Anda di halaman 1dari 3

Cinta tidak ada di dalam Aku, tetapi di ruang antara Aku dan Engkau

(Martin Buber)

Pengantar
Dunia semakin hari semakin berkembang dengan keistimewaan teknologi digitalnya.
Network sebagai kumpulan dari komputer yang saling terkoneksi mampu menyentuh ke berbagai
lapisan kehidupan manusia sekarang ini. Komputasi digital adalah bentuk ekspresi yang paling
terpisah dan abstrak yang pernah diciptakan manusia. Misalnya ketika kita mengungkapkan kata
cinta, dalam kode biner: 011011000 110 11110111011001100101, ungkapan cinta itu
mampu memberikan kesadaran integral pada orang yang jauh. Ungkapan cinta penuh makna
yang tentunya dilatarbelakangi oleh berbagai pengalaman hidup, disederhanakan dan
diabstraksikan dalam kode biner yang sesingkat mungkin.
Realitas bahasa sebagai roda penggerak kesadaran, diterbangkan oleh jet elektronik
dengan kecepatan yang menyilaukan merupakan sebuah realitas yang kita hadapi sekarang ini.
Jet elektronik itu sudah melampaui batas atmosfir. Ia menembak ke udara dengan kecepatan
tinggi, sama sekali tidak terkekang oleh udara bahkan gravitasi. Akankah jet elektronik itu
membawa semua realita hidup pada Sang Pencipta? Jika digitalitas adalah media yang
mendorong evolusi kesadaran mampu melampaui kecepatan cahaya, pantaskan kita
menyebutnya sebagai Dewa Digital? Realitas spiritual inilah yang menyelimuti kehidupan kita.
Buber; I and Thou
Esai pewahyuan Martin Buber tentang sifat hubungan manusia dengan orang lain, Tuhan
dan dengan dirinya sendiri, diterbitkan pada tahun 1923 dengan judul I and Thou
(Ich und Du). Tulisan tersebut sangat berpengaruh dan memiliki implikasi besar bagi dunia
modern sosial digital.
Menurut Buber, pengalaman hubungan antara "aku" individu dan "Engkau" lainnya,
meskipun dianggap ganda, sebenarnya adalah pengalaman kesatuan. Ketika dua orang bertemu
dan berinteraksi dengan cara yang berarti, mereka menjadi terhubung erat satu sama lain
sedemikian rupa sehingga baik "Aku" dan "Engkau" adalah satu. Keduanya adalah bagian dari
keseluruhan yang sama, mereka adalah satu kesatuan. Seperti sepasang kekasih selama tindakan
cinta, janin di dalam ibunya, bayi yang menyusu di payudara ibunya, dan orang yang
berkomunikasi secara spiritual dengan Tuhan. Pengalaman-pengalaman ini, meskipun mungkin
melibatkan bahasa, melampaui keterbatasan bahasa. Hubungan pribadi dengan Tuhan adalah inti
dari apa yang Buber bicarakan ketika dia menciptakan gagasan tentang pengalaman Aku-Engkau
(I and Thou) yang berbeda dengan pengalaman (aku-itu) "I-It". 
Menurutnya, kita tidak dapat berhubungan dengan Tuhan seolah-olah dia adalah itu “It”,
sesuatu di luar diri kita, makhluk yang terpisah. Kita hanya dapat berhubungan dengan Tuhan
seolah-olah Dia adalah bagian dari diri kita sendiri, seperti pengalaman cinta, pengalaman
pribadi tentang Tuhan tidak terjadi semata-mata dalam persepsi individu, tetapi dalam hubungan
dengan Yang Lain. Cinta tidak ada dalam diriku, juga tidak dalam kekasihku, tetapi dalam ruang
antara diriku dan kekasihku.
Buber menunjukkan bahwa dunia modern dengan cepat menjadi tempat yang dirancang
untuk hubungan Aku-Itu dan hanya ada sedikit tempat untuk hubungan Aku-Engkau. Ketika kita
lebih memilih berbicara melalui telepon dari pada berbicara langsung sebenarnya kita
menciptakan penyangga antara Aku dan Engkau yang menghancurkan koneksi I-Thou. Ketika
kita tidak bisa melihat wajah orang lain, melihat matanya, melirik saat dia berpikir, melihat
bibirnya bergerak saat dia berbicara, kita hanya mendapatkan sebagian kecil dari pengalaman
