita, Bandung: SangKris

Halaman 36
MAGISTERIUM GEREJA
Oscar Yasunari SS., MM

A. Tradisi Suci dan Kitab Suci sebagai saksi Allah yang hidup
Kata tradisi berasal dari kata Latin “Traditio” yang berarti sesuatu yang telah diserahkan,
diteruskan dan diwariskan. Tradisi dalam konteks Gereja Katolik adalah Tradisi yang
terpusat dan tidak terpisahkan dari Kitab Suci “Tradisi Suci dan Kitab Suci berhubungan
erat sekali dan terpadu. Sebab keduanya mengalir dari sumber ilahi yang sama, dan
dengan cara tertentu bergabung menjadi satu dan menjurus ke arah tujuan yang sama”
(DV 9). Kedua-duanya menghadirkan dan mendaya-gunakan misteri Kristus di dalam
Gereja, yang menjanjikan akan tinggal bersama orang-orang-Nya “sampai akhir zaman”
(Mat 28:20).9

Pangkal Tradisi Suci dalam Katolik tidaklah terlepas di dalam kerangka kehidupan dan
ajaran kristus yang diwartakan oleh para pengikut Yesus. Para Rasul meneruskan apa yang
mereka ambil dari ajaran dan contoh Yesus dan yang mereka dengar dari Roh Kudus. Jemaat
perdana sendiri pada awalnya belum mempunyai Kitab Perjanjian Baru yang tertulis dan
Perjanjian Baru itu sendiri memberi kesaksian tentang proses tradisi yang hidup itu.
Tradisi-tradisi teologis, disipliner, liturgis atau religius, yang dalam perjalanan waktu
terjadi di Gereja-gereja setempat. Tradisi muncul karena adanya ungkapan yang
disesuaikan dengan tempat dan zaman yang berbeda-beda seturut perkembangan
waktu.10 Tradisi Suci dalam Gereja Katolik berkaitan dengan doktrin/ ajaran iman yang
tidak mungkin salah dan tidak dapat diubah yang ditetapkan dalam Konsili- konsili
seperti Ajaran yang diajarkan oleh Bapa Paus (Magisterium Gereja Katolik); Tulisan
pengajaran dari para Bapa Gereja dan para orang kudus (Santo/ Santa) yang sesuai
dengan pengajaran Magisterium; Katekismus Gereja Katolik ataupun sakramen-
sakramen.

Tradisi Suci selalu menghasilkan ajaran-ajaran iman atau dogma-dogma Gereja yang
wajib diikuti setelah seseorang mendapatkan babtisan. Melalui ajaran-ajaran iman dan
dogma Gereja Allah menghendaki bahwa semua manusia patut diselamatkan.

“Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, yang menghendaki
supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.Karena
Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu
manusia Kristus Yesus” (1 Tim:2-5)

9
KGK 80
10
Bdk KGK 83.

Halaman 37
B. Magisterium sebagai penjaga iman Gereja
Karya cintakasih dan kesalamatan Allah pada umat manusia, dalam
mengungkapkan diriNnya, tidaklah terbatas pada cara, ruang dan waktu. Allah tidak
hanya mengungkapkan diriNya pada Kitab Suci namun juga melalui Yesus Kristus,
putraNya yang tunggal, yang mengungkapkanNya dengan cara teladan maupun dengan
sabdaNya. Kedua hal tersebut, baik lisan maupun tulisan, diteruskan oleh para rasul dan
para penerusnya secara utuh dan sungguh hidup dalam proses perjalanan Gereja.

Paus sebagai pengganti Rasul Petrus yang diberi kuasa oleh Kristus untuk
memimpin jemaat yang percaya kepadaNya dan juga para uskup sebagai pengganti para
rasul memiliki kuasa yang diamanatkan oleh Kristus untuk mewartakan karya
keselamatan tersebut. Kuasa dalam mewartakan warta kekselamatan yang dilakukan
oleh Paus dan Para Uskup atas kuasa Roh Kudus secara turun temurun ini merupakan
kuasa mengajar.
Karenanya dalam proses perjalanan Gereja Katolik rasul Petrus dan para rasul menunjuk
Paus dan para Uskup untuk menggantikan mereka dan menyerahkan kepada mereka
kedudukan untuk mengajar.

