Anda di halaman 1dari 22

Analisis isi Unsur Porno Aksi dalam program tayangan Sexophone di stasiun Trans TV

A. Latar Belakang Manusia diciptakan dengan sempurna yang memiliki kelebihan dalam hal berfikir. Manusia berfikir untuk mempelajari, menemukan dan menciptakan berbagai hal untuk mempermudah setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia, salah satunnya dalam hal teknologi. Manusia menciptakan teknologi sebagai sarana yang membantu manusia untuk menjadi mudah dan nyaman setiap pekerjaan dan informasi. Perubahan jaman sangat mempengaruhi motivasi manusia untuk menciptakan teknologi yang canggih. Kehadiran teknologi secara tidak sadar sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Manusia menggunakan teknologi dan dikelilingi oleh teknologi hampr setiap hari dan setiap saat. Setiap aktifitas manusia, tidak terlepas jauh dari menggunakan teknologi dari bangun tidur hingga tidur lagi. Kita sadar atau tidak, saat ini manusia menjadi tergantung dengan teknologi. Manusia menciptakan teknologi menjadi canggih dengan berubahnya jaman. Bisa dikatakan, teknologi yang menjadi canggih itu berupa digital yang tidak menggunakan analog. Contoh kecilnya, seperti jam analog yang hanya berupa jarum dan logam pada angka angka, sekarang begitu banyak jam analog yang system kerjanya hanya berupa layar dan gambar digit angka tanpa ada jarum jam dan logam. Dengan perubahan teknologi pada jamannya, telah diciptakan media yang system kerjanya digital yang tidak termasuk televisi, radio hingga Koran. Media itu disebut Media Baru. Media baru adalah istilah yang dimaksudkan untuk mencakup kemunculan digital, komputer, atau jaringan teknologi informasi dan komunikasi di akhir abad ke-20. Sebagian besar teknologi yang digambarkan sebagai media baru adalah digital, seringkali memiliki karakteristik dapat dimanipulasi, bersifat jaringan, padat, mampat, interaktif dan tidak memihak.

Beberapa contoh dapat Internet, website, komputer multimedia, permainan komputer, CDROMS, dan DVD. Media baru bukanlah televisi, film, majalah, buku, atau publikasi berbasis kertas. (http://new-media.kompasiana.com/2010/02/05/memahami-istilah-media-baru-newmedia/) 20 oktober 2012. 1.36 pagi. Media baru muncul dengan perubahan waktu yang membuat jaman menjadi modern. HENRY S. SABARI mangatakan bahwa modern merupakan sebuah era di mana kemajuan dan optimisme menjadi sebuah keniscayaan. Modern berhubungan dengan kata baru dan barat. Hingga saat ini, segala sesuatu dianggap modern bila mengadopsi dari apa yang dilakukan oleh masyarakat dunia barat, walaupun paradigma tersebut tidak sepenuhnya benar. Kata modern juga berhubungan dengan hal-hal yang baru, yang ter up to date, tidak kuno, dan memiliki teknologi tinggi. http://carapedia.com/pengertian_definisi_modern_info2170.html (22 oktober 2012, 9.04) Istilah media baru mengacu pada seperangkat teknologi yang mengalami perkembangan yang sangat cepat atau sesuatu interaksi yang komplek antara teknologi baru dan bentuk bentuk media yang dibangun. Format media baru berupa Digitally. Proses digitally adalah seluruh dating yang berupa analog menjadi bentuk angka angka numeric. Data data berupa teks, diagram, gambar dan grafik diproses dan disimpan dalam bentuk bentuk digital disk atau memory drive. Dengan berkembanganya media baru, salah satunya media adalah televisi yang prosesnya menggunakan digital. Televisi pada mulanya hanya dipandang sebagai barang mainan atau sesuatu yang baru daripada suatu penemuan yang serius atau sesuatu yang memberikan sumbangan terhadap kehidupan sosial. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, televisi berperan sebagai media yang berkemampuan menyampaikan komentar atau pengamatan langsung pada saat suatu kejadian berlangsung. Selain itu, ternyata televisi juga memberi nilai yang sangat luar biasa dalam sisi pergaulan hidup manusia. Pada intinya televisi lahir dengan memanfaatkan semua media yang sudah ada (Mc Quail, 1987 : 15-16). Dengan hal itu, televisi menjadi media sebagai penyampaian pesan dan bisa menjadi perubahan bagi tingkah laku bagi pergaulan hidup manusia. Dalam penyampain pesan melalui media televisi, televisi menayangkan pesan melalui sebuah program siaran yang di tayangkan pada stasiun televisi. Salah satunya program

