Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pornografi merupakan salah satu isu hangat yang diperbincangkan

masyarakat sejak munculnya wacana Undang-Undang Anti Pornografi dan

Pornoaksi pada awal tahun 2006 lalu. Undang-Undang Anti Pornografi telah

mendefinisikan pornografi sebagai gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara,

bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk

pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan

dimuka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar

norma kesusilaan dalam masyarakat 1.

2
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pornografi adalah

penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk

membangkitkan nafsu berahi. KBBI juga mengartikan pornografi sebagai bahan

bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan

nafsu berahi dalam seks. Sugihastuti dan Siti Hariti Sastriyani dalam bukunya

yang berjudul Glosarium Seks dan Gender 3 menyatakan bahwa pornografi

merupakan jenis kekerasan lain terhadap perempuan. Jenis kekerasan ini termasuk

1
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
2
Versi Offline dengan mengacu pada data KBBI daring (Edisi III) di ambil dari
http://pusatbahasa.diknas.go.id/KBBI/
3
Sugihastuti dan Siti Hariti Sastriyani, Glosarium Seks dan Gender (Yogyakarta : CarasvatiBooks,
2007). hal. 191.

1
2

non fisik, yakni pelecehan terhadap kaum perempuan yang tubuh perempuan itu

dijadikan objek demi keuntungan seseorang.

Hadirnya pornografi secara luas tidak terlepas dari kehadiran internet

sebagai sarana dalam penyebarluasan pornografi. Menurut Piliang Via Purbayu4,

munculnya internet menyebabkan batas ruang antar suatu negara dengan negara

lainnya menjadi seolah-olah tidak ada. Hadirnya internet tentunya tidak menutup

kemungkinan adanya penyebaran pornografi secara internasional tanpa

membutuhkan biaya yang tinggi. Fakta tersebut tentunya didukung oleh

pernyataan dari pakar teknologi informatika, Onno .W Purbo yang menyatakan

bahwa pada tahun 2010 jumlah situs porno mencapai 8-9 juta dengan jumlah

halaman situs sekitar 1 miliar 5 . Fakta ini tentunya tidak terlepas dari berbagai

negara yang turut menyumbangkan berbagai laman situs porno di dunia maya,

salah satu diantaranya adalah Jepang.

Sejarah pornografi di Jepang sendiri mengalami periodisasi yang cukup

panjang dimana penggambaran mengenai seks mulai dikenal pada era Muromachi

(1336 – 1537) yang diwujudkan dengan penggambaran lukisan di atas sebuah

cukilan kayu yang disebut Ukiyoe. Ukiyoe sendiri sebenarnya bukanlah sebuah

lukisan yang melukiskan kegiatan seks semata, akan tetapi di antara sekian

banyak lukisan Ukiyoe, beberapa di antaranya menampilkan gambar-gambar

erotik yang mengekspos bagian-bagian genital tubuh yang disebut sebagai Shunga

4
Paradigma Penelitian Kualitatif, Oleh : Purbayu Budi Santosa
5
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/07/05/58824/Pertumbuhan-Situs-Porno-1-
Juta-Per-Tahun. Diakses pada 23 Maret 2012, Pukul 6.56 pm.
3

yang beredar secara luas di masyarakat dan digolongkan sebagai salah satu karya

seni. Seiring dengan kemajuan teknologi, pornografi berubah menjadi semakin

atraktif dan komunikatif melalui media film.

Pinku Eiga atau Film Pink, merupakan tonggak awal munculnya film yang

mengeksploitasi seks di Jepang. Menurut Jhon Berra 6 , Pinku Eiga merupakan

nama yang diberikan kepada film independent yang memunculkan berbagai

adegan seks dalam film tersebut. Walaupun film ini merupakan bagian dari

pornografi bukan berarti Pinku Eiga hanya mempertontonkan adegan seks saja,

Pinku Eiga juga memperlihatkan alur cerita seperti film-film pada umumnya.

Pinku Eiga pertama muncul pada tahun 1962 dan disebut-sebut sebagai salah satu

tipe baru dari dunia perfilman Jepang yang hanya membutuhkan modal sedikit.

Hingga sekarang, Pinku Eiga atau Film Pink masih terus diproduksi di Jepang dan

dikategorikan sebagai jenis film porno Soft Core7.