Paus, sebagai pengganti rasul Petrus dan Para Uskup, sebagai pengganti para
Rasul yang mendapatkan wewenang mengajar dari Kristus dan para rasul disebut dengan
Magisterium. Bisa dikatakan Magisterium adalah Wewenang Mengajar Gereja, yang
terdiri dari Bapa Paus (sebagai pengganti Rasul Petrus) dan para uskup (sebagai
pengganti para rasul). Magisterium mempunyai kewibawaan untuk menginterpretasikan
ajaran injil dan ajaran Kristus; menjaga dan melindungi Sabda Allah itu dari interpretasi
yang salah agar tidak keliru dan melindungi umat terhadap kekeliruan dan kelemahan
iman.

“Adapun tugas menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau
diturunkan itu, dipercayakan hanya kepada Wewenang Mengajar Gereja yang hidup,
yang kewibawaannya dilaksanakan atas nama Yesus Kristus” (KGK 85 ).

“Perutusan Wewenang Mengajar berkaitan dengan sifat definitif perjanjian, yang Allah
adakan di dalam Kristus dengan Umat-Nya. Wewenang Mengajar itu harus melindungi
umat terhadap kekeliruan dan kelemahan iman dan menjamin baginya kemungkinan
obyektif, untuk mengakui iman asli, bebas dari kekeliruan. Tugas pastoral Wewenang
Mengajar ialah menjaga agar Umat Allah tetap bertahan dalam kebenaran yang
membebaskan. Untuk memenuhi pelayanan ini Kristus telah menganugerahkan kepada
para gembala karisma “tidak dapat sesat” [infallibilitas] dalam masalah-masalah
iman dan susila…..”(KGK 890)

Bisa disimpulkan Magisterium adalah merupakan kausa mengajar Gereja diamana


kuasa ini terdiri dari Paus dan para uskup, yang mempunyai kewibawaan dalam
menginterpretasikan ajaran injil dan ajaran Kristus yang tidak bisa keliru/sesat.

Halaman 38
Karenanya Paus sebagai pemimpin umat Allah, memiliki kuasa yang tertinggi dalam
memimpin, membimbing dan mengajar setiap permasalahan iman dan moral. Tradisi
Suci ini diimani oleh seluruh Umat Katolik bahwa Paus sebagai pengganti Petrus memiliki
kuasa tersebut. Kuasa dalam hal pengajaran iman dan moral yang ada pada Paus
tentunya merupakan suatu kuasa yang mengikat dan melepaskan, yang bersifat tidak
mungkin salah Atau yang sering dikenal dengan istilah infallibilitas Paus. Infallibilitas
Paus bisa diartikan bahwa dalam lingkup Gereja Katolik diyakini bahwa Paus memiliki
ketidakmampuan berbuat salah dalam kebenaran yang diajarkan/dinyatakan.

“Ciri tidak dapat sesat itu ada pada Imam Agung di Roma, kepala dewan para
Uskup, berdasarkan tugas beliau, bila selaku gembala dan guru tertinggi segenap
umat beriman, yang meneguhkan saudara-saudara beliau dalam iman, menetapkan
ajaran tentang iman atau kesusilaan dengan tindakan definitif… Sifat tidak dapat
sesat, yang dijanjikan kepada Gereja, ada pula pada Badan para Uskup, bila melaksanakan
wewenang tertinggi untuk mengajar bersama dengan pengganti Petrus” (LG 25) terutama
dalam konsili ekumenis Bdk. Konsili Vatikan 1: DS 3074.. Apabila Gereja melalui Wewenang
Mengajar tertingginya “menyampaikan sesuatu untuk diimani sebagai diwahyukan oleh
Allah” (DV 10) dan sebagai ajaran Kristus, maka umat beriman harus “menerima
ketetapan-ketetapan itu dengan ketaatan iman” (LG 25). Infallibilitas ini sama luasnya
seperti warisan wahyu ilahi Bdk. LG 25. (KGK 891)

Sifat infalibilitas Paus ini tentunya tidak berlaku dalam segala hal, namun hanya
dalam hal pengajaran iman dan moral. Dasar dari kuasa infabilitas itu sendiri adalah
kehendak Kristus yang disampaikan kepada Petrus agar dalam memimpin jemaatNya
tidak terjadi kesalahan, perpecahan dan juga tidak menghantar Gereja kepada “alam
maut” (Mat 16: 18). Yesus kritus berkehendak untuk mempertahankan kesatuan jemaat
yang percaya kepadaNYA / GerejaNya maka sudah menjadi konsekuensi bahwa “Ia
memberikan kuasa tidak dapat sesat/ infalibilitas kepada pemimpinnya (yaitu Bapa
Paus) untuk mengajarkan hal iman dan moral.(LG 25)

Kuasa infallibilitas ini hanya berlaku:


 jika Bapa Paus mengajar atas nama Rasul Petrus (jadi bukan atas nama pribadi)
istilahnya “ex-cathedra“ (di atas kursi/ atas nama Rasul Petrus);
 menyangkut pengajaran definitif tentang iman dan moral,
 pengajaran ini berlaku untuk Gereja secara universal.

