Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Perkembangan & Sosialisasi Agama


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Ilmu Jiwa Agama
Dosen : Drs. Muhammad Ali Hakka

Oleh:
1. Suadrianto (105191106320)
2. Nur Khaliq (105191105920)
3. Nurfadilah (105191106420)

Kelas C
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar
2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, kalimat yang sederhana namun sarat akan makna, kalimat yang tak boleh luput dari
lisan kita sebagai hamba yang telah banyak mendapatkan nikmat dari Allah SWT, selanjutnya karena
telah memberikan kesempatan kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
Perkembangan & Sosialisasi Agama.

Ada udang dibalik batu, begitu juga dalam pembuatan makalah ini. Dalam hal ini terselip tujuan yang
kami ingin capai. Adapun tujuan tersebut adalah untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ilmu Jiwa
Agama, sehingga kami dapat melanjutkan kegiatan pembelajaran ke tahap selanjutnya.

Selain itu, penulisan kali ini menjadi sarana latihan agar kami dapat membuat makalah yang lebih
baik dimasa mendatang. Tiada gading yang tak retak, itulah sifat yang melekat pada hasil buatan tangan
manusia. Begitu pula dengan makalah yang terlahir dari penulis pemula seperti kami. Kami menyadari
makalah ini jauh dari kata sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun, kami
terima dengan tangan terbuka, serta hati yang lapang. Kelak kritik dan saran tersebut dapat menjadi bahan
perbaikan bagi kami.

Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya.

Makassar, 9 November 2021

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Batasan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Perkembangan Agama 2
B. Sosialisasi Agama 4
BAB III PENUTUP 6
A. Kesimpulan 6
B. Saran 6
DAFTAR PUSTAKA 7

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia dihadirkan oleh Tuhan dalam kehidupan ini akan banyak menemui keadaan yang begitu
kompleks. Namun mereka tidak dibiarkan menghadapinya begitu saja, mereka dibekali akal oleh
penciptanya untuk mengilmui apa-apa yang mereka temui dalam kehidupan sehari-harinya.

Pada umumnya agama seseorang ditekankan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang
dilaluinya pada masa kecilnya dulu. Seorang yang pada masa kecilnya tidak pernah mendapat didikan
agama, maka pada masa dewasanya nanti ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya.
Lain halnya dengan orang yang waktu kecilnya mempunyaipengalaman-pengalaman agama, misalnya ibu
bapaknya orang yang tahu beragama, lingkungan sosial dan kawan-kawannya juga hidup menjalankan
agama, ditambah pula dengan pendidikan agama secara sengaja di rumah, sekolah dan masyarakat. Maka
orang itu akan dengan sendirinya mempunyai kecenderungan kepada hidup dalam aturan-aturan agama,
terbiasa menjalankan ibadah takut melangkahi larangan-larangan agama dan dapat merasakan betapa
nikmatnya hidup beragama.

Thouless dalam buku Hawi mengatakan, berdasarkan sumber Barat, para ahli psikologi agama mulai
populer sekitar akhir abad ke-19 sekitar masa itu psikologi yang semakin berkembang digunakan sebagai
alat untuk kajian agama. Kajian semacam itu dapat membantu pemahaman terhadap cara bertingkah laku,
berpikir, dan mengemukakan perasaan keagamaan.

Berawal sejak terbitnya buku The Varietes of Religious Experience tahun 1903 Sebagai kumpulan dari
materi kuliah kajian psikologi, hal tersebutlah yang menjadi langkah awal dari kajian psikologi agama
mulai diakui para ahli psikologi dan dalam jangka waktu tiga puluh tahun kemudian, banyak buku-buku
lain diterbitkan sejalan dengan konsep-konsep yang serupa. Hingga di tanah air sendiri tulisan tentang
psikologi agama ini baru dikenal sekitar tahun 1970-an, yaitu oleh Zakiah Daradjat.

B. Batasan Masalah
Dalam makalah ini kami hanya menjelaskan tentang :
1. Apa dan bagaimana perkembangan agama?
2. Apa dan bagaimana sosialisasi agama?

