Anda di halaman 1dari 9

KAJIAN TENTANG REMAJA PEREMPUAN DAN

PERANANNYA DALAM PAK

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah
PAK REMAJA/PEMUDA

Disusun oleh:
Keren Hapuk Tada
Sarni Ariance Kote
Feny Irmawati

PRODI PAK
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BETHEL THE WAY
JAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budaya partriarki menguasai dan mewarnai hidup laki-laki dan
perempuan. Hampir di segala bidang dominasi dan kontrol laki-laki
terhadap perempuan sangat terasa. Banyak orang beranggapan bahwa
laki-laki dilahirkan untuk berkuasa dan perempuan untuk dikuasai.
Mereka beranggapan bahwa patriarki selalu ada dan akan terus ada,
dan bahwa seperti tatanan alam lainnya, patriarki tidak bisa diubah.
Tetapi ada juga pendapat yang mengatakan bahwa patriarki bukan
buatan alam, tetapi buatan manusia yang dapat diubah. Jadi, masih
terdapat perbedaan pemahaman tentang perempuan.
Perbedaan pemahaman ini juga terjadi di dalam gereja dan
organisasi. Perbedaan pemahaman ini terjadi karena latar belakang
budaya yang memahami (memosisikan) laki-laki sebagai pemegang
kendali.Penulis secara pribadi melalui penulisan ini, mengamati
bahwa kurangnya peran perempuan di dalam pelayanan gerejawi
seperti halnya dalam Pendidikan Agama KristendiGereja. Namun
demikian, tujuan utama dari penulisan ini adalah untuk
memberikan kontribusi pemikiran, khususnya bagi para pihak yang
berkepentingan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kajian tentang remaja perempuan?
2. Apa pengertian PAK?
3. Apa peran remaja perempuan dalam PAK?
1.3 Tujuan
1. Memahami tentang remaja perempaun
2. Memahami pengertian PAK
3. Memahami peran remaja perempaun dalam PAK
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Remaja Perempuan
Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa.
Pada periode ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan berbagai hal baik
hormonal, fisik, psikologis, maupun sosial (Abrori & Qurbaniah, 2017).
Pada masa remaja terjadi laju pertumbuhan dan perkembangan baik fisik
maupun psikis terutama pada kematangan organ reproduksi. Usia 11 atau
12 tahun sampai 18 tahun, anak mulai memasuki usia remaja. Anak
perempuan mulai memasuki fase prapubertas pada usia 11 tahun,
sedangkan anak laki-laki mulai memasuki fase prapubertas pada usia 12
tahun.
Mengenai perkembangan psikologis pada remaja, Masa remaja
merupakan masa yang dianggap sebagai masa topan badai dan stres
(Storm and Stress). Hal tersebut karena mereka telah memiliki keinginan
bebas untuk menentukan keinginan sendiri, bila terarah dengan baik maka
ia akan menjadi individu yang memiliki rasa tanggung jawab (Proverawati
& Misaroh, 2009). Perkembangan psikologis dibagi menjadi 3 menurut
Indriani & Asmuji (2014), yaitu:
a) Perkembangan psikososial Remaja
Pada usia 12-15 tahun masih berada pada tahap permulaan dalam
pencarian identitas diri. Dimulai pada kemampuan yang sering
diungkapkan dalam bentuk kemauan yang tidak dapat dikompromikan
sehingga mungkin berlawanan dengan kemauan orang lain. Bila kemauan
itu ditentang, mereka akan cenderung memaksa agar kemauannya
dipenuhi.
b) Emosi
Emosi adalah perasaan mendalam yang biasanya menimbulkan
perbuatan atau perilaku. Perasaan dapat berkaitan dengan fisik atau psikis,
sedangkan emosi hanya dipakai untuk keadaan psikis.
c) Perkembangan kecerdasan
Perkembangan intelegensi masih berlangsung pada masa remaja
sampai usia 21 tahun. remaja lebih suka belajar sesuatu yang mengandung
logika yang dapat dimengerti hubungan antara hal satu dengan hal yang
lainnya. Imajinasi remaja juga banyak mengalami kemajuan ditinjau dari
prestasi yang dicapainya.

