Anda di halaman 1dari 38

RESUME

PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI

KOMUNIKASI VERBAL DAN KOMUNIKASI NONVERBAL

SERTA

BENTUK, TEKHNIK DAN ETIKA KOMUNIKASI

Oleh

Nama :Novika puji aksari

NPM :A1E011072

Dosen pembimbing :Dr. Machyudin Agung, M.Si

PROGAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2012
KOMUNIKASI VERBAL

Komunikasi verbal tidak semudah yang kita bayangkan. Symbol atau pesan
verbal adalah semua jenis symbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir
semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal
disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan
orang lain secara lisan.

Suatu system kode verbal disebut dengan bahasa yang dapat didefinisikan
sebagai seperangkat symbol, dengan aturan untuk mengkombinasi symbol-simbol
tersebut berguna untuk dapat dipahami oleh suatu komunitas tertentu.

Kode verbal dalam pemakaiannya menggunakan bahasa. Bahasa dapat


didefinisikan seperangkat kata yang disusun secara berstruktur sehingga menjadi
himpunan kalimat yang mengandung arti.

Bahasa verbal adalah sarana untuk menyataka fikiran, perasaan, dan maksud
kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan berbagai aspek
realitas individual kita. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang
tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang
diwakili kata-kata tersebut. Misalnya kata rumah. Begitu ragam rumah. Ada rumah
bertingkat, rumah mewah, rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah tembok,
ada juga rumah bilik. Kata mahasiswa pun tidak sesederhana yang kita duga, seperti
yang terlukis dalam dialog dibawah ini:

A B
Anak saya seorang mahasiswa Dia belajar apa?
Ilmu Komunikasi Di mana ia kuliah?
Di Bandung Di Universitas apa?
Di Unpad. Universitas Padjajaran Oh, jadi di Unpad ada Jurusan Ilmu
Komunikasi ya?
Bukan. Fakultas Ilmu Komunikasi Mengapa anda tidak mengatakan kepada
saya bahwa anak Anda mahasiswa
Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad
Bandung?

Bila kita menyertakan budaya sebagai variable dalam proses abstraksi itu,
problemnya menjadi semakin rumit. Ketika anda berkomunikasi dengan seseoraqng
yang berasal dari budaya anda sendiri, proses abstraksi untuk mempresentasikan
pengalaman anda akan menjadi lebih mudah, karena dalam suatu budaya orang-orang
berbagi sejumlah pengalaman yang serupa. Namun, jika komunikasi melibatkan orang-
orang yang berbeda budaya, banyak pengalaman yang berbeda, dan konsekuensinya
proses abstraksi akan menjadi lebih sulit.

1. ASAL – USUL BAHASA

Teoritikus kontemporer mengatakan bahwa bahasa adalah ektensi perilaku


sosial. Lebih dari itu bahasa ucap bergantung pada perkembangan kemampuan
untuk menempatkan lidah secara tepat di berbagai lokasi dalam system milik
manusia yang diperlukan untuk menghasilkan ucapan. Kemampuan ini mungkin
berhubungan dengan kemampuan manusia lebih awal. Untuk mengartikan isyarat.
Dalam tahap perkembangan bahasa sekitar 40.000 dan 35.000 tahun yang lalu,
nenek moyang (Cro Magnon) mulai menggunakan bahasa lisan. Sekitar 5000 tahun
yang lalu manusia melakukan transisi komunikasi dengan memasuki era tulisan,
sementara bahasa lisan terus berkembang. Transisi paling dini dilakukan oleh
bangsa Sumeria dan bangsa Mesir Kuno. Kemampuan berbahasa inilah yang
menjadikan kita eksis di dunia.

Menjelang kira-kira 500 Sebelum Masehi alfabeth Yunani telah digunakan dan
dikembangkan sampai ke Roma dan kemudian terus disempurnakan. System tulisan
dan bahasa lisan terus dikembangkan hinga kini. Indonesia memasuki era cetak
pada abad ke 15, beberapa abad kemudian disusul dengan penggunaan radio, era
televise dan pada saat ini era computer. Kesemuanya telah merekam hasil
peradaban manusia untuk disempurnakan lagi oleh generasi-generasi mendatang
lewat kemampuan mereka dalam berbahasa.

2. FUNGSI BAHASA DALAM KEHIDUPAN MANUSIA


Kemampuan berbahasa nanusia yang membedakannya dari hewan lain yang
lebih rendah merupakan akibat dari pembesaran dan perkembangan otak manusia.
Salah satu pandangan mengatakan bahwa orang-orang yang hidup di berbagai
bagian di dunia merasa perlu merancang solusi untuk memecahkan masalah yang
mereka hadapi. Seringkali tak menyadari pentingnya bahasa. Kita baru sadar bahasa
itu penting ketika kita menemui jalan buntu dalam menggunaka bahasa, misalnya
kita berupaya berkomunikasi dengan orang yang sama sekali tidak memahami
bahasa kita hingga membuat kita frustasi.

Fungsi bahasa secara mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang,
objek atau peristiwa. Setiap orang pasti mempunyai nama untuk identitas sosial.
Penamaan adalah dimensi dimensi pertama bahasa dan basis bahasa.

Menurut Larry L. Barker, bahasa memiliki tiga fungsi, yaitu:

a. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan


atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam
komunikasi.
b. Interaksi menekankan berbagai gagasan dan emosi yang dapat mengundang
simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
c. Transmisi informasi, melalui bahasa informasi dapat disampaikan kepada orang
lain baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sedangkan menurut Book, untuk komunikasi berhasil, setidaknya bahasa harus


memenuhi 3 fungsi, yaitu:

a. Sebagai sarana untuk mengenal dunia di sekitar kita, melalui bahasa kita
dapat mempelajari apasaja yang menarik minat anda, belajar sejarah
misalnya. Dengan bahasa kita dapat bertukar pengalaman dan pengetahuan.
Bahasa menjadi peralatan yang penting dalam memahami lingkungan.
Melalui bahasa, kit adapt mengetahui sikap perilaku dan pandangan suatu
bangsa. Pendek kata, bahasa memegang peranan penting bukan saja dalam
hubungan antar manusia.
b. Sarana untuk berhubungan dengan orang lain, bahasa memungkinkan kita
bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita dan mempengaruhi mereka
untuk mencapai tujuan kita. Selain itu melalui bahasa juga kita dapat
mengendalikan lingkungan. Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain
tidak hanya bergantung pada bahasa yang sama, namun juga pengalaman
yang sama dan makna yang sama yang diberikan oleh kata-kata. Semakin
jauh perbedaan yang kita gunakan dengan mitra komunikasi kita, semakin
sulit bagi kita untuk saling pengertian.
c. Sebagai sarana untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita, fungsi
ini memungkinkan kita untuk hidup lebih teratur, saling memahami
mengenai diri kita.

3. KETERBATASAN BAHASA

Berbicara mengenai komunikasi verbal, yang porsinya hanya 35% dari


keseluruhan komunikasi yang kita lakukan, banyak orang tidak sadar bahwa bahasa
itu terbatas. Yang dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek.

Kata-kata adalah kategori untuk merujuk pada objek tertentu. Tidak


semua kata tersedia untuk merujuk pada suatu objek. Suatu kata hanya
mewakili realitas itu sendiri. Dengan demikian kata-kata bersifat parsial, tidak
melukiskan sesuatu secara eksak. Kata sifat dalam bahasa cenderung
dikotomis( oposisi binner) misalnya baik buruk, kaya miskin, pintar bodoh
dan lain-lain.