Saat ketiga syarat tersebut dipenuhi maka pengajaran yang dihasilkan oleh
seorang Paus bisa dikatakan sebagai Magisterium dimana ajaran tersebut bersumber
pada sumber yang sama yaitu pengajaran Kristus dan para rasul. Namun, jika Paus
ajarannya bukan atas nama Rasul Petrus, bukan tentang iman dan moral, dan juga bukan
menyangkut Gereja universal, tapi secara pribadi (membuat buku tentang filsafat
misalnya), maka pengajarannya tidak bisa dikatakan tidak dapat sesat / infallible.

Halaman 39
Dalam Gereja Katolik tingkatan dalam pengajaran Magisterium Gereja adalah konstitusi,
dekrit dan enseklik.

Konstitusi adalah dokumen yang tertinggi yang mengandung ajaran resmi Gereja Katolik
dari Sri Paus, yang dinyatakan dan dirumuskan melalui keputusan resmi sebagai
kebenaran-kebenaran yang diwahyukan secara ilahi, melalui Paus ketika ia berbicara “ex-
cathedra” atau oleh dewan Uskup dalam konsili.
Contoh: Dei Verbum (tentang Wahyu Ilahi); Gaudium et Spes (tentang Gereja);
Sacrosanctum Concilium (tentang Liturgi Kudus).
Dekrit merupakan hasil dari suatu konsili yang merupakan penjabaran atau pernyataan
sikap Gereja tentang hal-hal / soal-soal khusus yang ingin dilaksanakan11
Contoh dekrit: Ad Gentes (tentang karya misioner Gereja); Apostolicam Actuositatem
(tentang kerasulan awam); Christus Dominus (tentang kegembalaan Uskup dalam
kehidupan gereja Katolik); Inter Mirifica (tentang alat-alat komunikasi sosial dalam
Gereja). Optatam Totius (tentang pendidikan imam); Perfectae Caritatis (mengenai
pembaharuan yang serasi hidup kebiaraan); Presbyterorum Ordinis (mengenai
kehidupan dan pelayanan para imam);
Ensiklik adalah surat amanat Paus sebagai Uskup Roma, yang memiliki wibawa
Magisterium/kuasa mengajar Gereja), mengenai iman, kesusilaan, masalah-masalah
yang ada dalam masyarakat sepertisosial, ekonomi, politik (mengenai ajaran-ajaran
sosial yang ada dalam Gereja). Surat edaran ini dikirim oleh Paus kepada para Uskup.
Oleh para Uskup dikirim kepada bawahannya. Ensiklik bukanlah dokumen tertinggi
dalam Gereja Katolik namun ketetapan dalam enseklilk dihormati oleh umat dalam
Gereja Katolik
Contoh enseklik dari Paus Yohanes Paulus II : Redemptor Hominis (1979), Laborem
Exercens (1981), Redemptoris Mater (1987), Redemptoris Missio (1990), Centesimus
Annus (1991), dekrit dari Paus Benediktus XVI : Caritas in Veritate (2008) dan dekrit dari
Paus Fransiskus : Lumen Videi (2013), Laudato Si (2015).

C. Otoritas tertinggi Gereja


Lembar sejarah kekatolikan sudah ada lebih dari dua ribu tahun lamanya dan
terus akan berkembang dalam proses perjalanan sejarah umat manusia. Setelah
kematian Kristus para rasul tetap memancarkan semangat pewartaan yang diminta oleh
Yesus kepada mereka . Jemaat-jemat yang percaya akan Kristus semakin bertambah
banyak lalu dibabtis. Semakin lama komunitas-komunitasnya pun menyebar. Jemaat-
jemaat tersebut kemudian membentuk persekutuan dalam Yesus Kritus atau yang dikenal
istilah Gereja12. Persekutuan orang yang percaya kepada Kristus inilah yang menjadi
hakekat Gereja.

