Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Era Reformasi sampai saat ini telah menghembuskan udara kebebasan di
benak rakyat. Kebebasan ini mencakup kebebasan untuk berekspresi maupun
kebebasan untuk menuntut hak-hak yang belum terpenuhi. Namun, kebebasan
tanpa ada batasan jelas yang mengatur tentang kebebasan itu sendiri pada
akhirnya akan membawa dampak yang dapat berakibat pada menurunnya
moralitas bangsa. Kebebasan berekspresi terutama melalui dalam dunia seni dan
perfilman telah semakin mengaburkan nilai-nilai kesopanan di tengah-tengah
masyarakat. Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya situs-situs, acara-acara televisi
maupun film yang menyajikan tayangan ‘seronok’. Sebut saja seperti
film “Buruan Cium Gue” (2005) yang dulu sempat dicekal oleh Lembaga Sensor
Film Indonesia, karena dinilai terlalu banyak menampilkan adegan yang tidak
senonoh, dan kurang layak untuk dikonsumsi masyarakat. Terakhir, film “Suster
Keramas” (2009), diprotes oleh Majelis Ulama Indonesia karena dianggap
mengusik tatanan kesusilaan masyarakat. Kasus serupa yang masih lekat di
ingatan kita yaitu pencekalan terhadap penyanyi asal daerah Lamongan, Jawa
Timur, Inul Daratista di sejumlah daerah Indonesia. Pencekalan itu terjadi lantaran
aksi jogetnya yang dianggap telah melampaui batas kesopanan moral dan adat
beragama.

1.2. Rumusan Permasalahan


1. Apakah yang dimaksud dengan pornografi dan bagaimana perkembangannya
di Indonesia?
2. Berapakah persentase pertumbuhan kasus porno di Dunia & di Indonesia ?
3. Apakah dampak yang di timbulkan dari melihat aksi pornogarafi?
4. Bagaimana caranya meningkatkan kesadaran dan penanggulangan terhadap
bahaya Pornografi?

1
5. Bagaimana aturan hukum negara kita untuk memberi aturan terhadap aksi
pornogarafi & pornoaksi?

1.3. Tujuan Penulisan Makalah ini


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pornografi dan bagaimana
perkembangannya di Indonesia.
2. Untuk mengetahui persentase pertumbuhan kasus porno di Dunia & di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui apakah dampak yang di timbulkan dari melihat aksi
pornogarafi & pornoaksi.
4. Untuk mengetahui bagaimana caranya menanggulangi dan meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap bahaya pornografi dan pornoaksi.
5. Untuk mengetahui bagaimana aturan hukum negara kita untuk memberi aturan
terhadap aksi pornogarafi & pornoaksi .

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sekilas Tentang Pornografi serta Perkembangannya di Indonesia

Pengertian ‘pornografi’ secara umum telah dipahami oleh setiap individu.


Dengan pola pikir individu yang berbeda, kata ‘pornografi’, terlepas dari konotasi
positif dan negatifnya, memiliki sejumlah arti yang hampir sama dalam
keragaman komunitas masyarakat kita. Pornografi sering dikonotasikan dengan
pertunjukan seks, cabul, bagian tubuh terlarang yang dipertontonkan (khususnya
perempuan), dan segala bentuk aksi yang membuat pendengar atau indidu yang
menyaksikan terangsang layaknya manusia normal.

Secara terminologi, pornografi merupakan kata serapan dari Bahasa


Inggris yang berasal dari kata dalam Bahasa Yunani ‘porne’ dan ‘graphos’ yang
berarti gambaran atau tulisan mengenai wanita jalang. Atau dalam arti lain adalah
tulisan tentang wanita susila. Berikut ini beberapa definisi mengenai pornografi:

Menurut definisi RUU Pornografi, "Pornografi adalah materi seksualitas


yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan,
suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh,
atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi
dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual
dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia : Pornografi adalah


penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk
membangkitkan nafsu berahi; bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-
mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi.

Oxford English Dictionary : Pornografi adalah pernyataan atau saran


mengenai hal-hal yang mesum atau kurang sopan di dalam sastra atau seni.

