Anda di halaman 1dari 30

PSIKOLOGI AGAMA

AGAMA PADA MASA REMAJA

(Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi dan makalah pada mata kuliah
Psikologi Agama kelas 4E)

Dosen Pengampu:

DR. Sururin, M. Ag.

Dr. Hj. Yuminah R, MA. Si

Disusun oleh :

Kelompok 3

Rafif Rabbani 11210110000081

Wulan Ayu Cahyani 11210110000159

Fadillah Febrianti 11210110000164

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN AJARAN 2023 H/1443 M
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan izin dan rahmat Allah SWT, pemakalah dapat
menyelesaikan tugas dengan tema Agama Pada Masa Remaja. Latar belakang
makalah ini disajikan di dalam konsep bahasa yang sederhana, dan pembahasan bab
demi bab tidak terlalu ringkas. Makalah ini dibuat dengan menggunakan sumber-
sumber yang berasal dari jurnal-jurnal yang berkaitan dengan judul yang akan
dibahas. Kami selaku kelompok 3 semester 4 Kelas E Program Studi Pendidikan
Agama Islam mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan terlibat dalam pembuatan makalah ini, yakni :
1. Ibu DR. Sururin M.,Ag dan DR. Hj. Yuminah R, MA., Si. Selaku dosen
pengampu pada mata kuliah Psikologi Agama sehingga makalah dapat
terselesaikan.
2. Para penulis dan penerbit dari referensi yang pemakalah kutip sehingga
penulisan dapat terselesaikan.
3. Teman-teman kelompok 3 Pendidikan Agama Islam 4E yang telah
membantu menyelesaikan makalah.
Sekian, kami berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun
karena, makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan terdapat banyak
kekurangan. Dengan demikian, bisa lebih baik lagi dalam menyusun makalah.
Wassalamu’alaikum wr.wb

Tangsel, 19 Maret 2022

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan Makalah ....................................................................... 2
D. Metode Penulisan Makalah ....................................................................... 2
E. Sistematika Penulisan Makalah ................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Remaja .............................. 3
B. Perasaan Beragama Pada Remaja ........................................................... 9
C. Motivasi Beragama Pada Remaja .......................................................... 12
D. Sikap Remaja dalam Beragama ............................................................. 14
E. Faktor-faktor Keberagaman ................................................................... 22
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 26
A. Kesimpulan ............................................................................................... 26
B. Saran ......................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja disebut juga dengan masa adoleson dimans terjadinya
pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik yang berlangsung secara teratur, yang
dikenal sebagai masa terakhir dari perkembangan masa kanak-kanak menuju masa
remaja. Pada masa ini anak muda mulai melakukan intropeksi dan merenungkan
dirinya sendiri. Akhir perenungan mereka menemukukan dirinya . Kondisi seperti
ini remaja mampu menemukan keseimbangan dan keharmonisan atau keselarasan
antara sikap dari dalam dan dengan sikap dari luar dirinya. Sehingga anak muda
mulai menyenangi, dan menghargai sesuatu yang bersifat historis, dan tradisi dalam
kehidupannya.

Masalah pada remaja dominan dengan masa peralihan, masa yang belum
bisa menemukan jati dirinya yang sebenarnya, masa dalam tahap yang penuh
dengan kegoncangan jiwa, baik pada psikisnya maupun pada agamanya. Dapat
dikatakan masa remaja adalah masa yang tidak jelas, karena tidak termasuk
golongan anak maupun juga tidak termasuk golongan orang dewasa. Sebagaimana
masa-masa itu perlu diketahui lebih dalam bagaimana perkembangan jiwa pada msa
remaja atau murahiqah, sehingga potensi agama (fitrah) manusia yang cenderung
untuk melakukan kebaikan dan kebenaran dapat dioptimalkan dalam kehidupan
remaja sampai dewasa, terkhusus pada saat bersosialisasi dengan masyarakat
disekitarnya, baik dengan teman sejawat, anak yang lebih muda darinya, maupun
orang tua yang lebih tua darinya. Selanjutnya, akan dibahas lebih mendalam tentang
Perkembangan jiwa beragama pada masa remaja, perasaan beragama pada remaja,
motivasi beragama pada remaja, sikap remaja dalam beragama, dan faktor-faktor
keberagaman di dalam pembahasan pada bab 2.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan jiwa beragama pada masa remaja?
2. Bagaimana perasaan beragama pada masa remaja?

1
3. Apa motivasi beragama pada remaja?
4. Bagaimana sikap remaja dalam beragama, dan apa saja faktor-faktor
keberagamannya?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan penulisan makalah untuk memudahkan para pembaca dalam
memahami pentingnya agama pada masa remaja, pentingnya perasaan beragama
pada masa remaja, pentingnya motivasi beragama pada remaja, pentingnya sikap
remaja dalam beragama, dan pentingnya mengetahui faktor-faktor keberagaman.

D. Metode Penulisan Makalah


Metode penulisan yang penyusun pilih adalah metode kajian pustaka yang
berarti mempelajari materi dengan mengumpulkan data yang bersumber dari buku,
dan jurnal-jurnal.

E. Sistematika Penulisan Makalah


Makalah ini terdiri dari 3 bab. Materi buku ini disusun dengan sistematika sebagai
berikut:

1. BAB I. Pendahuluan yang didalamnya terdapat latar belakang masalah,


rumusan masalah, tujuan penulisan makalah, metode penulisan makalah,
manfaat penulisan makalah, serta sistematika penulisan makalah.
2. BAB II. Terdiri dari pembahasan materi yakni: Perkembangan jiwa
beragama pada masa remaja, perasaan beragama pada remaja, motivasi
beragama pada remaja, sikap remaja dalam beragama, dan faktor-faktor
keberagaman.
3. BAB III. Terdiri dari kesimpulan, dan saran.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Remaja
1. Pengertian Remaja

Istilah remaja berasal dari kata latin adolescere (kata benda aldoloscentia yang
berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa dengan mencakup
kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.1

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyatakan bahwa masa


remaja berlangsung antara usia 12-18 tahun dengan melalui proses pertumbuhan
sesudah meninggalkan masa anak-anak menuju masa kedewasaan, namun belum
mencapai kematangan jiwa.

Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari
kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja juga dapat dikatakan perpanjangan
masa kanak-kanak sebelum mencapai dewasa. Masa remaja adalah masa yang
penuh keguncangan jiwa, masa berada dalam peralihan atau di atas jembatan
goyang yang menghubungkan antara masa kanak-kanak yang penuh
ketergantungan dengan masa dewasa yang matang.2

Masa remaja merupakan masa perkembangan menuju kematangan jasmani,


seksualitas, pikiran dan emosional. Sehingga masa remaja disebut juga sebagai
masa transisi dari masa anak-anak dalam menggapai kedewasaan. Pada masa ini
terjadi saling pengaruh antara aspek jiwa dengan aspek yang lain, yang kesemuanya
akan mempengaruhi keadaan kehidupan remaja.3

Pada masa remaja ini, di satu sisi anak ingin dipandang sebagai orang dewasa,
tetapi di sisi lain dia dipandang masih sebagai anak kecil oleh orang-orang di
sekitarnya. Masa remaja merupakan masa kritis. Pada masa ini kaum remaja
mengalami krisis identitas. Secara psikologis mereka bukan lagi sebagai anak-anak

1
Yuminah Rohmatullah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 82.
2
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2009), h. 82.
3
Yuminah Rohmatullah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 82.