Munculnya teknologi video perekam membuat pornografi di Jepang

semakin semarak yang ditandai dengan hadirnya Adult Video atau biasa dikenal

dengan Japan Adult Video (disingkat JAV) pada awal tahun 1980an dengan
8
menyajikan tayangan porno yang cenderung lebih Hard Core . Pada

perkembangannya, JAV justru lebih mendapat porsi oleh berbagai kalangan di

dunia utamanya di Indonesia. Indikasi ini diperkuat dengan digunakannya

beberapa pemeran JAV atau yang biasa disebut AV Idol di beberapa judul film

lokal Indonesia, seperti film “Menculik Miyabi” dan “Hantu Tanah Kusir” yang

6
Jhon Berra, Directory of World Cinema (Chicago: Intellect Bristol 2010). hal. 249
7
Tidak mengekspos bagian fital terutama bagian vital bawah secara terang-terangan
8
Mengekspos bagian vital secara lebih vulgar
4

menggunakan Maria Ozawa dan “Suster Keramas” 1 dan 2 yang menggunakan

Rin Sakuragi dan Aoi Sora sebagai pemerannya.

Hadirnya industri film porno tentunya tidak terlepas dari peran para

penikmatnya. Industri film porno dapat dianalogikan sebagai produsen dimana

ketika ada produsen tentunya pasti ada konsumen yang mengkonsumsi produk

dari produsen sehingga dapat mempertahankan mata rantai tersebut, dan produk

atau komoditi tersebut adalah seks yang dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk

film porno, sedangkan JAV sendiri dapat ditendensikan sebagai bagian dari jenis

film porno.

Pada penelitian kali ini, peneliti berusaha menjelaskan pengaruh dari

konsumsi JAV dalam pola pergaulan dan interpretasi konsumernya terhadap

masyarakat Jepang, khususnya konsumer JAV dari kalangan mahasiswa di

Universitas Gadjah Mada. Selain itu peneliti juga berusaha menjelaskan

bagaimana proses awal konsumer mengenal Japan Adult Video.

Japan Adult Video yang seterusnya akan disingkat JAV dipilih sebagai

tema karena maraknya konsumsi JAV di Indonesia, sebagaimana yang ditunjukan

pada statistik di situs pencarian Google, Indonesia menduduki peringkat pertama

dari hampir seluruh kata kunci pencarian yang berhubungan dengan Japan Adult

Video 9 . Sedangkan mahasiswa dipilih sebagai objek dikarenakan mahasiswa

merupakan fase peralihan dari masa pendidikan menuju angkatan kerja dan dari

9
Berdasarkan statistik google pada awal bulan november 2013, dan statistik tertinggi di Indonesia
untuk beberapa kata kunci mengenai Japan Adult Video terjadi pada tahun 2008 awal hingga akhir
2010.
5

masa remaja akhir menuju dewasa tahap awal, sehingga memiliki paradigma yang

cukup kompleks dalam menyikapi suatu fenomena. Selain itu, kebanyakan

masyarakat yang berstatus mahasiswa pada tahun 2012-2013 merasakan

gelombang budaya populer Jepang yang sempat mewabah di Indonesia pada tahun

90an akhir hingga awal tahun 2000an, sehingga tidak menutup kemungkinan

terjadinya pergeseran opini pada masyarakat dalam menginterpretasikan

masyarakat Jepang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan dibahas

dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah proses awal informan mengenal Japan Adult Video?

2. Bagaimanakah pengaruh konsumsi Japan Adult Video terhadap

pola pergaulan informan?

3. Bagaimanakah informan menginterpretasikan masyarakat Jepang

secara umum setelah mengkonsumsi Japan Adult Video?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui proses awal informan

mengenal Japan Adult Video, Pengaruh Konsumsi Japan Adult Video


6

terhadap pola pergaulan informan dan interpretasi informan terhadap

masyarakat Jepang setelah mengkonsumsi JAV

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Skripsi ini mengkaji mengenai konsumsi JAV pada mahasiswa Universitas

Gadjah Mada, sehingga objek penelitiannya bukanlah JAV, melainkan mahasiswa

penggemar JAV yang kuliah di Universitas Gadjah Mada.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai pornografi maupun mengenai konsumerisme telah

beberapa kali dilakukan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada dan

diwujudkan dalam bentuk skripsi, di antaranya mengenai pornografi di internet

dan pengaruh film porno terhadap remaja. Selain itu ada pula skripsi mengenai

hubungan lawan jenis secara virtual.

Skripsi yang menjadikan pornografi sebagai bahasannya yaitu skripsi yang

berjudul “Pornografi di Internet Bagi Perempuan” yang ditulis oleh Santi

Dwiningsih dari jurusan Antropologi Budaya, Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Gadjah Mada pada tahun 2008. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk

mengetahui apa efek mediasi pornografi di internet bagi perempuan pengaksesnya.