Kesulitan mengenakan kata yang tepat sering kita alamiketika kita


ingin menyampaikan perasaan. Pesan verbal biasanya lebih lazim kita
gunakan untuk menerangkan sesuatu yang bersifat factual-deskriptif-rasional.
Akan tetapi untuk mengungkapkan sesuatu yang sangat afektif dan pribadi,
kita biasanyakita lebih mengandalkan pesan nonverbal.
Ketrebatasan jumlah atau kategori untuk menamai objek sebenarnya
berfungsi untuk mengendalikan lingkungan serta memudahkan kita untuk
melakukan komunikasi dengan orang lain dan berbagai pengalaman dan
pengetahuan dengan mereka.
b. Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual
Kata-kata bersifat anbirgu, karena kata-kata mempersentasikan persepsi
dan interpretasi orang-orang yang menganut latar belakang soaial budaya
yang berbeda. Konsep dan lain-lain (dll), dan sebagainya (dsb), sebenarnya
menunjukkan bahwa tidak ada pernyataan yang dapat mewakili dunia
nyata.meskipun terdapat pengetahuan yang komprehensifmengenai suatu
objek akan selalu ada hal lain atau hal baru untuk dipertimbangkan. Dalam
kehidupan sehari-haripun kita sering menggunakan kata-kata ambigu
termasuk eufemisme seperti “mari menyantap makanan laut” daripada “mari
menyantap ikan mati”.
Prinsip bahwa kata-kata bersifat kontekstual sebenarnya mengisyaratkan
bahwa aturan baku dalam berbahasa tidaklah mutlak. Misalnya kata sifat
dalam bahasa Indonesia umumnya dapat dibubuhi imbuhan ke-an seperti
jujur menjadi kejujuran, namun konsep itu tidak berlaku untuk kata malu
yang dikembangkan menjadi rasa malu, bukan kemaluan.

c. Kata-kata mengandung bias budaya


Bahasa terikat oleh konteks budaya. Dengan ungkapan lain, bahasa dapat
dipandangsebagai perluasan budaya. Menurut hipotesis Sapir Whorf, sering
juga disebut sebagai Teori Relativitas Linguistik, sebenernya setiap bahasa
menunjukkan suatu dunia simbolik yang khas yang melukiskan realitas
pikiran, pengalaman batin, dan kebutuhan pemakaianya. Jadi bahasa yang
berbeda sebenarnya mempengaruhi pemakaiannya untuk berfikir, melihat
lingkungan dan alam semesta di sekitarnya dengan cara yang berbeda dan
perilaku yang berbeda pula. Hipotesis Benjamin Lee Whorf menyatakan
bahwa:
a. Tampa bahasa kita tidak dapat berfikir
b. Bahasa mempengaruhi persepsi
c. Bahasa mempengaruhi pola pikir
d. Percampuradukkan fakta, penafsiran, dan penilaian
Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan antara fakta (uraian),
penafsiran (dugaan) dan penilaian. Masalah ini berkaitan dengan kekeliruan
persepsi tentang suatu hal. Banyak peristiwa yang kita anggap sebagai
faktayang sebenarnya merupakan dugaan yang berdasarkan kemungkinan.
Komunikasi akan lebih aktif jika kita memisahkan pernyataan fakta dengan
dugaan.

4. KERUMITAN MAKNA KATA

R. Brwon mendefinisikan makna sebagai kecenderungan total untuk


menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak
komponen dalam makna yang dibangkitlkan suatu kata atau kalimat. Konsep
makna itu sendiri memiliki berbagai makna tampa ada satu makna pun yang lebih
“betul” dari makna lainnya.

Makna muncul dari hubungan khusus antara kata (sebagai symbol verbal) dan
manusia. Makna tidak melekat pada kata-kata, namun kata-kata membangkitkan
makna dalam fikiran orang. Jadi, tidak ada hubungan langsung antara suatu objek
dan symbol yang digunakan untuk mempresentasikannya.

Semantic adalah ilmu mengenia makna kata suatu definisi menurut S.I
Hayakawatidaklah buruk njika orang-orang tidak menganggap bahwa pencarian
kata mulai dan berakhir dengan melihatnya dalam kamus. Karena makna dalam
kamus lebih bersifat linguistic, yang menggunakan banyak symbol, merujuk pada
keadaan nyata; pemahaman adalah perasaan subjektif mengenai symbol tersebut;
dan refren adalah objek yang sebenarnya eksis di dunia nyata. Padahal disamping
itu terdapat makna yang bersifat filosofis, psikologis, dan logis.

Makna dapat juga digolongkan ke dalam makna denotative dan konotatif.


Makna denotative adalah makna yang sebenarnya (factual) seperti yang kita
temukan dalam kamus bersifat public. Makna konotatif adalah makna kiasan
cenderung bersifat subjektif dan emosional.
Kata-kata untuk merujuk pada objek, tindakan atau peristiwa ternyata tidak
dapat dimaknai secara sederhana, ada beberapa yang harus diperhatikan antara lain
penggunaan:

a. Bahasa daerah vs bahasa daerah (biarpun sama penyebutan kata,


maknanya tidak selalu sama seperti awak dalam Minang kabau
berarti “saya” sedangkan di Melayu atau Palembang awak berarti
“kamu”).
b. Bahasa daerah vs bahasa Indonesia (sejumlah kata dari daerah
biasanya I serap untuk bahasa Indonesia. Kata pajak diartikan sebagai
“pasar” oleh orang Medan. Bagi bahasa Indonesia Pasar adalah
bertemunya pembeli dan penjual.).
c. Bahasa Indonesia vs bahasa asing ( kemiripan kata sering terjadi
tetapi makna yang terkandung berbeda).

5. NAMA SEBAGAI SYMBOL

Fungsi pertama dari bahasa adalah penamaan. Nama diri sendiri adalah symbol
pertama dan utama bagi seseorang. Nama dapat melambangkan status, cita-cita,
budaya, untuk memperoleh citra tertentu (pengelolaan kesan) atau sebagai nama
hoki. Nama pribadi adalan unsure terpenting identitas orang dalam masyarakat
yang dapat mempengaruhi kehidupan anda.

Nama jelas bersifat simbolik. Nama yang dianggap bagus meni,bulkan kesan
yang positif bagi pendengar.

6. BAHASA GAUL

Penciptaan bahasa khusus ini memiliki fungsi tertentu bagi kelompok


pengggunaanya, antara lain:

a. Sebagai kontra budaya dan sarana pertahanan diri terutama bagi


kelompok yang tingal di lingkungan yang memusuhi mereka. Mereka
berkomunikas dengan bahasa gaul mereka agar orang tidak mudah
menerka apa yang mefreka bicarakan.
b. Argot berfungsi sebagai sarana kebencian kelompok tersebu terhadap
budaya dominan, tampa diketahui kelompok dominan dan dihukum
oleh mereka.
c. Argot berfungsi sebagai sebagai sarana memelihara identitas dan
solidaritas kelompok. Argot memungkinkan mereka mengenal orang
dalam dan membedakan mereka dengan orang luar.

Banyak sekali bahasa gaul yang terdapat di belahan dunia, yang umumnya
sangat berbeda antara yang satu dengan yang lain, antara lain:

a. Bahasa kaum selebritis


b. Bahasa gay dan bahasa waria
c. Bahasa kaum waria

Bahasa gaul ini bukan hanya untuk komunikasi, namun juga sebagai alat untuk
identifikasi. Ada kebutuhan diantara para pemakainyauntuk berkomunikasi dengan
bahasa yang tidak diketahui banyak orang, terutama jika menyangkut hal-hal yang
sangat pribadi.

7. BAHASA WANITA VS BAHASA PRIA

Wanita dan pria mempunyai kosakara yang berlainan. Salah satu sebabnya
adalah sosialosasi mereka yang berbeda khususnya minat mereka yang berlainan
terhadap berbagai aspek kehidupanwanita seringlaki kurang percaya diri yang
dilampiaskan lewat kata-kata penguat. Wanita sering menggunakan kutipan
langsung dripada parafreasedan menggunakan intonasi pertanyaan dalam konteks
deklaratif. Cenderung serius, dan enggan memaki atau menyumpah.

Wanita menggunakan banyak pertanyaan daripada pria dan mereka


menggunakannya sebagai strategi pemeliharaan percakapan. Wanita lebih
cenderung memulai giliran pembicaraan dengan secara langsung mengakui andil
berbicara sebelumnya. Pria cenderung tidak mengakui apa yang ia katakana
sebelumnya, melainkan menyatakan pendapatnya. Karena perbedaan gaya bahasa
ini wanita merasa bahwa komentar mereka diabaikan, sementara pria merasa bahwa
mengubah topic secara implicit menyataka persetujuan. Pria cenderung mengubah
topic secara tiba-tiba, sementara wanita mengubah topic secara bertahap. Deborah
Tannen (1991) menyatakan bahwa cenderung menata pembicaraan secara
kooperatif, sedangkan pria cenderung menatanya secara kompetitif. Tannen (1990)
juga berpendapat bahwa wanita cenderung terlibat dalam pembicaraan hubungan,
sedangkan pria terlibat dalam pembicaraan laporan. Pembicaraan hubungan
terpusat pada perasaan atau memelihara hubungan dengan orang lain, sedangkan
pembicaraan laporan berpusat pada informasi factual tentang apa yang sedang
berlangsung.