3
yang belum mandiri, tetapi sering kali mereka merasa belum dianggap sebagai
orang dewasa.4

Kata remaja didefinisikan sebagai tahap perkembangan transisi yang


membawa individu dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa ini umumnya
dimulai sekitar usia 12 tahun hingga akhir masa pertumbuhan fisik, yaitu sekitar
usia 20 tahun. Usia remaja berada dalam usia 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita,
dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria.5 Sekalipun Zakiah Daradjat menyebutkan
bahwa para ahli tidak mempunyai kata sepakat tentang berapa panjangnya masa
remaja tersebut. Mereka hanya sepakat dalam menentukan permulaan masa remaja,
yaitu dengan dimulainya keguncangan, yang ditandai dengan datangnya haid
(menstruasi) pertama bagi wanita dan mimpi pada pria. Kejadian yang menentukan
ini tidak sama antara satu anak dengan anak lainnya. ada yang dimulai pada umur
12 tahun, ada yang sebelum itu dan ada pula yang sesudah umur 13 tahun.

Demikian pula tentang akhir masa remaja, para ahli jiwa tidak memiliki kata
sepakat. Ada yang mengatakan umur 15 tahun, ada juga yang menentukan 18 tahun,
bahkan dalam bidang kemantapan beragama oleh ahli jiwa agama diperpanjang lagi
sampai umur 24 atau 25 tahun. Meskipun berbeda dalam menentukan umur remaja,
namun para ahli memberikan patokan umur antara 13 sampai 21 adalah umur
remaja. Sedang mengenai perkembangan jiwa agama berkisar antara umur 13
sampai 24 tahun. Dari penjelasan tersebut, setidaknya dapat ditarik kesimpulan
bahwa pada umumnya masa remaja dapat dibagi menjadi 3, di antaranya:

a. Masa remaja awal (12-15 tahun)

Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak dan
berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung
pada orang lain.

4
Gazi dan Faojah, Psikologi Agama; Memahami Pengaruh Agama Terhadap Perilaku
Manusia, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 32.
5
Saifullah, Konsep Pendidikan Zakiah Daradjat, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2012),
h. 43.

4
b. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)

Pada masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang


baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah
lebih mampu mengarahkan dirinya sendiri.

c. Masa remaja akhir (18-21 tahun)

Pada masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran
orang dewasa.

2. Perkembangan Fisik dan Psikis pada Masa Remaja

Perkembangan fisik pada remaja mengalami perkembangan dengan cepat lebih


cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan fisik
mereka terlihat jelas pada tungkai kaki dan tangan, otot-otot tubuh berkembang
pesat sehingga kelihatan bertubuh tinggi tetapi kepalanya masih mirip anak-anak.

Ciri perkembangan fisik remaja pada pria akan nampak tanda-tanda seperti: (a)
timbulnya rambut di daerah alat kelamin ‘public hair’; (b) timbulnya rambut di
ketiak ‘axillary hair’ dan tak jarang juga di lengan kaki dan dada; (c) kulit menjadi
lebih kasar; (d) kelenjar yang menghasilkan lemak di kulit ‘sebacious’ menjadi
bakti sehingga timbul banyak ‘kukul’ jerawat; (e) kelenjar keringat bertambah besar
dan bakti sehingga banyak keringat keluar; (f) otot tubuh, kaki dan tangan
membesar; (g) timbulnya perubahan suara pada umur kurang lebih 13 tahun suara
mulai membesar.6

Sedangkan pada wanita akan nampak hal sebagai berikut: (a) perkembangan
pinggul yang membesar dan menjadi bulat disebabkan oleh membesarnya tulang
pinggul ‘pelvis’; (b) perkembangan buah dada; (c) timbulnya rambut di daerah
kelamin; (d) timbulnya rambut di ketiak; (e) kelenjar sebaceous menjadi lebih besar
dan aktif yang menyebabkan timbulnya jerawat; (f) kelenjar keringat menjadi lebih
aktif; (g) tumbuhnya rambut di lengan dan kaki.7

6
Yuminah Rohmatullah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 83.
7
Yuminah Rohmatullah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 83.

5
Dalam aspek psikis, pada usia ini pribadi mereka masih mengalami
keguncangan dan ketidakpastian. Perhatian lawan jenis sangat diharapkan apabila
tidak mendapatkan perhatian dari lawan jenis maka terkadang akan merasa sedih,
menyendiri, atau akan mencoba untuk melakukan hal-hal yang menarik perhatian.
Bahkan kadang-kadang ada yang mengalami keguncangan jiwa dengan bermacam-
macam gejala. Masa ini disebut dengan masa pubertas.8

Masa pra pubertas biasanya terjadi pada usia 12-14 tahun, kemudian masa
pubertas terjadi pada usia 14-18 tahun dan setelah itu ia memasuki masa adoleson
di usia 18-21 tahun yang merupakan akhir masa remaja.

3. Perkembangan Keagamaan pada Masa Remaja

Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para
remaja turut dipengaruhi oleh perkembangan itu. Maksudnya penghayatan pada
remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja
berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.9

Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor


perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W.
Starbuck sebagaimana dikutip oleh Jalaludin dalam bukunya adalah:

a. Pertumbuhan Pemikiran dan Mental

Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-
kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi merek. Sifat kritis terhadap ajaran
agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah mulai tertarik
pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan
lainnya. Hasil penelitian Allport, Gillesphy, dan Young menunjukkan:

1) 85% remaja katolik Romawi tetap taat menganut ajaran agamanya.

2) 40% remaja Protestan tetap taat terhadap ajaran agamanya.

8
Yuminah Rohmatullah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 83.
9
Jalaludin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-
Prinsip Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, cetakan ke-17, 2015), h. 65.

6
Dari hasil ini dinyatakan selanjutnya, bahwa agama yang ajarannya
bersifat lebih konservatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk
tetap taat pada ajarannya.

Sebaliknya, agama yang ajarannya kurang konservatif-dogmatis dan


agak liberal akan mudah merangsang pengembangan pikiran dan mental
para remaja, sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran agamanya. Hal
ini menunjukkan bahwa perkembangan pikiran dan mental remaja
mempengaruhi sikap keagamaan mereka.10

b. Perkembangan Perasaan

Perkembangan perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan


sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan
yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung
mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula. Sebaliknya,
bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan
lebih mudah didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa
proses pematangan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan
super, remaja lebih mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif.
Dalam penyelidikan sekitar tahun 1950-an, Dr. Kinsey mengungkapkan,
bahwa 90% pemuda Amerika mengenal masturbasi, homoseks, dan onani.11

c. Pertimbangan Sosial

Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan


sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara
pertimbangan moral dan materiil. Remaja sangat bingung menentukan pilihan
itu. karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi,
maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis. Hasil
penelitian Ernest Hamrs terhadap 1.789 remaja Amerika usia antara 18-29

10
Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 53.
11
Jalaludin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-
Prinsip Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, cetakan ke-17, 2015), h. 65-66.