C. Tujuan
1. Untukmengetahuiperkembangan agama
2. Untukmengetahuisosialisasi agama

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Agama
Perkembangan mengandung makna adanya pemunculan baru. Pada peristiwa pengembangan akan
nampak adanya sifat-sifat yang baru, yang berbeda dari sebelumnya. Misalnya, perubahan telur ayam
menjadi anak ayam, atau biji mangga menjadi pohon mangga. Hanya saja yang diperlukan dalam
perkembangan adalah waktu dan rawatan agar terealisir potensi-potensi yang telah ada. (Mubarak, hal 92-
93).

Selanjutnya masih dalam buku yang sama, ada 2 ciri umum perkembangan; yaitu, pertama adanya
penambahan ukuran/berat serta perbedaan perbandingan ukuran/berat/kesanggupan. Kedua, Hilangnya
ciri-ciri yang lama dan munculnya ciri-ciri yang baru.

Adapun pembagian/tahap perkembangan jiwa agama pada seseorang sebagai berikut :

1. Umur 0-6 Tahun, yaitu Balita dan Taman Kanak-kanak


Di masa ini anak belum memiliki objek atas sesuatu agama maupun Tuhan. Namun jiwa agama
berkembang dengan symbol berbagai pertanyaan yang diajukannya, mulai dari hal yang konkret hingga
yang abstrak. Seperti: siapa yang punya alam ini? Khususnya terhadap sesuatu yang terindrai (sensing)
olehnya, misalnya bumi, bulan, bintang, matahari, awan, angin, wilayah hampa material (keberadaan),
dan tata surya lainnya. Di mana Tuhan itu tinggal dan bagaimana besarnya. Sementara insting agama
terlukis dari adanya tangisan awal kelahiran, keinginan terhadap lindungan dan kasih sayang orangtuanya.
Ini sebagai syarat bahwa anak butuh perlindungan yang tertinggi (Tuhan).sementara jenis agama dan
ajaran yang dianutnya waktu itu ialah agama dan praktik apa yang dilakukan orangtuanya saat itu.
Peniruan masa ini sifatnya sebagai peniruan dan kesenangan. Belum dilandasi pemikiran dan kesadaran
formal dan sistemis serta holistis. Tapi baru tahap pemuasan perasaan dengan kebuyaran serta kekaguman
yang masih tinggi.

2. Umur 7-12 tahun, yaitu Masa Sekolah Dasar (SD)/Anak


Perkembangan jiwa agama di masa ini sangat menonjol pada segala keinginan untuk mengetahui
bagaimana bentuk/rupa dan keagungan Tuhan. Kemudian keinginan untuk mengetahui ajaran Tuhan.
Pertanyaan ini lahir secara spontan, seiring dengan kemampuannya meyakini sesuatu terbatas pada
meyakini sesuatu berdasarkan benda nyata, seperti manusia menciptakan sesuatu. Pada masa ini juga
ajaran agama yang lekat dengan pengalaman rumah tangga orangtuanya itulah yang ditiru untuk
diamalkannya. Hafalan, pengalaman secara dasar atas ilmu agama mulai mau mengikutinya. Misalnya;
bacaan shalat, dan akhlak bergaul. Sebaliknya, kebencian atau penolakannya terhadap sesuatu agama
tumbuh dari kebencian orangtuanya atas agama yang ditolaknya. Adapun kritikan anak terhadap ajaran
serta praktik agama yang dilakukan orangtuanya lahir akibat pengamatannya serta bandingannya terhadap
praktik orang lain yang pernah diamatinya atau konsistensi pengalaman orangtua atas apa yang pernah
dilakukan atau dikatakannya. Masa ini keyakinannya terhadap Tuhan dan pengalaman agama semakin
jelas, walaupun analisis krisis masih sangat minim, belum holistis.