sexophone yang ada di stasiun televisi Trans TV. Sexophone merupakan sebuah program Talkshow tentang seks edukasi yang tayang setiap hari jumat dan sabtu pukul 00.00 sampai 01.00 malam. ( www.transtv.co.id ) diakses pada tanggal 3 januari 2013, pukul 20.25 WIB Walaupun sexophone menampilkan sebuah program tentang seks edukasi, tetapi tayangan tersebut mendapatkan surat teguran dari KPI. KPI sudah melayangkan surat teguran yang kedua pada pihak Trans TV tentang tayangan sexophone yang menampilkan beberapa foto dan adegan yang menampilkan eksploistasi bagian dada pada salah satu pemain wanita yaitu Amel Alvi secara close up yang tayang pada 2 November 2012, pukul 00.29 WIB. Surat tersebut dikirm pada 9 november 2012. Selain pelanggaran tersebut, KPI pusat juga menemukan pelanggaran sejenis pada jam tayangan 20 oktober 2012 yaitu adegan yang menampilkan eksploitasi tubuh pada bagian paha wanita yang berada di atas tempat tidur dan model wanita yang tampil pada acara, Beby Putri, secara close up. KPI pusat juga menemukan fakta lain yaitu perbincangan masalah seks yang dilakukan secara tidak sopan. Pelanggaran ini terjadi pada program yang ditayangkan pada tanggal 2 november 2012 yang membahas topic B.D.S.M (bondage discipline, sadism and masochisme). Pelanggaran yang dilakukan adalaha penanyangan adegan 2 orang narasumber tentang pengalamannnya mempraktekan aktivitasa B.D.S.M. secara terperinci. ( www.Kpi.go.id) 3 januari 2013, pukul 20. 33 WIB.

maka dengan terteranya latar belakangan masalah tersebut, peneliti ini meneliti tentang analisis isi porno aksi dalam program tayangan sexophone.

B. Rumusan Masalah Dari study kasus yang di uraikan latar belakang masalah, maka rumusan masalanya adalah seberapa banyak unsur porno aksi dala tayangan sexophone.

C. Tujuan Penelitian

Untuk Mengetahui seberapa banyak adegan pornoaksi yang ditayangkan dalam program acara sexophone.

D. Manfaaat Penelitian Peneliti Berharap dengan adanya penelitian ini dapat memberi banyak manffat, masukan serta kesadaran, bagi semua pihak yang terlibat dalam masalah ini khususnya bagi :
1. LPI (Lembaga Perfilman Indonesia), peneliti berharap dapat memberi masukan

kepada pihak tersebut untuk menyaring film yang tidak berbau adegan pornoaksi.
2. Masyarakat umum, penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi para

pemerhati agar selalu menjaga dala anak-anaknya dalam melihat tayangan film dan khusunya bagi peneliti..