7
tahun menunjukkan bahwa 70% pemikiran remaja ditujukan bagi
kepentingan: keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan kehormatan diri, dan
masalah kesenangan pribadi lainnya. sedangkan masalah akhirat dan
keagamaan hanya sekitar 3,6%, dan masalah sosial 5,8%.12

d. Perkembangan Moral

Perkembangan Moral pada remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan
usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terikat pada remaja juga
mencakupi:

1) Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan


pertimbangan pribadi.
2) Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
3) Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan
agama.

4) Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.

5) Devian, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral


masyarakat.13

e. Sikap dan Minat

Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan


sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan
agama yang memengaruhi mereka (besar kecil minatnya).14

Perkembangan jiwa keagamaan yang ditimbulkan oleh remaja karena


pengaruh perkembangan dirinya dapat dilihat lewat pengalaman dan ekspresi
keagamaan yang tercermin lewat sikap keagamaannya, di antara ekspresi
keagamaan pada masa remaja adalah:

12
Ramayulis, Pengantar Psikologi Agami, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 54.
13
Jalaludin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-
Prinsip Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, cetakan ke-17, 2015), h. 65.
14
Jalaludin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-
Prinsip Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, cetakan ke-17, 2015), h. 66.

8
1) Percaya dan Ikut-ikutan
2) Percaya dengan Kesadaran
3) Percaya tapi agak ragu-ragu (bimbang)
4) Tidak percaya atau cenderung atheis.15

Dari faktor-faktor perkembangan beragama pada remaja yang telah disebutkan


di atas, terbentuklah suatu kesadaran beragama pada diri remaja. Kesadaran
beragana merupakan sesuatu yang terasa, yang meliputi pengalaman ke-Tuhanan,
keimanan, sikap, dan tingkah laku keagamaan yang disertai penghayatan yang
tulus, terorganisasi dalam sistem mental dari kepribadian, dimana kesemuanya itu
merupakan wujud dari rasa kedekatan dengan sesuatu yang lebih tinggi dari dari
segalanya yaitu Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT).16

B. Perasaan Beragama Pada Remaja


Perkembangan dimensi emosi (emotion) atau perasaan beragama pada masa
remaja banyak dipengaruhi oleh perkembangan emosi pada umumnya. Situasi
emosi pada remaja banyak dipengaruhi oleh perasaan-perasaan yang baru di
antaranya rasa khawatir (anxiety) yang muncul karena proses menuju kemandirian,
rasa kebingungan (cofusion and conflict) antara lain nilai dan realita yang ada di
lingkungan sekitarnya, juga timbulnya perasaan cinta terhadap lawan jenisnya.
Kesensitifan emosi remaja disebabkan karena dalam diri mereka muncul sikap yang
wajar menurut orang dewasa.17

Menurut pendapat Rumke, perasaan ketuhanan pada anak baru muncul saat
masa puber, namun Arnold Gessel membantah pendapat Rumke karena menurut
Arnold Gessel perasaan ketuhanan sudah muncul sejak anak usia dini (0-2 tahun).18
Perasaan beragama pada masa remaja dapat dipengaruhi oleh perasaan beragama
yang didapat dari masa sebelumnya di mana ia tinggal.

15
Yuminah Rohmatullah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 93-95.
16
Edisa Oktonika, Kontribusi Bimbingan dan Konseling dalam Mengembangkan
Kesadaran Beragama Pada Remaja di Abad 21, (Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Humaniora, Vol.
5, No.3, Maret 2020), h.166.
17
Yuminah Rohmatullah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 98.
18
Sanapiah Faisal dan Andi Mappiare, Dimensi-dimensi Psikologi, (Surabaya: Usaha
Nasional, tt), Hal. 158-160.

9
Dalam surat Al ‘Araf ayat 172 Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ِ ُ‫ش َه َدهُ ْم ع َٰلْٓى ا َ ْنف‬


َ ‫س ِه ْۚ ْم اَلَسْتُ بِ َربِ ُك ْۗ ْم َقالُ ْوا بَ ٰل ۛى‬
‫ش ِه ْدنَا ۛاَ ْن‬ ْ َ ‫ظ ُه ْو ِر ِه ْم ذُ ِريَّت َ ُه ْم َوا‬ُ ‫َواِ ْذ ا َ َخذَ َربُّكَ مِ ْۢ ْن بَن ِْْٓي ٰا َد َم مِ ْن‬
َ‫تَقُ ْولُ ْوا يَ ْو َم ا ْل ِق ٰي َم ِة اِنَّا ُكنَّا ع َْن ٰهذَا ٰغ ِف ِل ْين‬

Artinya: “Dan ingatlah ketika tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari


Sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka, (seraya
berfirman) ‘Bukankah aku ini Tuhan-Mu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (engkau
tuhan kami) kami menjadi saksi’. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak akan mengatakan, sesungguhnya kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah) QS. Al-‘Araf (7):172.

Melalui ayat tersebut Allah SWT menerangkan bahwa Dia telah


mengadakan perjanjian dengan anak keturunan Adam. Allah mengambil persaksian
mereka atas kemahakuasaannya. Mereka berada di dalam ruh sebelum diciptakan
alam dunia ini. Dengan kata lain bahwa ayat ini menerangkan manusia dilahirkan
dengan memiliki kesiapan fitrah untuk mengenal Allah SWT, beriman dan
mentauhidkan-Nya.19

Gambaran remaja tentang Tuhan dengan sifat-sifatnya merupakan bagian


dari gambaran dirinya terhadap alam dan lingkungannya serta dipengaruhi oleh
perasaan dan sifat dari remaja itu sendiri. Keyakinan agama pada remaja merupakan
interaksi antara dia dengan lingkungannya. Misalnya, kepercayaan remaja akan
kekuasaan Tuhan, menyebabkannya pelimpahan tanggung jawab atas segala
persoalan kepada Tuhan, termasuk persoalan masyarakat yang tidak menyenangkan
akan menyebabkan mereka kecewa pada Tuhan, bahkan kekecewaan tersebut dapat
menyebabkan memungkiri kekuasaan Tuhan sama sekali. Jika remaja melihat
keindahan alam dengan keharmonisan segala sesuatu, di samping kehidupan
keluarga dan lingkungan serasi dan aman tenteram akan tumbuh kekagumannya

19
Muhammad Utsman Najati, Al Hadisun Nabawi wal Ilmun Nafs, terj. Wawan Djunaedi
Soffandi Psikologi dalam Tinjauan Hadis Nabi, Cet I, (Jakarta: Mustaqim, 2003), h. 37.

