Masyarakat Indonesia memiliki kekayaan tradisi yang luar biasa. Hampir di setiap
daerah di nusantara, kita dapat menyaksikan berbagai macam tradisi yang secara turun-
temurun masih tetap terpelihara dan tetap dilakukan. Tradisi-tradisi itu tetap hidup sekalipun
modernisasi sudah pula melanda masyarakat yang bersangkutan. Kita mengenal tradisi
syukuran atas panen, tradisi dalam membangun rumah, tradisi dalam bergotong-royong, dan
sebagainya. Apapun bentuknya, tradisi tersebut hendak mengungkapkan nilai-nilai luhur
yang berguna sebagai penuntun hidup masyarakat. Walaupun demikian, ada sebagian tradisi
dalam masyarakat yang sudah punah, atau berubah wujudnya. Gereja pun memiliki tradisi
yang sangat kaya. Tradisi yang dimaksud bukan sekedar upacara, ajaran atau kebiasaan kuno.
Tradisi yang hidup dalam Gereja lebih merupakan ungkapan pengalaman iman Gereja akan
Yesus Kristus, yang diterima, diwartakan, dirayakan, dan diwariskan kepada angkatan-
angkatan selanjutnya.
Maka, perumusan pengalaman iman Gereja Perdana yang disebut Perjanjian Baru
merupakan pusat dan sumber seluruh Tradisi, karena di dalamnya terungkap pengalaman
iman Gereja Perdana. Pengalaman itu ditulis dengan ilham Roh Kudus (Dei Verbum Art. 11)
dan itu berarti bahwa Kitab Suci mengajarkan dengan teguh dan setia serta tanpa kekeliruan,
kebenaran yang oleh Allah mau dicantumkan di dalamnya demi keselamatan kita. Gereja
Katolik yakin bahwa Kitab Suci (Alkitab) bersama Tradisi dinyatakan oleh Gereja sebagai
“tolak ukur tertinggi iman Gereja” (Dei Verbum Art. 21). Dengan demikian “kebenaran-
kebenaran iman” yang mengacu kepada realitas yang diimani dan sikap hati serta
penghayatannya merupakan tanggapan manusia terhadap pewahyuan Allah.
Tradisi Gereja merupakan bentuk pengungkapan atas penghayatan iman Gereja, maka
sesungguhya Tradisi merupakan sarana agar iman Gereja makin berkembang. Tetapi itu
semua dapat terjadi bilamana umat turut menghidupi Tradisi tersebut. Kata “menghidupi”
dapat diartikan: turut memahami maknanya, turut memelihara, dan menjalankannya.
Dalam menjalankan Tradisi, umat perlu melaksanakannya dengan sungguh-sungguh dengan
penuh penghayatan, bukan sekedar ikut-ikutan, bukan pula sekedar kebiasaan. Bila tradisi
dijalankan tanpa dipahami maknanya, maka tidak akan berdampak apa-apa pada sikap iman
dan tindakan hidup sehari-hari.
TUGAS