3. Umur 13-21 Tahun, yaitu Masa SLTP dan SMA/Remaja (Pubercan)

2
Perkembangan jiwa agama masa ini (SMP-SMA atau MTs-MA) terlukis pada keinginannya
memperdalam pengkajian agama, keinginan untuk mengamalkan ajaran agama itu, dan mengaitkannya
dengan pengalaman orang yang lebih tua atau lebih berpangkat daripadanya. Masa ini mereka menerima
ajaran agama secara kritis, yaitu alasan yang logis dalam pengalaman suatu nilai dan norma.
Kekagumannya atas orang yang berkepribadian agama mulai tinggi. Sebaliknya, kebencian atas orang
yang kurang mengamalkan agama juga tinggi. Pelahiran suatu kebencian biasanya lewat ejekan dan
kebingungan waktu dia akan mencoba belajar mengamalkannya. Keyakinannya atas kekuasaan yang
tinggi karena adanya gejala alam semakin kuat. Keinginannya untuk mengetahui kelemahan antar agama
serta kebaikan masing-masing mulai terlihat. Dan, masa ini sering terjadi perubahan (konversi) agama.
Masa ini juga merupakan suatu masa yang tinggi rasa takutnya, jika suatu perbuatan diketahuinya
melanggar norma. Masa ini juga akan terjadi keguncangan atau gangguan jiwa agama jika salah kaji atau
guru salah metode mendidiknya. Keinginan untuk mengabdikan dirinya pada kegiatan agama saat ini juga
tinggi. Khususnya dalam kelompok remaja itu sendiri. Kritikan yang tajam membuat mereka benci dan
mundur, termasuk terhadap guru, orangtua, tokoh masyarakat yang lain isi bicaranya dan lain
perbuatannya. Ada juga kecenderungan ugal-ugalan.

4. Umur 22-25 Tahun, yaitu Masa Adolescence


Masa ini adalah masa peralihan atau transisi dari remaja menuju dewasa (mahasiswa). Agama mulai
menetap pada dirinya sebagai suatu nilai yang diakui. Agama mulai kuat dijadikan pedoman seluruh
tingkah lakunya. Hanya saja persoalannya tinggal menyesuaikan diri dengan dorongan dari dalam
maupun yang datang dari luar. Organisasi agama mulai mendekatinya. Mencampurkan kegiatan agama
pada kegiatan mereka lainnya, mulai dimasukkan. Penghargaan terhadap perbedaan pendapat, agama, dan
peribadatan mulai tampak. Sifat ugal-ugalan mulai mereda. Penerimaan terhadap Tuhan sangat tinggi.
Masa ini cita-cita untuk menjadi seorang ilmuwan, penganut agama yang kukuh atau menjadi ahli agama
(ulama, pendeta, pastor, biksu, dan pedanda). Arah profesi atau spesialisasi mulai tercantum dalam cita-
citanya. Masa ini pula kegagalan sudah dilatihnya agar diatasi dengan ajaran agama.

5. Umur 25-45 Tahun, yaitu Masa Dewasa (Adulth)


Masa ini agama mulai dipandang sebagai bagian terpenting dalam hidupnya (masa kerja setelah
kuliah). Adapun ibadah dan pengkajian nilai diharapkan untuk jadi pedoman yang lebih kukuh
menghadapi tugas di dunia dan pedoman utama menghadapi kematian dan hidup di akhirat kelak.
Pekerjaan, ideologi, dan kegiatan sosial, biasanya akan dikaitkan dengan tuntunan agama. Kualitas ibadah
saat ini terlihat secara jelas, khususnya yang dapat pendidikan baik atau analisis baik terhadap agama.
Sebaliknya, yang nilai agamanya kurang disebabkan pendidikan dasar agama yang diperoleh sebelumnya
rendah, akan melahirkan tingkah laku agama yang mentah pula. Namun pada masa ini kegagalan hidup
mulai dia atasi dengan bantuan agama, sekalipun dia selama hidupnya kurang mengamalkan agama dan
kurang keyakinannya.

6. Umur 46-70 Tahun, yaitu Masa Tua dan Tua Bangka/Lansia


Masa ini adalah masa keinginan yang sangat tinggi untuk beribadah dan belajar seperti masa muda
khususnya orang yang normal jiwa agamanya. Kepatuhan terhadap Tuhan merupukan inti kehidupannya,
atau terutama dari segalanya. Kefleksibelan sikap atas nilai-nilai yang dianut oleh orang lain terlihat
sangat mereda. Penyesalan yang tinggi kalau tidak belajar agama dahulunya, atas tingkah laku yang
keliru, mulai datang. Tidak jarang menimbulkan guncangan kejiwaan atau kesedihan yang mendalam
sampai mengucurkan air mata. Ide-ide baik tentang agama untuk dipraktikkan mulai dilemparkan untuk