E. Kerangka teori

1. Pengertian Pornografi dan Pornoaksi

Berdasarkan penelusuran kata dalam kamus kata pornografi yang dalam bahasa inggris ditulis pornography mempunyai arti keccabula, porno, gambar atau bacaan cabul. Pengertian yang serupa juga dikemukan dalam kamus besar bahasa Indonesia yang memberikan pengertian pornografi sebagai penggambaran tinggkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan yang dapat membangkitkan nafsu birahi. Berdasarkan pengertian diatas bahwa pornografi itu luas cakupannya, meliputi gambar atau lukisan yang merpertontonkan kecabulan selain itu tulisan termasuk dalam kategori pornografi jika tulisan tersebut cabul sehingga orang yang membacanya terangsang karena nafsu birahinya bangkit. Lebih rinci lagi batasan pornografi yang dikemukan oleh Soemartono menurutnya kata pornografy berasal dari bahasa yunani. Kata pornografi tersebut tersusun dari 2 suku kata yaitu porne dan graphien. Porne berarti pelacur dan graphien bearti ungkapan. Sehingga pornografy dapat diartikan sebagai setiap ungkapan yang berhubungan dengan ekspresi mesum wanita pelacur.

Sama halnya dengan pornografi, pornoaksipun terbagi menjadi 2 kata, yaitu porno dan aksi. Porno artinya cabul atau mesum dan aksi adalah gerakan. Sehingga porno aksi diartikan segala gerakan gambaran tingkah laku yang erotis dengan bentuk perbuatan nyata atau langsung yang dapat membangkitkan nafsu birahi (seks). Adapun perbedaanya terletak pada pornografi dititik media cetak, sedangkan pornoaksi lebih pada media elektronik.

2. Porno grafi dan porno porno di media masa.

Dengan kebebasan pers, setiap individu terlihat bebas menayangkan atau mencetak apa saja yang menurutnya layak untuk dibuat. Kebebasan seperti ini tidak dibarengi dengan kesadaran akan implikasi dari tayangan atau gambaran yang mereka muat. Jika kita berbica pornografi dan pornoaksi dalam mdia massa maka porsi dominan akan dilekatkan pada kaum wanita. Pertanyaan yang timbul mengapa perempuan dominan? Untuk menjawab hal ini marwah daud ibrahim memberikan asumsinya yang menurutnya masih perlu diuji kebenaranya, yakni karena yang menguasai chai of activities media massa di indonesia dan bhkan hampir diseluruh dunia adalah laki-laki. Seorang fotographer ketika memuatar angle yang pas berdasarkan naluri seksual dan libidonya. Lantas mengapa perempuan begitu mudahnya membuka kancing bjaunya untuk memperlihatkkan keindahan payudaranya atau menyingkap pahanya. Hal ini didorong oleh budaya yang menjajakan mimpi-mimpi dan angan-angan untuk mencapai instant success. Dengan demiian perempuan tidak perlu bekerja keras, tidak perlu tekun berkarya, tidak penting

belajar tekun, tapi yang penting bagaimana tampil cantik, anggun, dan menarik. Dalam keadaan seperti inilah perempuan selalu menjadi objek seks. Lebih lanjut marwah mengatakan bahwa wanita dipamerkan dan memamerkan dirinya telah masuk dalam era pembedaan yang paling puncak. Era materealistik, hedonistik, sekularistik, dam individualistik yang sangat dalam. Materealistik karena yang dilihat hanya tampilan tubuh luar yang cenderung seementara, bukan kepribadian yang cenderung abadi. Hdonistik karena ingin kesenangan sementara. Sekularistik karena tidak lagi peduli pada nilai moral yang diajarkan oleh semua golongan etis dan agama. Individualistik karena tidak lagi peduli dengan dampak negatif yang ditimbulkan dari foto-foto syur mereeka baik bagi keluarga dekatnya atau masyarakat luas.

3. Regulasi Pornografi dan pornoaksi Pornografi dan pornoaksi memang tidak dapat terlepas dari media massa. Untuk itu juga sudah terdapat aturan dalam peraturan pemerintah No.7 tahun 1994 ayat 3 tentang perfilman. Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa sensor (pemotongan) film dapat dilakukan terhadap adegan-adegan yang menggambarkan :
1. Pria dengan wanita dalam keadaan telanjang bulat, baik dari depan, dari

belakang, maupun dari samping.

2. Penonjolan alat vital: paha buah dada, dan kemaluan dengan lawan jenis, baik dengan penutup maupun tanpa penutup. 3. Ciuman yang merangsang baik yang dilakukan dengan lawan jenis, maupun sejenis dengan penuh birahi. 4. Gerakan atau suara persenggamaan atau yang memberi kesan persenggaman baik oleh manusia ataupun binatang, secara terselubung maupun langsung.
5. Gerakan atau perbuatan onani, lesbian, atau homoseks.