10
pada Tuhan sebagai pencipta alam dengan segala keindahan dan keserasiannya itu.
Dengan demikian perasaan keberagamaannya pada tuhan akan bertambah.20

Perasaan remaja kepada Tuhan tidaklah tetap atau pun stabil, akan tetapi
adalah perasaan yang bergantung pada perubahan-perubahan emosi yang sangat
cepat, terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan akan Allah, misalnya,
kadang-kadang tidak terasa jiwa mereka dalam keadaan aman, tenteram dan tenang.
Sebaliknya Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena
menghadapi musibah atau bahaya yang mengancam, ketika takut gagal atau
mungkin merasa berdosa. Maka dapat diambil pengertian bahwa sebenarnya
perasaan remaja dalam beragama, khususnya terhadap Tuhan tidaklah tetap.
Kadang-kadang sangat cinta dan percaya kepadanya, tetapi sering pula berubah
menjadi acuh tak acuh bahkan menentang.21

Sebagaimana dikemukakan oleh Yuminah dalam bukunya bahwa penghayatan


keagamaan remaja terbagi dalam dua masa, yakni masa awal remaja dan masa
remaja akhir. Dimana setiap masa memiliki tanda-tanda dan tahapan masing-
masing, yaitu di antaranya adalah:

1. Masa awal remaja (12-18 tahun), ditandai dengan:

Pertama, sikap negatif (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan


alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara
hipocrit (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan
perbuatannya. Mereka meragukan agama bukan karena ingin menjadi agnostik
atau ateis, melainkan karena ingin menerima agama sebagai sesuatu yang
bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan
keputusan-keputusan mereka sendiri.

20
Zakiah Darajat, Membina nilai-nilai moral di Indonesia, Cet 4, (Jakarta:Bulan Bintang,
1985), h. 113.
21
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991) , h. 101.

11
Kedua, pandangan dalam hal ketuhanannya menjadi kacau karena ia banyak
membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham yang
banyak, yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain.

Ketiga,penghayatan rohaniahnya cenderung skeptis (diliputi rasa was-was)


sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini
dilakukannya dengan kepatuhan.
2. Masa remaja akhir ditandai oleh hal-hal berikut:
Pertama, sikap kembali yang pada umumnya ke arah positif dengan
tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pandangan
hidupnya menjelang dewasa.

Kedua, pandangan dalam hal ketuhanan dipahamkannya dalam konteks agama


yang dianut dan dipilihnya.

Ketiga, penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses


identifikasi dan merindu puja, ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin
atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik (shalih) dari yang tidak. Ia juga
memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh
toleransi seyogianya diterima dan sebagai kenyataan yang hidup di dunia.22

C. Motivasi Beragama pada Remaja


Motivasi beragama dapat diartikan sebagai usaha yang ada dalam diri manusia
untuk berbuat sesuatu tindak keagamaan dengan tujuan tertentu atau usaha yang
menyebabkan seseorang beragama. Menurut Nico Syukur Dister Ofm didalam
jurnalnya andri Nirwana, motivasi beragama dibagi menjadi empat motivasi,
diantaranya:

1. Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang
ada dalam kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan
diri dengan alam (frustasi alam), frustasi sosial, frustasi moral maupun
frustasi kematian.

22
Yuminah Rohmatullah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 97.

12
2. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga
kesusilaan dan tata tertib masyarakat
3. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa
ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu manusia.
4. Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk
mengatasi ketakutan.23

Motivasi yang ditawarkan oleh Nico Syukur Dister itu agaknya sesuai untuk
masa remaja, mengingat masa remaja merupakan masa yang labil, belum stabil
emosinya. Memang motivasi tersebut merupakan motivasi yang masuk dalam
kategori rendah dalam kehidupan manusia, bukan motivasi yang dituntut untuk
dimiliki oleh semua agama. Bila kembali pada masa remaja ada kalanya seseorang
remaja bertambah rajin beribadah apabila ia merasa berdosa semakin besar dosanya
semakin banyak pula ibadahnya, semakin berkurang rasa bersalah (berdosa), maka
ibadahnya pun juga menurun. Maka ibadah bagi remaja seolah-olah hanya untuk
menentramkan hati yang gelisah, karena merasa bersalah dan kalah menghadapi
dorongan-dorongan yang sedang mengikuti arus jiwa mudanya dalam pergaulan.

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Ma’arij ayat 19-20 yang
artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, Apabila
ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat
kikir, Di samping itu, masa remaja juga merupakan masa dimana remaja mulai
mengurangi hubungan dengan orang tuanya dan berusaha untuk dapat berdiri
sendiri dalam menghadapi segala kenyataan-kenyataan yang ada. semuanya ini
menyebabkannya berusaha mencari pertolongan Allah swt. Keyakinan remaja pada
masa awal bukanlah berupa keyakinan-keyakinan pikiran, akan tetapi terfokus pada
kebutuhan jiwa, demikian ditegaskan oleh Zakiah Drajat di dalam jurnalnya Andri
Nirwana. Hal ini dapat dilihat dari do’a-do’a remaja yang memohon bantuan

23
Andri Nirwana, Perkembangan, Perasaan, Motivasi dan Sikap Beragama Remaja
Zaman Now dalam Kajian Ilmu Parenting : Article Review Jurnal Sintesa Vol. 18. No. 2, Tahun
2019., hal, 210.

13
kepada Allah supaya terlepas dari gejolak jiwanya sendiri dan tertolong dalam
menghadapi naluri-nalurinya karena ia takut akan hukuman batin yang abstrak.24

Motivasi beragama pada remaja juga dipengaruhi teman-temannya. Sebagai


contoh, bila remaja mengikuti kegiatan dalam kelompok aktifitas keagamaan, maka
ia akan ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Namun bila ia bersahabat dengan
teman yang tidak mengindahkan agama, ia akan acuh terhadap kegiatan
keagamaan. Dengan demikian, dapat diambil pengertian bahwa motivasi dalam diri
remaja adalah bermacam-macam dan banyak yang bersifat personal. Adakalanya
didorong oleh kebutuhannya akan tuhan sebagai pengendali emosional, adakalanya
karena takut atau perasaan bersalah (berdosa), karena di dorong teman-temannya
dimana ia berkelompok.25

D. Sikap Remaja dalam Beragama


Manusia pada waktu lahir belum membawa sikap, karena sikap itu timbul dari
hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi serta komunikasi
individu terus menerus dengan lingkungan sekitarnya. Sikap termasuk salah satu
bentuk kemampuan jiwa manusia yang berupa kecenderungan terhadap suatu
obyek. Kecenderungan itu dipengaruhi oleh penilaian subyek terhadap obyek,
penilaian itu sendiri didalamnya mengandung pengetahuan-pengetahuan tentang
obyek. Begitu juga sikap remaja terhadap agama dipengaruhi oleh pengetahuan
yang dimilikinya.

Ramayulis mengutip pendapat S. Nasution bahwa ; Sikap adalah seperangkat


kepercayaan yang menentukan Preferensi atau kecenderungan tertentu terhadap
suatu obyek atau situasi”. Selanjutnya Ramayulis menulis pendapat Oemar
Hamalik bahwa sikap merupakan tingkat afektif yang positif atau negatif, yang
berhubungan dengan obyek psikologis positif dapat diartikan senang, sedangkan

24
Andri Nirwana, Perkembangan, Perasaan, Motivasi dan Sikap Beragama Remaja
Zaman Now dalam Kajian Ilmu Parenting : Article Review Jurnal Sintesa Vol. 18. No. 2, Tahun
2019., hal, 211.
25
Andri Nirwana, Konsep Pendidikan Psikologi Religiusitas Remaja Muslim dalam
Motivasi Beragama, At-Ta’dib: Jurnal Ilmiah Prodi Pendidikan Agama Islam, Vol. 12 No.01, Juni
2020., hal, 80-81.