3
dipraktikkan. Di satu segi mereka yang dahulunya tidak pernah memperoleh ajaran agama, sekitar 45-56
tahun tidak begitu tertarik untuk menjadikan agama sebagai inti sesuatu kegiatan. Tetapi setelah 57 tahun
ke atas, mulai mengeluarkan hasratnya yang baru untuk menggiatkan dan mengamalkan nilai agama di
lingkungan hidup dengan baik, namun justru kekuasaan, tenaganya tidak lagi seriring dengan cita-citanya
yang terlambat itu, sering membuatnya benci terhadap pikirannya yang lama, keterlambatannya,
menyesali diri, dan memohon tobat yang setinggi-tingginya serta diiringi dan rasa takut yang hebat
bersama derairan air mata. (Tumanggor, hal 90-94)

B. Sosialisasi Agama
Dalam kamus besar bahasa indosesia atau kbbi, sosialisasi dapat dimaknai sebagai upaya
memasyaratkan sesuatu sehingga menjadi dikenal, dipahami, dihayati oleh masyarakat. dalam
pengertian yang lain, yaitu proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan
menghayati kebudayaan masyarakat dalam lingkungannya.

Agama dalam prespektif sosiologi ternyata berperan dalam kehidupan sosial terutama dalam hal
pengaruh dari cita-cita agama yang didasarkan pada nilai-nilai, norma dan etika agama dalam hal
kehidupan individu maupun kelompok sosial. Dengan kondisi dan latar belakang sosial agama yang
berbeda pada suatu masyarakat beragama, maka sikap dan nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu dapat
berbeda pula terutama mengenai kebutuhan dan pandangan kelompok terhadap ajaran agama itu. Terlebih
lagi jika kondisi itu di pengaruhi oleh faktor luar agama dari suatu masyarakat tertentu.

Dalam proses sosialisasi agama di lingkungan keluarga, kini tampak bahwa keluarga inti mempunyai
kedudukan yang penting dan berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi
perkembangan anak. Dalam pasal 10 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no 4 tahun 1989,
dinyatakan bahwa pendidkan keluarga,merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang di
selenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama,nilai budaya, nilai moral dan
keterampilan. Dalam lingkugan keluarga. orang tua harus mengajarkan menulis, berenang, memanah,
memberikan rizki (al-hadist).

Pada dasaranya proses sosialisasi agama adalah proses belajar untuk memahami dan mengamalkan
ajaran agama bagi anak dan anggota keluarga lainnya, mengingat itu hal utama yang dibutuhkan adalah
pengalaman belajar dan pengalamannya bagi anak di lingkungan keluarga, untuk itu banyak kegiatan
yang harus di lakukan dalam usaha pembiasaan pola kehidupan, disiplin, kesehatan, kebersihan, tenggang
rasa sesama, pengalaman shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, berperilaku sopan dan
hormat kepada orang tua,terhadap saudara dan anggota keluarga lainnya, sebab orang tua pada dasarnya
berperan sebagai pendidik yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Memang motivasi
pengabdian orang tua terhadap anak-anak dan anggota keluarga lainnya itu didasarkan pada rasa cita
kasih sayang kodrati. Di dalam suasana cinta dan kemesraan yang dilakukan secara bertanggung jawab
itulah proses pendidikan dapat berlangsung dalam keluarga mereka masing-masing.

4
Tanggung jawab keluarga sebagai kelembagaan dalam proses sosialisasi nila nilai agama (Islam)
terhadap anggota keluarganya lebih di dasarkan pada:
1. Dorongan iman dan motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan antara orang tua dan anak.
Perwujudan dari iman kepada Allah itu tampak pada sikap dan tindakan orang tua yang bertanggung
jawab: motivasi cinta kasih itu dapat lebih mendorong mereka untuk bertanggung-jawab dan
mengabdikan diri untuk kehidupan anak dan masa depannya:
2. Adanya dorongan kewajiban moral sebagai konsekwensi dan tanggung jawab orang tua terhadap
anaknya. Tanggung jawab moral ini pada dasarnya meliputi nilai-nilai Islam yang merupakan pengalaman
setiap pribadi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt. Di samping itu juga didorong oleh
rasa kesadaran memelihara martabat dan kehormatan keluarga. Adanya tanggung jawab sosial sebagai
bagian dari keluarga besar yang pada gilirannya juga menjadi bagian dari masyarakat, bangsa dan negara,
bahkan kemanusiaan dalam arti luas. Memang pada dasarnya tanggung jawab sosial itu merupakan
perwujudan dari adanya kesadaran dan tanggung jawab terhadap keluarga yang diikuti oleh darah
keturunan (kerabat), saudara seiman dan kesatuan pemukiman.
Dalam masyakat modern kini terhadap kecenderungan bahwa pembagian pekerjaan semakin jelas dan
terspesalisasi. sehingga upaya untuk memaksimalkan fungsi sosialisasi agama Islam harus diserahkan
kepada orang atau kelompok yang bertugas untuk itu, terutama kepada para da'i, guru agama, kiyai, dan
Ulama. Kemudian keluarga cenderung merasa sudah menyerahkan kepada petugas atau kelompok
profesional itu. Padahal seharusnya perlu pula adanya kerja sama antara orang tua dan petugas tersebut
dalam sosialisasi nilai-nilai dan ajaran agama terhadap anak dan anggota keluarga lainnya. Kondisi ini
berbeda dengan fungsi sosisialisasi agama pada keluarga yang masyarakatnya masih tradisional, karena
tugas itu umumnya dilakukan oleh keluarga dan para orang tua masing-masing.

