(Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi dan makalah pada mata kuliah
Psikologi Agama kelas 4E)
Dosen Pengampu:
Disusun oleh :
Kelompok 3
Pemakalah
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja disebut juga dengan masa adoleson dimans terjadinya
pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik yang berlangsung secara teratur, yang
dikenal sebagai masa terakhir dari perkembangan masa kanak-kanak menuju masa
remaja. Pada masa ini anak muda mulai melakukan intropeksi dan merenungkan
dirinya sendiri. Akhir perenungan mereka menemukukan dirinya . Kondisi seperti
ini remaja mampu menemukan keseimbangan dan keharmonisan atau keselarasan
antara sikap dari dalam dan dengan sikap dari luar dirinya. Sehingga anak muda
mulai menyenangi, dan menghargai sesuatu yang bersifat historis, dan tradisi dalam
kehidupannya.
Masalah pada remaja dominan dengan masa peralihan, masa yang belum
bisa menemukan jati dirinya yang sebenarnya, masa dalam tahap yang penuh
dengan kegoncangan jiwa, baik pada psikisnya maupun pada agamanya. Dapat
dikatakan masa remaja adalah masa yang tidak jelas, karena tidak termasuk
golongan anak maupun juga tidak termasuk golongan orang dewasa. Sebagaimana
masa-masa itu perlu diketahui lebih dalam bagaimana perkembangan jiwa pada msa
remaja atau murahiqah, sehingga potensi agama (fitrah) manusia yang cenderung
untuk melakukan kebaikan dan kebenaran dapat dioptimalkan dalam kehidupan
remaja sampai dewasa, terkhusus pada saat bersosialisasi dengan masyarakat
disekitarnya, baik dengan teman sejawat, anak yang lebih muda darinya, maupun
orang tua yang lebih tua darinya. Selanjutnya, akan dibahas lebih mendalam tentang
Perkembangan jiwa beragama pada masa remaja, perasaan beragama pada remaja,
motivasi beragama pada remaja, sikap remaja dalam beragama, dan faktor-faktor
keberagaman di dalam pembahasan pada bab 2.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan jiwa beragama pada masa remaja?
2. Bagaimana perasaan beragama pada masa remaja?
1
3. Apa motivasi beragama pada remaja?
4. Bagaimana sikap remaja dalam beragama, dan apa saja faktor-faktor
keberagamannya?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Remaja
1. Pengertian Remaja
Istilah remaja berasal dari kata latin adolescere (kata benda aldoloscentia yang
berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa dengan mencakup
kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.1
Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari
kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja juga dapat dikatakan perpanjangan
masa kanak-kanak sebelum mencapai dewasa. Masa remaja adalah masa yang
penuh keguncangan jiwa, masa berada dalam peralihan atau di atas jembatan
goyang yang menghubungkan antara masa kanak-kanak yang penuh
ketergantungan dengan masa dewasa yang matang.2
Pada masa remaja ini, di satu sisi anak ingin dipandang sebagai orang dewasa,
tetapi di sisi lain dia dipandang masih sebagai anak kecil oleh orang-orang di
sekitarnya. Masa remaja merupakan masa kritis. Pada masa ini kaum remaja
mengalami krisis identitas. Secara psikologis mereka bukan lagi sebagai anak-anak
1
Yuminah Rohmatullah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 82.
2
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2009), h. 82.
3
Yuminah Rohmatullah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 82.
3
yang belum mandiri, tetapi sering kali mereka merasa belum dianggap sebagai
orang dewasa.4
Demikian pula tentang akhir masa remaja, para ahli jiwa tidak memiliki kata
sepakat. Ada yang mengatakan umur 15 tahun, ada juga yang menentukan 18 tahun,
bahkan dalam bidang kemantapan beragama oleh ahli jiwa agama diperpanjang lagi
sampai umur 24 atau 25 tahun. Meskipun berbeda dalam menentukan umur remaja,
namun para ahli memberikan patokan umur antara 13 sampai 21 adalah umur
remaja. Sedang mengenai perkembangan jiwa agama berkisar antara umur 13
sampai 24 tahun. Dari penjelasan tersebut, setidaknya dapat ditarik kesimpulan
bahwa pada umumnya masa remaja dapat dibagi menjadi 3, di antaranya:
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak dan
berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung
pada orang lain.