Selain itu penulis juga ingin menunjukkan bahwa pornografi sudah menjadi

konsumsi publik yang terlepas dari permasalahan gender. Dari hasil penelitian
7

yang dilakukan oleh penulis, disimpulkan bahwa efek mediasi pornografi di

internet bagi perempuan pengaksesnya adalah sebagai media pembebasan yang

memberi peran lebih leluasa dari represi moral dan seksual masyarakat.

“Pengaruh Film Porno terhadap Pandangan dan Perilaku Seks Remaja di

Yogyakarta” merupakan skripsi lain yang mengangkat tema mengenai pornografi.

Skiripsi ini ditulis oleh Dyah Pitaloka dari jurusan Antropologi Budaya, Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada pada tahun 2000. Skripsi ini menggunakan

metode penelitian kualitatif dengan teknik observasi partisipatif. Skripsi ini

membahas tentang pengaruh film porno terhadap pandangan dan perilaku seks

remaja yang kemudian mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai-nilai seks yang

mengabaikan nilai etik. Selain itu skripsi ini juga mengungkap proses sosialisasi

yang terjadi pada diri remaja terhadap tayangan film porno dan mengetahui

pengaruh sosialisasi tersebut terhadap perilaku dan pandangan remaja tentang

seks.

Selain skripsi mengenai pornografi, adapula skripsi lain yang

mendeskripsikan fenomena perubahan sosial pada masyarakat yang berjudul

“Mencari Jodoh di Internet, Studi Mengenai Perubahan Sosial Dalam Relasi

Antar Lawan Jenis”. Skripsi ini ditulis oleh Mardiati. S dari jurusan Antropologi

Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada pada tahun 2004. Skripsi

ini selain membahas tentang fenomena pencarian jodoh di internet juga membahas

tentang perubahan sosial dalam relasi antar lawan jenis dan perubahan sosial dari

tatap muka menjadi virtual yang dapat memicu munculnya pornografi. Dari hasil

penelitiannya dapat disimpulkan bahwa, perubahan sosial yang terjadi di


8

masyarakat terutama dalam relasi antar lawan jenis, memberikan pandangan baru

mengenai fenomena pencarian jodoh melalui virtual tanpa membutuhkan tahapan

tatap muka.

Perbedaan skripsi ini dengan ketiga skripsi di atas adalah objek penelitian

yang dibahas, dimana pada skripsi-skripsi sebelumnya objek penelitiannya masih

sangat umum, yaitu pornografi saja atau hanya film porno saja. Pada skripsi ini

objek penelitian lebih khusus membahas mengenai Japan Adult Video yang

diinterpretasikan sebagai salah satu produk budaya Jepang. Selain itu skripsi ini

bertujuan untuk mengetahui adakah perubahan opini informan terhadap

masyarakat Jepang serta pengaruh konsumsi Japan Adult Video terhadap pola

pergaulan informan.

1.6 Kerangka Teori

Budaya secara leksikal berasal dari bahasa sansekerta yaitu Buddhi yang

dapat diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan akal dan budi manusia.

sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kebudayaan diartikan sebagai

hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan,

kesenian, dan adat istiadat; keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk

sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan

yang menjadi pedoman tingkah lakunya.

Kebudayaan sendiri memiliki wujud yang mana menurut J.J Hoenigman

wujud tersebut terbagi menjadi 3 yaitu gagasan, yang merupakan wujud ideal
9

kebudayaan meliputi norma, pemikiran dan nilai-nilai yang cenderung bersifat

abstrak dan ada dalam pemikiran masing-masing individu, aktifitas yang

berbentuk tindakan berpola dari warga yang merupakan pengembangan dari

wujud gagasan, sistem ini sering juga disebut sebagai sistem sosial dan yang

terakhir adalah artefak atau karya yang merupakan hasil dari gagasan yang

dicurahkan dalam bentuk aktifitas dan pada akhirnya menghasilkan artefak.

Persebaran kebudayaan tentunya sangat ditentukan oleh media apa

kebudayaan itu tersebar. Media secara leksikal dapat diartikan sebagai sarana atau

alat. Secara garis besar Nurudin dalam bukunya yang berjudul “Pengantar

Komunikasi Massa” menyebutkan bahwa ada 10 teori media yang memberikan

pengaruh terhadap opini dan perilaku manusia dalam kehidupan sosialnya 10. Salah

satu teori tersebut adalah Teori Kritis.