14
negatif berarti tidak senang atau menolak.26 Dengan demikian, jelslah bahwa sikap
merupakan kecenderungan seseorang terhadap sesuatu untuk bertindak, yang
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal dalam pembentukan dan
perubahan sikap.yaitu dengan cara menerima atau menolak reaksi yang diberikan
oleh obyek. Sikap terhadap sesuatu atau obyek itu bisa bernilai positif dan dapat
bernilai negatif.

Secara psikologis, esensi pada sikap terdapat dalam beberapa komponen fungsi
jiwa seseorang, yang bekerja secara kompoleks dalam menentukan sikapnya
terhadap sesuatu, yaitu:: Pertama, komponen kognisi akan memberikan jawaban
tentang apa yang dipikirkan individu tentang obyek. Kedua, komponen afeksi
dihubungkan dengan apa dirasakan oleh individu terhadap obyek, atau perasaan
dalam diri seseorang terhadap objek,misalnya perasaan senang, marah, benci,
sayang, dan sebagainya. Ketiga, komponen konasi yaitu kesediaan/kesiapan
individu terhadap obyek berupa menerima atau menolak objek tersebut, dan ketiga
komponen itu saling berhubungan dan saling mempengaruhi. antara satu dengan
lainnya.27

Menurut Bimo Walgito bahwa; Sikap itu adalah merupakan faktor yang ada
dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbuilkan perbuatan-perbuatan
atau tingkah laku tertentu. Walaupun demikian sikap mempunyai segi-segi
perbedaan dengan pendorong-pendorong yang lain yang ada dalam diri manusia.28
Sikap remaja terhadap agama tidak terlepas dari keberadaan agama pada dirinya,
bila dalam pikiran remaja telah terpolakan bahwa konsep dan ajaran agama yang
mereka yakini itu sebagai sesuatu kebenaran, niscaya akan membawa pemikiran
remaja ke arah yang lebih baik terhadap agamanya.

Berbeda dengan hal diatas, istilah sikap sinonim dengan istilah attitude.
Menurut Gerungan bahwa pengertian attitude itu dapat diterjemahkan dengan kata
sikap terhadap obyek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap

26
Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, IX, 2011. Hal. 110.
27
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet. I, 1996, hal. 112.
28
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), Yogyakarta : Yayasan Penerbitan
Fak.Psikologi UGM, 1980, hal. 53.

15
perasaan yang disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikapnya
terhadap obyek tersebut.

Selanjutnya, Gerungan mengemukan ciri-ciri sikap dan faktor pendorong


timbulnya perbuatan atau tingkah laku dengan faktor-faktor pendorong lainnya
yaitu; Pertama. Attitude bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan
dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu, dalam
hubungannya dengan obyeknya. Kedua, attitude itu dapat berubah-ubah, oleh
karena itu attitude dapat dipelajari orang, atau sebaliknya. Ketiga, Attitude itu tidak
berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu
obyek. Keempat, Obyek attitude itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat
juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi attitude itu dapat berkenaan
dengan satu obyek saja tetapi juga berkenaan dengan sederetan obyek-obyek yang
serupa. Kelima, Attitude mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan.29

Zakiah Dradjat membagi sikap remaja terhadap agama kepada beberapa


bagian, sebagaimana dibawah ini:

a. Percaya Beragama Turut-turutan.

Suatu keluarga yang taat menjalankan agamanya, menunjukkan bahwa ibu,


bapak dan keluarganya taat dalam beragama, sementara para remaja yang tinggal
disekitarnya hanya ikut-ikutan melaksanakan ibadah dan mengamalkan ajaran-
ajaran agama. Kepercayaan dan pengalaman ibadah remaja yang tinggal disekitar
orang taat beragama itu disebut dengan percaya turut-turutan. Beragama seperti itu
adalah lanjutan dari cara beragama pada masa anak-anak yang bersifat meniru
terhadap orang tuanya seolah-olah pada diri remaja tidak terjadi perubahan dalam
beribadah dan kepercayannya dalam beragama.

Timbulnya kepercayaan turut-turutan pada remaja disebabkan pada waktu


anak masih kecil diberikan oleh orang tuanya didikan agama yang menyenangkan
dan jauh dari pengalaman yang menyusahkan, sedangkan pada masa remaja tidak

29
Gerungan. Psychologi Sosial, Bandung : PT.Eresco, Cet. VIII, 1987, hal. 153-154.

16
pula mengalami peristiwa atau masalah yang mengoncangkan jiwanya, sehingga
cara beragamanya yang kekanak-kanakan masih terus berjalan hingga remaja.
Tetapi setelah pemikiran remaja bertambah luas, dan pengalamannya semakin
banyak maka timbullah keinginan untuk mengkoreksi kembali kepercayaan dan
amalan-amalan agama pada waktu kecil. Maka ketika itu muncullah kesadaran
bahwa cara beragamanya itu belum mempunyai dasar, sehingga ia menjadi
bersemangat sekali untuk berubah cara beragama pada semasa anak-anak itu,
biasanya peristiwa seperti ini dapat menimbulkan sikap ragu-ragu remaja terhadap
agamanya.

Menurut Zakiah Daradjat bahwa; Percaya turut-turutan ini biasanya tidak


lama, dan banyak terjadi hanya pada masa-masa remaja pertama (umur 13-16
tahun). Sesudah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kristis dan lebih
lebih sadar.30

b. Percaya dengan Kesadaran

Masa remaja adalah masa perubahan dan terjadinya kegoncangan pada


dirinya, terutama perubahan jasmani dan jauh dari keseimbangan dan keserasian.
Hal ini penyebab remaja tertarik untuk memperhatikan dirinya, tetapi perhatian itu
disertai oleh perasaan cemas dan takut, perasaan ingin menentang orang tua, dan
dorongan seksual. Kondisi jiwa remaja yang gelisah, cemas, dan ketaktuan itu
bercampur dengan rasa bangga. Dan senang disertai bermacam-macam pemikiran
dan khayalan. Sehingga remaja benar-benar tertarik untuk memperhatikan dan
memikirkan dirinya sendiri, semuanya itu mendorong remaja untuk mendapat
tempat/pengakuan dari lingkungannya, dan ingin menonjol dalam masyarakat.
Kondisi ini disebabkan kecerdasan remaja semakin meningkat sehingga perhatian
kepada ilmu pengetahuan dan soal-soal sosial semakin terbangun, hanya saja
kemajuan itu tidak dibarengi dengan nilai-nilai agama, sehingga remaja menjadi
acuh tak acuh terhadap agama.

30
Zakiah Dradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. XIII, 1991, hal. 92.

17
Pada saat semangat agama pada remaja mulai meningkat, sehingga cara
beragama yang ikut-ikutan, patuh, dan tunduk kepada ajaran agama tanpa komentar
tidak lagi memuaskannya, jika alasannya hanya dengan dalil-dalil dan hukum
mutlak dari ayat atau hadist-hadis Nabi mereka tidak dapat menerimanya. Mereka
ingin menjadikan bahwa agama sebagai tempat untuk bermujaddalah dan
bermuzkarah untuk membuktikan benaran agama dengan ilmu pengetahuan dan
menjadikan kepercayaan dengan penuh kesadaran.