11
Riyanto Cm, Armada Fx.E, Dialog Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1995, hal 32
12
Gereja berasal dari bahasa Portugis: igreja; dalam Yunani εκκλησία (ekklêsia) dalam bahasa Inggris: Church

Halaman 40
Namun wujud Gereja itu sendiri bukanlah sekedar persekutan di dalam Yesus
Kristus saja namun juga mengandung makna bahwa pesekutuan yang ada haruslah
menekankan pada tugas dan persekutuan yang di perintahkan oleh Yesus Kristus untuk
mewartakan ajarannya. Secara gamblang Yesus Kritus sendiri memerintahkan pada
para muridnya, “Pergilah, jadikanlah semua bangsa muridku” (Mat 28:19); “Kamu akan
menjadi saksiKu … sampai ke ujung bumi” (Kis 1:8). Kesaksian yang dilakukan oleh para
rasul terus terjadi secara berkesinambungan. Sejak Roh Kudus turun atas para rasul, para
rasul diselimuti oleh semangat Kritus dalam mewartakan ajaran dan kehendaknya
secara terus menerus. “…ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir zaman." (Mat 28: 20). Karena perutusan itulah maka himpunan
persekutuan yang percaya pada Yesus Kritus selalu mengangkat para pengganti para
rasul, sebagai uskup, dan pengganti pemimpin para rasul, Petrus, sebagai Paus. Hal ini
dikehendaki oleh Kristus untuk menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir
zaman.13 Pergantian kepemimpinan secara organisatois tampak dalam Struktur Hirarki
Gereja yang mengacu pada kekristenan awal.

1. Para Rasul
Sejarah awal perkembangan Hierarki adalah kelompok keduabelas rasul. Dalam sejarah
kekristenan struktur hierarki dimulai dengan terpilihnya kedua belas rasul yang
langsung ditunjuk oleh Kristus dan secara tegas dinyatakan bawah Petrus ditunjuk
sebagai pemimpin atas para Rasul. “Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah
Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak
akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga14 Apa yang kauikat
di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di
sorga.” (Mat 16: 18-19). Dalam perjalanan sejarah selanjutnya maka posisi petrus
sebagai pemimpin para rasul digantikan oleh Paus dan posisi para rasul digantikan oleh
para Uskup.

2. Dewan Para Uskup


Dewan para uskup setara dengan dewan para rasul dimana dewan para uskup ini
menggantikan dewan para rasul. Seseorang menjadi uskup dan masuk kedalam dewan
para uskup ketika orang tersebut menerima tahbisan uskup. Tahbisan uskup berarti
bahwa seorang anggota baru diterima kedalam dewan para uskup (Collegium

13
LG 18
14
Dalam Perjanjian Lama, istilah ”Kunci” menggambarkan suatu kisah tentang Elyakim bin Hilkia yang
bertanggungjawab memegang kunci rumah Raja Daud, simbol kekuasaan Kerajaan Yehuda, dan diberi kuasa
penuh kepadanya.“Maka pada waktu itu Aku akan memanggil hamba-Ku, Elyakim bin Hilkia: Aku akan
mengenakan jubahmu kepadanya dan ikat pinggangmu akan Kuikatkan kepadanya, dan kekuasaanmu akan
Kuberikan ke tangannya; maka ia akan menjadi bapa bagi penduduk Yerusalem dan bagi kaum Yehuda. Aku
akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup;
apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.” (Yes 22:20-22). Dalam diri Petrus, “kunci” yang
diberikan oleh Yesus mengisyaratkan bahwa Petrus berkuasa penuh atas pintu Kerajaan Allah dan kuasa itu
juga menyangkyutkepemimpinan seluruh umat beriman yang kemudian diteruskan oleh Magisterium Gereja,
Paus dan para uskup, dalam kuasanya untuk mengikat atau melepaskan ajaran iman dan moral.

Halaman 41
Episcopale).Karena sifatnya kolegial maka tahbisan uskup selalu dilakukan oleh paling
sedikit tiga uskup.15