6. Menampilkan alat kontrasepsi secara tidak proporsional. 7. Adegan-adegan yang menimbulkan kesan yang tidak etis.

Aturan seperti aturan diatas bahkan sedang digodog di DPR untuk dapat dijadikan undang-udnang anti pornografi dan pornoaksi yang lebih dikenal dengan RUU APP (Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi). Akan tetapi masyarakat kita dalam menyikapinya terdapat yang pro (setuju), ada juga yang menolak (kontra) dan ada juga yang plin plan (pornografi No, RUU APP No).

Penolakan atas RUU APP diatas terdapat bermacam macam alasan penolakan terhadap RUU App tersebut dikatakan sebagai RUU yang bias gender dalam artian karena yang disorotin oleh undang undang tersebut hanya perempuan semata. Ada juga yang berasalan bahwa UU APP tersebut tidak perlu diadak an akrena akan menyinggung beberapa kelompok orang yang budaya mereka memang porno, seperti pakaian koteka bagi orang papua. Selain itu akan menyebabkan daya seni bagi para seniman terbatass dengan adanya UU APP tersebut

Terlepas dari pihak pihak yang pro RUU APP kelompok yang anti RUU APP, RUU APP tersebut memuat aturan aturan yang berhubungan dengan masalah pornografi dan

pornoaksi. Dalam pertimbangannya RUU APP sengaja dibuat dengan 5 pertimbangan. Diantara eprtimbangan tersebut poin dalam poin b dikatakan bahwa untuk mewujudkan tataan masyarakan Indonesia yang serasi da harmonis dalam keanekaragaman suku, agama , ras dan golongan/kelompok, moral,etika, akhlak mulia, dan kepribadianluhut yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kemudian dalam poin,dikatakan bahwa meningkatnya pembuatan,penyebarluasan,dan penggunaan pornografi dan perbuatan serta penylenggaraan pornoaksi dalam masyarakat saat ini sangat memperhatikan dan dapat mengancam kelestarian tatanan kehidupan masyarkat yang dilandasi nilai-nilai ketuhanan yang maha esa.

Selanjutnya poin D menyebutkan bahwa perundang-undangan yang ada sampai saat ini belim secara tegas mengatur definisi dan pemberian sanksi serta hal-hal lain yang berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi sebagai pedoman dalam upaya penegakan hukum untuk tujuan melestarikan tatanan kehidupan masyarakat.

Sebagaimana pertimbangan dibentuknya RUU APP di atas,yakni adanya ketidak jelasan definisi pornografi dan pornoaksi,maka dalam RUU APP ini pornografi didefinisikan sebagai subtansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengekspoitasi seksual, kecabulan, dan erotica.

Adapun pornoaksi diartikan sebagai perbuatan mengekspoitasi seksual, kecabulan, dan atau erotica dimuka umum

Dengan demikian yang dimaksud ponografi dalam RUU APP tersebut adalah setiap bacaan, atau gambar yang mempunyai arti cabul atau menimbulkan kesan cabul.demikian juga pornoaksi yakni tayangan yang menimbulkan kesan cabul atau mempunyai arti cabul. Pada dasarnya sama-sama mempunyai articabul atau memberikan kesan cabul hanya berbeda medianya. Pornografi dalam media cetak sedangkan pornoaksi dalam media elektronik atau dapat juga secara langsung seperti pertunjukan.

F. Definisi Konseptual

Pronografi yang dikemukan oleh Soemartono menurutnya kata pronografi berasal darii bahasa yunani. Kata pornografi tersebut tersusun dari dua suku kata yaitu porne dan graphien. Porno bearti pelacur dan graphien bearti ungkapan. Sehinga pornografi dapat idartikan sebagai setiap ungkapan yang berhubungan dengan ekspresi mesum wanita pelacur.

