Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang\
Di tengah kemajuan jaman ini, usaha manusia untuk mengalami Tuhan dan menemukan
kehendak-Nya bukanlah perkara yang mudah. Perkembangan IPTEK yang kian meroket dan tidak sedikit
produknya telah menggugat integritas keyakinan umat beriman. Semakin banyak umat beriman,
khususnya umat beriman kristiani di jaman ini mengalami dilema dan krisis iman. Semakin banyak
manusia yang hidup tanpa iman kepada Allah. Allah tidak menjadi andalan dalam hidupnya. Manusia
tidak mencari kehendak Allah, tetapi lebih memilih hal-hal duniawi yang menyenangkan dan serba
instan. Manusia menjadikan ilmu dan teknologi serta hasil-hasilnya sebagai pegangan hidupnya yang
baru dan menomorduakan Tuhan. Hal ini menyebabkan manusia semakin jauh dari Tuhan.
Menurut pandangan iman Kristiani, antara iman dan kehidupan ada kaitan yang erat. Hidup
seharusnya didasarkan pada iman akan Allah. Tentang hal ini St. Paulus menekankan bahwa hidup dari
iman menjadi ciri orang benar (Gal 3 : 11 ). Orang yang hidup dari iman akan diberkati dan mengalami
hubungan yang baru dengan Tuhan, di mana ia beralih dari situasi dosa ke dalam situasi rahmat. Dari
pandangan St. Paulus tersebut, menjadi jelas bahwa sangat pentingnya beriman dalam hidup mausia.
Dengan beriman, orang dapat senantiasa mengusahakan hidup sejalan dengan kehendak Tuhan.
Hidup beriman kristiani dapat dikenal bukan hanya berdasarkan identitas yang tampak di luar.
Banyak orang Kristiani yang mengaku menjadi murid Kristus, namun tindakan - tindakannya jauh
berbeda dari ajaran dan tindakan Kristus. Orang beriman Kristiani sejati adalah orang yang hidup dan
tindakannya diwarnai dan dimotivasi oleh iman kristiani dan bukan sekedar oleh alasan keagamaan yang
cenderung lahiriah. Seorang yang beriman adalah seorang yang religius, yaitu orang yang selalu
menyandarkan hidupnya pada Kristus dan menyadari bahwa peristiwa hidupnya merupakan karya
Kristus yang menyelamatkan.
Seperti halnya kesehatan harus diusahakan dan diperjuangkan, demikian pula iman perlu
dikembangkan dengan berbagai usaha. Iman yang kuat akan membuat seseorang tumbuh sebagai pribadi
yang utuh. Iman yang berkembang memampukan orang untuk menanggapi tantangan hidup ini dengan
penuh makna (Lih. Komisi Kateketik KWI; 2007 : 51)Dengan hidup beriman yang mendalam orang
dapat mengarahkan perilakunya secara benar. Sebaliknya, iman yang tidak mendalam atau tidak
berkembang akan sangat mempengaruhi seseorang untuk melakukan perilaku buruk atau negatif baik
dalam tutur kata maupun dalam tindakan-tindakan nyata.
Sesungguhnya tragedi kemunduran iman tengah melanda kehidupan manusia jaman ini baik
dewasa maupun anak-anak dan remaja. Hal tersebut dapat dilihat melalui beberapa gejala atau fenomena
negatif sebagaimana telah disinggung pada bagian awal ulasan latar belakang ini.Fenomena negatif