Teori Kritis pertama kali diungkapkan oleh Max Horkheimer pada tahun

1930an. Pada awalnya teori ini menjelaskan mengenai pemaknaan kembali ideal –

ideal modernitas dengan mengungkap penyimpangan yang terjadi. Tapi pada

akhirnya teori ini menyingkap mengenai kebebasan pemaknaan kembali terhadap

makna yang diterima dari media. Teori kritis memungkinkan pembacaan produksi

budaya dan komunikasi dalam perspektif yang luas dan beragam. Teori ini

bertujuan untuk melakukan eksplorasi refleksif terhadap pengalaman yang

manusia alami dan cara manusia mendefinisikan dirinya sendiri, budaya , dan

dunia. Teori ini cenderung tidak mengungkap perubahan perilaku yang

10
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta: Rajagrafindo Persada 2007). hal. 161
10

diakibatkan oleh media, tapi cenderung mengungkap pergeseran opini dalam

mendeskripkan suatu kebudayaan berdasarkan makna yang diterima dari media.

Konsumsi, modern ini merupakan salah satu kata yang tidak hanya

merepresentasikan pada pola makan-memakan saja, akan tetapi juga dapat

merepresentasikan kegiatan yang berkaitan dengan produsen dan konsumen yang

mana selalu ada komoditas didalamnya, dan budaya merupakan salah satu bentuk

yang juga termasuk dalam pola ini. Konsumsi Budaya yang kini menjadi wujud

baru konsumerisme, telah menjadi perbincangan panjang dikalangan cultural

studies. Adorno, Horkhmeir, Marcuse via Featherstone mengungkapkan bahwa

budaya konsumen seringkali disajikan sebagai kritik elitis tentang budaya massa

(mass culture) yang menggambarkan sesuatu yang sekarang dipandang sebagai

perbedaan yang meragukan antara individualitas yang nyata dengan yang palsu,

dan antara kebutuhan yang sesungguhnya dengan kebutuhan yang semu 11.

Karl Marx dan Frederich Engels Via Storey beranggapan bahwa

runtuhnya feodalisme dan munculnya kapitalisme merupakan pemicu hadirnya

masyarakat konsumsi di tengah-tengah kita, dimana kebutuhan tidak lagi

sederhana, dimana barang tidak lagi bertukar dengan barang, munculnya sistem

yang didasari pada pasar, uang dan keuntungan memunculkan masyarakat

konsumsi yang mencoba mencari identitas dari apa yang dikonsumsi 12 . Buku-

buku yang membahas tentang Cultural Studies banyak membahas tentang pola

konsumsi budaya, khususnya budaya populer yang modern ini menjadi

perbincangan sendiri dikalangan para ahli.


11
Mike Featherstone, Posmodernisme dan Budaya Konsumen (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2001).
hal. 13
12
John Storey,Cultural Studies dan Kajian Pop (Yogyakarta: Jalasutra 2007). hal. 144
11

Chris Baker dalam bukunya Cultural Studies, Teori & Praktik

menjelaskan pandangannya tentang budaya populer. Menurut Baker, budaya

populer tidaklah seperti budaya pada umumnya, dan termasuk salah satu sub

ordinat yang paling sering diperbincangkan di kalangan para pengkaji Cultural

Studies. Bagi Baker, budaya populer tidak hanya persoalan koersi, melainkan juga

ada unsur persetujuan didalamnya, sehingga hadirnya budaya populer

mematahkan konsep hegemoni dan ideologi13 yang selama ini dianggap sebagai

metode pembelajaran budaya

Skripsi ini mengungkap dampak yang ditimbulkan dari konsumsi budaya

yang disalurkan melalui media, dimana dampak tersebut berupa perubahan pola

pergaulan maupun opini informan dalam menginterpretasikan masyarakat yang

menghasilkan produk budaya tersebut. Dimana setiap konsumsi umumnya

menghasilkan sebuah opini baru bagi konsumennya sebagaimana yang

diungkapkan oleh Storey, Semua konsumsi melibatkan kritik dan bahwa semua

kritik pada dasarnya sepenuhnya bergantung pada konsumsi sebelumnya 14.

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat studi kasus (Case Study) yang mana menurut

Vredenbregt via Silvia, studi kasus adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk

mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek penelitian. Sehingga segala


13
Hegemoni, pengaruh atau dominasi suatu kelompok atas kelompok lain
14
Ibid., hal. 173.
12

data yang terkumpul dalam metode Studi Kasus dipelajari sebagai suatu
15
keseluruhan yang terintegrasi . Tujuan dari studi kasus adalah untuk

mengembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai obyek.