2.2 Pengertian Pendidikan Agama Kristen


Pendidikan Agama Kristen (PAK) adalah pendidikan yang wajib
diajarkan kepada seluruh orang Kristen mulai dari anak-anak sampai
kepada yang lanjut usia. Secara formal PAK diajarkan di sekolah-
sekolah mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai
ke tingkat Perguruan Tinggi.1 Menurut Dirk Roy Kolibu, PAK bersifat
teologis dikarenakan semua aspek PAK bersumber dari Alkitab.
Alkitab adalah sumber pengajaran iman Kristen dan sumber utama
materi PAK. Lanjutnya, dunia boleh saja berkembang dan
mepengaruhi kehidupan manusia, tetapi Alkitab tetaplah menjadi
dasar iman Kristen yang dapat menjawab berbagai persoalan
2
kehidupan manusia. Selain kualifikasi pendidikan, guru PAK juga
seharusnya memiliki pemahaman teologisyang mumpuni, mengingat
sesungguhnya isi dari PAK adalah teologi itu sendiri. Dengan
pemahaman teologi yang dimilikinya seorang guru PAK (baik
guru dalam pendidikan formal dan informal) dapat mengembangkan
pembelajaran PAK dengan baik. Jika pelaksanaan PAK berjalan
baik dengan berlandasankan pada teologi dan bukan kemampuan
guru semata, maka tujuan PAK akan tercapai, yaitu peserta didik
memiliki perjumpaan secara pribadi dengan Allah.
Perjumpaan secara pribadi orang percaya dengan Allah akan
membawa dampak yang besar baik terhadap diri orang tersebut maupun
1
Nova Ritonga, “Teologi Sebagai Landasan Bagi Gereja Dalam Mengembangkan Pendidikan
Agama Kristen,” Jurnal Shanan 4, no. 1 (2020): 22.
2
Dirk Roy Kolibu et al., “Pendidikan Agama Kristen Di Perguruan Tinggi” (Uki Press, 2018).
bagi keluarga, gereja, masyarakat dan juga bangsa dan negara.
Karena itulah para pendidik PAK perlu berupaya semaksimal
mungkin untuk meningkatkan pengetahuan teologinya sesuai dengan
perkembangan zaman. Jika tidak demikian maka pendidik PAK akan
mengalami kesulitan dalam melaksanakan atau mengajarkan PAK.

2.3 Peran Remaja Perempaun dalam PAK


Pendidikan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu
“education”. Kata “education” berasal dari bahasa latin: ducereyang
berarti membimbing (to lead) ditambah awalan “e” yang berarti
keluar (out). Jadi arti dasar dari pendidikan adalah suatu tindakan
untuk membimbing keluar. Adapun hubungan pendidikandengan
Pendidikan Agama Kristen adalah suatu usaha tindakan untuk
membimbing ajaran-ajaran Kristen. Pendidikan Agama Kristen juga
merupakan pendidikan yang khusus yaitu dalam dimensi religius
manusia.
Hal ini berarti usaha pendidikan tersebut dikhususkan pada
bagaimana pencarian akan yang transenden serta pemberian ekspresi
dari seseorang terhadap yang transenden tadi dikembangkan, serta
dimungkinkan tetap terjadi pada manusia masa kini. Pendidikan Agama
Kristen menunjuk kepada persekutuan iman yang melakukan tugas
pendidikan agamawi, yaitu persekutuan iman Kristen.
Pendidikan Agama Kristen menunjuk kepada persekutuan iman
yang melakukan tugas pendidikan agamawi, yaitu persekutuan iman
Kristen. Pendidikan Agama Kristen sebagai usaha pendidikan yang
mempunyai hakikat politis. Artinya bahwa dalam Pendidikan Agama
Kristen tidak hanya ada intervensi dalam kehidupan individual seseorang
di bidang kerohaniannya saja, tetapi juga memengaruhi cara dan
sikap mereka ketika menjalani kehidupan dalam konteks masyarakatnya.
Pendidikan apapun apalagi Pendidikan Agama Kristen, tidak pernah
hanya mempunyai konsekuensi pribadi. Demikian pula spiritualitas
Kristen tidak dapat bersifat pribadi saja. Karena kekristenan dan
spiritualitas Kristen pada dasarnya mengalir dari hakikat panggilan
Kristen yaitu untuk mengasihi Allah dengan cara atau melalui kasih
kepada sesame.
Pendidikan Agama Kristen menunjuk pada suatu maksud yaitu
tugas gereja sebagai persekutuan iman untuk mendidik serta
membina warganya maupun pihak lain sebagai tugas
pelayanannya. Secara sosiologis, gereja adalah suatu persekutuan
sosial yang mempunyai ciri khas yang membedakannya dengan
persekutuan sosial lainnya. Secara teologis, definisi gereja adalah
sebagai persekutuan orang percaya, yang mempersekutukan adalah
kepercayaannya atau imannya kepada Allah yang menyatakan diri
dalam Yesus Kristus. Hal ini disebut dengan iman Kristen. Secara
sederhana iman Kristen dapat diartikan sebagai respons manusia
terhadap Allah yang menyatakan diri dan kehendak-Nya itu
mencapai puncaknya dalam diri Tuhan Yesus Kristus.
Dalam kaitannya dengan peran perempuan,bukanlah sesuatu
yang diragukan jika kaum perempuan dipanggil Allah untuk mengambil
bagian dalam pelayanan gerejawi khususnya Pendidikan Agama Kristen
gereja. Dalam kalangan Kristen tertentu, dalam kepatuhan yang
menggebu-gebu dengan apa yang dikatakan Alkitab, serta merta akan
mengatakan bahwa perempuan tidak boleh ditahbiskan sebagai
Pendeta. Alasannya, bukan saja karena semua Rasul dan Penatua
dalam zaman Perjanjian Baru adalah laki-laki, melainkan lebih-lebih
karena dalam Alkitab telah menuliskan bahwa “perempuan harus
berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan jemaat” dan tidak diijinkan
“mengajar atau memerintah laki-laki” (1Kor.14:34;1Tim.2:12).29.
Perempuan dengan segala keunikannya dapat terus
berperan dalam perkembangan zaman. Sebagaimana natur ilahi
yang Tuhan tentukan bagi perempuan, maka perempuan yang
sudah lahir baru, percaya Tuhan sungguh-sungguh dan hidup takut
akan Tuhan akan lancar dalam menjalankan perannya sebagai penolong
(ezer k‟negdo, penolong yang sepadan, Wassar, 2021:23).3
Dalam perbedaan gender yang nyata antara laki-laki dan
perempuan, terlihat tidak ada sesuatu yang inheren, menjadi tidak
layak, jika perempuan mengajar laki-laki. Jadi, walaupun keabsahan
kepatuhan perempuan kepada laki-laki adalah permanen dan
universal, sebab laki-laki memang sudah diciptakan Allah.
Dalam konteks penegasan ini, penulis sependapat bahwa
perempuan dapat diberikan kesempatan dalam suatu pelayanan
gerejawi khususnya berperan dalam Pendidikan Agama Kristen (PAK)
Gereja. Asalkan isi ajarannya yang Alkitabiah, konteksnya adalah
pelayanan secara tim (artinya bahwa kegiatan mengajar itu
dilakukan oleh perempuan sebagai anggota dari suatu tim yang
dikepalai oleh seorang laki-laki), dan gayanya bukan gaya ingin
menguasai, melainkan gaya pengabdian diri.
Dalam konteks yang sama dapat dikatakan bahwa Allah
memanggilumat-Nya, umat-Nya dalam hal ini adalah Laki-laki dan
perempuan untuk memberitakan Firman-Nya. Allah memakai
pelayanan manusia yang seakan-akan bekerja sebagai wakil-Nya. Ini
bukan berarti Allah menyerahkan kepada manusia hak dan
kehormatan-Nya, tetapi bahwa melalui bibir manusia, Allah
melaksanakan karya-Nya. Sebagaimana seperti seorang tukang
memakai alat untuk melaksanakan pekerjaannya.