1
sebagai gejala kemunduran iman tersebut nampak dalam beberapa perilaku buruk antara lain:
individualisme, pluralisme, dan masyarakat media audio visual. Banyak nilai dan pandangan hidup
masyarakat zaman ini dipengaruhi oleh media masa, Radio, TV, Video, Internet, dan macam-macam alat
teknologi serta informasi lainnya. Pengaruh alat-alat tersebut lebih kuat dibandingkan dengan penanaman
nilai - nilai moral dan agama. Melalui alat-alat tersebut orang bisa mendapatkan hal - hal yang baik dan
yang buruk. Persoalan - persoalan tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain dalam pengaruhnya
terhadap kemerosotan hidup beriman.
Menurut pengamatan penulis gejala kemunduran iman seperti yang diuraikan di atas juga tengah
melanda kehidupan kaum remaja pelajar mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi.
Gejala tersebut nampak dalam beberapa perilaku buruk yang menyimpang nilai iman, moral, dan etika.
Hubungan dengan Tuhan atau kehidupan rohani kaum remaja pelajar umumnya mengalami
kemunduran. Mereka sering enggan berdoa dengan segenap hati, malas mengikuti Misa Kudus atau
Perayaan Ekaristi, mengikuti Misa Kudus secara formalitas saja, dan menyambut Komuni Kudus dengan
cara yang tidak pantas. Kemunduran iman sangat berdampak pada hubungan mereka dengan sesama dan
lingkungan hidupnya. Hal ini dapat dilihat melalui perilaku buruk seperti: terjadinya perkelahian atau
kekerasan fisik antar siswa baik yang sejenis maupun dengan lawan jenis, sikap bandel atau keras kepala
terhadap orangtua dan guru, suka membangkang terhadap berbagai tata tertib sekolah, merusakkan
barang-barang milik sekolah dan milik umum lainnya, berkata kotor atau berkata jorok, melihat gambar
atau video porno, sulit menyalami orangtua atau orang lain, tidak menhormati orang tua, serta berbagai
perilaku buruk lainnya.
Peran Guru Pendidikan Agama Katolik atau Katekis harus dioptimalisasikan untuk mengurangi
perilaku buruk kaum remaja pelajar atau peserta didik di sekolahnya. Seorang Katekis atau Guru
Pendidikan Agama Katolik harus mampu mendesain proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik
sedemikian sehingga mampu membawa perubahan perilaku peserta didiknya. Selain itu Guru Agama
Katolik harus kreatif untuk mengadakan kegiatan pembinaan iman bagi peserta didiknya untuk
memampukan peserta didik berinteraksi (berkomunikasi), memahami, menggumuli, dan menghayati
imannya dalam situasi konkrit hidupnya. Dengan kemampuan berinteraksi antara pemahaman iman,
pergumulan iman, dan penghayatan iman itu diharapkan iman kaum remaja atau peserta didik semakin
diperteguh sehingga tidak mudah dipengaruhi untuk melakukan perilaku yang menyimpang nilai etika
dan moral.
B. Tujuan Penulisan:
Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut :
1. Sebagai referensi bagi siswa-siswi dalam pembelajaran, khususnya dalam mata pelajaran
Pendidikan Agama Katolik dalam memahami materi tentang kehidupan iman Kristiani.

2
2. Sebagai motivasi dalam meningkatkan kesadaran bagi Guru-Guru Pendidikan Agama
Katolik atau Katekis akan perannya dalam meningkatkan ketahanan iman kaum remaja
pelajar asuhannya.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa hakekat panggilan sebagai Guru Pendidikan Agama Katolik?
2. Apa hakekat Iman Kristiani itu?
3. Siapakah kaum Remaja Pelajar itu?
4. Apa peran Guru Pendidikan Agama Katolik dalam meningkatkan ketahanan iman kaum
remaja pelajar asuhannya?