3
RUU Pasal 1 ayat 1, menyebutkan, “Pornografi adalah substansi dalam
media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan
yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika.” Pasal 1 ayat 2:
“Pornoaksi adalah perbuatan mengekploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika
di muka umum.

2.2. Pertumbuhan Kasus Porno di Dunia & di Indonesia


2.2.1. Persentase di Dunia :

Berdasarkan data yang diperoleh dari Media Ide » Blog Archive » Statistik Situs
Porno.htm, 12% situs di dunia ini mengandung pornografi, 25% yang dicari
melalui search engine adalah pornografi, 35% dari data yang diunduh dari internet
adalah pornografi, setiap detiknya 28.258 pengguna internet melihat pornogafi,
setiap detiknya $89.00 dihabiskan untuk pornografi di internet, setiap harinya 266
situs porno baru.

Muncul kata “sex” adalah kata yang paling banyak dicari di internet,
pendapatan US dari pornografi di internet tahun 2006 mencapai $2.84 milyar,
pengguna pornografi di internet 72% pria dan 28% wanita, 70% traffic pornografi
internet terjadi pada hari kerja jam 9.00 – 17.00, diperkirakan kini ada 372 juta
halaman website pornografi, Website pornografi diproduksi 3% oleh Inggris, 4%
oleh Jerman, dan 89% oleh US, Website pornografi yang traffic-nya paling tinggi,
sedangkan negara-negara yang melarang pornografi yaitu Saudi Arabia, Iran,
Bahrain, Mesir, Uni Emirat Arab, Kuwait, Malaysia, Indonesia, Singapura,
Kenya, India, Kuba, dan Cina.

Data lainnya menyebutkan, rata-rata usia anak berkenalan dengan internet


pornografi antara usia 11 tahun, sedangkan konsumen terbesar pornografi internet
adalah kelompok berumur 12-17 tahun yang dapat dikatakan sebagai remaja.
(www.indonesia.go.id).
Persentase di indonesia :

4
Berdasarkan data yang diperoleh dari buku “Kumpulan Kisah Inspiratif”
dari Kick Andy, Metro TV & BENTANG, yang berjudul “Jangan Bugil diDepan
Kamera” menuliskan bahwa: Saat ini lebih dari 500 video porno buatan Indonesia
baik berbentuk VCD,DVD,bahkan dari Ponsel ke Ponsel. Sangat mengejutkan 90
% dibuat oleh mahasiwa dan pelajar yang setiap hari nya lebih dari dua film porno
di produksi.

Hasil penelitian Sony Ady Setyawan, mahasiswa Yogyakarta


mengungkapkan, sebagian besar video porno di buat secara amatiran,berdasarkan
keisengan belaka. Kebanyakan menggunakan medi Ponsel yang direkam mulai
dari adegan telanjang sampai hubungan seks atau perkosaan. Sesungguhnya kita
telah memasuki gelombang keempat dalam dunia porno grafi seperti yang terjadi
di Jepang.

Pornografi di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Sony Setyawan, penulis


buku 500 Gelombang Video Porno Indonesia dan penggagas kampanye “ Jangan
Bugi didepan Kamera” mengungkapkan pada 2001 menemukan 6-8 buah video
porno buatan orang Indonesia. Awalnya ia meramalkan lima tahun lagi jumlah
video porno “Made in Indoneia” naik sepuluh kali lipat. Tapi Ramalannya salah
besar karena jumlah peningkatannya lebih besar beberapa kalilipat dari dugaan
sebelumnya, yaitu pada tahun 2006 telah mencapai lebih dari 500 buah!, 60 %
berisi hubungan intim. Berdasarkan paparanya Sony membuat tingkatan atau
gelombang tentang Video Porno yaitu :
1. Video Porno yang dibuat secara amatiran/iseng.
2. Video Porno yang dibuat atas nama cinta.
3. Video Porno yang dengan Candid Camera ( Kamera Tersembunyi).
4. Video Porno yang dibuat karena ada unsur Komersial.
5. Video Porno yang dibuat dengan adegan kekerasan/pemerkosaan.
6. Video Porno yang dibuat dengan melibakan anak-anak.

Indonesia sudah dipossisi Ke lima karena dapat kita hitung pada tahun
2006 Video Porno telah mencapai 500 buah bagai mana pada tahun 2010 ini.

5
Berdasarkan data Sony atas temuannya lagi di Negara kita ini setiap harinya ada
8-11 video Porno baru yang di Produksi. Bila tak segera di henikan Kita akan
sama dengan Jepang bukan karena kepintarannya tapi kebodohan & kemiskinan
moral jiwa.
Berikut ini adalah data Top Rank Negara yang tercatat paling sering
mengakses cyberporn melalui internet berdasarkan pengamatan Googletrends dari
tahun 2005-2010:
1. India
2. Indonesia
3. Filipina
4. Australia
5. Selandia Baru
6. Irlandia
7. Inggeris
8. Kanada
9. Amerika Serikat
10. Jerman

Data di atas menunjukkan posisi Indonesia sebagai


pengakses cyberporn diantara deretan negara-negara lain di dunia. Dan dalam
posisinya di dunia untuk pengakses cyberporn, Indonesia berada di nomer urut
dua. Hal ini berarti Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat konsumsi
pornografi yang jauh lebih tinggi dibanding dengan negara-negara Liberal seperti
Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat. Hal ini sangat kontradiksi dengan citra
negara Indonesia sebagai negara yang agamis, dan notabane masih sangat
menjunjung budaya Timur.

Berikut ini grafik mengenai perkembangan akses pornografi melalui


internet di wilayah Indonesia dari tahun 2004-2010:

Top Rank Kota pengakses cyberporn tertinggi melalui internet di


Indonesia:

6
1. Jakarta
2. Semarang
3. Yogyakarta
4. Surabaya
5. Medan
6. Bandung

2.3. Dampak yang di Timbulkan dari Aksi Pornogarafi & Pornoaksi

Karena pornografi & pornoaksi saat ini sangat merajalela seolah-olah


masyarakat tidak tahu bahwa aksi atau perilaku seperti ini membawa dampak
yang tidak bisa dianaggap remeh, maka dampaknya bagi masyarakat sangat luas,
baik psikologis, sosial, etis maupun teologis. Secara psikologis, pornografi
membawa beberapa dampak. Antara lain, timbulnya sikap dan perilaku antisosial.
Selain itu kaum pria menjadi lebih agresif terhadap kaum perempuan. Yang lebih
parah lagi bahwa manusia pada umumnya menjadi kurang responsif terhadap
penderitaan, kekerasan dan tindakan-tindakan perkosaan. Akhirnya, pornografi
akan menimbulkan kecenderungan yang lebih tinggi pada penggunaan kekerasan
sebagai bagian dari seks. Dampak psikologis ini bisa menghinggapi semua orang,
dan dapat pula berjangkit menjadi penyakit psikologis yang parah dan menjadi
ancaman yang membawa bencana bagi kemanusiaan.

2.3.1. Dilihat Dampak Sosial.


dapat disebutkan beberapa contoh, misalnya meningkatnya tindak kriminal
di bidang seksual, baik kuantitas maupun jenisnya. Misalnya sekarang kekerasan
sodomi mulai menonjol dalam masyarakat, atau semakin meningkatnya kekerasan
seksual dalam rumah tangga. Contoh lain ialah eksploitasi seksual untuk
kepentingan ekonomi yang semakin marak dan cenderung dianggap sebagai bisnis
yang paling menguntungkan. Selain itu, pornografi akan mengakibatkan semakin
maraknya patologi sosial seperti misalnya penyakit kelamin dan HIV/AIDS.
Dapat ditambahkan bahwa secara umum pornografi akan merusak masa depan

7
generasi muda sehingga mereka tidak lagi menghargai hakikat seksual,
perkawinan dan rumah tangga.

2.3.2. Dari segi etika atau moral


pornografi akan merusak tatanan norma-norma dalam masyarakat,
merusak keserasian hidup dan keluarga dan masyarakat pada umumnya dan
merusak nilai-nilai luhur dalam kehidupan manusia seperti nilai kasih, kesetiaan,
cinta, keadilan, dan kejujuran. Nilai-nilai tersebut sangat dibutuhkan masyarakat
sehingga tercipta dan terjamin hubungan yang sehat dalam masyarakat.
Masyarakat yang sakit dalam nilai-nilai dan norma-norma, akan mengalami
kemerosotan kultural dan akhirnya akan runtuh dan khaos.

Selain itu, secara rohani dan teologis dapat dikatakan bahwa pornografi
akan merusak harkat dan martabat manusia sebagai citra sang Pencipta/Khalik
yang telah menciptakan manusia dengan keluhuran seksualitas sebagai alat
Pencipta untuk meneruskan generasi manusia dari waktu ke waktu dengan sehat
dan terhormat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pornografi


membawa dampak sangat buruk bagi kehidupan manusia. Maka tidak bisa lain,
harus ada usaha bersama seluruh masyarakat melawan pornografi supaya tidak
semakin jauh menjerumuskan kita kepada pengingkaran akan hakikat kita sebagai
manusia yang dikaruniai segala sesuatu oleh sang Pencipta, termasuk seksualitas
untuk tugas dan tujuan mulia, yaitu menciptakan generasi manusia secara
berkelanjutan dengan keadaan sehat jasmani dan rohani, jiwa dan raga. Pornografi
pastilah merusak kehidupan umat manusia pada umumnya, kini dan di masa yang
akan datang

8
2.4. Cara Meningkatkan Kesadaran dan Penanggulangan Terhadap Bahaya
Pornografi dan Pornoaksi Kepada Masyarakat

Berikut ini adalah dua upaya penanganan terhadap bahaya Pornografi ini.
Pertama, penganganan Internal, yaitu : meningkatkan ketahanan diri dan keluarga.
Kedua, penganganan Eksternal, yaitu : Adanya regulasi yang tegas dan payung
hukum yang memadai.

Dalam penanganan Internal, para orang tua diharapakan mampu menelaah


kembali pendidikan dasar agama yang bukan hanya teori di dalam setiap sumah
tangga, namun lebih menitik beratkan kepada praktek. Orang tua seharusnya tidak
gagap teknologi, dan mengevaluasi kembali cara berkomunikasi dengan anaknya.
Ketersediaan waktu untuk anak juga merupakan unsur yang selayaknya menjadi
prioritas. Untuk mengatasi badai pornografi yang semakin mengganas, orang tua
tidak bisa bekerja sendiri, tanpa mengalang kerjasama dengan berbagai pihak,
yaitu : sesama anggota keluarga, pihak sekolah, masyarakat, dan komunitas
tempat anak bersosialisasi dan beraktifitas.

Selain itu, setiap individu hendaknya memiliki kesadaran pribadi


mengenai dampak dari pornografi dan pornoaksi. Dengan adanya kesadaran
masing-masing individu diharapkan setiap pribadi memiliki pengendalian
terhadap diri sendiri untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak senonoh dan
melanggar norma agama dan kesopanan. Individu yang menyadari bahaya
pornografi, termasuk di dalamnya para pelaku dunia seni, artis, dan para public
figure, tentu akan memberikan contoh berperilaku yang baik. Sehingga
diharapkan, ke depannya kasus-kasus kriminalitas seksual maupun beredarnya
video-video tidak senonoh yang bukan konsumsi publik dapat diminimalisir.
Bagaimanapun, penanggulangan bahaya pornografi harus dimulai dari kesadaran
tiap individu untuk senantiasa memanfaatkan kebebasan informarsi, kebebasan
berkarya dan berekspresi yang sesuai dengan batasan agama dan kesusilaan.

Sedangkan dalam penanganan eksternal diperlukan adanya regulasi yang


tegas dan payung hukum yang memadai dalam bentuk sebuah UU. Adanya UU

9
pornografi dapat menciptakan lingkungan dan masyarakat yang lebih aman.
Kepolisian dan kehakiman dapat menjerat pelaku dengan ketentuan yang jelas,
dan membuat pelaku jera. Kelompok Penanggulangan Masalah Pornografi dan
Pornoaksi oleh para perwakilan dari instansi terkait seperti Menko, Kesra, Meneg
PP. Menkominfo, Departemen Agama, Kepolisian, Elemen Masyarakat Tolak
Pornografi dan Kejaksaan Agung, pada bulan Januari 2006 telah merumuskan
beberapa upaya terhadap penanggulanagan pornografi dan pornoaksi di Indonesia.