Sama halnya dengan porno grafi, porno aksipun terbagi menjadi dua kata, yaitu porno dan aksi. Porno artinya cabul dan aksi adalah gerakan. Sehingga pornoaksi diartikan sebagai segala gerakan gambaran tingkah laku yang erotis dengan bentuk perbuatan nyata atau langsung yang dapat membangkitkan nafsu birahi(seks). Adapun perbedaanya, terletak pada pornografi dititik beratkan pada media cetak, sedangkan pornoaksi lebih pada media elektronik.

G. Definisi Operasional

Untuk Melakukan pengukuran pada penelitian ini. Dibutuhkan suatu kategorisasi penelitian. Pada Penelitian ini, pornoaksi yang dimaksud adalah tindakan pronoaksi yang terdapat aturan dalam peraturan pemerintah No.7 tahun 1994 ayat 3 tentang perfilman. Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa sensor (pemotongan) film dapat dilakukan terhadap adegan-adegan yang menggambarkan :

1. Pria dengan wanita dalam keadaan telanjang bulat, baik dari depan, dari belakang, maupun dari samping. 2. Penonjolan alat vital: paha buah dada, dan kemaluan dengan lawan jenis, baik dengan penutup maupun tanpa penutup. 3. Ciuman yang merangsang baik yang dilakukan dengan lawan jenis, maupun sejenis dengan penuh birahi. 4. Gerakan atau suara persenggamaan atau yang memberi kesan persenggaman baik oleh manusia ataupun binatang, secara terselubung maupun langsung. 5. Gerakan atau perbuatan onani, lesbian, atau homoseks. 6. Menampilkan alat kontrasepsi secara tidak proporsional. 7. Adegan-adegan yang menimbulkan kesan yang tidak etis.

H. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan adalah metode analisis isi kuantitatif. Karena metode ini merupakan suatu teknik penelitian yang objektif sistematik dan menggambarkan secara kuantitatif isis-isi suatu pernyataan komunikasi yang tampak (manifest). Dan metode ini tepat digunakan dalam penelitian ini karena sesuai dengan rumusan masalah, yaitu untuk mengetahui bentuk-bentuk Pornoaksi yang sering muncul dalam program tayangan Sexophone. Analisis isi merupakan salah satu dari kesekian macam metode penelitian. Untuk memahami metode ini tentu kita harus memaham terlebih dahulu apa itu definisi. Dengan mengetahui defenisi atau batasan metode analisis isis, kita juga bisa tahu mengetahui bagaimana metode ini mesti dilakukan secara tepat. Menurut Zuchdi (1993:1-2), definisi analaisis isi yang berkembang selama inidi adalah satu sanya menurut barelson (1912). Menurutnya, analisis isis merupakan suatu teknik penelitian yang menghasilkan deskriptif yang onjektif, sistematis dan bersifat kuantitatif mengenai isis yang terungkap dalam komunikasi. Adapaun Auharsimi Arikunto (2003:321) menejlaskan dalam cara pandang yang berbeda bahwa metode penelitian isi atau analisis dokumen adalah metode penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang didokumentasikan dalam rekaman, baik gambar, suara, tulisan atau bentuk rekaman lainnya. Penelitian ini menggunakan konten analisis isi yang menurut Barelson merupakan sebuah teknik penelitian yang bertujuan untuk membuat inferensi-inferens dengan mengidentifikasi secara sistematik dan obyektif karakteristik-karakteristik khusus dalam sebuah teks yang bersifat tampak. Menurut Collin Summer (Sobur, 2004: 145), analisis isis kuantitatif memberikan banyak penekanan pada pengulangan dari tanda dan sedikit memberikan perhatian pada pengulangan dari tanda dan sedikit memberikan perhatian pada signifikan bagi khalayak. Analisis isi dapat digunakan jika penelitian memiliki syarat-syarat sebagai berikut : a. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi (buku, surat kabar, naskah, dan lain-lain).

b. Ada keterangan pelengkapan atau kerangka teori. c. Penelitian memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan-bahan/ data-data yang berhasil dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi tersebut bersifat sangat khas dan spesifik. 1. Teknik analisis data
a. Pengumpulan data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan guna penarikan kesimpulan, dilakukan sebagai berikut : - melakukan pengamatan terhadap isi tayangan dari program acara Sexophone dengan menggunakan coding manual dan coding sheet.