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Menjadi Guru Pendidikan Agama Katolik adalah Sebuah Panggilan.
Menjadi seorang guru, apalagi guru Pendidikan Agama Katolik berbeda dengan sekedar menjadi
pegawai, atau profesi lainnya. Perbedaan dimaksud terutama terletak pada spiritualitas, semangat hidup
atau roh yang menggerakkan seseorang untuk melakukan pekerjaannya.
Sebagaimana Guru pada umumnya sangat dibutuhkan sebagai penentu mutu pendidikan di
sekolah-sekolah dengan jenjangnya masing-masing (TK, SD, SMP, SMA, SMK, PT) serta penentu
kualitas masyarakat, bangsa dan gereja , demikian pula Guru Pendidikan Agama Katolik atau Katekis
sangat dibutuhkan sebagai penentu mutu ketahanan iman peserta didiknya yang pada gilirannya akan
menjadi anggota masyarakat ,harapan bangsa dan Gereja.Oleh karena itu, seorang Guru Pendidikan
Agama Katolik atau Katekis harus sungguh-sungguh menyadari panggilannya . Ia Tidak sekedar menjadi
guru agama, tetapi guru Agama Katolik yang berkualitas sesuai panggilannya. Apalagi guru yg
berkualitas sesuai panggilan hidupnya. Seorang Guru Pendidikan Agama Katolik perlu menyadari roh
atau spiritualitas keguruannya seturut teladan Yesus Sang Guru Ilahi.
Roh Pendidikan adalah Semangat inti dan terdalam, jiwa, yg menjadi daya, tenaga, kekuatan yg
mendorong dan menggerakkan hati, pikiran, tenaga seseorang untuk berperilaku, bertindak dan bekerja
sesuai panggilannya sebagai guru , khususnya Guru Pendidikan Agama Katolik. Roh lebih dalam dari
visi. Visi perlu dicari di dalam dan bersumber pada roh itu. Roh memberi ilham mengenai visi.
Seorang Guru Pendidikan Agama Katolik harus memiliki roh pendidikan sebagai seorang
katekis. Dengan roh pendidikan itu , seorang Katekis akan mampu “menghantar keluar “ peserta didiknya
, Seperti bangsa Israel ber-exodus, dihantar keluar dari negeri Mesir oleh Yahwe dan Musa. Dihantar
keluar dari perbudakan, menuju kemerdekaan. Pendidikan adalah pembebasan DARI belenggu
kebodohan (buta calistung), kemiskinan, kekafiran, KEPADA hidup yang lebih baik, lebih
beriman.Selain itu, dengan roh pendidikan seorang Katekis akan mampu menciptakan “perubahan” pada
Intelektual, sikap, dan perilaku peserta didiknya hingga mencapai kecerdasan intelektual, emosional dan
spiritual (pribadi yang utuh/holistik). Kata-kata dlm UU RI No. 20 thn 2003 ttg Sisdiknas: beriman,
taqwa, akhlak mulia, cerdas bangsa, dan menghargai ciri khas, adalah bahasa roh pendidikan. Setiap guru
termasuk guru Pendidikan Agama Kataolik harus mempunyai roh pendidikan.
Selain roh pendidikan, seorang Guru Agama Katolik harus memiliki “ Roh dan etika keguruan”
sebagai semangat terdalam, jiwa untuk seorang guru, yang membentuk secara khas perilaku guru,
berpenampilan, cara berpakaian, tutur-bahasa,…menjiwai semangat ketabahan, ketekunan,
pengorbanan/dedikasi, kerendahan hati, kemiskinan injili, pelayanan kasih, kesetiaan, tobat dan
pengampunan.

4
Paul Suparno (Paul Suparno, Guru Demokratis di era Reformasi, 2004, Grasindo)
menyebutkan beberapa hal yang berkaitan dengan Roh Keguruan , antara lain;
• Guru sebagai panggilan hidup
• Guru demokratis
• Guru sebagai teladan hidup (obor masyarakat)
• Guru sebagai seniman (bukan tukang) dan intelektual (terus belajar/baca/tulis, berpikir kritis,
bebas dan rasional, mengembangkan angan-angan, aktif mencari, berani bertindak dan
bertanggungjawab, menjadi agen perubahan, dapat melakukan refleksi, membela kebenaran,
memperjuangkan keadilan, demokratis, dan mendengarkan suara hati.
• Mencintai siswa
• Menghargai nilai kemanusiaan lebih dari aturan formal
• Membebaskan bukan membelenggu
• Bersikap holistik
• Memiliki relasi dialogis dan demokratis.
Untuk memiliki roh sebagai Guru Pendidikan Agama Katolik atau Katekis seturut teladan
Yesus, maka guru bersangkutan harus terus menerus belajar dan selalu memperbaharui dirinya hingga
ia memiliki kompetensi –kompetensi keguruannya terutama bersumber pada Sang Sabda . Guru Agama
Katolik harus mampu mengikuti tuntutan perkembangan dan perubahan kurikulum. K13 , karena yang
kekal di dunia ini hanyalah “perubahan”. Jangan berhenti belajar, membaca, menerapkan hasil pelatihan,
hidupkan KKG/MGMP/K3S, refleksi pribadi, dan jangan malas berpikir/tahu. Dengan menjadi guru
agama Katolik yang baik, kita telah menjadi rasul yang melaksanakan karya pastoral bersama Yesus
Sang Guru Ilahi. “Jadikanlah semua bangsa/siswa muridKu”.
B. Hakekat Iman
Konsili Vatikan II secara konsekuen berkata : “Kepada Allah yang menyampaikan wahyu,
manusia wajib menyatakan ketaatan iman.Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri
seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang
sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan , dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran, wahyu
yang dikaruniakan oleh-Nya “( DV 5 ).