Langkah-langkah penanggulanagan pornografi :


 Teguran terhadap tayangan, barang cetakan, pelaku pornografi dan porno aksi
oleh penegak hukum (Polri dan Jaksa Agung)
 Perlunya aksi nyata pemerintah yang bersinergi dengan masyarakat secara
terpadu dan terkoordinasi dengan baik.
 Rencana Aksi Nasional Penghapusan Pornografi dan Pornoaksi yang didukung
oleh dana dan sarana yang memadai.upaya rehabilatasi dengan melakukan
sosialisasi dan advokasi kepada masyarakat yang telah menjadi korban
tayangan-tayangan dan gambar-gambar pornografi di tingkat nasional dan
daerah.
 Dibentuknya rencana aksi penanggulangan pornografi dan pornoaksi untuk
tahun 2006-2010 dengan tujuan terbentuknya norma hukum dan tindakan
hukum terhadap pelaku, meningkatkan kesadaran masyarakat seluruh lapisan
masyarakat akan bahaya pornografi dan pornoaksi.encana aksi pena
 Meningkatkan koordinasi dan kemitraan antar pemangku kepentingan
(stakeholders) dalam penanggulangan pornografi dan pornoaksi serta
meningkatkan upaya pencegahan dan perlindungan terhadap korban pornografi
dan pornoaksi.
 Kegiatan-kegiatan rencana aksi nasional yang akan dilakukan di antaranya
mengharmoniskan standar hukum internasional ke dalam hukum nasional di
bidang pencegahan, pemberantasan, dan penghukuman terhadap pornografi
dan pornoaksi.

10
 Selain itu, adalah melakukan konsultasi dan lobi dalam rangka pengesahan UU
Anti Pornografi dan Pornoaksi dan UU Telematika; meninjau dan
mengevaluasi berbagai peraturan perundang-undangan maupun peraturan
daerah yang merugikan upaya penanggulangan pornografi dan pornoaksi,
penetapan fatwa berbagai agama untuk penanggulangan pornografi dan
pornoaksi serta memperkuat koordinasi kepolisian, kejaksaan dan kehakiman
dalam menangani dan menuntaskan kasus-kasus pornografi dan pornoaksi.

Upaya-upaya penanggulangan dan peningkatan kesadaran terhadap bahaya


pornografi dan pornoaksi yang disebutkan di atas bertujuan menjaga martabat
perempuan dan melindungi hak anak dan remaja, serta menghormati nilai-nilai
budaya lokal yang positif dan konstruktif, bagi pemantapan budaya bangsa. Untuk
itu diharapkan seluruh komponen bangsa agar bersikap proaktif dalam
memberantas segala bentuk pornografi dan pornoaksi, sehingga masyarakat
indonesia benar-benar bersih dan aman dari bahaya pornografi/pornoaksi.

2.5. Aturan Hukum Negara Indonesia untuk Memberi Aturan Terhadap Aksi
Pornogarafi & Pornoaksi

Larangan pornografi sebenarnya telah diatur dalam hukum positif kita,


diantaranya adalah dalam KUHP, UU No 8/1992 tentang Perfilman, UU No
36/1999 tentang Telekomunikasi, UU No 40/1999 tentang Pers dan UU No
32/2002 tentang Penyiaran. Namun pada tahap aplikasi, beberapa UU ini tidak
dapat bekerja dengan maksimal karena mengandung beberapa kelemahan dan
kekurangan pada substansinya, yaitu perumusan melanggar kesusilaan yang
bersifat abstrak/multitafsir, jurisdiksi yang bersifat territorial dan perumusan
beberapa istilah dan pengertiannya yang tidak mencakup aktivitas pornografi
diinternet, sistem perumusan sanksi pidana yang tidak tepat dan jumlah sanksi
pidana denda yang relatif kecil, sistem perumusan pertanggungjawaban pidana
korporasi/badan hukum yang tidak jelas dan tidak rinci, dan tidak adanya
harmonisasi tindak pidana dan kebijakan formulasi tindak pidana, baik pada
tingkat nasional, regional maupun internasional. Adanya kelemahan-kelemahan

11
ini menunjukkan perlu adanya amandemen bahkan pembaharuan hukum, agar
hukum dapat menjangkau penjahat-penjahat di dunia maya.

Upaya untuk memasukkan program internet kesekolah-sekolah, bahkan


keseluruh masyarakat yang ada dipelosok-pelosok negeri ini merupakan langkah
yang sangat baik dan perlu ditingkatkan. Namun peningkatan tersebut tentunya
tidak hanya sebatas pada kuantitasnya saja, yaitu sebanyak mungkin memberikan
akses internet, tetapi juga harus disertai pula dengan peningkatan kualitas dari
para siswa/masyarakat yang nantinya akan menjadi user atau pengguna internet
tersebut. Sehingga internet dapat menjadi media teknologi yang sehat untuk
memperoleh informasi, menambah wawasan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan, dan bukan menjadi media yang akan menimbulkan masalah sosial
baru yang berdampak negatif luas bagi anak-anak dan membutuhkan tidak sedikit
waktu, tenaga, pikiran dan biaya untuk memperbaikinya dimasa depan.

12
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pornografi bisa dikatakan memiliki usia yang tidak jauh berbeda dengan usia
manusia. Perkembangannya dari masa ke masa mengikuti kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pornografi sering dikonotasikan dengan pertunjukan seks,
cabul, bagian tubuh terlarang yang dipertontonkan (khususnya perempuan), dan
segala bentuk aksi yang membuat pendengar atau pelihat terangsang layaknya
manusia normal. Istilah lain yang tidak jauh berbeda arti dengan pornografi adalah
‘pornoaksi’. Pengertian pornoaksi berdasarkan RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi,
“pornoaksi” adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di
muka umum.

Pornografi di Indonesia adalah ilegal, namun penegakan hukumnya lemah dan


interpretasinya pun tidak sama dari zaman ke zaman. Perkembangan pornografi di
Indonesia kian meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari jumlah akses
terhadap situs porno yang dicatat melalui Googletrends yang menempatkan Indonesia
pada urutan nomer dua di dunia. Hal ini tentu meresahkan bangsa. Sebab kemudahan
akses terhadap pornografi ini pada akhirnya akan melahirkan perilaku-perilaku
menyimpang yang berujung pada dekadensi moral dan tindakan asusila. Bahaya
pornografi dan pornoaksi ini ibarat bom yang siap merusak akhlak maupun pikiran
pemuda Indonesia.

Maraknya peredaran pornografi dapat memicu kekerasan seksual dan perilaku


yang tidak sesuai dengan budaya bangsa dan tuntutan agama pada akhirnya akan
dapat merusak kualitas sumber daya manusia. Bahaya pornografi dan pornoaksi ini
jika tidak kita bendung dampaknya sangat merusak moral bangsa Indonesia,
banyaknya penyimpangan seksual, pembunuhan, pergaulan bebas merupakan riak-
riak kecil akibat dari derasnya informasi yang didapat generasi muda saat ini. Oleh
karena itu pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga masyarakat dan agama
untuk menyelenggarakan seminar maupun sosialisasi dalam rangka membendung

13
dan memperbaiki moral bangsa untu kedepannya. Untuk itu, perlu kesadaran semua
pihak untuk menyadarkan masyarakat dalam skala kecil atau keluarga dan masyarakat
pada umumnya untuk mengatasi dampak yang diakibatkan oleh pornografi ini.

Upaya peningkatan kesadaran ini tidak terlepas dari peranan pemerntah


sebagai aparat penegak hukum, kesadaran masyarakat sebagai lembaga kontrol sosial,
serta peranan masing-masing individu dalam menyadari besarnya bahaya pornografi
dalam kehidupan sehari-hari. Menyadari bahaya pornografi dan pornoaksi, berarti
memahami besarnya resiko dan akibat yang dihasilkan dari pornografi itu sendiri.
Upaya penanganan terhadap bahaya Pornografi ini dapat dilakukan melalui dua hal.
Pertama, penganganan Internal, yaitu : meningkatkan ketahanan diri dan keluarga.
Kedua, penganganan Eksternal, yaitu : Adanya regulasi yang tegas dan payung
hukum yang memadai.

