Anda di halaman 1dari 3

PEMBEKALAN KRISMA 14 MEI 2023

SAKRAMEN EKARISTI

1. Gallup poll [1]


Di Amerika, menurut polling pendapat yang diadakan oleh Gallup poll pada tahun 1992:

Hasil yang diperoleh cukup mengejutkan karena banyak orang Katolik tidak tahu dengan persis bahwa
Yesus sungguh-sungguh hadir dalam Ekaristi:

 30% percaya bahwa mereka sungguh-sungguh menerima Tubuh, Darah, Jiwa dan ke-Allahan
Yesus Kristus dalam rupa roti dan anggur sesuai ajaran Gereja Katolik
 29% percaya bahwa mereka menerima roti dan anggur yang melambangkan Roh dan Pengajaran
Yesus sehingga tindakan ini mengungkapkan kedekatan mereka dengan pribadi dan sabda-Nya.
 10% percaya selama komuni mereka menerima roti dan anggur di mana di dalamnya Yesus juga
hadir.
 24% percaya mereka menerima Tubuh dan Darah Yesus karena iman mereka sendiri.

Orang yang benar-benar mengerti akan pengajaran Gereja Katolik akan mengetahui bahwa pilihan yang
benar itu hanya pilihan pertama, sedangkan pilihan yang lain itu keliru. Sayangnya, hanya 30% umat
Katolik yang mengerti akan kebenaran ini; sedangkan 70% yang lain sepertinya ‘bingung’ atau
memegang kepercayaan gereja lain yang bukan Katolik. Mari kita bertanya pada diri kita sendiri,
termasuk golongan mana kita ini?

2. Arti Sakramen

Iman itu menyangkut hal rohani dan jasmani, karena manusia diciptakan Allah terdiri dari jiwa dan
tubuh. Jadi apa yang kita imani selayaknya memancar keluar melalui sikap tubuh, dan sebaliknya apa
yang terlihat dari luar mencerminkan apa yang kita imani di dalam hati. Hal ini yang mendasari bahwa
segala yang menyangkut manusia selalu menyangkut dua hal: tubuh dan jiwa, jasmani dan rohani, dan
kedua hal ini tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia.

Kemurahan hati Allah mengangkat kita dari ketidakberdayaan kita sebagai manusia, agar kita dapat
memahami dan mengingini hal-hal ilahi, karena untuk itulah kita diciptakan dan ke sanalah hidup kita
akan berakhir. Rahmat Ilahi ini hanya datang dari Allah Rahmat itu diberikan melalui sakramen-
sakramen. Sakramen mengubah kita secara rohani: kita diangkat menjadi ilahi, agar dapat dibentuk oleh
Allah menjadi semakin serupa dengan Diri-Nya.

Asal kata Sakramen adalah ‘mysterion’ (Yun), yang dijabarkan dengan kata ‘mysterium’ dan
‘sacramentum’ (Latin). Sacramentum dipakai untuk menjelaskan tanda yang kelihatan dari kenyataan
keselamatan yang tak kelihatan yang disebut sebagai ‘mysterium‘.

Kitab Suci menyampaikan dasar pengertian sakramen sebagai misteri/‘mysterium‘ kasih Allah, yang
diterjemahkan sebagai “rahasia yang tersembunyi dari abad ke abad… tetapi yang sekarang dinyatakan
kepada orang-orang kudus-Nya” (Kol 1: 26, Rom 16:25). Rahasia/ ‘misteri’ keselamatan ini tak lain dan
tak bukan adalah Kristus (Kol 2:2; 4:3; Ef 3:3) yang hadir di tengah-tengah kita (Kol 1:27). Katekismus
mengutip perkataan St. Leo Agung mengajarkan, “apa yang tampak pada Penebus kita, sudah dialihkan
ke dalam misteri-misteri-Nya”/ sakramen-sakramen-Nya. (Katekismus Gereja Katolik 1115)

Jadi sakramen-sakramen Gereja merupakan tanda yang kelihatan dari rahasia/misteri Kristus, yang tak
kelihatan, yang bekerja di dalam Gereja-Nya oleh kuasa Roh Kudus. (Lihat Katekismus Gereja Katolik
774.) ‘Rahasia’ ini diungkapkan di dalam sakramen-sakramen Gereja, dan paling nyata dalam Sakramen
Ekaristi

Tuhan mendirikan sakramen karena:[2]

Alasan pertama yaitu karena keterbatasan pemikiran manusia yang memahami sesuatu menurut
perantaraan benda-benda yang kelihatan. Keterbatasan manusia ini yang menyebabkan adanya
“sunat” untuk menandai perjanjian Allah dengan umat Israel pada Perjanjian Lama, yang disempurnakan
menjadi Pembaptisan di dalam Perjanjian Baru.
Kedua, karena pemikiran manusia selalu menginginkan tanda sebagai pemenuhan janji. Kita melihat
dalam masa Perjanjian Lama bagaimana Allah memberikan tanda-tanda yang menyertai bangsa Israel
sampai ke Tanah Terjanji. Hal yang sama diberikan di dalam Perjanjian Baru yang merupakan
pemenuhan dari Perjanjian Lama.