Lebih lanjut ditegaskan pula oleh Konsili Vatikan II dalam Pernyataan “ Dignitatis Humanae”
tentang Kebebasan Beragama : “Salah satu pokok yang amat penting dalam ajaran Katolik, yang
tercantum dalam Sabda Allah dan terus-menerus diwartakan oleh para Bapa Gereja, yakni manusia wajib
secara sukarela menjawab Allah dengan beriman; maka dari itu tak seorangpun boleh dipaksa melawan
kemauannya sendiri untuk memeluk iman.Sebab pada hakekatnya kita menyatakan iman kita dengan

5
kehendak yang bebas, karena manusia tidak dapat mematuhi Allah yang mewahyukan diri , kalau ia,
sembari ditarik oleh Bapa, tidak dengan bebas menyatakan kepada Allah ketaatan imannya , yang secara
rasional dapat dipertanggungjawabkan” ( DH 10 ).
Berikut ini akan diuraikan tentang pengertian dan hakekat iman dalam konteks Alkitabiah dan
berdasarkan refleksi Teologis.
 Iman Akitabiah
Dalam kontes alkitabiah, iman merupakan pertemuan dan relasi pribadi antara manusia dengan
Allah. Dalam Perjanjian Lama, istilah iman berhubungan erat dengan sebuah kata Ibrani, aman, yang
berarti sesuatu yang bersifat kuat, setia dan pasti berkenaan dengan sesuatu yang dijanjikan. Kata aman
dalam konteks ibadah atau liturgis hingga dewasa ini dihubungkn dengan kata amin, yang diartikan
sebagai seruan persetujuan atau penegasan. Berdasarkan istilah-istilah tersebut, iman itu berarti
mengatakan amin kepada Allah dan mendasarkan seluruh eksistensi pada Allah. Seperti dikatakan Nabi
Yesaya bahwa tanpa iman, tidak aman (Bdk. Yes 7:9, Yes 28:16).
Iman juga diartikan sebagai kepercayaan pasti pada Allah dan sekaligus penyerahan diri kepada
Allah (Bdk. Maz 116:10). Iman akan menjamin kehidupan orang yang benar (Bdk. Hab. 2:4). Disini
terlihat jelas bahwa Perjanjian Lama Sangat menekankan iman sebagai suatu tanggapan etis dari pihak
manusia untuk percaya akan Allah, taat dan berpegang teguh pada Allah dan SabdaNya, serta selalu
menantikan bantuan Allah, karena yakin bahwa Yahwe adalah satu-satunya Allah dan penyelamat Israel
(Bdk. Kel 20:2-3;Ul 4:39; Yes 43:10;Hos 13:4)
Dalam Perjanjian Baru, iman memiliki beberapa arti. Hal ini nampak jelas dalam kisah-kisah
penyembuhan yang dikerjakan Yesus . Dalam kisah- kisah tersebut sering muncul kata iman yang lebih
diartikan sebagai kepercayaan akan kuasa Allah yang bekerja dalam diri Yesus. Iman yang demikian
sebenarnya merupakan tanggapan atau jawaban manusia atas kabar gembira tentang Kerajaan Allah yang
diwartakan Yesus. “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah pada
Injil” (Mrk 1:15). Hal ini mau menegaskan bahwa iman merupakan suatu pertobatan radikal dan
penyerahan diri kepada Allah dan KerajaanNya. Iman adalah suatu kerelaan atau kesediaan manusia
menerima Injil atau kabar baik tentang hadirnya Kerajaan Allah dan percaya penuh pada Yesus yang
menghadirkan Kerajaan Allah yang menyelamatkan. Sehubungan dengan hal tersebut Rasul Paulus
menegaskan tentang iman sebagai suatu kepercayaan akan Kristus yang telah mati karena dosa-dosa
manusia dan telah bangkit dari antara orang mati (Bdk. Rm 4:24-25; 10:9; 1Kor 15:3-4). Selain itu Rasul
Yohanes menegaskan pula tentang iman yang terpusat pada Kristus sebagai Logos atau Firman Allah
yang menjadi manusia. Iman berarti percaya akan Kristus sebagai utusan Bapa (Yoh 11:24; 17:8,21),
yang Kuasa dari Allah (Yoh 6:69), dan sebagai Putera Allah (Yoh 6:40; 11:27; 1Yoh 5:5). Iman akan
Kristus ini, menurut Yohanes, harus menjadi nyata pada manusia dengan jalan menjadi murid Yesus (Yoh