Dalam penanganan Internal, para orang tua untuk menelaah kembali


pendidikan dasar agama yang bukan hanya teori di dalam setiap sumah tangga,
namun lebih menitik beratkan kepada praktek. Selain itu, setiap individu hendaknya
memiliki kesadaran pribadi mengenai dampak dari pornografi dan pornoaksi. Dengan
adanya kesadaran masing-masing individu diharapkan setiap pribadi memiliki
pengendalian terhadap diri sendiri untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak
senonoh dan melanggar norma agama dan kesopanan.

Sedangkan dalam penanganan eksternal diperlukan adanya regulasi yang


tegas dan payung hukum dalam bentuk Undang Undang. Untuk mengantisipasi
dampak dari pornografi dan pornoaksi maka sebagian kalangan di masyarakat
berusaha menangkal perubahan-perubahan dahsyat ini melalui Rancangan Undang-
Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi. Meskipun RUU Pornografi diwarnai
kontroversi sejak awal pengajuan draft rancangannya, namun pada 28
Oktober 2008 RUU Pornografi resmi disahkan menjadi Undang-Undang.

14
3.2. Saran
Pornografi dan pornoaksi di Indonesia senantiasa menuai pro dan kontra. Ada
yang menilai perlu ditanggulangi oleh pemerintah secara serius, namun ada pula yang
menilai regulasi dalam hal ini bukanlah suatu hal yang krusial di dalam suatu negara
dibandingkan dengan masalah lain seperti kemiskinan, krisis ekonomi, dan sebagainya.
Meskipun aparat pemerintah terkesan lamban dalam menyusun peraturan perundang-
undangan mengenai pornografi, terlepas dari berbagai kontroversi dalam pembahasan dan
pengesahannya, lahirnya UU Pornografi patut menjadi catatan kita, terutama dalam
konteks upaya melahirkan produk hukum yang dapat menjawab berbagai keresahan
masyarakat terhadap bahaya maraknya pornografi dan pornoaksi. Untuk itu, implementasi
UU Pornografi di daerah membutuhkan partisipasi aktif semua pihak agar bersikap
proaktif dalam memberantas segala bentuk pornografi dan pornoaksi, sehingga
masyarakat indonesia benar-benar bersih dan aman dari bahaya pornografi/pornoaksi.

Upaya untuk menumbuhkan kesadaran terhadap bahaya pornografi dan pornoaksi


ini dapat dicapai melalui peran para pakar dan praktisi pendidikan agar dapat
menghimbau dan memelopori tumbuh-kembangnya pendidikan budi pekerti, penanaman
nilai-nilai keagamaan dan pendidikan karakter bangsa. Pemerintah juga bisa melakukan
aksi pemblokiran situs porno di internet, begitu pula terhadap produk media cetak
pornografi seperti majalah yang kini kian marak, seyogyanya ada keberanian pihak aparat
hukum untuk melakukan penindakan.

Yang kita perlukan adalah keseragaman faham untuk memerangi bahaya dan
dampak pornografi. Jika setiap pihak telah sepakat bahwa pornografi perlu ditanggulangi,
maka setiap individu dapat memerikan saran dan kontribusi masing-masing sesuai dengan
peranannya di masyarakat. Kebijakan ini sesungguhnya merupakan ajakan untuk
bersinergi bagi para pemuka agama, bagi para pakar tekhnologi informatika, bagi orang
tua, bagi para pemerintah, bagi para pekerja seni, bagi para pendidik, dan setiap elemen
masyarakat untuk menyeragamkan tujuan dan memahami bahwa memang pornografi dan
kekerasan bukanlah modal yang relevan untuk membangun bangsa. Sehingga pada
akhirnya, setiap dari kita dapat menjadi bagian dari solusi dari permasalahan pornografi
di Indonesia.

15
DAFTAR PUSTAKA

“UU Pornografi” karya Drs Usman Yatim M.Pd


“Studi Kasus Pornografi (Realitas Dan Tantangan Dalam Konteks Ke-
Indonesiaan)” karya Isyrokh Fuaidy Soetaman
“Kumpulan Kisah Inspiratif ( Jangan Bugil diDepan Kamera)”, hal 32. Kick
Andy
“Sosiologi Suatu Pengantar ( Masalah Sosial)”, bab 9. Soerjono Soekanto

16

Anda mungkin juga menyukai