Komunikasi wanita juga ditandai dengan kesederajatan yakni untuk mencapai


kesamaan pengalaman. Terdapat juga perbedaan pragmatic antara bahasa wanita
dengan bahasa pria. Wanita lebih banyak menggunakan bahasa ekspresif
(menyatakan emosi) dan berorientasi-orang(memelihara hubungan, menciptakan
itikad baik, menunjukan dukungan dan membangun komunitas) dan mereka sering
menggunakan suara yang menunjukkan bahwa mereka seperti sedang
mendengarkan. Berbeda dengan pria, lebih banyak menggunakan pembicaraan
instrumental (untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain), melaporkan
informasi, memecahkan masala, dean menyelesaikan tugas melalui pertukaran
informasi.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui efek aspek bahasa wanita.
Willam O’ Barr dan Browman Atkins melaporkan efek bahasa wanita (kata dan
frase yang melemahkan kata dan frase yang lain, frase yang sangat sopan, ekor
Tanya, dan tata bahasa formal) yang digunakan dalam ruang pengadilan. Penelitian
itu menunjukkan bahwa penggunaan bahasa wanita (terlepas dari penggunanya
wanita atau pria) secara konsisten menghasilkan reaksi-reaksi yang merugikan.
Ketika bahasa wanita digunakan, pembicaraannya dinilai kurang meyakinkan,
kurang jujur, kuang cakap, dan kurang cerdas. Namun, penelitian itu
memperlihatkan bahwa ada juga pria yang menggunakan bahasa wanita dan ada
wanita yang tidak menggunakanya sama sekali. Pokok persoalannya bukanlah
bahasa pria lebih baik daripada bahasa wanita. Factor ekonomi dan sosial yang
mendorong kita menggunakan bahasa yang sesuai dengan peran. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Barbara dan Gene Eakins, kerugian muncul ketika wanita dan
pria tidak terampil dalam mengubah suatu gaya ke gaya yang lain yang sesuai
dengan tuntutan situasi. Yang terpenting pada saat ini adalah penggunaan bahasa
yang luwes.

8. RAGAM BAHASA INGGRIS

Bahasa inggris yang universal ternyata tidak konsisten dalam ejaanya,


pengucapanya, pilihan kata dan juga maknanya. Bahas inggris telah berkembang
menjadi beberapa ragam antara lain: Inggris- Inggris (British _Inggris),
inggris_Amerika, Inggris-Filiphina, Inggris_Australia, dan Inggris_Singapura.
Sedangkan di Indonesia belun terlihat jelas kekhasan Inggris_Indonesia kecuali
orang-orang yang sering menggunakan bahasa inggris mesti belepotan.

9. PENGALIHAN BAHASA

Komunikasi dalam bahasa yang berbeda dapat menimbulkan salah pengertian,


apalagi jika tidak menguasai bahasa lawan bicara. Untuk melakukan komunikasi
yang efektif, kita harus menguasai bahasa mitra komunikan. Dalam konteks inilah
setidaknya Bahasa Inggris sangat diperlukan untuk menjadi komunikator yang
efektif.

Seperti yang dikataka Tubbs and Moss, penguasaan bahasa asing yang minim,
pada tingkat pribadi, dapat menimbulkan kesulitan. Perbedaan bahasa dapat
menimbulkan kesulitan lebih lanjut daripada sekedar kekeliruan penerjemahanan.
Kelemahan dalam penguasaan tata bahasa, struktur dan kosa kata (termasuk idiom,
slang, dan jargon khusus) sering menghasilkan penerjemahan yang
membingungkan.
Bedasarkan asumsi bahwa bahasa adalah cermin suatu alam pikiran, dapat
dimengerti bila istilah yang dikaitkan dengan kata aslinya, seperti computer,
mouse, file, dan printer. Jikapun ada padanan katanya mungkin terkesan ganjil.
Sebaliknya frase atau kalimat dalam bahasa Indonesia tidak bisa diterjemahkan
begitu saja secara kata per kata ke dalam bahasa asing.

10. KOMUNIKASI KONTEKS-TINGGI VS KOMUNIKASI KONTEKS-


RENDAH

Setiap orang secara pribadi mempunyai gaya yang khas dalam berbicara, bukan
hanya caranya tetapi juga topic-topik yang dibicarakan. Kekhasan ini umumnya
diwarisi oleh seseorang dari budayanya. Edward T. Hall (1973) membedakan
budaya tingkat tingi (high context-culture) dan budaya tingkat rendah (low context-
culture) yang mempunyai perbedaan penting dalam cara penyandingan pesan.
Budaya konteks rendahditandai dengan komunikasi konteks-rendah: pesan verbal
dan ekplisit, gaya bicara langsung, lugas, dan berterus terang. Para penganut
budaya konteks rendah ini mengatakan apa yang mereka maksudkan dan
memaksukan apa yang mereka katakan. Contoh kalimat konteks rendah adalah
komunikasi progam computer. Setiap pesan harus dispesifikasikan dengan kode
tertentu, jika tidak progamnya tidak akan jalan. Sifat dari komunikasi tingkat
rendah adalah cepat dan mudah berubah karena itu tidak menyatukan kelompok.

Budaya konteks tinggi ditandai dengan komunikasi tingkat tinggi,kebanyakan


pesan bersifat implicit, tidak langsung dan tidak terus terang. Pesan yang
sebenarnya mungkin tersembunyi dalam perilaku nonverbal pembicara: intonasi
suara, gerakan tangan, postur badan, ekspresi wajah, tatapan mata, atau bahkan
konteks fisik (dandanan, penataan ruang, benda dan sebagainya). Pernyataan
verbalnya bisa berbeda dengan nonverbalnya. Anggota budaya konteks tinggi lebih
terampil membaca perilaku nonverbal dan dalam membaca lingkungan. Contoh
komunikasi konteks tinggi adalah komunikasi orang kembar dengan menggunakan
kata-kata pendek. Sifat komunikasi konteks tinggi adalah tahan lama, lamban
berubah, dan mengikat kelompok yang menggunakannya. Berdasarkan sifatnya ini,
orang-orang berbudaya konteks tinggi lebih menyadari proses penyaringan budaya
daripada orang-orang berbudaya konteks rendah.

Basil Berstein mengungkpkan istilah “ kode terbatas” (restricted codes) dan


“kode terjabarkan” (elaborated codes) untuk merujuk pada komunikasi konteks
tinggi dan konteks rendah. Menurut Berstein dalam komunikasi konteks tinggi
pembicara menggunakan sedikit alternative tetapi kemungkinan meramalkan
polanya lebih besar, arti pesan dalam komunikasi konteks tinggi lebih khusus.
Sebaliknya dalam komunikasi konteks rendah pembicara akan memilih pesan dari
sejumlah alternative yang relative banyak. Dan oleh karena itukemungkinan
meramalkan hasil pesan akan berkurang, tetapi menjamin pengertian yang lebih
universal.

Indonesia, termasuk budaya konteks tinggi. Kemungkinan berada pada budaya


antara Arab dan Cina, meskipun Indonesia orang timur cenderung berkomunikasi
dengan konteks yang tinggi, tidak berarti bahwa seluruh penduduk Indonesia
berkomunikasi dengan konteks tinggi. Beberapa subkultur seperti suku Batak
sebagian kelas menengah, perkotaan, kaum berpendidikan tinggi, pengacara dan
politisi, menunjukkan komunikasi konteks rendah yang lumayan. Namun secara
umum, komunikasi kita termasuk ke dalam komunikasi konteks tinggi.
KOMUNIKASI NONVERBAL

A. KOMUNIKASI NONVERBAL
Manusia dalam berkomunikasi, selain menggunakan bahasa verbal, juga
menggunakan bahasa nonverbal. Bahasa nonverbal disebut juga dengan bahasa
isyarat atau bahasa diam (silent language).
Menurut Knapp dan Hall isyarat nonverbal jarang mempunyai makna denotative
yang tunggal. Salah satu factor yang mempengaruhinya adalah konteks tempat
perilaku berlangsung. Makna isyarat noverbal akan semakin rumit jika kita
mempertimbangkan berbagai budaya.
Pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A.
Samovar dan Richad E. Porter, komunikasi nonverbal mencangkup semua
rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu seting komunikasi, yang
dihasilkan individu dan pengguna lingkungan individu, yang memiliki pesan
potensial bagi pengirim atau penerima. Jadi definisi ini mencangkup perilaku yang
disengaja dan tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa keseluruhan. Kita sering
mengirim pesan nonverbal tampa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna
bagi orang lain.
Isyarat nonverbal bersifat tidak universal, melainkan terikat oleh budaya, jadi
dipelajari bukan bawaan. Hanya sadikit saja isyarat nonverbal bawaan. Pesan
nonverbal membantu menafsirkan seluruh makna pengalaman kata-kata.
Sebagai budaya, subkultur juga memiliki bahasa nonverbal yang khas. Dalam
suatu budaya boleh terdapat variasi nonverbal, isalnya bahasa tubuh, bergantung
pada jenis kelamin, usia, pkerjaan, pendidikan, dan lain-lain.
Ada dugaan bahwa bahasa nonverbal dengan bahasa verbal sebangun. Artinya,
pada dasarnya kelompok yang mempunyai bahasa verbal juga dilengkapi dengan
bahasa nonverbal khas sejajar dengan bahasa verbalnya tersebut. Salah satu
penggegas bahwa gerakan itu singkron adalah William Condon, setelah ia
menganalisis ucapan dan gerakan secara terperinci. Condon menduga bahwa tidak
ada isyarat, bahkan tidak ada kedipan mata yang bersifat acak. Setiap gerakan
sinkron dengan ucapan.
B. FUNGSI KOMUNIKASI NONVERBAL
Meskipun secara teoritis, komunikasi nonverbal dapat dipisahkan dari
komunikasi verbal, dalam kenyataanya kudua jenis komunikasi itu menjalin ikatan
dalam komunikasi tatap muka sehri-hari. Sebagian ahli berpendapat terlalu
mengada-ngada membedakan kedua jenis komunikasi ini. Dalam komunikasi ujran,
rangsangan verbal, dan rangsangan nonverbal itu hampir selalu berlangsung
bersama-sama dlam kombinasi. Kedua jenis rangsangan itu diinterpretasikan
bersama-sama oleh penerima pesan.
Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa
komunikasi diluar kata terucap dan tertulis. Pada saat yang sama kita harus
menyadari, bahwa banyak peristiwa dan perilku nonverbal ini ditafsirkan melalui
symbol verbal. Dalam pengertian ini, peristiwa dan perilaku nonverbal itu tidak
bersungguh-sungguh bersifat nonverbal.
Perbedaan pokok antara komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal, antara
lain sebagai berikut:
a. Sementara perilaku verbal adalah saluran tunggal, perilaku onverbal bersifat
multisaluran. Kata-kata datang dari satu sumber , mkisalnya yang diucapkan
orang. Yang dibaca di media cetak, tetapi syarat nonverbal dapat dilihat,
dirasakan, dicicipi bahkan dibaui dan beberapa isyarat boleh terjadi secara
simultan.
b. Pesan verbal terpusah-pisah. Sedangkan pesan nonverbal berkesinambungan.
Artinya, orang dapat mengawali dan mengakhiri pesan verbal kapanpun ia
menghandakinya, sedangkan pesan nonverbal mengalir sepanjang ada orang
yang hadir di dekatnya. Ini mengingatkan kita pada salah satu prinsip
komunikasi bahwa kita tidak dapat tidak berkomunikasi, setiap perilaku punya
potensi untuk ditafsirkan. Jadi meskipun anda dapat menutup saluran linguistic
anda untuk berkomunikasi dengan menolak berbicara atau menulis, anda tidak
dapat menolak perilaku nonverbal. Meskipun seorang individu dapat berhenti
berbicara, ia tidak dapat berhenti untuk berkomunikasi melalui idiom tubuh. Ia
harus mengatakan suatu hal yang benar dan yang salah. Secara paradox, cara ia
memberikan informasi sedikit tentang dirinya sendiri.
c. Komunikasi nonverbal lebih banyak mengandung muatan emosional daripada
komunikasi verbal. Pesan nonverbal lebih berpotensial untuk menyatakan
perasaan seseorang

Dilihat dari fungsinya perilaku nonverbal mempunyai beberapa fungsi. Paul


Ekman menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal, seperti yang dapat dilukiskan
dengan perilaku mata yaitu sebagai:

 Emblem. Gerakan mata teretntumerupakan symbol yang memiliki kesetaraan


dengan symbol verbal.
 Illustrator. Pandangan kebawah dapat menunjukkan depresi atau kesedihan.
 Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan
muka berarti menandakan ketidaksediaan komunikasi.
 Penyesuai. Kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang berada dalam
tekanan merupakan respon yang tidak disadari yang merupakan upaya tubuh
untuk mengurangi kecemasan.
 Affect Display. Pembesaran pupil mata menunjukan peningkatan emosi.
Isyarat wajah lainnyamenunjukkan perasaan takut, terkejut atau senang.

Lebih jauh lagi dalam hubungannya dengan perilaku verbal, perilaku nonverbal
mempunyai fungsi sebagai berikut:

 Perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku nonverbal.


 Memperteguh, menekankan, atau melengkapi perilaku verbal. Misalnya
melambaikan tangan sambil berucap “sampai jumpa”.
 Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal. Perilaku nonverbal
dapat berdiri sendiri.
 Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal.
 Perilaku nonverbal dapat bertolak atau membantah perilaku verbal.
 Meyakinkan apa yang diucapkan (repetition).
 Menunjukan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata
(substitution).
 Menunjukkan jati diri sehingga orang lain badat mengenalnya (identity).
Jika terdapat pertentangan antara pesan verbal dan pesan nonverbal, kita
biasanya lebih memilih mempercayai pesan nonverbal yang menun jukkan pesan
yang sebenarnya. Karena pesan nonverbal lebih sulit dikendalikan daripada pesan
verbal. Kita dapat sedikit mengendalikan perilaku nonverbal, namun kebanyakan
perilaku nonverbal di luar kesadaran kita.

C. KLASIFIKASI PESAN NONVERBAL


Menurut Ray. L. Birdwhistell 65% dari komunikasi tatap muka adalah adalah
komunikasi nonverbal, sementata menurut Albert Mehrabian,m93% dari semua
makna sosial dalam komunikasi tatap muka diperoleh dari isyarat nonverbal.
Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat nonverbal menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Bahasa tanda (sign-language)
b. Bahasa tindakan (action-language)
c. Bahasa objek (object-language)

Secara garis besar, Larry A. Samovar dan Richad E. Porter menbagi pesan
nonverbal menjadi dua kategori besar, yaitu:

a. Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan postur tubuh,
ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan, dan parabahasa.
b. Ruang, waktu dan diam.

Klasifikasi Samovar dan Porter ini sejajar dengan klasifikasi John R. Wenburg dan
Willian W. Wilnot, yakni isyaratnonverbal perilaku (behavioral) dan isyarat
nonverbal besifat [ublik seperti ukuran ruangan, dan factor siruasional lainnya.

D. BAHASA TUBUH (KINESICS)


Bidang yang menelaah bahas tubuh adalah kinesika, suatu istilah yang yang
diciptakan seorang perintis studi bahasa nonverbal Ray. L. Birdwhistell. Setiap
anggota tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat simbolik.
1. Isyarat tangan (emblem)
Sebagian orang menggunakan tangan mereka dengan leluasa sebagian
lagi moderat, dan sebagian lagi hemat. Untuk memperteguh pesan verbal
mereka. Penggunaan isyarat tangan dan maknanya jelas berlainan dari budaya
ke budaya. Meskipun di beberapa Negara telunjuk tangan digunakan untuk
menunjukkan sesuatu.
Kebingungan atau kesalah pahaman dapat terjadi bila kita tidak
menyadari makna cultural yang melekat pada isyarat tangan tersebut.

2. Gerakan kepala
Dibeberapa Negara anggukan kepala malah berarti tidak. Disini jelaslah
bahwa budaya sangat berpengaruh dalam komunikasi.

3. Postur tubuh dan posisi kaki


Postur tubuh sering bersifat simbolik. Beberapa postur tubuh tertentu
diasosiasikan dengan status sosial dan agama tertentu. Postur tubuh memang
mempengruhi citra berdiri. Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara fisik, karakter atau temperamental.

4. ekspresi wajah dan tatapan muka


kontak mata mempunyai dua fungsi dalam komunikasi antar pribadi.
Pertama, fungsi pengatur untuk memberitahu orang lain apakah akan melakuka
hubunagn dengan orang itu atau tidak. Kedua, fungsi ekspresif, memberitahu
oran lain apakah anda mempunyai rasa atau tidak terhadapnya.
Ekspresi wajah merupakan perilaku nonverbal utama yang
mengekpresikan keadaan emosional seseorang. Sebagian pakar menagakui
terdapat beberapa keadaan emosioanal yang dapat dikomunikasikan oleh wajah
yang dipahami secara universal: kebahagiaan, kesedihan, ketakutan,
keterkejutan, kemarahan, kejijikan, dan minat. Ekspresi wajah tersebut
dianggap murni, sedangkan keadaan emosional lainnya seperti malu dianggap
sebagai campuran, yang umumnya lebih bergantung pada interpretasi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa makna ekpresi wajah dan
pandangan mata tidaklah universal, melainkan sangat dipengaruhi oleh budaya.
Dalam suatu budaya terdapat kelompok-kelompok yang menggunakan ekpresi
wajah secara bebeda dengan budaya dominan. Ekpresi wajah boleh sama,
namun maknanya boleh jadi berbeda. Bahkan seperti pesan verbal dalam
budaya yang sama dapat berbeda makna dalam konteks komunikasi yang
berbeda.

E. SENTUHAN
Studi tentang sentuh-menyentuh disebut haptika. Sentuhan seperti foto adalah
perilaku nonverbal yang multi makna, dapat menggantikan seribu kata. Kenyataan
sentuhan bisa berupa tamparan, pukulan, cubitan, senggolan, dan lain-lain.
Sentuhan kategori terakhirlah yang sering diasosiasikan dengan sentuhan.
Banyak riset bahwa orang berstatus lebih tinggi lebih sering menyentuh orang
berstatus lebih rendah. Jadi, sentuhan juga berarti kekuasaan.
Menurut heslin, terdapat lima kategori sentuhan yang merupakan suatu rentang
dari yang sangat impersonal hingga yang sangat personal. Kategori tersebut antara
lain:
a. Fungsional-profesional. Disini sentuhan bersifat dingin dan berorientasi- bisnis,
misalnya pelayan took membantu pelanggan memilah pakaian.
b. Sosial-sopan. Perilaku dalam situasi ini membangun dan memperteguh
pengharapan, aturan dan praktik sosial yang berlaku, misalnya berjabat tangan.
c. Persahabatan-kehangatan. Kategori ini meliputi setiap sentuhan yang
menandakan afeksi atau hubungan yang akrab, misalnya dua orang yang saling
merangkul setelah mereka lama berpisah.
d. Cinta-keintiman. Kategori ini merujuk pada sentuhan yang menyatakan
keterikatan emosional atau ketertarikan, misalnya mencium pipi kedua orang tua
dengan lembut.
e. Rangsangan seksual. Kategori ini berkaitan erat dengan kategori sebelumnya,
hanya saja motifnya bersifat seksual. Rangsangan seksual tidak otomatis
bermakna cinta atau keintiman.
Seperti makna pesan verbal, makna pesan nonverbal termasuk sentuhan, bukan
hanya bergantung pada budaya, tetapi juga pada konteks.

F. PARABAHASA
Parabahasa atau vokalikamerujuk pada aspek suara selain ucapan yang dapat
dipahami, misalnya kecepatan berbicara, nada (tinggi atau rendah), intensitas
(vulome suara), intonasi, kualitas vocal, warna suara, dialek, suara serak, dan lain-
lain. Setiap karakteristik suara ini mengkomunikasikan emosi dan fikiran. Suara
yang terengah –engah menandakan kelemahan, sedangkan ucapan yang terlalu
cepat menandakan ketegangan, kemarahan atau ketakutan. Riset menunjukkan
bahwa pendengar mempersepsikan kepribadian komunikator lewat suara. Tidak
berarti bahwa persepsi mereka akurat; alih-alih mereka memperoleh persepsi
tersebut berdasarkan stereotip yang telah mereka kembangkan.

G. PENAMPILAN FISIK
Dalam kategori ini dipenaruhi oleh
a. Busana
Komunikasi mungkin akan berjalan lancar jika komunikan kita memakai
busana yang biasa saja, tetapi keadaan akan berbalik jika komunikan memakai
pakaian yang luar biasa. Canggung bisa jadi factor yang mempengaruhi
komunikasi.
b. Karakteristik fisik
Perbedaan warna kulit, perbedaan rasa tau rumpun, dan perbedaan mimic
pendewasaan akan mempengaruhi komunikasi.

H. BAU-BAUAN
Bau parfum yang digunakan seseorang dapat menyampaikan pesan bahwa ia
berasal dari kelas tertentu. Wewangian dapat mengirimkan pesan sebagai godaan,
rayuan, ekspresi femininitas, atau maskulinitas. Dalam berbisnis wewangian
melambangkan kesan, citra, status, dan bonadifisitas. Wewangian mengirim pesan
lebih mendalam masuk ke otak.

I. ORIENTASI RUANG DAN JARAK PRIBADI


Setiap budaya mempunyai cara yang khas dalam mengkonseptualisasikan ruang,
baik di dalam rumah, di luar rumah, ataupun dalam berhubungan dengan orang
lain. Edward T. Hall adalah antropolog yang menciptakan istilah proxemics sebagai
bidang studi yang menelaah persepsi manusia atas ruang (pribadi dan sosial), cara
manusia menggunakan ruang dan pengaruh ruang terhadap komunikasi. Beberapa
pakar lainnya memperluas konsep Proksemika dengan memperhitungkan seluruh
lingkungan fisik yang mungkin berpengaruh terhadap komunikasi, termasuk iklim,
cahaya, dan kepadatan penduduk. Berbagai eksperimen memang menunjukan
bahwa lingkungan yang estetis mempengaruhi fikiran dan kenyamanan manusia
dan karenanya juga mempengaruhi interaksi dengan orang lain.

a. Ruang pribadi vs ruang public


Ruang pribadi identik dengan wilayah tubuh. Satu dari empat kategori
wilayah yang digunakan manusia berdasarkan perspective Lyman dan Scott.
Ketiga wilayah lainnya adalah wilayah public yakni tempat yang secara bebas
dimasuki dan diinggalkan orang, dengan sedikit pengecualian (hanya boleh
dimasuki oleh kalangan tertentu atau syarat tertentu).

b. Posisi duduk dan pengaturan ruangan


Semakin formal penataan ruangan, semakin formal juga komunikasi
yang dikendaki. Terdapat tiga pola dasar dalam pengajaran di kelas yaitu pola
tradisional, pola sepatu kuda, dan pola modular. Pembicara yang menggunakan
pola tradisional yakni duduk atau berdiri di depan ruangan, apalagi jika
menggunakan mimbar, sementara pendengarnya duduk berjajar kebelakang,
mengesankan berkuasa, menjaga jarak, dan menggurui pendengarnya. Bila kursi
diatur seperti sepatu kuda, sementara pembicara duduk disebelah tepinyaa, maka
jarak mengesankan status lebih sempit, dan komunikasi dua arah bahkan multi
arah akan lebih lancar. Pola modular paling jarang digunaka, baru dialkukan jika
pembicara menghendaki kerjasama kelompok.
J. KONSEP WAKTU
Waktu menentukan hubungan antarmanusia. Pola hidup manusia dalam waktu
dipengaruhi oleh budayanya. Waktu berhubungan erat dengan perasaan manusia.
Kromenika adalah studi dan interpertasi atas waktu sebagai pesan. Edward T.Hall
membedakan konsep waktu menjadi dua waktu monokronik (M) dan waktu
polikronik (P). penganut waktu polikronik memandang waktu sebagai suatu putaran
yang kembali dan kembali lagi. Mereka cenderung mementingkan kegiatan yang
terjadi dalam waktu ketimbang waktu itu sendiri, mekankan keterlibatan orang-
orang dan penyelesaian transaksi ketimbang menepati jadwal waktu. Sebaliknya
penganut waktu monokronik cenderung mempersepsi waktu sebagai perjalanan
lurus dari masa lalu menuju masa depan dan melakukannya sebagai entitas yang
nyata yang bisa dipilih, dibuang, dihabiskan, dihemat, dibagi bahkan dibunuh,
sehingga mereka menekankan penjadwalan dan kesegeraan waktu.
Penganut waktu M cenderung lebih menghargai waktu, tepat waktu, dan
membagi-bagi serta menepati jadwal waktu secara ketat, menggunakan satu segmen
waktu untuk mencapai suatu tujuan. Sebaliknya penganut waktu P cenderung lebih
santai, dapat menjadwalkan waktu untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus.
Konsep waktu P dianut kebanyakan budaya timur, eropa selatan, dan amerika
latin, termasuk Indonesia. Sedangkan waktu M dianut kebanyakan budaya barat
(Eropa utara, Amerika utara, dan Australia).

K. DIAM
Ruang dan waktu adalah bagian dari lingkungan kita yang dapat diberi makna.
John Cage mengatakan tidak ada sesuatu yang disebut ruang kosong. Selalu ada
sesuatu yang dapat dilihat dan didengar. Penulis dan filosop Amerika Henry David
Thoreau pernah menulis dalam hubungan manusia tragedy mulai bukan ketika ada
kesalahfahaman mengenai kata-kata, namun ketika diam tidak dipahami.
Sayangnya makna yang diberikan terhadap diam terikat oleh budaya dan factor-
faktor situasional. Factor yang mempengaruhi diam antara lain adalah durasi diam,
hubungan antara orang-orang yang bersangkutan dan situasi atau kelayakan waktu.
L. WARNA
Warna sering digunakan untuk menunjukkan suasana emosional, cita rasa,
afiliasi politik, bahkan mungkin keyakinan agama yang dianut. Warna bersifat
simbolik. Hingga derajad tertentu terdapat hubungan antara warna yang kita
gunakan dengan kondisi fisiologis dan psikologis manusia.

No warna Suasana hati


1 Merah Menggairahkan, merangsang
2 Biru Aman, nyaman
3 Oranye Tertekan, terganggu, bingung
4 Biru Lembut, menenangkan
5 Merah, coklat, biru, Melindungi, mempertahankan
ungu, hitam
6 Hitam, coklat Sangat sedih, patah hati, tidak bahagia, murung
7 Biru, hijau Kalem, damai, tenteram
8 Ungu Berwibawa, agung
9 Kuning Menyenangkan, riang, gembira
10 Merah, oranye, hitam Menantang, melawan, memusuhi
11 Hitam Berkuasa, kuat, bagus sekali

M. ARTEFAK
Artefak adalah benda apa saja yang dihasilkan oleh kecerdasan manusia. Benda-
benda yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan dalam
interaksi manusia sering mengandung makna-makna tertentu. Bidang studi
mengenai ini sering disebut objektika. Benda-benda seperti meja, rumah, dan lain-
lain yang berada di sekitar lingkungan kita adalah pesan-pesan yang bersifat
nonverbal sejauh dapat diberi makna.
Tampa memperhatikan sungguh-sungguh bagaimana budaya mempengaruhi
komunikasi, ternasuk komunikasi nonverbal dan pemaknaan terhadap pesan
nonverbaltersebut, kita bisa gagal berkomunikasi dengan orang lain. Kita
cenderung menganggap budaya dan bahasa nonverbal kita sebagai standar dalam
menilai bahasa dan budaya dari Negara lain. Bila perilaku nonverbal orang berbeda
dengan perilaku nonverbal kita sebenarnya orang tersebut tidak bisa dibilang salah.
Jika kita langsung melompat pada kesimpulan pada orang lainberdasarkan perilaku
nonverbalnya, maka kita terjebak dalam etnosentrisme (menganggap budaya sendiri
sebagai standar dalam mengukur budaya orang lain).
BENTUK KOMUNIKASI

Bentuk komunikasi menurut Uripni (2003) dalambuku komunikasi kebidanan yaitu:

a. Interpersonal Communication (face to face communication)


Komunikasi interpersonal yaitu salah satu bentuk komunikasi yang
paling efektif dan komunikator dapat langsung bertatap muka, sehingga
stimulus yakin pesan atau informasi yang diasampaikan komunikan
langsung dapat direspon atau ditanggapi pada saat itu juga. Penyampaian
pesan dari seseorang kepada orang lain bersifat dua arah, secara verbal
maupun non verbal
Contoh: antara Bidan dan klien
b. Intrapersonal Communication
Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang terjadi dalam diri
individu. Komunikasi ini akan membantu seseorang atau individu agar tetap
sadar akan kejadian di sekitarnya. Atau penyampaian pesan seseorang
kepada dirinya sendiri.
Contoh: pada saat kita melamun
c. Mass Communication (Komunikasi Massa)
Komunikasi massa adalah komunikasi umum bukan komunikasi
ppribadii, pesan yang disampaikan tidak ditujukan pada satu orang saja
tetapi bagi semua orang atau anggota khalayak.
Komunikasi masssa adalah bentuk komunikasi yang menyampaikan
pernyataan secara terbuka melaui media penyebaran teknis secara tidak
langsung dan satu arah pada public tersebut.
Komunikasi massa menyampaikan informasi, gagasan, dan sikap kepada
komunikan yang beragam dalam jumlah banyak dengan menggunakan
media yang meliputi: radio, TV, film, dan lain – lain. sifaat komunikasi
massa adalah umum, heterogen, non pribadi, dan menimbulkan
keserempakan dengan menggunakan media paham yang sama.
TEKNIK KOMUNIKASI

Teknik komunikasi adalah proses penyampaian informasi atau pesan dari satu pihak
ke pihak lain agar terjadi interaksi di antara keduanya untuk menyelesaikan suatu
masalah dengan media komunikasi.

Setelah kita mengetahui kode yang ada pada system komunikasi, persoalan yang
muncul adalah bagaimana kita menggunakan kode tersebut dan menerapkanya dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut Cassandra, ada dua model dalam penyusunan pesan,
antara lain yaitu:

1. Penyusunan pesan bersifat informative


Model penyusunan pesan yang bersifat informative lebih banyak ditujukan pada
perrluasan wawasan dan kesadaran khalayak. Prosesnya lebih banyak bersifat difusi
atau penyebaran sederhana, jelas dan tidak banyak menggunaka jargon atau istilah-
istilah yang kurang popular di kalangan khalayak.
Ada empat macam penyusunan pesan yang bersifat informative.
a. Space order yaitu penyusunan pesan yang melihat kondisi tempat atau ruan,
seperti internasional, nasional, dan daerah.
b. Time order yaitu penyusunan pesan berdasarkan waktu atau periode yang
disusun secara kronologis.
c. Deductive order yaitu penyusunan pesan mulai dari hal yang bersifat umum ke
informasi yang besifat khusus.
d. Inductive order yaitu penyusunan pesan yang dimulai dari hal-hal yang bersifat
khusus ke informasi yang bersifat umum.
2. Penyusunan pesan bersifat persuasive
Model penyusunan pesan yang bersifat persuasive memiliki tujuan untuk
mengubah persepsi, sikap, pendapat khalayak. Penyusunan pesan persuasive
memiliki proporsi. Proorsi disini adalah apa yang dikendaki sumber terhadap
penerima sebagai hasil pesan yang disampaikannya, artinya setiap pesan yang
dibuat diinginkan adanya perubahan.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam penyusunan pesan yang
memakai tekhnik persuasi, antara lain:
1. Fear appeal adalah metode penyusunan atau penyampaian pesan dengan
menimbulkan rasa ketakutan kepada khalayak, karena disertai ancaman yang
menakutkan.
2. Emotional appeal adalah cara penyusunan atau penyampaian dengan berusaha
menggugah emosioanl khalayak. Bentuk lain daro Fear appeal ini adalah
propaganda.
3. Reward appeal adalah cara penyusunan atau penyampaian pesan dengan
menawarkan janji-janji kepada khalayak. Khalayak lebih bisa menerinma pesan
dengan iming-iming hadiah daripada denga ancaman.
4. Motivational appeal adalak teknik penyusunan pesan yang dibuat karena janji-
janji tetapi disusun untuk menumbuhkan internal psikologis khalayak sehingga
mereka dapat mengikuti pesan-pesan itu.
5. Humorous appeal ialah teknik penyusunan pesan yang disertai dengan humor,
sehingga dalam penerimaan pesan khalayak tidak merasa jenuh. Pesan yang
disampaikan dengan humor lebih mudah diterima, enak dan menyegarkan.

Selain metode di atas dikenal juga teknik penyusunan pesan satu sisi (one-sided
issue) dan dua sisi (two-sided issue). Dari eksperimen teknik ini hanya cocok untuk
khalayak yang kurang pendidikan.

Dikenal juga metode penysunan pesan klimak (member tekanan pada hal-hal
yang dianggap penting pada akhir pesan) dan anti klimaks (penekanan di awal
pesan) serta primary (menempatkan hal-hal positif di bagian awal penyajian) dan
regency (menempatkan hal-hal positif di akhir pesan).

Teori yang membicarakan tentang penyusunan dan penyampaian pesan yaitu:

a. Over power’em theory. Teori ini menunjukkan bahwa pesan sering kali diulang,
panjang dan cukup keras, pesan itu akan berlalu dari khalayak.
b. Glamour theory menyatakan bahwa pesan (ide) yang dikemas dengan cantik
kemudian ditawarkan dengan gaya persuasi khalayak akan tertarik untuk
memiliki ide tersebut.
c. Don’t telem theory menyatakan bahwa suatu ide tidak disampaikan terhadap
orang lain, mereka tidak akan memegangnya dan menanyakannya.
Meski teknik-teknik dapat dipakai untuk semua komunikator, namun untuk
menyusun pesan-pesan secara efektif perlu memperhatikan beberapa hal berikut:

a. Pesan yang akan disampaikan harus dikuasai terlebih dahulu, termasuk struktur
penysunannya yang sistematis.
b. Mampu mengemukakan argumentasi secara logis. Untuk itu harus mempunyai
alasan berupa fakta dan pendapat yang bisa mendukung materi yang disajikan.
c. Memiliki kemampuan untuk membuat intonasi bahasa, serta gerakan nonverbal
yang dapat menarik perhatian khalayak.
d. Memiliki kemampuan untuk membumbui pesan yang disampaikan dengan
anecdote-anekdote untuk menarik perhatian dan mengurangi rasa bosan
khalayak.

Suatu hal yang tidak bisa dilupakan adalah proses komunikasi tidak bisa dilepaskan
dari tiga hal yaitu:

a. Pujian
Komunikator harus menyadari bahwa hampir semua manusia senang dipuji.
Tetapi terlalu memuji juga dapat menggagalkan proses komunikasi.
Dalam memberikan pujian perlu memahami prinsip berikut:
1. Beri pujian atas prestasi seseorang
2. Kombinasikan pujian dengan penghargaan
3. Gunakan pujian sebagai dukungan dan bukan sebagai sindiran.
b. Kritikan
Unsure yang sangat penting dalam membuat perbaikan, namun jika disalah
artikan kritikan malah akan menjadi boomerang dan malah menjatuhkan
seseorang.
c. Perintah
Bentuk penyampaian pesan yang ditujukan lepada seseorang agar mereka dapat
melaksanakan apa yang diinginkan oleh si pemberi perintah. Dalam member
perintah pesan harus jelas dan singkat., sehingga penerima dapat memahami apa
yang dimaksudkan.
Dalam hal ini ada dua bentuk teknik berkomunikasi, yaitu:
1. Teknik Berbicara
 Pengertian Teknik Berbicara
Teknik berbicara efektif adalah berbicara secara menarik dan jelas, sehingga
dapat dimengerti dan mancapai tujuan yang diiharapkan dalam
berkomunikasi. Teknik berbicara dalam berkomunikassi harus menyesuaikan
diri antara komunikator dan komunikan kepada pesan yang dipercakapkan.
Secara sederhana, teknik berbicara dalam berkomunikasi secara aktif dan
efektif adalah:
1. Memilih pokok persoalan yang akan dibicarakan
2. Berbicara diringi dengan bantuan gerak gerik
3. Menyesuaikan situasi dengen lawan bicara dengan baik
4. Menghargai dan menghormaati lawan bicara dengan baik
5. Menanggapi setiap reaksi, saran, usul dari lawan bicara.
 Prinsip – prinsip Berbicara
1. Prinsip Berbicara yang aktif
Berbicara yang efektif prinsipnya yaitu berbahasa dengan seperlunya
dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain itu,
kita harus memperhatikan tata cara yang berlaku di masyarakat agar
pembicaraan dapat berjalan dengan lancar.
Agar dapat berbicara dengan efektif, hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a. Memberi kesempaatan berbicara dengan lawan bicara
b. Menatap bergantian secara sopan
c. Berbicara dengan jelas, mengerti dan jangan berisik
d. Menghayati pokok pokok pembicaraan yang akan disampaikaan
2. Prinsip Motivasi
Berbicara yeng efektif, sehingga membangkitkan minat pendengar.

Berbicara dengan prinsip motivasi, yaitu:

a. Memberikan dorongan
Bicara dengan memberikan dorongan yaitu dengan cara mengutarakan
bahan yang akan dibicarakan
b. Menokohkan
Menokohkan seseorang atau para pendengar yang menimbulkan rasa
senang dan membesarkan hatinya.
c. Dorongan ingin mengetahui
Cara ini dipergunakan karena pada dasarnya setiap manusia punya
rasa ingin mengetahui dalam dirinya, baik itu menyangkut dirinya atau
hal - hal lainnya.
 Prinsip perhatian
Prinsip perhatian adalah pemusatan pikiran pada suatu masalah atau aspek
tertentu. Agar para pendengarnya mau memperhatikan dengan baik. Hal
yang perlu diperhatikan yaitu topic pembicaraan, mencangkup:
a. Hal – hal aneh
b. Hal – hal lucu
c. Hal yang dominan atau mencolok
d. Hal hal yang sesuai dengan kebutuhan
2. Teknik Mendengarkan yang Aktif

Mendengarkan merupakan suatu kegiatan memperhatikan dengan sebaik


-baiknya dengan menggunakan indera pendengaran, sehingga memahami
maksud secara tepat dari pihak komunikator. Untuk mendengarkan dengan baik
diperlukan konsentrasi yang tinggi dari pikiran agar dapat menangkap dan
mengintepresentasikan berita atau pesan dari komunikan. Proses mendengar
tidak hanya menggunakan indera pendengaran, tetapi perpaduan antara indera
pendengaran dengan pikiran.

Cara mendengar yang aktif ditunjukkan melalui:

a. Mendengarkan secara evaluatif

Ketika mendengarkan pembicaraan, pendengar berupaya


mendengarkan percakapan sambil mengadakan evaluasi terhadap kata – kata
yang diucapkan pembicara. Hasil penilaian disampaikan kembali kepada
pembicara dalam berbagai bentuk, misalnya: menolak, menyetujui apa yang
disampaikan pembicara.
b. Mendengarkan secara proyektif

Pendengar berusaha memproyeksikan dirinya ke alam pikiran


pembicara. Pendengar berusaha memahami pandangan dari pembicara
sampai pembicaraan selesai dan pendengar memahami setiap arti dan
maksud dari pembicaraan.

Cara mendengarkan yang aktif dan baik, yaitu:


1. Dengarkan dengan penuh konsentrasi apa yang sedang dibicarakan
2. Tangkap pesan –pesan penting atau inti pembicaraan.
3. Sebaiknya terlebih dahulu persiapkan alt tulis untuk mencatat inti
pembicaraan
4. Bila terjadi pembicaraan secara langsung, pendengar dapat menanyakan
kembali isi pembicaraan bila kurang paham.

Teknik menjadi komunikator yang terampil

1. Berikan kesan bahwa Anda antusias berbicara dengan mereka


Beri kesan bahwa Anda lebih suka berbicara dengan mereka daripada oranglain di
muka bumi ini. ketika Anda memberi mereka kesan bahwa Anda sangat antusias
berbicara dengan mereka dan bahwa Anda peduli dengan mereka, Anda memberi
mereka kesan mereka lebih positif dan percaya diri.

2. Ajukan pertanyaan tentang minat mereka


Ajukan pertanyaan terbuka yang akan membuat mereka berbicara tentang minat dan
kehidupan mereka. Galilah sedetail mungkin, sehingga mereka memperoleh
pandangan baru tentang hidup mereka.
3. Beradaptasi dengan bahasa tubuh dan perasaan mereka
Rasakan bagaimana perasaan mereka pada saat ini dengan mengamati bahasa tubuh
dan nada suara mereka.
4. Tunjukkan rasa persetujuan: katakana kepada mereka apa yang Anda kagumi
tentang mereka dan mengapa
Salah satu cara terbaik untuk segera berhubungan dengan orang lain adalah dengan
jujur sdan memberitahu mereka mengapa Anda menyukai dan mengagumi mereka.
5. Dengarkan dengan penuh perhatian semua yang mereka katakan
Dengarkan setiap kata yang mereka katakana dan beri respon serelevan mungkin.
Hal ini menunjukkan bahwa Anda benar benar mendengarkan apa yang mereka
katakan dan terlibat supenuhnya di dalam suasana bersama dengan mereka.
6. Beri mereka kontak mata yang lama
Kontak mata yang kuat mengkomunikasikan kepada orang lain bahwa Anda tidak
hanya terpikat oleh mereka dan apa yang anda katakana, tapi juga menunjukkan
bahwa anda dapat dipercaya.
7. Ungkapkan diri anda sebanyak mungkin
Salah satu cara terbaik untuk mendapatkan kepercayaan seseorang adalah dengan
mengungkapkan diri seterbuka mungkin. Anda juga dapat membiarkkan mereka
mengetahui lebih jauh tentang diri anda seiring dengan berjalannya waktu.
8. Berikan mereka senyuman terbaik anda
Ketika Anda tersenyum pada orang, Anda menyampaikan pesan bahwa anda
menyukai mereka dan kehadiran mereka membawa kebahagiaan pada mereka.
tersenyum pada mereka membuat mereka akan tersenyum kembali pada anda dan
berkomunikasi dengan anda juga.
9. Menawarkan saran yang bermanfaat
Jelaskan apa yang menarik dari orang, tempat, atau hal – hal lainnya. Jika ide anda
cukup menarik, mereka akan mencari anda kembali untuk menjdi tempat ketika
mereka membutuhkan saran dalam membuat keputusan.
10. Sebut nama mereka dengan cara yang mennyenangkan telinga mereka
Nama seseorang adalah salah satu kata yang memiliki emosional yang kuat bagi
mereka. ketika Anda menyebutka nama mereka dengan lebih menyentuh ddaripada
orang lain yang mereka kenal, mereka akan menemukan bahwa Andalah yang
paling berkesan
ETIKA KOMUNIKASI

A. ETIKA, ETIKET, DAN MORAL


Kata moral berasal dari bahasa latin “mores”. Mores berasal dari kata mos
yang berarti kesusilaan, tabiat, atau kelakuan. Dengan demikian moral dapat
diartikan sebaai ajaran kesusilaan. Moralitas berarti hal yang mengenai kesusilaan.
Moral juga berarti ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan. Dari asal
katanya dapat ditarik kesimpulan bahwa moral mempunyai pengertian yang ama
dengan kesusilaan, yang memuat ajaran tentang baik buruknya perbuatan.

Sementara itu, istilah etika berasal dari kata latin “ethic” sedangkan dalam
bahasa gerik “ethikos” ( a body of moral principles or values). Dengan demikian,
etik berarti kebiasaan, habit, custome yang dimaksud dengan baik atau buruk,
dalam hal ini berkaitan dengan kebiasaan masyarakat.