Kesadaran agama pada remaja yang berbentuk behavioral demonstration


menunjukkan bahwa seseorang itu mengerjakan perintah agama dengan kesadaran.
Disebabkan ingin membuktikan kepercayaannya secara nyata, ingin
menghubungkan dirinya dengan Tuhan. Kepercayaan seseorang itu lebih
fundamental, lebih meningkat dari kepercayaan remaja yang bersifat stimulus
response verbalism, dan intellectual comprehension. Sebab perbuatan keagamaan
yang kongkrit adalah melambangkan kepercayaan yang sungguh-sungguh.
Manifestasi kepercayaan yang seperti ini sering datangnya dari kepercayaan yang
verbalistis tanpa kesadaran yang tinggi. Kadang kala sifat keagamaan seperti ini
dibawa dilakukan remaja hingga dewasa.

Selanjutnya, Zakiah Dradjat menegaskan semangat agama yang terdapat


pada remaja pada fase ini terdiri dari dua bentuk:

1) Semangat positif

Semangat keagamaan yang positif dideskripsikan Zakiah Dradjat bahwa: Sikap


remaja yang bersemangat positif itu ialah sikap yang ingin membersihkan agama
dari segala macam hal yang mengurangi kemurnian agamanya. Dan ingin
membebaskan agama dari kekakuan dan kekolotan. Remaja yang bersemangat itu
ingin mengembangkan dan meningkatkan agama, sesuai dengan perkembangan
pemikirannya sendiri.31

31
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, Cet. XIII, 1991. Hal. 95.

18
Disamping itu remaja yang memiliki semangat agama yang positif
berkeinginan untuk mengembangkan dan meningkatkan agamanya, serta
membersihkan agama dari bid’ah dan khurafat menghindari gambaran sensual
terhadap konsep agama, misalnya: surga, neraka, malaikat dan visual Nabi
Muhammad saw. Remaja yang memiliki semangat agama yang positif berusaha
mempelajari agama dengan pandangan yang kritis, tidak mau lagi menerima cerita
dongeng-dongeng tentang agama yang bercampur dengan bid’ah dan khurafat yang
tidak masuk akal, dan mereka mulai menghidupkan nilai-nilai agama dalam
kehidupannya, sehingga agama menjadi ukuran dalam setiap tindakannya.

Selain itu, semangat agama melahirkan pembaharuan dalam agama dengan


jalan mengkritik pemimpin agama yang kolot, munafik, atau beku, tidak mengikuti
perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang semakin tinggi. Yang tidak
sesuai dengan logika penganut dan tidak sesuai pula dengan agamanya, hal ini
membuat orang lari dari agamanya. Sebagaimana dijelaskan Zakiah Dradjat bahwa:
semangat agama itu tidak saja ditujukan kepada pembaharuan agama, akan tetapi
mengandung juga segi-segi menentang terhadap agama dan orang-orang serta
pemimpin-pemimpinnya. Sikap, tingkah laku, dan tindakan semangat agama yang
positif ini memiliki dua bentuk kepribadian, yaitu:

a) Kepribadian ekstrovert.

Orang yang memiliki sifat kepribadian ekstrovert (terbuka), yaitu orang


yang dengan mudah mengungkapkan perasaannya keluar (kepada orang lain)
atau terbuka untuk menerima saran dan pendapat orang lain, sehingga tidak
ada perasaan-perasaan yang menganggu jalan pikirannya baik dalam masalah
kehidupan sosial maupun dalam masalah kehidupan keagamaan.

Zakiah Dradjat menghubungkan semangat agama positif dengan orang


yang berkepribadian ekstrovert (al-imbisati) bahwa orang-orang yang
mempunyai kepribadian terbuka itu akan menunjukkan aktivitas agamanya ke
luar, bisanya aktivitas-aktivitas sosial, menginginkan perbaikan-perbaikan
sosial dan pengabdian yang bersifat agama, dan bermacam-macam kegiatan-

19
kegiatan lainnya yang bersifat agama. Semangat agama yang bersifat ekstovert
mengajak penganut agama lain untuk mengadakan diskusi, seminar, dan dialog
untuk membicarakan kesejahteraan masyarakat.

Dengan demikian, semangat agama yang ekstrovert tidak akan


menghalangi remaja untuk bekerjasama dengan pemeluk agama lain untuk
memperbaiki atau mengadakan perubahan sosial masyarakat dengan berbagai
macam kegiatan yang bernuasa keagamaan. Kendatipun mereka aktif dan
bersemangat dalam bergaul dengan penganut agama lain. Semangat agama
yang ekstrovert ini sangat efektif dijadikan sebagai dasar dalam pembangunan,
pengembangan/pembinaan masyarakat, terutama dalam Pembinaan Kerukunan
Antar Umat Beragama dalam masyarakat yang pluralistik.

Pada kepribadian remaja yang ekstrovert memiliki kecenderungan untuk


mengembangkan agama berdasarkan sikap toleransi. Thouless, dalam bukunya
yang berjudul An Introduction to the psychology of religion, menulis bahwa;
Selain itu, kajian terhadap agama yang tidak memihak memiliki nilai tersendiri
untuk menampilkan pemahaman terhadap agama orang lain.

Seandainya ia tidak memberikan sumbangan langsung terhadap semangat


keagamaan, sebenarnya ia memberikan sumbangan terhadap toleransi agama.32
Pengikut-pengikut tasawuf yang bersifat ekstrovert mempunyai
kecenderungan pribadi yang optimis, mendekati Tuhan. Dengan memakai
konsep mahabbah (cinta).

Jalaluddin menulis kehidupan orang-orang yang bersikap ekstrovert


beragama bahwa: Mereka selalu berpandangan keluar dan membawa suasana
hatinya lepas dari kungkungan ajaran keagamaan yang terlapau jelimat.33
Orang ekstrovert bersifat terbuka dan mudah melupakan kesan-kesan buruk
dan luka hati yang tergores sebagai perilaku tindakannya yang agamis.

32
Robert H. Thouless. Pengantar Psikologi Agama, Terj. Machnun Husein, Jakarta:
Rajawali Press Cet. I, 1992, hal. 2.
33
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet. I, 1996, hal. 116.