Aku-Engkau. Mesin percakapan, yang kita anggap sebagai jembatan, sebenarnya adalah
penghalang. 
Dalam realitas sekarang ini, media digital bahkan merampas refleksi pribadi
kita. Matahari terbenam tidak lagi dapat dinikmati secara pribadi. Pribadi yang memiliki refleksi
dalam hubungan Aku-Engkau (Alam) atau dengan kebesaran Tuhan. Matahari terbenam
ditangkap dalam gambar atau video digital dan diposting di Facebook, Instagram. Teknologi
iphone dengan keberadaannya saja menciptakan kebutuhan untuk menggunakan teknologi
tersebut. Teknologi kemudian menjadi titik fokus dari pengalaman, bukan pengalaman itu
sendiri.
Ketika seorang anak bernyanyi di atas panggung dalam acara di sekolahnya, ayahnya di
depan menatap iphone-nya, yang dia letakkan di antara matanya dan pandangan anaknya. Relasi
I-Thou terjalin apabila ayah benar-benar melihat putrinya. Namun kemungkinan besar yang
dapat terjadi adalah relasi I-It ketika ayahnya sibuk dengan urusannya sendiri. Ada dua hubungan
partisipan, namun relasi tersebut adalah sebuah pengamatan antara pengamat dan objek yang
diamati - sebuah interaksi I-It. Dan ketika sang ayah memasukkan mesin di antara dia dan
putrinya, dia menciptakan disosiasi tingkat dua antara dirinya dan peristiwa itu. Bukan peserta,
bukan pula pengamat, ia adalah perekam, perpanjangan dari teknologinya. Ini telah menjadi
interaksi I-It-It, karena ayah berinteraksi terutama dengan teleponnya, dan gambar digital di
telepon tidak hadir dalam waktu dan ruang (bahkan yang mungkin terjadi adalah sang ayah tidak
akan pernah menonton video itu).
Dari cerita tersebut, mau menunjukkan secara eksplisit apa yang kita semua tahu secara
intuitif: Realitas sebuah pengalaman tidak ditemukan dalam pengalaman pribadi itu sendiri,
tetapi dalam pengalaman interpersonal (the sharing of the experience) hubungan itu. Secara
pribadi, saya suka pergi makan malam atau pergi ke bioskop Jogja City Mall, tapi saya tidak
pernah melakukan sendiri. Melakukannya sendirian akan menjadi pengalaman
kosong. Hubungan dengan orang lain adalah apa yang mengisi pengalaman ini sehingga
membuatnya terasa “nyata”. Demikian pula, setiap orang dapat mengalami rangsangan seksual
dan orgasme sendiri, secara otomatis, tetapi semua orang akan setuju bahwa pengalaman seksual
"nyata" terpenuhi melalui hubungan dengan orang lain. 
Media digital, bagaimanapun telah menyisipkan dirinya dalam lingkup hubungan,
memenuhi kebutuhan yang sama tetapi dalam mode virtual. Makan malam sendirian dibuat
"nyata" dengan men-tweet foto makanan. Pergi ke bioskop sendirian dibuat "nyata" dengan
memposting komentar tentang film di Facebook dengan iphone Anda. Bahkan auto-erotisisme
dibuat “nyata” oleh pengalaman digital yang meniru interaksi dan rangsangan dari perjumpaan
seksual yang sebenarnya: “seks maya”, “seks”, pornografi internet, seks Skype, dll.  
Buber juga menunjukkan bahwa pengertian doa sebagai "fungsi" adalah cara lain untuk
mereduksi Aku-Engkau (I-Thou) menjadi Aku-Itu (I,It). Ketika seseorang berdoa kepada Tuhan
bukan untuk mengalami hubungan Aku-Tuhan, tetapi untuk meminta sesuatu, maka niatnya ada
pada diri sendiri. Sekalipun tujuan doa kita adalah untuk mendoakan orang lain, Tuhan tetap
didekati sebagai Itu (It) dari pada Engkau (Thou), karena fokus dalam doa bukanlah hubungan
itu sendiri, tetapi hal yang kita minta.

Sumber: William Indick., The Digital God How Technology Will Reshape Spirituality, (United
States of America, McFarland & Company, Inc, 2015), 195-199.

Anda mungkin juga menyukai