6
31), selalu datang kepada Yesus(Yoh 3:20-21; 5:40; 6;35, 37, 44-45, 65; 7:37), berpegang pada perkataan
Yesus (Yoh 12;47), dan senantiasa mengikuti Yesus (Yoh 8;12). Sementara Rasul Yakobus berbicara
tentang iman yang hidup apabila bisa dibuktikan melalui perbuatan nyata. “Jika iman itu tidak disertai
perbuatan , maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak 2;17; Bdk. Mat 7:21;25:31-46).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa Iman alkitabiah adalah suatu tanggapan
personal manusia terhadap pernyataan pribadi Allah dan kehendak-Nya kepada manusia, baik secara
pribadi maupun komunal. Tanggapan komunal tersebut nyata dalam sikap dan tindakan manusia untuk
selalu percaya pada Allah sebagai Pembebas dan Penyelamat, taat berpegang teguh pada Allah dan
Sabda-Nya, serta senantiasa menantikan bantuan kuasa Allah. Perjanjian Baru menegaskan bahwa Iman
merupakan tanggapan personal manusia terhadap pribadi Yesus Kristus sang Mesias – Putera Allah dan
terhadap Injil Kerajaan Allah. Tanggapan personal tersebut menyata dalam sikap dan tindakan manusia
untuk selalu percaya pada kuasa Allah di dalam diri Yesus, mengikuti Yesus, mendengarkan dan
melaksanakan SabdaNya (Lih. Dominikus Nong; 2011: 4.2 – 4.3 ).
 Iman Teologis
Bertolak dari iman alkitabiah, para teolog dalam refleksi teologisnya mengungkapkan bahwa
iman adalah sesuatu yang kompleks karena mengandung misteri. Ada dua dimensi mendasar dalam iman,
yaitu : 1) iman sebagai usaha manusia untuk mengerti dan menyetujui kebenaran ilahi; 2) iman sebagai
pertemuan personal dengan Allah dan ketaatan penuh kepercayaan kepada Allah.
1) Iman sebagai Persetujuan Akan Kebenaran-Kebenaran Ilahi.
Iman yang sudah digambarkan sebagai pertemuan pribadi dengan Allah dalam kualitas dan
intensitas tertentu akan membuat manusia sulit melepaskan diri dari genggaman Allah. Manusia dalam
kebebasannya seakan-akan tidak dapat berbuat lain selain daripada menerima dengan keyakinan teguh
dan menyetujui Allah dengan seluruh kehendakNya yang diwahyukanNya. Bagi orang kristiani
khususnya, iman merupakan penerimaan dan persetujuan akan Allah dan kehendakNya yang diwahyukan
dalam diri Yesus Kristus dan dalam perkataan serta perbuatan Kristus. Itu semua diterima sebagai
kebenaran ilahi dalam ketaatan iman. Karena itu iman pada hakeketnya juga merupakan persetujuan
manusia akan kebenaran – kebenaran ilahi.
Dalam hal ini, yang menjadi obyek iman adalah kebenaran – kebenaran ilahi yang dinyatakan
Allah dalam wahyu historis dan positif, terutama didalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru. Obyek iman yang paling hakiki dari umat Perjanjian Lama ialah “ Yahwe satu-satunya Allah dan
pembebas Israel”. Hal ini seperti diungkapkan dengan tegas oleh Nabi Yesaya: “ Aku, Akulah Tuhan dan
tidak ada juruselamat selain Aku” ( Yes 43:11). Israel sebagai Umat Perjanjian, dalam perjanjian menuju
pemenuhan janji-janji Allah, harus menerima dan menyetujui Allah sebagai satu – satunya Tuhan dan
pembebas Israel. Hanya kepadaNya Israel harus percaya teguh dan taat penuh. Sementara obyek iman