20
b) Kepribadian introvert
Zakiah menulis bahwa; Orang yang memiliki sifat kepribadian yang
introvert (tertutup) adalah orang-orang yang lebih cenderung kepada
menyendiri dan menyimpan perasaanya.34 Semangat agama positif pada
orang-orang yang intovert memiliki sifat suka menyendiri dan menyimpan
segala perasaan dalam dirinya, dan tidak mau aktif dalam masyarakat.
Sebagaimana orang yang berkepribadian ekstrovert. Dengan kata lain,
kepribadian introvert tertutup terhadap perubahan dan perkembangan.
Mereka lebih tertarik dengan cita-citanya dan khayalannya serta
merasakan betapa nikmat dan hangatnya ketika berhubungan dengan
Tuhan, remaja-remaja yang introvert hanya mencari kepuasan dengan
sembahyang, beribadah, dan berkontemplasi dengan Tuhan.
Kepribadian yang introvert cenderung membawa remaja ke dalam
kehidupan tasawuf, yaitu mencari kepuasan dengan cara mendekati Tuhan.
Pengikut-pengikut tasawuf yang inrtovert mempunyai kecenderungan
pribadi yang pesimis dalam tasawuf mereka mendekati Tuhan dengan
memakai konsep khauff (takut) dalam setiap beribadah. Dalam semangat
agama positif yang introvert, seolah-olah remaja lari dari kenyataan,
mereka hanya mencari kepuasan diri dengan beramal dan beribadah serta
berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan dengan beribadah dan
meninggalkan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, mereka
mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat ramai.

2) Semangat agama khurafi

Remaja yang mendasarkan pemikiran keagamaannya pada masa anak-anak,


kepada konsep pemikiran keagamaan yang berbentuk imitasi dan anthromorphis.
Praktek agama dan keyakinannya lebih cenderung beramal dan beribadah hanya
dari sisi luarnya yang bercampur dengan unsur-unsur lain, yaitu masalah khurafat,
masalah bid’ah, masalah tahayul dan sebagainya seperti; kepercayaan pada jin,

34
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, Cet. XIII, 1991. Hal. 95.

21
hantu, makam wali-wali dan mereka mempergunakan ayat-ayat sebagai tangkal
dari bahaya. Perasaan dan jiwa mereka akan menjadi tenang, karena diri mereka
telah dilindungi dengan memakai hal-hal yang bersifat khurafat dan bid’ah dalam
setiap kegiatan yang membahayakan dirinya.

Semangat agama yang bersifat khurafi ini sering terjadi pada orang-orang yang
memiliki sifat terbuka (ekstrovert) dalam beragama. Amalan-amalan agama dan
keyakinannya itu bukan untuk dirinya sendiri tetapi mereka mengajak orang lain
untuk beramal sesuai dengan konsep keagamaannya. Dengan demikian, akan
timbul anomali sikap keagamaan pada indidvidu (remaja). Karena konsep semangat
agama khurafi lebih memudahkan para remaja masuk dan mengikuti lembaga-
lembaga kebatinan dan percaya kepada dukun-dukun tertentu untuk meminta
pertolongan.

E. Faktor-faktor Keberagaman
Perkembangan remaja selalu dipengaruhi oleh perkembangan pisik dan
psikisnya, dengan kata lain penghayatan remaja terhadap ajaran dan amalan-amalan
keagamaannya banyak berhubungan dengan perkembangan dirinya. Berakhirnya
masa remaja ditandai dengan keberhasilan remaja mencapai sence of responsibility
(perasaan bertanggung jawab) dan secara sadar menerima suatu falsafah hidup
secara efektif, karena masa remaja menduduki tahap progresif dalam hidupnya yang
menimbulkan gejolak jiwa, keraguan-raguan dan kebimbangan dalam bersikap dan
berbuat. Persoalan-persoalan agama pada masa remaja terdapat lima masalah pokok
yang selalu mempengaruhi perkembangan rohani dan jasmani remaja, yaitu :35

1. Pertumbuhan Pikiran dan Mental.

Ramayulis di dalam bukunya Psikologi Agama yang dikutiip oleh Syaiful


Hamali bahwa, Ide dan dasar keyakinan agama yang diterima remaja pada masa
anak-anak, sudah tidak begitu menarik lagi bagi mereka. Mereka sudah mulai

35
Syaiful Hamali, Karakteristik Keberagaman Remaja dalam Perspektif Psikologi, Al-
Adyan Vol.XI, No.1 Januari-Juni 2016.

22
memiliki sifat kritis terhadap ajaran agama, mereka mulai tertarik pada masalah-
masalah kebudayaan sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.

2. Perkembangan Perasaan (Emotion)

Perasaan anak remaja memegang peranan yang sangat penting dalam bersikap
dan mengamalkan agamanya, Berbagai perasaan telah berkembang dalam diri
remaja, diantaranya perasaan sosial, edits, dan estetis mendorong remaja untuk
mengahayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Remaja yang
tinggal dilingkungan orang yang taat beragama, anak remaja akan terbiasa dengan
kehidupan yang agamais. Sebaliknya remaja yang tinggal dilingkungan yang tidak
mengenal agama, niscaya remaja akan bersikap dan bertingkah laku seperti orang-
orang yang tidak melakukan agamanya, kehidupan mereka lebih banyak
didorongan oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, bahkan mereka lebih
mudah di dominasi oleh tindakan seksual.

3. Pertimbangan Sosial (Social Consideration)

Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kontradiksi dalam kehidupan
keagamaannya, akibatnya timbul konflik antara pertimbangan moral dan material.
Sehingga remaja kebingungan dalam menentukan pilihannya, sementara kehidupan
dunia lebih dipengaruhi oleh kepentingan materi, sedangkan para remaja lebih
cenderung jiwanya untuk bersikap materialis dalam kehidupan mereka. Dan
meninggalkan kehidupan yang berisikan nilai-nilai moral atau agama dalam
hidupnya.36

Berdasarkan penelitian Ernest yang dikutip oleh Syaiful Hamali bahwa,


sebanyak 1789 remaja di Amerika 70 % diantara pemikiran mereka masih
dipengaruhi bagi kepentingan-kepentingan keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan,
kehormatan diri dan masalah kesenangan pribadi, karena masalah ini yang selalu
temui dalam hidup mereka dan untuk sukses dalam bidang ini mereka terpaksa

36
Syaiful Hamali, Karakteristik Keberagaman Remaja dalam Perspektif Psikologi, Al-
Adyan Vol.XI, No.1 Januari-Juni 2016.

23
bekerja ekstra keras. Dan hanya 5.8 % diantara 1789 orang remaja yang memikirkan
masalah-masalah-masalah sosial atau masyarakat.

4. Perkembangan Moral (Moral Growth)

Bentuk moral para remaja memiliki beberapa tipe, antara lain : 1). Self directive
taat akan agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi. 2). Adaptive,
mengikuti situasi laingkungan tanpa mengadakan kritik. 3). Submissive, merasakan
adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama. 4). Unadjussive, belum
menyakini akan kebenaran agama dan, moral. 5). Deviant, menolak dasar dan
hukum keagamaan dan moral masyarakat. Berbeda dengan Zakiah Dradjat dalam
buku Ilmu Jiwa Agama menegaskan bahwa Tuhan bagi remaja adalah keharusan
moral dari pada sandaran emosi. Bahkan, kadang-kadang pikiran para remaja itu
berontak dan mengingkari wujud Tuhan atau ragu-ragu kepada-Nya, namun tetap
ada suatu hal yang menghubungkannya dengan Allah, yaitu kebutuhannya untuk
mengendalikan moral.