2. Populasi dan Sampel Menurut Riduwan (2004), populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkenaan dengan masalah penelitian. Populasi dapat disebut juga sebagai unit of analysis yang merupakan kumpulan obyek penelitian, yang dapat berupa orang, organisasi, kata-kata, dan kalimat yang merupakan obyek penelitian yang akan diteliti. Sedangnkan sebagian dari objek tersebut merupakan samplel (kriyantono,2007). Yang menjadi subjek populasi dalam penelitian ini adalah tayangan program acara sexphone. Yang ditayangkan dari 4 mei 2012 hingga 4 januari 2013. Sampel adalah bagian anggota populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki dengan menggunakan cara-cara tertentu. Dalam penelitian ini teknik sample yang akan digunakan adalah teknik simple random sampling (sampel acak sederhana). Digunakan sampel acak untuk mendapat program acara tayangan Sexophone yang akan diteliti. Akan diambil minimal 30% dari jumlah tayangan Sexophone yang sebanyak 32 episode x 30% = 10 episode sexophone. 3. Unit analisis

Unit analisis adalah upaya untuk menetapkan gambaran sosok pesan yang akan diteliti. Terhadap unit analisa ini perlu ditentukan dilakukan kategori ini (Siregar, 1996:17). Unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh conten yang berkaitan dengan pornoaksi dalam program tayangan acara Sexophone. 4. Uji Reliabilitas Dengan menggunakan ontercoder reability, hal ini sangat penting digunakan untuk mengetahui tingkat konsistensi pengukuran mengetahui apakah kategori yang dirumuskan sudah operasional dan secara umum untuk mengetahui tingkat obyektifitas penelitian (setyawan, 1983: 35).

Keterangan: CR M N1+N2 = Coefient Reability = Jumlah Pertanyaan yang disetujui oleh 3 orang pengkode = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkode

Menurut Lasswell dalam Flournoy (1989), pemberian angka yang menunjukkan kesamaan antara pelaksana koding sebaiknya berkisar antara 70 - 80 persen, dengan demikian proses koding dapat diterima sebagai keterpercayaan. 5. Generalisasi Generalisasi atau kesimpulan diambil berdasarkan frekuensi dan presentasi atas kemunculan data-data yang diteliti. Bentuk representasi data paling umum yang pada pokoknya membantu meringkaskan fungsi analisi, berkaitan dengan frekuensi adalah

frekuensi absolut seperti jumlah kejadian yang ditemukan dalam sampel (Krippendorf, 1991: 168). 6. Generalisasi atau kesimpulan yang diambil berdasarkan frekuensi dan presentasi atas kemunculan data-data yang diteliti

Hasil Penelitian

A. Lembar Koding Bentuk-bentuk Pornoaksi


1. Pria dengan wanita dalam keadaan telanjang bulat, baik dari depan, dari belakang, maupun dari samping. 2. Penonjolan alat vital: paha buah dada, dan kemaluan dengan lawan jenis, baik dengan penutup maupun tanpa penutup. 3. Ciuman yang merangsang baik yang dilakukan dengan lawan jenis, maupun sejenis dengan penuh birahi. 4. Gerakan atau suara persenggamaan atau yang memberi kesan persenggaman baik oleh manusia ataupun binatang, secara terselubung maupun langsung. 5. Gerakan atau perbuatan onani, lesbian, atau homoseks. 6. Menampilkan alat kontraseps.

10

Jumlah

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 5 3 0 6 8 0 0 15 37

0 0

10

7. Adegan-adegan yang menimbulkan kesan yang tidak etis.

12

25

18

10

14

11

20

28

20

15

163

Total

218

Perolehan Data

Dari ke -10 epsiode tayangan Sexophone ini, diperoleh sebanyak 196 adegan pornoaksi. Perolehan data dilakukan dengan mengkoding tiap indikator yang digunakan pada lembar koding, lalu dihitung frekuensi dan persentase nya. Adapun temuan datanya adalah sebagai berikut:

Table bentuk-bentuk Pornoaksi BENTUK Pornoaksi


Adegan telanjang bulat Penonjolan alat vital: paha buah dada, dan kemaluan dengan lawan jenis, baik dengan penutup maupun tanpa penutup.

FREKUENSI 0

PERSENTASE 0%

37

17%

Ciuman yang merangsang baik yang dilakukan dengan lawan jenis, maupun sejenis dengan penuh birahi.

0%

Gerakan atau suara persenggamaan atau yang memberi kesan persenggaman baik oleh manusia ataupun binatang, secara terselubung maupun langsung.

3,6%

Menampilkan alat kontrasepsi secara tidak proporsional.

10

4,6%

Gerakan atau perbuatan onani, lesbian, atau homoseks.

0%

Adegan-adegan yang menimbulkan kesan yang tidak etis.

163

74,8%

TOTAL

218

100 %

Persentase bentuk-bentuk pornoaksi

Adegan telanjang bulat 0% 17% 0% 4% 4% 0% 75% Gerakan dan suara Menampilkan alat kontrasepsi Perbuatan homo,lesbian dan onani adegan yang tidak etis Ciuman yang mesra Penonjolan alat vital

Kesimpulan Berdasarkan data tabel di atas bahwa adegan pornoaksi yang terjadi dalam acara SEXSOPONE adalah adegan pornoaksi yang paling sering dilakukan atau mendapatkan durasi terlama adalah adegan tidak etis dengan 75% adegan, adegan yang mendapatkan durasi kedua terlama adalah pennonjolan alat fital dengan 17% adegan, adegan yang mendapatan durasi ketiga terlama adalah menampilkan alat kontrasepsi dengan 4% aadegan, adegan yang mendapatkan durasi keempat terlama adalah memperlihatkan gerakan dan suara dengan 4% adegan, adegan yang mendapatkan durasi terlama kelima adalah perbuatan homo dan lesbian dengan 0% adegan, adegan yang mendapatkan durasi terlama keenam adalah ciuman yang mesra dengan 0% adegan, adegan yang mendapatkan durasi terlama ketujuh adalah adegan telanjang bulat dengan 0% adegan

Daftar Pustaka

http://new-media.kompasiana.com/2010/02/05/memahami-istilah-media-baru-newmedia/

http://carapedia.com/pengertian_definisi_modern_info2170.htm

pornografi No, RUU APP No


Neuman, William Lawrence. 2003. Social Research Qualitative and Quantitative Approaches. Boston: Allyn and Bacon Methods:

http://eprints.undip.ac.id/26042/1/SUMMARY_SKRIPSI_Hana_Tri_Puspita_Rini.pdf

Soemartono. Pornografi di media massa, jakarta, 2003 Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, jakarta: Balai Pustaka, 1998.

Berger,arthur asa.2000.tekhnik-tekhnik analisis media.yogyakarta:universitas atma jaya Burton,grayme.2008.yang tersembunyi dibalik media.yogyakarta:jalasutra. Elliat,martin loyd.2005.rahasia bahasa tubuh.jakarta:Pt gelora aksara pratama Mulayana,Deddy.2005.ilmu komunikasi suatu pengantar.bandung:pt remaja rosda karya munti,batara karya.2005.demokrasi keintiman (seksualitas di era global).yogyakarta:pt LkiS pelangi aksara

Analisis isi Unsur Porno Aksi dalam program tayangan Sexophone di stasiun Trans TV

Disusun oleh: Mirza Nugraha M.Mahdia Pradita Harven Harfiandi (20110530010) (20110530051) (20110530144)

Luthfi Rahman Hakim (20110530158) Lenyka brona (20110530111)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA OKTOBER 2012

Anda mungkin juga menyukai