Ketiga, sakramen menjadi sesuatu yang selalu ada sebagai ‘obat’ rohani demi kesembuhan jiwa dan raga.
Hal ini dapat kita lihat pada saat Yesus menyembuhkan orang buta dengan ludah-Nya yang dicampur
dengan tanah (Yoh 9:6). Yesus sendiri menggunakan ‘benda perantara’ untuk menyampaikan rahmat
penyembuhan-Nya. Dengan menerima sakramen, kita seumpama wanita perdarahan yang disembuhkan
dengan menyentuh jubah Yesus (Mrk 5:25-34).

Ke-empat, sakramen adalah tanda/lambang yang menandai umat beriman.

Dan yang terakhir, sakramen merupakan perwujudan iman, “karena dengan hati orang percaya dan
dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan” (Rom 10:10). Iman ini mendasari  kebajikan Ilahi yang
lain yaitu pengharapan dan kasih, dan ketiga hal ini menghantarkan kita kepada kekudusan, yaitu hal
yang diinginkan Allah pada kita.

Melalui sakramen kita mengambil bagian dalam hidup Ilahi, sehingga di akhir hidup kita nanti, kita dapat
sungguh bersatu dengan Tuhan dalam keabadian surga.

3. Sakramen Ekaristi menurut Ajaran Gereja Katolik

Ekaristi disebut sebagai sumber dan puncak kehidupan Kristiani (LG 11) karena di dalamnya terkandung
seluruh kekayaan rohani Gereja, yaitu Kristus sendiri (KGK 1324). Pada perjamuan terakhir, pada
malam sebelum sengsara-Nya, Kristus menetapkan Ekaristi sebagai tanda kenangan yang dipercayakan
oleh Kristus kepada mempelai-Nya yaitu Gereja (KGK 1324). Kenangan ini berupa kenangan akan wafat
dan kebangkitan Kristus yang disebut sebagai Misteri Paska, yang menjadi puncak kasih Allah yang
membawa kita kepada keselamatan (KGK 1067). Keutamaan Misteri Paska dalam rencana Keselamatan
Allah mengakibatkan keutamaan Ekaristi, yang menghadirkan Misteri Paska tersebut, di dalam
kehidupan Gereja (KGK 1085).

3.1. Kehadiran Nyata

Teks paling awal yang berkaitan dengan Dogma Kehadiran Nyata ditemukan dalam Surat Pertama
Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus (11:23-29):

Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus,
pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia
memecah-mecahkannya dan berkata: ”Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini
menjadi peringatan akan Aku!” Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata:
”Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu
meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum
cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang. Jadi barangsiapa dengan cara yang
tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena
itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum
dari cawan itu. Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia
mendatangkan hukuman atas dirinya.

3.2. Transsubstansiasi

KGK 1376. Konsili Trente menyimpulkan iman Katolik, dengan menjelaskan: "Karena Kristus
Penebus kita mengatakan bahwa apa yang Ia persembahkan dalam rupa roti adalah
benar-benar tubuh-Nya, maka di dalam Gereja Allah selalu dipegang teguh keyakinan
ini, dan konsili suci ini menjelaskannya kembali: oleh konsekrasi roti dan anggur
terjadilah perubahan seluruh substansi roti ke dalam substansi tubuh Kristus, Tuhan kita,
dan seluruh substansi anggur ke dalam substansi darah-Nya. Perubahan ini oleh Gereja
Katolik dinamakan secara tepat dan dalam arti yang sesungguhnya perubahan hakikat
[transsubstansiasi]" (DS: 1642).
Istilah Transsubstansiasi, yang dicetuskan oleh St. Thomas Aquinas, adalah gabungan dari kata dalam
bahasa latin “Trans” (berpindah, berubah, menyeberang) dan “Substantia” (hakikat, inti dari setiap
keberadaan). Sehingga secara harafiah Transsubstansiasi diartikan sebaai perubahan substansi.