3
Serepina Yoshika Hasibuan, “KAJIAN 1 TIMOTIUS 2: 11-12 DAN RELEVANSINYA TERHADAP
KEPEMIMPINAN PEREMPUAN KRISTEN DALAM MENJAWAB KEBUTUHAN ZAMAN,” TEOLOGIS-
RELEVAN-APLIKATIF-CENDIKIA-KONTEKSTUAL 1, no. 01 (2022): 89–106.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perempuan yang memiliki latar belakang Pendidikan
Agama Kristen harus dapat diperhatikan dandikembangkan oleh
gereja. Oleh karena itu, tidak salah jika perempuan diberikan
kesempatan dalam suatu pelayanan gerejawi dalam hal ini
adalah Pendidikan Agama Kristen gereja. Asalkan isi
ajarannya alkitabiah, konteksnya adalah pelayanan secara tim
(artinya bahwa kegiatan mengajar itu dilakukan oleh
perempuan sebagai anggota dari suatu tim yang dikepalai oleh
seorang laki-laki), dan gayanya bukan gaya ingin menguasai,
melainkan gaya pengabdian diri.
Perempuan adalah seorang yang istimewa di hadapan
Allah. Perempuan juga merupakan ciptaan Allah yang
mempunyai karunia memberitakan Firman. Perempuan yang
memiliki latar belakang Pendidikan Agama Kristen dapat
berperan di dalam gereja sebagai pendeta Pendidikan Agama
Kristen, pengajar, diaken, anggota di dalam badan atau komisi
PAK, guru Sekolah Minggu. Ilmu pengetahuan tentang
Pendidikan Agama Kristen yang dimiliki oleh kaum perempuan
adalah anugerah Allah, yang sudah seharusnya untuk
dikembangkan dan dipraktekkan di dalam gereja bagi
kemuliaan natal.

DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan, Serepina Yoshika. “KAJIAN 1 TIMOTIUS 2: 11-12 DAN
RELEVANSINYA TERHADAP KEPEMIMPINAN PEREMPUAN
KRISTEN DALAM MENJAWAB KEBUTUHAN ZAMAN.” TEOLOGIS-
RELEVAN-APLIKATIF-CENDIKIA-KONTEKSTUAL 1, no. 01 (2022): 89–
106.
Kolibu, Dirk Roy, Demsy Jura, Desi Sianipar, Armandho Kia, Wellem Sairwona,
Wahju A Rini, Djoys Anneke Rantung, Indri Jatmiko, Esther Rela Intarti,
and Noh Ibrahim Boiliu. “Pendidikan Agama Kristen Di Perguruan Tinggi.”
Uki Press, 2018.
Ritonga, Nova. “Teologi Sebagai Landasan Bagi Gereja Dalam Mengembangkan
Pendidikan Agama Kristen.” Jurnal Shanan 4, no. 1 (2020): 21–40.

Anda mungkin juga menyukai