7
yang paling hakiki dari umat Perjanjian Baru ialah “ Yesus Kristus adalah Tuhan dan JuruSelamat
manusia”. Umat Perjanajian Baru, dalam perziarahan menuju kepenuhan Kerajaan Allah, harus sungguh
mengakui Yesus sebagai Dia yang di utus Bapa (misteri Inkarnasi), mengakui rahasia kematian dan
kebangkitan Yesus ( misteri Paskah) sebagai jalan keselamatan manusia, mengakui obyek-obyek iman
lainya sebagaimana terungkap di dalam syahadat iman ( credo). Persetujuan dan pengakuan terhadap
Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat berkonsekuensi pada kesediaan mengikuti Dia,
kepercayaan teguh dan ketaatan penuh serta penyerahan diri seutuhnya kepadaNya.
Kepercayaan,ketaatan dan penyerahan diri kepada obyek iman diatas tentu ada motivasinya.
Yang menjadi motivasi iman adalah Otoritas Allah yang berbicara kepada manusia melalui sabdanya
(sabda yang mempribadi dalan diri Yesus) kebenaran-Nya dan ketidaksesatan-Nya.Motivasi ini akan
menjadi kuat dan aktual bagi manusia, apabila manusia merasa pasti bahwa setiap peristiwa dan perkataan
dalam Wahyu sungguh berasal dari Allah. Karena Iman sebagai persetujuan akan kebenaran ilahi selalu
mengandaikan bahwa wahyu tersebut memang berasal dari Allah. Kepastian ini tidak dijamin oleh kuasa
dan usaha manusia melainkan hanya bisa dijamin oleh Allah melalui nubuat tentang masa depan dan
mujizat yang menunjukan otoritas Allah. Bahkan Allah sendiri berkarya memberi kesaksian kepada
manusia, seperti Allah memberi kesaksian tentang Yesus sebagai putera yang dikasihiNya atau yang
berkenan kepadaNya di saat Yesus dibaptis di sungai Yordan dan pada peristiwa transfigurasi diatas
Gunung Tabor. Tetapi pada akhirnya, kepastian itu tergantung pada rahmat Allah yang dicurahkan dan
bekerja di dalam hati manusia. Itu adalah karya Roh Allah dalam batin manusia. Tentang hal tersebut
Konsili Vatikan ll menegaskan : “ Supaya orang dapat beriman seperti itu, diperlukan rahmat Allah yang
mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Roh Kudus, yang menggerakan hati dan
membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan pada semua orang rasa sedap
dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran. Supaya semakin mendalami pengertian akan Wahyu, Roh
kudus itu juga senantiasa menyempurnakan iman melalui karunia – karunianya” (LG,) Suatu hal yang
perlu dilakukan oleh manusia ketika berhadapan dengan rahmat Allah ini ialah manusia harus membuka
hatinya bagi wahyu Sabda Allah dengan penuh kerendahan hati dan bebas dari kepentingan diri sendiri.
Manusia juga mesti berhastrat mencari kebenaran, biarpun kebenaran yang dicari itu menuntut untuk
melepaskan hal – hal yang disukai dan mengubah gaya hidupnya.( Lih, Dominikus Nong; 2011 : 4.5-4.6)
2) Iman sebagai Pertemuan Personal dengan Allah.
Iman sesungguhnya tidak lahir dari usaha manusia. Pada hakekatnya iman itu lahir atau muncul
dalam diri manusia karena pertemuan personal dengan Allah. Pertemuan pribadi antara manusia dengan
Allah itu pertama – tama tidak dimulai oleh usaha manusia, tetapi karena inisiatif Allah sendiri. Allah
yang mulai mengundang atau memanggil manusia untuk masuk kedalam pertemuan pribadi dengan
DiriNya. Dalam pertemuan pribadi itu Allah menyapa manusia secara pribadi dan menyatakan Diri serta