5. Sikap dan Minat ( Attitude and interest)

Sikap adalah seperangkat kepercayaan yang menentukan preferensi atau


kecenderungan tertentu terhadap objek atau situasi. Selanjutnya, sikap merupakan
tingkat efektif yang positif atau negatif yang berhubungan dengan objek, psikologis
positif dapat diartikan senang, sedangkan negatif berarti tidak senang atau menolak.
Pernyataan itu menunjukkan bahhwa sikap merupakan kecenderungan seseorang
terhadap sesuatu untuk bertindak, yaitu menerima atau menolak terhadap aksi yang
diberikan, sedangkan sikap terhadap sesuatu itu bisa bernilai positif dan negatif.

Secara psikologis, essensi pada sikap terdapat beberapa komponen fungsi jiwa
yang bekerja secara kompleks dalam menentukan sikapnya terhadap sesuatu, ketiga
komponen itu adalah. Pertama, komponen kognisi akan memberikan jawaban
tentang apa yang dipikirkan individu tentang objek. Kedua, komponen afeksi
dihubungkan dengan apa yang dirasakan oleh individu terhadap objeknya, misalnya
perasaan senang, marah, benci, sayang dan sebagainya. Ketiga, komponen konasi
yaitu kesedian/kesiapan individu terhadap objek dengan menerima atau menolak.

24
Ketiga komponen itu saling berhubungan dan saling mempengaruhi antara satu
dangan lainnya. Selain itu, faktor pengalaman memliki peranan penting dalam
pembentukan sikap seseorang, karena munculnya sikap pada seseorang adalah
tatkala individu mengenal sesuatu atau objek, baik objek itu dalam bentuk internal
maupun eksternal, Jika seseorang hidup dilingkungan yang berbeda dengan
lingkungannya sudah dapat dipastikan bahwa sikap hidupnya dipengaruhi oleh
lingkungan tersebut.

6. Ibadah dan Sembahyang (Worship and Prayer )

Ibadah atau sembahyang adalah suatu bentuk amalan atau kebaktian dalam
setiap agama. Ibadah atau sembahyang merupakan suatu pengalaman atau
penghayatan individu terhadap keberadaan dan kekuasaan Tuhan. Di dalam ibadah
dan sembahyang tersebut individu akan merasakan berhubungan atau berhadapan
dengan sesuatu yang ghaib, karena dalam hidup ini ada persoalan-persoalan yang
hanya bisa dijawab oleh yang tak terlampau itu sendiri, untuk itu individu
berhubungan dengan cara berkomonikasi atau melakukan meditasi dengan Tuhan
melalui amalan-amalan, ibadah-ibadah dan sembahyang.

Dengan demikan, terdapatnya beberapa indikasi atau karakteristik


perkembangan beragama diikuti perkembangan psikis dan pisik remaja.
Perkembangan jiwa keagamaan yang terjadi pada remaja, dikarenakan pengaruh
perkembangan dirinya dapat dilihat melalui pengalaman dan ekspresi keagamaan
yang tercermin pada sikap keagamaannya.37

37
Syaiful Hamali, Karakteristik Keberagaman Remaja dalam Perspektif Psikologi, Al-
Adyan Vol.XI, No.1 Januari-Juni 2016.

25
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa adoleson merupakan proses terjadinya pematangan fungsi-fungsi
psikis dan fisik remaja. Pada masa ini anak muda banyak melakukakan introspeksi
dan merenungi dirinya. Akhir dari perenungannya, si remaja menemukan jati
dirinya. Anak akan mampu menemukan keseimbangan dan keharmonisan atau
keselarasan baru di antara sikap dari dalam diri dengan sikap di luar dirinya.
Sehingga mereka mulai menyenangi, menghargai sesuatu yang bersifat historitas
dan tradisi-tradisi dalam masyarakat. Perkembangan remaja selalu dipengaruhi oleh
perkembangan fisik dan psikisnya, dengan kata lain penghayatan remaja terhadap
ajaran dan amalan-amalan keagamaannya banyak berhubungan dengan
perkembangan dirinya seperti; Pertumbuhan pikiran dan mental, perkembangan
perasaan (emotion). Sikap itu timbul dari hasil belajar yang diperoleh melalui
pengalaman dan interaksi serta komunikasi individu terus menerus dengan
lingkungan sekitarnya. Persoalan-persoalan agama pada masa remaja terdapat lima
masalah pokok yang selalu mempengaruhi perkembangan rohani dan jasmani
remaja, diantaranya: pertumbuhan pikiran dan mental, perkembangan perasaan,
pertimbangan sosial, perkembangan moral, sikap dan minat, serta ibadah dan
semabahyang yang menjadi solusi ialah harus dilihat melalui pengalaman dan
ekspresi keagamaan yang tercermin pada sikap keagamaannya.

B. Saran
Kami ucapkan terimakasih kepada ibu dosen pada mata kuliah Psikologi Agama
yang telah membantu kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini, Kami
harap ibu memberikan saran yang membangun atas makalah yang kami buat. Kami
selaku pemakalah mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan huruf
dan kata-kata yang kurang berkenan. Wassalamu’alaikum wr.wb

26
DAFTAR PUSTAKA
Drajat, Z. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang 1991.
Drajat, Z. Membina nilai-nilai moral di Indonesia. Cet 4. Jakarta:Bulan Bintang.
1985.
Dradjat, Z. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Bulan Bintang, 2009.
Faisal S & Mappiare, A. Dimensi-dimensi Psikologi. Surabaya: Usaha Nasional.
Gazi dan Faojah. Psikologi Agama; Memahami Pengaruh Agama Terhadap
Perilaku Manusia. Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2010.
Gerungan. Psychologi Sosial. Bandung : PT.Eresco, Cet. VIII, 1987.
Hamali S. Karakteristik Keberagaman Remaja dalam Perspektif Psikologi,. Jurnal
Al-Adyan. Vol.XI, No.1 Januari-Juni 2016.
Jalaluddin, Psikologi Agama. Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet. I, 1996.
Jalaludin. Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan
Prinsip-Prinsip Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, cetakan ke-17.
2015.
Muhammad Utsman Najati. Al Hadisun Nabawi wal Ilmun Nafs. terj. Wawan
Djunaedi Soffandi Psikologi dalam Tinjauan Hadis Nabi. Cet I. Jakarta:
Mustaqim, 2003.
Nirwana A. Konsep Pendidikan Psikologi Religiusitas Remaja Muslim dalam
Motivasi Beragama. At-Ta’dib: Jurnal Ilmiah Prodi Pendidikan Agama
Islam. Vol. 12 No.01, Juni 2020.
Nirwana A. Perkembangan, Perasaan, Motivasi dan Sikap Beragama Remaja
Zaman Now dalam Kajian Ilmu Parenting : Article Review Jurnal Sintesa.
Vol. 18. No. 2. 2019.
Oktonika, Edisa. Kontribusi Bimbingan dan Konseling dalam Mengembangkan
Kesadaran Beragama Pada Remaja di Abad 21. Jurnal Al-Azhar Indonesia
Seri Humaniora, Vol. 5, No.3, Maret 2020.
Ramayulis. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia. 2002.
Rohmatullah, Y. Psikologi Agama. Yogyakarta: Deepublish, 2017.
Saifullah, Konsep Pendidikan Zakiah Daradjat. Banda Aceh: Ar-Raniry Press,
2012.
Walgito B. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta : Yayasan Penerbitan.
1980.

27

Anda mungkin juga menyukai