Agama atau kepercayaan mengambil peranan yang penting dan menempati fungsi-fungsi yang ada
dalam suatu masyarakat, karena pada dasarnya setiap agama mengandung nilai-nilai edukatif yang telah
dianggap baik dan benar dalam sebuah agama atau dalam pandangan suatu masyarakat. Dimana nilai-
nilai pendidikan yang telah diajarkan oleh suatu agama dipegang oleh setiap pemeluknya untuk dapat
diamalkan secara terus menerus, sehingga nilai-nilai pendidikan tersebut dapat diwariskan secara turun-
temurun dalam suatu masyarakat.

Sebagai fungsi penyelamat, agama memberikan pelayanan bagi pemeluknya untuk dapat menikmati
kebahagiaan hidup didunia maupun keselamatan bagi alam sesudahnya yaitu alam akhirat. Keabadian
bagi kehidupan yang lain sesudahnya alam dunia sebenarnya menjadi tujuan beberapa agama dikarenakan
itu untuk menyelamatkan kehidupan manusia, maka agama memberikan suatu jalan keluar berupa
upacara-upacara keagamaan, perintah, peraturan-peraturan yang harus dijalankan oleh pemeluk suatu
agama.

Selain itu agama juga berperan untuk menciptakan suatu perdamaian bagi masyarakat dan sebagai alat
yang dapat dijadikan sebagai penumbuh rasa solidaritas, untuk menciptakan iklim damai tersebut.
Mengenai hubungan agama atau kepercayaan dengan kreatifitas bahwa suatu kepercayaan agama
memberikan harapan bagi para penganutnya, dengan harapan orang berusaha membuat yang terbaik
untuk membujuk yang dipercayai.

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demikianlah ilustrasi perkembangan jiwa manusia di bidang agama selama hidupnya. Mulai dari sikap
beratnya, percaya, beramal, dan berpolitik, berstrategi, hingga memiliki ketenteraman jiwa dari
pengamalannya. Juga di pihak lain menjadi apatis, bodoh, benci dan bingung akibat kurang terdidik
kurang ilmu dan menjadi lari agama, diikuti dengan kekacauan jiwa.
Kemudian teramat penting bagi kita juga untuk bagaimana dapat mensosialisasikan atau memberi
kesadaran kepada kerabat atau kepada orang sekitar, terkhusunya lagi bagi diri sendiri terkait kebutuhan
ilmu jiwa agama ini, yang tujuannya tidak lain untuk menumbuhkan kesadaran dan kesalamatan diri.

B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan
kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada kami. Apabila ada terdapat kesalahan mohon
dapat dimaafkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf,
alfa dan lupa.

6
DAFTAR PUSTAKA

Tumanggor R. 2016. Ilmu Jiwa Agama. Edisi ke-2. Kencana Prenada Media Group. Jakarta

Mubarak Z. 2014. 3 Perkembangan Jiwa Agama. Jurnal. Diakses tanggal 10 November 2021.

Sueb M. 2003. Sosialisasi Agama di Lingkungan Keluarga Muslim. Jurnal. Diakses tanggal 17 November
2021

Sapriahdianti N. 2017. Fungsi Agama Dalam Masyarakat. Jurnal. Diakses tanggal 17 November 2021

Anda mungkin juga menyukai