8
kehendak-Nya kepada manusia. Melalui pertemuan itu Allah, atas salah satu rencana, membiarkan
DiriNya dialami secara total oleh manusia sampai menyentuh lubuk jiwa manusia. Pertemuan pribadi
dengan Allah mencapai puncaknya dalam perjumpaan pribadi manusia dengan Yesus Kristus –
pernayataan sempurna dari pribadi Allah dan kehendakNya. Pertemuan pribadi dengan kualitas yang
demikian membuat manusia sampai tidak mampu mengelakkan diri dari konfrontasi dengan Allah dan
dalam kebebasan penuh tanggungjawab, mengambil sikap untuk menyerahkan diri secara total kepada
Allah.
Iman sebagai pertemuan pribadi dengan Allah selanjutnya diwujudkan oleh manusia melalui
ketaatan penuh kepercayaan kepada Allah dan kehendakNya, ketaatan penuh kerendahan hati dan
penyerahan diri kepada kuasa penyelenggaraan Allah. Iman sebagai pertemuan pribadi dengan Allah
membuat manusia bersedia dan rela menerima kehendak Allah terjadi atas dirinya karena yakin akan
kedaulatan, kasih setia dan kredibilitas Allah. Kita ingat akan iman Maria, ketika Dia berkata : “Aku ini
hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMu”(Moral Keutamaan, Lih, Dominikus Nong;
2011:4.4-4,5).
C. Remaja Pelajar
Menurut WHO ,remaja adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan di mana :
a) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda- tanda seksual skundernya
sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
b) Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identivikasi dari kanak- kanak menjadi
dewasa.
c) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang
relatif lebih mandiri ( Mungman, yang dikutip oleh Sarlito, 1991 : 9 ).
Sementara, kata ‘Pelajar ‘ berarti anak sekolah atau peserta didik ( Lih.Em Zul Fajrih, dkk; 2008:30 ).
Jadi, Remaja Pelajar berarti sekelompok anak sekolah yang sedang mengalami masa pertumbuhan dan
perkembangan di mana mereka berkembang dari saat pertama munculnya tanda – tanda seksual
skundernya sampai saat mereka mencapai tingkat kematangan , dari kanak- kanak menjadi dewasa dan
mandiri.
Beberapa masalah yang dihadapi remaja sehubungan dengan kebutuhan –kebutuhannya dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Upaya untuk mengubah sikap dan perilaku kekanak – kanakan menjadi sikap dan perilaku
dewasa, tidak semuanya dapat dengan mudah dicapai baik oleh remaja laki – laki maupun
perempuan.

9
2. Seringkali para remaja mengalami kesulitan untuk menerima perubahan – perubahan
fisiknya. Hanya sedikit remaja yang merasa puas dengan tubuhnya.
3. Perkembangan fungsi seks pada masa ini dapat menimbulkan kebingungan remaja untuk
memahaminya, sehingga sering trjadi salah tingkah dan perilaku yang menentang norma.
4. Dalam memasuki kehidupan bermasyarakat, remaja yang terlalu mendambakan kemandirian
kemandirian, dalam arti menilai dirinya cukup mamapu untuk mengatasi problem kehidupan,
kebanayakan akan menghadapi berbagai masalah, terutama masalah penyesuaian emosional,
seperti perilaku yang over acting , “lancang”, dan semacamnya.
5. Harapan – harapan untuk dapat berdiri sendiri dan untuk hidup mandiri secara soaial
ekonomis akan berkaitan dengan berbagai masalah untuk menetapkan pilihan jenis pekerjaan
dan jenis pendidikan.
6. Berbagai norma dan nilai yag berlaku di dalam hidup bermasyarakat merupakan masalah
tersendiri bagi remaja; sedang di pihak remaja merasa memiliki nilai dan norma
kehidupannya yang dirasa lebih sesuai. (Lih. Prof. Dr. H. Sunarto dkk hal. 68-73)
D. Peran Guru Pendidikan Agama Katolik dalam Pengembangan Iman Kaum Remaja Pelajar
Untuk memiliki tubuh yang kuat dan sehat, manusia perlu makan makanan yang bergizi dan
berolahraga secara teratur.Hal yang serupa juga berlaku bagi perkembangan hidup beriman seseorang.
Iman perlu dikembangkan dengan berbagai usaha, karena iman yang kuat akan membuat seseorang
tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang utuh.Hidup beriman yang mendalam dapat mengarahkan
perilaku seseorang secara benar. Perjuangan untuk mengembangkan iman , khususnya ketika berhadapan
dengan tantangan, sangat ditekankan oleh St. Paulus. Ada banyak hal yang dapat menghambat kita untuk
mengembangkan iman.Dalam suratnya kepada umat Filipi ( Fil: 27- 30), Paulus menegaskan cita-cita
yang harus diupayakan bagi orang beriman dalam memperjuangkan imannya.