3. Paus
Dalam perjalanan kekristenan, Paus diangkat menjadi pemimpin para uskup secara
berkesinambungan menggantikan Petrus yang diangkat, dalam kuasa Kristus, menjadi
kepala para rasul dalam menggembalakan umatnya. Dari kesaksian tradisi Gereja, Roma
merupakan pusat dan petunjuk seluruh ajaran Gereja dan Petrus adalah uskup Roma
yang pertama. Karenanya berdasarkan keyakinan tradisi Gereja Katolik, uskup Roma
tentunya sebagai pengganti Petrus dan Paus adalah uskup Roma yang tugas dan
kuasanya setara dengan Petrus. Dalam keseharian tradisi Gereja paus adalah seorang
uskup (uskup Roma) dan ketua dewan uskup serta pemersatu seluruh iman Gereja.
Diantara para uskup, kedudukan Paus menjadi yang utama dari para uskup, primus inter
pares (yang pertama diantara yang sederajat). Paus memimpin para uskup seperti Rasul
Petrus memimpin para rasul. Paus adalah simbol dan jaminan pemersatu Gereja Katolik.
Hanya uskkup yang diakui oleh Paus akan diakui oleh umat Katolik.16
Dalam menjalankan tuganya Paus dibantu oleh
- Kardinal
Kardinal merupakan uskup-uskup dari seluruh dunia yang ditujuk langsung oleh Paus.
Tugas dan wewenangnya adalah memilih Paus baru ketika seorang paus meninggal dunia
atau mengundurkan diri dan juga berfungsi sebagai penasihat paus. Umumnya seorang
kardinal memimpin suatu keuskupan agung. Umumnya para Kardinal adalah uskup-
uskup yang mempunyai keunggulan dalam bidang ajaran, kesusilaan, kesalehan dan
kebijaksanaan. Kardinal (latin)"cardo", berarti "yang utama" atau "pimpinan".
-Kuria Roma
Kuria Roma merupakan departemen-departemen yang menyelenggarakan urusan-
urusan gerejawi dan dipimpin oleh seorang kardinal di setiap departemennya. Kuria
Roma terdiri dari Sekretariat Negara atau Kepausan, Dewan Urusan Umum Gereja,
Kongregasi-kongregasi, Pengadilan-pengadilan, dan Lembaga-lembaga lainnya yang
susunan serta kompetensinya dirumuskan dalam undang-undang khusus.17
-Duta Besar Vatikan
Utusan Paus yang bergelar Monseignur yang ungul dalam hal diplomatik. Duta besar
Vatikan ditugaskan oleh Paus, sebagai Kepala Negara Vatikan, dalam suatu negara dan
juga dipercayakan tugas untuk secara tetap mewakili pribadi Paus sendiri pada Gereja-
gereja partikular atau Otoritas-otoritas publik ke mana mereka diutus.18

15
LG 21
16
Fras Magnis-Suseno, 2017, Katolik Itu Apa? Sosok-Ajaran-Kesaksiannya, hal: 156-157, Yogyakarta: Kanisius.
17
KHK 360
18
KHK 363

Halaman 42
4. Uskup
Pemimpin Gereja lokal yang merupakan bagian dari hirarki Gereja Katolik.Uskup diyakini
sebagai pengganti para rasul.Para uskup di dunia menjadi bagian dari dewan para uskup
di bawah pimpinan Sri Paus. Wilayah tanggungjawab uskup dinamakan dengan
Keuskupan. Tahbisan uskup ini bersifat seumur hidup. Berdasarkan tugasnya, uskup
dibedakan menjadi dua macam yaitu Uskup Diosesan, uskup yang bertugas (diberi tugas)
di suatu wilayah keuskupan dan Uskup Tituler, uskup yang tidak bertugas pada satu
wilayah namun ditunjuk oleh Tahta Suci, di Vatikan, Roma guna melayani kebutuhan
khusus seperti di Militer.
Dalam menjalankan tugasnya, uskup yang memimpin keuskupan dibantu oleh viksris
jenderal (wakil uskup), para imam/pastor dan diakon tertahbis.

5. Pastor/Imam
Imam merupakan wakil/pembantu umum uskup di dalam jemaat setempat. Imam dalam
jemaat setempat sering disebut dengan pastor Paroki. Pastor Paroki melayani umat Allah
sebagai pembantu dari seorang Uskup. Tugas para imam sama seperti uskup: untuk
mewartakan Injil, menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat.

6. Diakon
Diakon merupakan anggota hierarki yang bertugas sebagai pembantu khusus para uskup
dalam jemaat setempat. Diakon bisa dikatakan sebagai pembantu uskup, namun tidak
mewakilinya,

Referensi:
1. Konstitusi Gereja Katolik Lumen Gentium
2. Katekismus Gereja Katolik (KGK)
3. Kitab Hukum Kanonik (KHK)
4. Fras Magnis-Suseno, 2017, Katolik Itu Apa? Sosok-Ajaran-Kesaksiannya, Yogyakarta:
Kanisius.
5. Ribru, K, 1983, Tonggak Sejarah pedoman arah : dokumen "konsili Vatikan II”, Jakarta:
Dokpen Mawi

Halaman 43

Anda mungkin juga menyukai