4
Gazi dan Faojah, Psikologi Agama; Memahami Pengaruh Agama Terhadap Perilaku
Manusia, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 32.
5
Saifullah, Konsep Pendidikan Zakiah Daradjat, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2012),
h. 43.
4
b. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
Pada masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran
orang dewasa.
Ciri perkembangan fisik remaja pada pria akan nampak tanda-tanda seperti: (a)
timbulnya rambut di daerah alat kelamin ‘public hair’; (b) timbulnya rambut di
ketiak ‘axillary hair’ dan tak jarang juga di lengan kaki dan dada; (c) kulit menjadi
lebih kasar; (d) kelenjar yang menghasilkan lemak di kulit ‘sebacious’ menjadi
bakti sehingga timbul banyak ‘kukul’ jerawat; (e) kelenjar keringat bertambah besar
dan bakti sehingga banyak keringat keluar; (f) otot tubuh, kaki dan tangan
membesar; (g) timbulnya perubahan suara pada umur kurang lebih 13 tahun suara
mulai membesar.6
Sedangkan pada wanita akan nampak hal sebagai berikut: (a) perkembangan
pinggul yang membesar dan menjadi bulat disebabkan oleh membesarnya tulang
pinggul ‘pelvis’; (b) perkembangan buah dada; (c) timbulnya rambut di daerah
kelamin; (d) timbulnya rambut di ketiak; (e) kelenjar sebaceous menjadi lebih besar
dan aktif yang menyebabkan timbulnya jerawat; (f) kelenjar keringat menjadi lebih
aktif; (g) tumbuhnya rambut di lengan dan kaki.7
6
Yuminah Rohmatullah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 83.
7
Yuminah Rohmatullah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 83.
5
Dalam aspek psikis, pada usia ini pribadi mereka masih mengalami
keguncangan dan ketidakpastian. Perhatian lawan jenis sangat diharapkan apabila
tidak mendapatkan perhatian dari lawan jenis maka terkadang akan merasa sedih,
menyendiri, atau akan mencoba untuk melakukan hal-hal yang menarik perhatian.
Bahkan kadang-kadang ada yang mengalami keguncangan jiwa dengan bermacam-
macam gejala. Masa ini disebut dengan masa pubertas.8
Masa pra pubertas biasanya terjadi pada usia 12-14 tahun, kemudian masa
pubertas terjadi pada usia 14-18 tahun dan setelah itu ia memasuki masa adoleson
di usia 18-21 tahun yang merupakan akhir masa remaja.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para
remaja turut dipengaruhi oleh perkembangan itu. Maksudnya penghayatan pada
remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja
berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.9
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-
kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi merek. Sifat kritis terhadap ajaran
agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah mulai tertarik
pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan
lainnya. Hasil penelitian Allport, Gillesphy, dan Young menunjukkan:
8
Yuminah Rohmatullah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 83.
9
Jalaludin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-
Prinsip Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, cetakan ke-17, 2015), h. 65.
6
Dari hasil ini dinyatakan selanjutnya, bahwa agama yang ajarannya
bersifat lebih konservatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk
tetap taat pada ajarannya.
b. Perkembangan Perasaan
c. Pertimbangan Sosial
10
Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 53.
11
Jalaludin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-
Prinsip Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, cetakan ke-17, 2015), h. 65-66.
7
tahun menunjukkan bahwa 70% pemikiran remaja ditujukan bagi
kepentingan: keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan kehormatan diri, dan
masalah kesenangan pribadi lainnya. sedangkan masalah akhirat dan
keagamaan hanya sekitar 3,6%, dan masalah sosial 5,8%.12
d. Perkembangan Moral
Perkembangan Moral pada remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan
usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terikat pada remaja juga
mencakupi:
12
Ramayulis, Pengantar Psikologi Agami, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 54.
13
Jalaludin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-
Prinsip Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, cetakan ke-17, 2015), h. 65.
14
Jalaludin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-
Prinsip Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, cetakan ke-17, 2015), h. 66.
8
1) Percaya dan Ikut-ikutan
2) Percaya dengan Kesadaran
3) Percaya tapi agak ragu-ragu (bimbang)
4) Tidak percaya atau cenderung atheis.15
Menurut pendapat Rumke, perasaan ketuhanan pada anak baru muncul saat
masa puber, namun Arnold Gessel membantah pendapat Rumke karena menurut
Arnold Gessel perasaan ketuhanan sudah muncul sejak anak usia dini (0-2 tahun).18
Perasaan beragama pada masa remaja dapat dipengaruhi oleh perasaan beragama
yang didapat dari masa sebelumnya di mana ia tinggal.
15
Yuminah Rohmatullah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 93-95.
16
Edisa Oktonika, Kontribusi Bimbingan dan Konseling dalam Mengembangkan
Kesadaran Beragama Pada Remaja di Abad 21, (Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Humaniora, Vol.
5, No.3, Maret 2020), h.166.
17
Yuminah Rohmatullah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 98.
18
Sanapiah Faisal dan Andi Mappiare, Dimensi-dimensi Psikologi, (Surabaya: Usaha
Nasional, tt), Hal. 158-160.
9
Dalam surat Al ‘Araf ayat 172 Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
19
Muhammad Utsman Najati, Al Hadisun Nabawi wal Ilmun Nafs, terj. Wawan Djunaedi
Soffandi Psikologi dalam Tinjauan Hadis Nabi, Cet I, (Jakarta: Mustaqim, 2003), h. 37.
10
pada Tuhan sebagai pencipta alam dengan segala keindahan dan keserasiannya itu.
Dengan demikian perasaan keberagamaannya pada tuhan akan bertambah.20
Perasaan remaja kepada Tuhan tidaklah tetap atau pun stabil, akan tetapi
adalah perasaan yang bergantung pada perubahan-perubahan emosi yang sangat
cepat, terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan akan Allah, misalnya,
kadang-kadang tidak terasa jiwa mereka dalam keadaan aman, tenteram dan tenang.
Sebaliknya Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena
menghadapi musibah atau bahaya yang mengancam, ketika takut gagal atau
mungkin merasa berdosa. Maka dapat diambil pengertian bahwa sebenarnya
perasaan remaja dalam beragama, khususnya terhadap Tuhan tidaklah tetap.
Kadang-kadang sangat cinta dan percaya kepadanya, tetapi sering pula berubah
menjadi acuh tak acuh bahkan menentang.21
20
Zakiah Darajat, Membina nilai-nilai moral di Indonesia, Cet 4, (Jakarta:Bulan Bintang,
1985), h. 113.
21
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991) , h. 101.
11
Kedua, pandangan dalam hal ketuhanannya menjadi kacau karena ia banyak
membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham yang
banyak, yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain.
1. Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang
ada dalam kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan
diri dengan alam (frustasi alam), frustasi sosial, frustasi moral maupun
frustasi kematian.
22
Yuminah Rohmatullah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 97.
12
2. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga
kesusilaan dan tata tertib masyarakat
3. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa
ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu manusia.
4. Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk
mengatasi ketakutan.23
Motivasi yang ditawarkan oleh Nico Syukur Dister itu agaknya sesuai untuk
masa remaja, mengingat masa remaja merupakan masa yang labil, belum stabil
emosinya. Memang motivasi tersebut merupakan motivasi yang masuk dalam
kategori rendah dalam kehidupan manusia, bukan motivasi yang dituntut untuk
dimiliki oleh semua agama. Bila kembali pada masa remaja ada kalanya seseorang
remaja bertambah rajin beribadah apabila ia merasa berdosa semakin besar dosanya
semakin banyak pula ibadahnya, semakin berkurang rasa bersalah (berdosa), maka
ibadahnya pun juga menurun. Maka ibadah bagi remaja seolah-olah hanya untuk
menentramkan hati yang gelisah, karena merasa bersalah dan kalah menghadapi
dorongan-dorongan yang sedang mengikuti arus jiwa mudanya dalam pergaulan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Ma’arij ayat 19-20 yang
artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, Apabila
ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat
kikir, Di samping itu, masa remaja juga merupakan masa dimana remaja mulai
mengurangi hubungan dengan orang tuanya dan berusaha untuk dapat berdiri
sendiri dalam menghadapi segala kenyataan-kenyataan yang ada. semuanya ini
menyebabkannya berusaha mencari pertolongan Allah swt. Keyakinan remaja pada
masa awal bukanlah berupa keyakinan-keyakinan pikiran, akan tetapi terfokus pada
kebutuhan jiwa, demikian ditegaskan oleh Zakiah Drajat di dalam jurnalnya Andri
Nirwana. Hal ini dapat dilihat dari do’a-do’a remaja yang memohon bantuan
23
Andri Nirwana, Perkembangan, Perasaan, Motivasi dan Sikap Beragama Remaja
Zaman Now dalam Kajian Ilmu Parenting : Article Review Jurnal Sintesa Vol. 18. No. 2, Tahun
2019., hal, 210.
13
kepada Allah supaya terlepas dari gejolak jiwanya sendiri dan tertolong dalam
menghadapi naluri-nalurinya karena ia takut akan hukuman batin yang abstrak.24
24
Andri Nirwana, Perkembangan, Perasaan, Motivasi dan Sikap Beragama Remaja
Zaman Now dalam Kajian Ilmu Parenting : Article Review Jurnal Sintesa Vol. 18. No. 2, Tahun
2019., hal, 211.
25
Andri Nirwana, Konsep Pendidikan Psikologi Religiusitas Remaja Muslim dalam
Motivasi Beragama, At-Ta’dib: Jurnal Ilmiah Prodi Pendidikan Agama Islam, Vol. 12 No.01, Juni
2020., hal, 80-81.
14
negatif berarti tidak senang atau menolak.26 Dengan demikian, jelslah bahwa sikap
merupakan kecenderungan seseorang terhadap sesuatu untuk bertindak, yang
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal dalam pembentukan dan
perubahan sikap.yaitu dengan cara menerima atau menolak reaksi yang diberikan
oleh obyek. Sikap terhadap sesuatu atau obyek itu bisa bernilai positif dan dapat
bernilai negatif.
Secara psikologis, esensi pada sikap terdapat dalam beberapa komponen fungsi
jiwa seseorang, yang bekerja secara kompoleks dalam menentukan sikapnya
terhadap sesuatu, yaitu:: Pertama, komponen kognisi akan memberikan jawaban
tentang apa yang dipikirkan individu tentang obyek. Kedua, komponen afeksi
dihubungkan dengan apa dirasakan oleh individu terhadap obyek, atau perasaan
dalam diri seseorang terhadap objek,misalnya perasaan senang, marah, benci,
sayang, dan sebagainya. Ketiga, komponen konasi yaitu kesediaan/kesiapan
individu terhadap obyek berupa menerima atau menolak objek tersebut, dan ketiga
komponen itu saling berhubungan dan saling mempengaruhi. antara satu dengan
lainnya.27
Menurut Bimo Walgito bahwa; Sikap itu adalah merupakan faktor yang ada
dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbuilkan perbuatan-perbuatan
atau tingkah laku tertentu. Walaupun demikian sikap mempunyai segi-segi
perbedaan dengan pendorong-pendorong yang lain yang ada dalam diri manusia.28
Sikap remaja terhadap agama tidak terlepas dari keberadaan agama pada dirinya,
bila dalam pikiran remaja telah terpolakan bahwa konsep dan ajaran agama yang
mereka yakini itu sebagai sesuatu kebenaran, niscaya akan membawa pemikiran
remaja ke arah yang lebih baik terhadap agamanya.
Berbeda dengan hal diatas, istilah sikap sinonim dengan istilah attitude.
Menurut Gerungan bahwa pengertian attitude itu dapat diterjemahkan dengan kata
sikap terhadap obyek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap
26
Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, IX, 2011. Hal. 110.
27
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet. I, 1996, hal. 112.
28
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), Yogyakarta : Yayasan Penerbitan
Fak.Psikologi UGM, 1980, hal. 53.
15
perasaan yang disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikapnya
terhadap obyek tersebut.
29
Gerungan. Psychologi Sosial, Bandung : PT.Eresco, Cet. VIII, 1987, hal. 153-154.
16
pula mengalami peristiwa atau masalah yang mengoncangkan jiwanya, sehingga
cara beragamanya yang kekanak-kanakan masih terus berjalan hingga remaja.
Tetapi setelah pemikiran remaja bertambah luas, dan pengalamannya semakin
banyak maka timbullah keinginan untuk mengkoreksi kembali kepercayaan dan
amalan-amalan agama pada waktu kecil. Maka ketika itu muncullah kesadaran
bahwa cara beragamanya itu belum mempunyai dasar, sehingga ia menjadi
bersemangat sekali untuk berubah cara beragama pada semasa anak-anak itu,
biasanya peristiwa seperti ini dapat menimbulkan sikap ragu-ragu remaja terhadap
agamanya.
30
Zakiah Dradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. XIII, 1991, hal. 92.
17
Pada saat semangat agama pada remaja mulai meningkat, sehingga cara
beragama yang ikut-ikutan, patuh, dan tunduk kepada ajaran agama tanpa komentar
tidak lagi memuaskannya, jika alasannya hanya dengan dalil-dalil dan hukum
mutlak dari ayat atau hadist-hadis Nabi mereka tidak dapat menerimanya. Mereka
ingin menjadikan bahwa agama sebagai tempat untuk bermujaddalah dan
bermuzkarah untuk membuktikan benaran agama dengan ilmu pengetahuan dan
menjadikan kepercayaan dengan penuh kesadaran.
1) Semangat positif
31
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, Cet. XIII, 1991. Hal. 95.
18
Disamping itu remaja yang memiliki semangat agama yang positif
berkeinginan untuk mengembangkan dan meningkatkan agamanya, serta
membersihkan agama dari bid’ah dan khurafat menghindari gambaran sensual
terhadap konsep agama, misalnya: surga, neraka, malaikat dan visual Nabi
Muhammad saw. Remaja yang memiliki semangat agama yang positif berusaha
mempelajari agama dengan pandangan yang kritis, tidak mau lagi menerima cerita
dongeng-dongeng tentang agama yang bercampur dengan bid’ah dan khurafat yang
tidak masuk akal, dan mereka mulai menghidupkan nilai-nilai agama dalam
kehidupannya, sehingga agama menjadi ukuran dalam setiap tindakannya.
a) Kepribadian ekstrovert.
19
kegiatan lainnya yang bersifat agama. Semangat agama yang bersifat ekstovert
mengajak penganut agama lain untuk mengadakan diskusi, seminar, dan dialog
untuk membicarakan kesejahteraan masyarakat.
32
Robert H. Thouless. Pengantar Psikologi Agama, Terj. Machnun Husein, Jakarta:
Rajawali Press Cet. I, 1992, hal. 2.
33
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet. I, 1996, hal. 116.
20
b) Kepribadian introvert
Zakiah menulis bahwa; Orang yang memiliki sifat kepribadian yang
introvert (tertutup) adalah orang-orang yang lebih cenderung kepada
menyendiri dan menyimpan perasaanya.34 Semangat agama positif pada
orang-orang yang intovert memiliki sifat suka menyendiri dan menyimpan
segala perasaan dalam dirinya, dan tidak mau aktif dalam masyarakat.
Sebagaimana orang yang berkepribadian ekstrovert. Dengan kata lain,
kepribadian introvert tertutup terhadap perubahan dan perkembangan.
Mereka lebih tertarik dengan cita-citanya dan khayalannya serta
merasakan betapa nikmat dan hangatnya ketika berhubungan dengan
Tuhan, remaja-remaja yang introvert hanya mencari kepuasan dengan
sembahyang, beribadah, dan berkontemplasi dengan Tuhan.
Kepribadian yang introvert cenderung membawa remaja ke dalam
kehidupan tasawuf, yaitu mencari kepuasan dengan cara mendekati Tuhan.
Pengikut-pengikut tasawuf yang inrtovert mempunyai kecenderungan
pribadi yang pesimis dalam tasawuf mereka mendekati Tuhan dengan
memakai konsep khauff (takut) dalam setiap beribadah. Dalam semangat
agama positif yang introvert, seolah-olah remaja lari dari kenyataan,
mereka hanya mencari kepuasan diri dengan beramal dan beribadah serta
berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan dengan beribadah dan
meninggalkan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, mereka
mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat ramai.
34
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, Cet. XIII, 1991. Hal. 95.
21
hantu, makam wali-wali dan mereka mempergunakan ayat-ayat sebagai tangkal
dari bahaya. Perasaan dan jiwa mereka akan menjadi tenang, karena diri mereka
telah dilindungi dengan memakai hal-hal yang bersifat khurafat dan bid’ah dalam
setiap kegiatan yang membahayakan dirinya.
Semangat agama yang bersifat khurafi ini sering terjadi pada orang-orang yang
memiliki sifat terbuka (ekstrovert) dalam beragama. Amalan-amalan agama dan
keyakinannya itu bukan untuk dirinya sendiri tetapi mereka mengajak orang lain
untuk beramal sesuai dengan konsep keagamaannya. Dengan demikian, akan
timbul anomali sikap keagamaan pada indidvidu (remaja). Karena konsep semangat
agama khurafi lebih memudahkan para remaja masuk dan mengikuti lembaga-
lembaga kebatinan dan percaya kepada dukun-dukun tertentu untuk meminta
pertolongan.
E. Faktor-faktor Keberagaman
Perkembangan remaja selalu dipengaruhi oleh perkembangan pisik dan
psikisnya, dengan kata lain penghayatan remaja terhadap ajaran dan amalan-amalan
keagamaannya banyak berhubungan dengan perkembangan dirinya. Berakhirnya
masa remaja ditandai dengan keberhasilan remaja mencapai sence of responsibility
(perasaan bertanggung jawab) dan secara sadar menerima suatu falsafah hidup
secara efektif, karena masa remaja menduduki tahap progresif dalam hidupnya yang
menimbulkan gejolak jiwa, keraguan-raguan dan kebimbangan dalam bersikap dan
berbuat. Persoalan-persoalan agama pada masa remaja terdapat lima masalah pokok
yang selalu mempengaruhi perkembangan rohani dan jasmani remaja, yaitu :35
35
Syaiful Hamali, Karakteristik Keberagaman Remaja dalam Perspektif Psikologi, Al-
Adyan Vol.XI, No.1 Januari-Juni 2016.
22
memiliki sifat kritis terhadap ajaran agama, mereka mulai tertarik pada masalah-
masalah kebudayaan sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.
Perasaan anak remaja memegang peranan yang sangat penting dalam bersikap
dan mengamalkan agamanya, Berbagai perasaan telah berkembang dalam diri
remaja, diantaranya perasaan sosial, edits, dan estetis mendorong remaja untuk
mengahayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Remaja yang
tinggal dilingkungan orang yang taat beragama, anak remaja akan terbiasa dengan
kehidupan yang agamais. Sebaliknya remaja yang tinggal dilingkungan yang tidak
mengenal agama, niscaya remaja akan bersikap dan bertingkah laku seperti orang-
orang yang tidak melakukan agamanya, kehidupan mereka lebih banyak
didorongan oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, bahkan mereka lebih
mudah di dominasi oleh tindakan seksual.
Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kontradiksi dalam kehidupan
keagamaannya, akibatnya timbul konflik antara pertimbangan moral dan material.
Sehingga remaja kebingungan dalam menentukan pilihannya, sementara kehidupan
dunia lebih dipengaruhi oleh kepentingan materi, sedangkan para remaja lebih
cenderung jiwanya untuk bersikap materialis dalam kehidupan mereka. Dan
meninggalkan kehidupan yang berisikan nilai-nilai moral atau agama dalam
hidupnya.36
36
Syaiful Hamali, Karakteristik Keberagaman Remaja dalam Perspektif Psikologi, Al-
Adyan Vol.XI, No.1 Januari-Juni 2016.
23
bekerja ekstra keras. Dan hanya 5.8 % diantara 1789 orang remaja yang memikirkan
masalah-masalah-masalah sosial atau masyarakat.
Bentuk moral para remaja memiliki beberapa tipe, antara lain : 1). Self directive
taat akan agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi. 2). Adaptive,
mengikuti situasi laingkungan tanpa mengadakan kritik. 3). Submissive, merasakan
adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama. 4). Unadjussive, belum
menyakini akan kebenaran agama dan, moral. 5). Deviant, menolak dasar dan
hukum keagamaan dan moral masyarakat. Berbeda dengan Zakiah Dradjat dalam
buku Ilmu Jiwa Agama menegaskan bahwa Tuhan bagi remaja adalah keharusan
moral dari pada sandaran emosi. Bahkan, kadang-kadang pikiran para remaja itu
berontak dan mengingkari wujud Tuhan atau ragu-ragu kepada-Nya, namun tetap
ada suatu hal yang menghubungkannya dengan Allah, yaitu kebutuhannya untuk
mengendalikan moral.
Secara psikologis, essensi pada sikap terdapat beberapa komponen fungsi jiwa
yang bekerja secara kompleks dalam menentukan sikapnya terhadap sesuatu, ketiga
komponen itu adalah. Pertama, komponen kognisi akan memberikan jawaban
tentang apa yang dipikirkan individu tentang objek. Kedua, komponen afeksi
dihubungkan dengan apa yang dirasakan oleh individu terhadap objeknya, misalnya
perasaan senang, marah, benci, sayang dan sebagainya. Ketiga, komponen konasi
yaitu kesedian/kesiapan individu terhadap objek dengan menerima atau menolak.
24
Ketiga komponen itu saling berhubungan dan saling mempengaruhi antara satu
dangan lainnya. Selain itu, faktor pengalaman memliki peranan penting dalam
pembentukan sikap seseorang, karena munculnya sikap pada seseorang adalah
tatkala individu mengenal sesuatu atau objek, baik objek itu dalam bentuk internal
maupun eksternal, Jika seseorang hidup dilingkungan yang berbeda dengan
lingkungannya sudah dapat dipastikan bahwa sikap hidupnya dipengaruhi oleh
lingkungan tersebut.
Ibadah atau sembahyang adalah suatu bentuk amalan atau kebaktian dalam
setiap agama. Ibadah atau sembahyang merupakan suatu pengalaman atau
penghayatan individu terhadap keberadaan dan kekuasaan Tuhan. Di dalam ibadah
dan sembahyang tersebut individu akan merasakan berhubungan atau berhadapan
dengan sesuatu yang ghaib, karena dalam hidup ini ada persoalan-persoalan yang
hanya bisa dijawab oleh yang tak terlampau itu sendiri, untuk itu individu
berhubungan dengan cara berkomonikasi atau melakukan meditasi dengan Tuhan
melalui amalan-amalan, ibadah-ibadah dan sembahyang.
37
Syaiful Hamali, Karakteristik Keberagaman Remaja dalam Perspektif Psikologi, Al-
Adyan Vol.XI, No.1 Januari-Juni 2016.
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa adoleson merupakan proses terjadinya pematangan fungsi-fungsi
psikis dan fisik remaja. Pada masa ini anak muda banyak melakukakan introspeksi
dan merenungi dirinya. Akhir dari perenungannya, si remaja menemukan jati
dirinya. Anak akan mampu menemukan keseimbangan dan keharmonisan atau
keselarasan baru di antara sikap dari dalam diri dengan sikap di luar dirinya.
Sehingga mereka mulai menyenangi, menghargai sesuatu yang bersifat historitas
dan tradisi-tradisi dalam masyarakat. Perkembangan remaja selalu dipengaruhi oleh
perkembangan fisik dan psikisnya, dengan kata lain penghayatan remaja terhadap
ajaran dan amalan-amalan keagamaannya banyak berhubungan dengan
perkembangan dirinya seperti; Pertumbuhan pikiran dan mental, perkembangan
perasaan (emotion). Sikap itu timbul dari hasil belajar yang diperoleh melalui
pengalaman dan interaksi serta komunikasi individu terus menerus dengan
lingkungan sekitarnya. Persoalan-persoalan agama pada masa remaja terdapat lima
masalah pokok yang selalu mempengaruhi perkembangan rohani dan jasmani
remaja, diantaranya: pertumbuhan pikiran dan mental, perkembangan perasaan,
pertimbangan sosial, perkembangan moral, sikap dan minat, serta ibadah dan
semabahyang yang menjadi solusi ialah harus dilihat melalui pengalaman dan
ekspresi keagamaan yang tercermin pada sikap keagamaannya.
B. Saran
Kami ucapkan terimakasih kepada ibu dosen pada mata kuliah Psikologi Agama
yang telah membantu kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini, Kami
harap ibu memberikan saran yang membangun atas makalah yang kami buat. Kami
selaku pemakalah mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan huruf
dan kata-kata yang kurang berkenan. Wassalamu’alaikum wr.wb
26
DAFTAR PUSTAKA
Drajat, Z. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang 1991.
Drajat, Z. Membina nilai-nilai moral di Indonesia. Cet 4. Jakarta:Bulan Bintang.
1985.
Dradjat, Z. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Bulan Bintang, 2009.
Faisal S & Mappiare, A. Dimensi-dimensi Psikologi. Surabaya: Usaha Nasional.
Gazi dan Faojah. Psikologi Agama; Memahami Pengaruh Agama Terhadap
Perilaku Manusia. Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2010.
Gerungan. Psychologi Sosial. Bandung : PT.Eresco, Cet. VIII, 1987.
Hamali S. Karakteristik Keberagaman Remaja dalam Perspektif Psikologi,. Jurnal
Al-Adyan. Vol.XI, No.1 Januari-Juni 2016.
Jalaluddin, Psikologi Agama. Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet. I, 1996.
Jalaludin. Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan
Prinsip-Prinsip Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, cetakan ke-17.
2015.
Muhammad Utsman Najati. Al Hadisun Nabawi wal Ilmun Nafs. terj. Wawan
Djunaedi Soffandi Psikologi dalam Tinjauan Hadis Nabi. Cet I. Jakarta:
Mustaqim, 2003.
Nirwana A. Konsep Pendidikan Psikologi Religiusitas Remaja Muslim dalam
Motivasi Beragama. At-Ta’dib: Jurnal Ilmiah Prodi Pendidikan Agama
Islam. Vol. 12 No.01, Juni 2020.
Nirwana A. Perkembangan, Perasaan, Motivasi dan Sikap Beragama Remaja
Zaman Now dalam Kajian Ilmu Parenting : Article Review Jurnal Sintesa.
Vol. 18. No. 2. 2019.
Oktonika, Edisa. Kontribusi Bimbingan dan Konseling dalam Mengembangkan
Kesadaran Beragama Pada Remaja di Abad 21. Jurnal Al-Azhar Indonesia
Seri Humaniora, Vol. 5, No.3, Maret 2020.
Ramayulis. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia. 2002.
Rohmatullah, Y. Psikologi Agama. Yogyakarta: Deepublish, 2017.
Saifullah, Konsep Pendidikan Zakiah Daradjat. Banda Aceh: Ar-Raniry Press,
2012.
Walgito B. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta : Yayasan Penerbitan.
1980.
27