Titik awal yang dikemukakan oleh Thomas Aquinas adalah adanya pembedaan antara substansi dan
aksiden. Substansi menjelaskan suatu realitas inti yang dapat diketahui oleh intelek. Sementara itu,
aksiden mengacu pada apa saja yang berkenaan dengan pengindraan. Pembedaan inilah yang
kemudian menjelaskan bagaimana terjadinya perubahan substansi dari roti dan anggur menjadi tubuh
dan darah Kristus. Yang tampak kepada indra kita adalah kualitas-kualitas tertentu dari roti dan
anggur, tetapi dengan adanya tindakan konsekrasi, di dalamnya terdapat realitas inti yang baru, yakni
tubuh dan darah Kristus.

3.3. Sifat atau Ciri Kehadiran Kristus dalam Ekaristi

Konsekuensi logis atas perubahan substansi roti dan anggur itu adalah bahwa Yesus Kristus sungguh
hadir dalam rupa roti dan anggur.

Sifat atau ciri kehadiran Kristus itu dalam Ekaristi.

Pertama, kehadiran Kristus dalam Ekaristi bersifat sungguh-sungguh dan nyata, Tubuh dan Darah,
Jiwa dan Keallahan-Nya. Kehadiran Kristus di dalam Ekaristi Mahakudus itu sungguh-sungguh real,
bukan sekadar tanda (signum), gambaran (figura), ataupun dayaguna (virtus) belaka. Hal ini
ditegaskan dalam Kanon 1.

Kedua, kehadiran Kristus dalam Ekaristi itu bersifat esensial. Poin ini berkaitan erat dengan ajaran
transsubtansiasi yang telah dibahas sebelumnya. Kristus ini sungguh-sungguh ada dan hadir secara
substansial dalam rupa roti dan anggur.

Ketiga, dalam setiap bagian dari kedua rupa itu, entah roti maupun anggur, hadirlah seluruh Kristus
(Christus totus). Ajaran ini bermaksud untuk melawan ajaran Reformasi yang memandang bahwa
komuni dua rupa adalah keharusan absolut yang mesti diterima oleh umat supaya mendapat
keselamatan. Gereja Katolik berpandangan bahwa komuni, walaupun hanya diterima dalam satu rupa
saja, hadirlah Kristus yang satu dan sama. Di dalam hosti yang disambut oleh umat beriman,
terdapatlah Kristus yang seutuhnya.

Keempat, kehadiran Kristus dalam Ekaristi itu bersifat tetap (extra usum), juga sesudah misa usai.
Ajaran ini dikeluarkan untuk melawan pendapat dari Luther dan Melancton yang memandang
kehadiran Kristus sebagai “in usu”, artinya sejauh untuk disantap atau dimakan. Dengan pernyataan
konsili ini, menjadi teranglah tradisi dalam Gereja akan adanya hosti yang disimpan dalam
tabernakel, pengiriman komuni orang sakit, atau juga hosti untuk keperluan adorasi/devosi lainnya.

Karena kehadiran itu dalam rupa roti dan anggur, bagaimana jika Roti dan anggur itu sudah tidak
ada? Kehadiran Kristus di dalam Ekaristi bermula pada waktu konsekrasi dan berlangsung selama
rupa roti dan anggur masih ada (KGK 1377), maksudnya pada saat roti dan anggur itu dicerna di
dalam tubuh kita dan sudah tidak lagi berbentuk roti, maka itu sudah bukan Yesus. Jadi kira-kira
Yesus bertahan dalam diri kita [dalam rupa hosti] selama 15 menit. Sudah selayaknya kita
menggunakan waktu itu untuk berdoa menyembah-Nya, karena untuk sesaat itu kita sungguh-
sungguh menjadi tabernakel Allah yang hidup!

4. Menghayati Ekaristi

Efek penerimaan rahmat tersebut tergantung juga dari sikap batin kita saat menerima Ekaristi. Untuk itu
perlu membangun suatu partisipasi yang sadar dan aktif baik sebelum, selama dan sesudah perayaan
Ekaristi

Catatan kaki:
[1] https://www.catholicculture.org/culture/library/view.cfm?recnum=1340,
https://www.ewtn.com/catholicism/library/modern-misconceptions-about-the-eucharist-10372,
https://www.latimes.com/archives/la-xpm-1992-02-29-ca-2641-story.html
[2] Disarikan dari Roman Catechism, “Why the Sacraments were Instituted“

Anda mungkin juga menyukai