Ada kesan bahwa antara moral dengan etika itu tumpang tindih pengertiannya.
Moral berbicara tentang prilaku baik dan buruk, sementara etika juga. Untuk
memperjelasnya, ada batasan tentang etika. Definisi yang sedikit netral bisa kita
jumpai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang menerangkan bahwa etika
adalah:

1. Ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak kewajiban moral.
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh golongan tertentu.

Menurut K. Bertens (1994), etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas
atau tentang manusia sejauh yang berkaitan dengan moralitas. Dengan kata lain,
etika adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku moral. Prof. I.R. Poedjowijadna
(1986) mengatakan bahwa sasaran etika khusus kepada tindakan manusia yang
dilakukan secara sengaja.
Franz Magnis Suseno (2001) membedakan etika menjadi 2 yaitu:

1. Etika umum
Mempertanyakan prinsip – prinsip dasar yang berlaku bagi segenap tindakan
manusia.
2. Etika Khusus

Membahas prinsip – prinsip dalam hubungannya dengan kewajiban moral


manusia dalam berbagai lingkup kehidupannya.

Etika khusus dibedakan menjadi 2 yaitu:


a. Etika Individual
Lebih menekankan terhadap dirinya sendiri dan melalui suara hati terhadap
Yang Ilahi.
b. Etika Sosial
Lebih luas cakupannya jika disbanding dengan etika individual. Hal ini
dikarenakan berkaitan dengan semua kewajiban manusia.

Dalam pembahasan yang lebih konkret K. Bertens memilah definisi etika ke


dalam 3 hal berikut:

1. Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai – nilai dan norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya,
misalnya jika orang membicarakan tentang “etika suku Indian”, maka tidak
dimaksudkan ilmu melainkan nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh
golongan tersebut. Secara singkat arti ini dapatdirumuskan sebagai “system
nilai”.
2. Etika juga berarti kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud di sini adalah
kode etik.
3. Etika termasuk ilmu tentang baik atau buruk. Etika baru menjadi ilmu bila
kemungkinan etis (asas dan nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang
begitu saja diterima dalam measyarakat seringkali tanpa disadari menjadi bahan
refleksi bagi suatu bagian sistematis dan metodis. Etika di sini sama atrtinya
dengan filsafat moral.
Secara etimologi etika dan moral itu sama artinya meskipun asal katanya
berbeda, tetapi bisa berarti bahwa etika itu merupakan moral itu sendiri,
sedangkan etiket berarti sopan santun.
Perbedaan antara etika dan etiket:
a. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Etiket
menunjukan cara yang tepat artinya cara yang diharapkan serta ditentukan
dalam suatu kalangan tertentu, misalnya: menyerahkan buku dengan tangan
kiri pada orang tua.
b. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain yang hadir
atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku, sebaliknya etiket selalu
belaku termasuk tidak ada saksi mata sekalipun. Etiket tidak bergantung
pada hadir tidaknya orang lain.
c. Etiket bersifat relative. Hal yang dianggap tidak sopan dalam suatu
kebudayaan belum tentu berlaku untuk kebudayaan yang lain. Etika jauh
lebih absolute, sebaliknya etiket lebih besifat relative.
d. Jika kita berbicara etiket, kita hanya memandang manusia dari segi lahiriah,
sedangkan etika menyangkut manusia dari dalam.

Dari berbagai pendapat diatas, dapat kita katakana bahwa etika merupakan
bagian dari filsafat, sedangkan oral berasal dari etika. Seperti yang dikatakan
Frans Magniz- Suseno, etika adalah ilmu yang membahans masalah moralitas
atau manusia sejauh berkaitan dengan moralitas. Bahkan seperti yang dikatakan
oleh Louise o. kattsoft dalam bukunya “Elemen Of Philosophy” etika
merupakan penyelidikan tentang filsafat bidang moral, yaitu memang
kewajiban manusia serta yang baik dan yang buruk. Meski ada yang
mengatakan bahwa moral dan etika itu sama, tetapi dalam pemakaiannya
berbeda.

B. PENTINGNYA ETIKA
Alasan kita perlu mempelajari etika, antara lain:
1. Hidup pada masyarakat yang terus berkembang, yang membuat masyarakat
semaikn plural. Pluralitas akan berdampak pada kepentimngan individu yang
kian menajam. Perkembangan komunikasi khususnya berdampak pada
pemupukan sifat individu manusia. Hidup dalam masyarakat yang sedemikian
plural, sangat membutuhkan etika sebagai pegangan dalam hidup bemasyarakat.
Tampa etika manusia akan menjadi pemangsa sesamanya. Etika akan
mengajarkan atau akan mengarahkan perbuatan mana yang baik dan mana yang
buruk.
2. Etika diperlukan bagi kalangan agamawan yang disatu pihak menemukan dasar
kemantapan mereka dalam iman dan kepercayaan mereka.
3. Masyarakat modern yang cenderung hidup dalam individualismedisertai
persaingan hidup yang semakin ketat menuntut masing-masing orang untuk
bertahan.

C. ETIKA KOMUNIKASI
Komunikasi sangat berkaitan dengan khalayak ramai, sehingga tidak terlepas
dari etika. Hubungan dengan masalah etika komunikasi ada beberapa hal yang
penting yang berkaitan dengan etika yang dikemukakan oleh Shoemaker dan Reese
(1991) yaitu:
1. Tanggung jawab
Tanggung jawab tentunya mempunyai dampak positif. Dampak positif yang
terasa adalah komunikator akan berhati-hati dalam menyampaikan pesan
kepada komunikan. Ia tidak bisa seenaknya saja memberikan informasi yang
tidak benar terhadap komunikan.

2. Kebebasan
Tanggung jawab tidak akan berarti apa-apa jika tidak dibarengi dengan
kebebasan. Tanggungjawab tidak berarti pengekangan. Kebebasan ini mutlak
untuk dipunyai oleh setiap komunikator. Dengan kata lain kebebasan dan
tanggungjawab sama-sama penting kedudukannya. Oleh karena itu kita sering
mendengar kata-kata kebebasan yang bertanggungjawab.
3. Masalah etis
Masalah etis disini bahwa komunikator harus terbebas dari kepentingan. Yang
bisa dilakukan adalah menekan, sebab tidak ada ukuran pasti seberapa jauh
kepentingan itu tidak boleh terlibat dalam pesan.
4. Ketetapan dan objektivitas
a. Kebenaran adalah tujuan utama. Orientasi pesan berdasarkan kebenaran
harus menjadi pegangan pokok setiap komunikator.
b. Objectivitas adalah bukti bahwa komunikator dapat memilah pesan secara
baik untuk disampaikan kembali kepada komunikan.

D. REALITAS PELAKSANAAN ETIKA KOMUNIKASI MASSA


Etika adalah pedoman baik tidaknya sebuah proses pelaksanaan komunikasi
massa. Sebagai contoh pedoman aturan, tidak tertutup peluang memunculkan
pelanggran-pelanggaran. Ketika orang mengatakan bahwa kita harus berpegang
pada etika, saat itulah ada bukti pelanggaran etika.
Dalam aktualisasinya, proses pelaksanaan etika, masih banyak batu sandungan.
Etika memang enak dibicarakan, tetapi sangat sulit dilaksanakan. Ada beberapa
catatan tentang pelaksanaan etika komunikasi massa antara lain sebagai berukut:
1. Pelaksanaan etika komunikasi massa masih menbutuhkan perjuangan yang berat
dan terus-menerus. Etika komunikasi massa sangat sulit untuk dilaksanakan oleh
semua pihak. Dengan kata lain semua media massa mau melaksanakan etika
komunikasi massa. Bukan berarti mereka tidak sadar, tetapi tuntutan, misi, visi,
dan orientasi satu sama lain yang berbeda memungkinkan mereka berbeda pula
dalam melaksanakan etika.
2. Pelaksanaan etika bisa terhambat karena masing-masing pihak (pers,
pemerintah, dan masyarakat) membuat ukuran tersendiri.
3. Pelaksanaan etika komunikasisangat sulit diwujudkan karena tanggung
jawabnya terletak pada diri sendiri dan sanksi masyarakat.
4. Semakin tinggi pendidikanmasyarakat, semakin sadar mereka akan pentingnya
pelaksanan etika komunikasi massa. Meski ini belum tentu jaminan, semakin
tinggi pendidikan, justru kadang akan membuat manusia gampang untuk
mengakali pelanggaran etika. Namun, kesadaran pelaksanaan etika lebih bisa
tumbuh dalam masyarakat terdidik.
SUMBER RUJUKAN

Cangara, Hafied, H. Prof. Dr. M.Sc. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:
Pers Rajawali
Mulyana, Deddy. Prof, M.A.,Ph.D. 2000. ILMU KOMUNIKASI suatu
pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Nurudin, M.Si dan Nur Hidayat Dedy, Dr. M.Si. 2006. Pengantar Komunikasi
Massa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada (Divisi BukubPerguruan
Tinggi)

Anda mungkin juga menyukai