Bagi kaum muda , Remaja Pelajar , sekolah merupakan salah satu Jalan terlaksananya
pewartaan kabar gembira untuk mengembangkan iman mereka.Upaya peningkatan ketahanan iman kaum
remaja pelajar terutama melalui optimalisasi peran Guru Pendidikan Agama Katolik atau Katekis untuk
mendesain proses Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dalam kegiatan Kurikuler maupun kegiatan
pembinaan iman dalam kegiatan ekstrakurikuler.. Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah
satu usaha untuk memampukan pesrta didik berinteraksi ( berkomunikasi ), memahami, menggumuli,
dan menghayati imannya dalam situasi konkrit hidupnya. Dengan kemampuan berinteraksi antara
pemahaman iman, pergumulan iman, dan penghayatan iman itu diharapkan iman kaum remaja atau
peserta didik semakin diperteguh sehingga tidak mudah dipengaruhi untuk melakukan perilaku yang
menyimpang nilai etika dan moral

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Setiap orang Kristiani harus beriman dan berpasrah diri kepada Yesus Krstus puncak Wahyu dan
pemberian Diri Allah. Pola hidup Yesus Kristus harus menjadi pola hidup umat Kristiani.Yesus Kristus
adalah Jalan, Kebenaran,dan Hidup ( Yoh. 14 : 6 ).Beriman kepada Kristus adalah suatu karunia , tetapi
juga menuntut kerjasama dari pihak manusia. Iman itu harus dikembangkan dan diperjuangkan agar
semakin diperteguh. Iman yang kuat dan kokoh akan membuat kita tumbuh sebagai pribadi yang utuh.
Hidup beriman yang semakin mendalam akan mengarahkan perilaku kita secara benar. Iman dapat
dikembangkan dengan berbagai cara antara lain melalui santapan / makanan rohani berupa masukan –
masukan rohani yang berinspirasikan Kitab Suci, Ajaran – ajaran Gereja yang berkembang dalam tradisi
serta Ajaran Gereja masa kini , dari Gereja setempat, Paroki dan umat di lingkungan.
Berdasarkan berbagai uraian permasalahan yang telah dipaparkan dalam karya tulis ini dapat
dikatakan bahwa kehidupan iman Kristiani kaum remaja pelajar mulai dari tingkat SD samapai
PerguruanTinggi rendah.Oleh karena itu , para Guru Agama Katolik atau Katekis perlu menyadari
perannya dalam melakukan upaya peningkatan iman Kristiani bagi kaum remaja siswa – siswi pada
sekolah asuhannya baik melalui efektivitas Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik maupun kegiatan
pembinaan Iman bagi kaum remaja pelajarnya.

B. Saran

Untuk mendukung upaya peningkatan iman Kristiani, penulis merasa perlu memberikan saran
kepada pihak – pihak yang berkepentingan sebagai berikut :
 Pertama : Kepada Pastor Paroki agar memberikan perhatian yang lebih istimewa pada upaya
pembinaan rohani bagi kaum remaja pada jenjang Pendidikan Menengah agar mereka memiliki
keteguhan iman dalam menghadapi arus zaman ini.
 Kedua : Kepada pihak sekolah agar menyusun dan melaksanakan program bina iman bagi siswa –
siswinya secara berkala untuk mendukung Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di kelas.
 Ketiga : Bagi Siswa – Siswi ,kaum remaja pelajar agar selalu taat untuk melibatkan diri dalam
berbagai kegiatan rohani sehingga kehidupan imannya semakin teguh dan mendalam.
Mudah – mudahan karya tulis inibermanfaat bagi semua katekis yang berkecimpung dalam
semua lembaga pendidikan dan memiliki komitmen untuk meningkatkan iman kaum remaja didikannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Moral Keutamaan, Dominikus Nong( 2011). Modul Kuliah.


Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Em Zul Fajrih, dkk ( 2008).
Iman Katolik , Konferensi Waligereja Indonesia ( 2003).Buku Informasi dan Referensi.
Dokumen Konsili Vatikan II ,Terjemahan R. Hardawiryana , S.J.( 2002).

12

Anda mungkin juga menyukai