1.7.2 Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di lingkungan Universitas Gadjah Mada.

Universitas Gadjah Mada merupakan universitas negeri pertama di Indonesia dan

memiliki banyak program pertukaran pelajar asing yang tersebar di berbagai

fakultas. Alasan terpilihnya Universitas Gadjah Mada sebagai lokasi penelitian

karena lokasinya yang berada di provinsi Yogyakarta. Provinsi Yogyakarta

merupakan salah satu provinsi dengan jumlah mahasiswa terbesar di Indonesia.

Yogyakarta juga menduduki peringkat pertama dari kata kunci pencarian yang

berhubungan dengan Japan Adult Video pada situs pencarian Google16.

1.7.3 Penentuan Informan

Informan menurut Koentjaraningrat via Anggun adalah orang yang

mempunyai keahlian tentang pokok wawancara 17. Pada skripsi ini informan yang

dipilih adalah mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang masih dalam masa aktif

kuliah dan merupakan penggemar dari Japan Adult Video. Penggemar Japan

Adult Video pada penelitian kali ini ditendensikan bukan hanya sebagai penonton

15
Silvia “Menjadi Pedagang (Studi Kasus 5 Pedagang Minang Kabau di Yogyakarta)” (Skripsi
Sarjana, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2000), hal. 10
16
Berdasarkan statistik google pada awal bulan november 2013, dan statistik tertinggi di Indonesia
untuk beberapa kata kunci mengenai Japan Adult Video terjadi pada tahun 2008 awal hingga akhir
2010.
17
Anggun Medhia Sari, “Bela Diri Samurai (Bujutsu) Studi Kasus terhadap perkumpulan beladiri
Samurai Academy System (SAS)”(Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. 2012), hal 10.
13

saja, akan tetapi menyimpan dan mengkoleksi Japan Adult Video dengan jumlah

data video diatas 10 Gigabyte.

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data

Skripsi ini menggunakan metode penelitian Kualitatif yang mana menurut

Strauss dan Corbin, penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang temuan-

temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan

lainnya 18 . Selain itu Vredenbregt via Silvia mengungkapkan bahwa metode

penelitian kualitatif adalah suatu metode penelitian dengan pemahaman secara

mendalam, holistic, tidak menggunakan sampel yang besar , dan tidak dapat

dianalisis secara statistik19. Dengan menggunakan metode kualitatif, diharapkan

data yang didapat lebih menjurus kepada permasalahan yang akan dibahas.

Penelitian ini juga menggunakan Paradigma Interpretif untuk mempelajari

fenomena yang terjadi. Paradigma Interpretif sendiri adalah sebuah paradigma

yang berasal dari filsafat Jerman yang menitikberatkan peranan bahasa,

interpretasi dan pemahaman di dalam Ilmu Sosial. Pendekatan ini memfokuskan

pada sifat subjektif dari social world dan berusaha memahaminya dari kerangka

berpikir objek yang sedang dipelajarinya. Tujuan dari pendekatan Interpretif tidak

lain adalah menganalisis realita sosial semacam ini dan bagaimana realita sosial

itu terbentuk.

18
Strauss, et al., Dasar-dasar penelitian kualitatif: Teori Beralas produk dan teknik (New Burry
Park, CA : Sage Publication, Inc 1990). hal. 11-13.
19
Silvia, op.cit., hal. 12
14

Adapun langkah kerja dan tahap analisis pada penelitian kali ini adalah

sebagai berikut :

1. Menentukan permasalahan pokok penelitian.

2. Menentukan objek penelitian.

3. Mewawancarai 4 mahasiswa yang mengkonsumsi Japan Adult

Video dari fakultas yang berbeda-beda guna mendapatkan data

kualitatif yang menginterpretasikan mahasiswa Universitas Gadjah

Mada.

4. Mengumpulkan bahan dan data dan mengklasifikasikannya

5. Menganalisis data yang telah diklasifikasi serta menganalisis hasil

wawancara terhadap para narasumber yang bersangkutan serta

menganalisis terbentuknya fenomena sosial berupa pergeseran

opini publik dan perubahan pola pergaulan yang diakibatkan oleh

Japan Adult Video.

6. Menarik kesimpulan.

1.8 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian di dalam penelitian ini meliputi empat bab. Adapun

pembagian masing-masing bab adalah sebagai berikut : Bab I berisi pendahuluan

berupa latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang

lingkup penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penyajian.


15

Bab II Pengertian dan seluk beluk mengenai JAV Bab III berisi analisis dan Bab

IV berisi kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai