Anda di halaman 1dari 15

SIKAP REMAJA TERHADAP

OTAKU JEPANG

OLEH:
Roufley Exaudion Togau1
372017041

ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang sikap remaja Indonesia
terhadap budaya Jepang yaitu Otaku. Penelitian ini mengambil tema ini karena
penulis ingin tahu tentang bagaimana perkembangan otaku dan pengaruh bagi
remaja Indonesia. Otaku adalah salah satu budaya pemuda Jepang yang melibatkan
dan menyebar ke seluruh dunia dan termasuk Indonesia. Hal ini menyebabkan
perubahan sikap dan pola pikir remaja terhadap budaya asing yang masuk ke
Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan sikap dan dampak otaku pada
remaja. Metode yang digunakan adalah metode pendekatan kualitatif dan
deskriptif.
Hasilnya menunjukkan bahwa dari beberapa jenis otaku yang beredar seperti anime,
manga, dan game online, maka anime adalah pilihan paling populer di kalangan
remaja Indonesia. Remaja juga merasakan dampak negatif dan positif. Seperti
banyak pengetahuan tentang budaya Jepang dan mereka menyukai industri animasi
kreatif Jepang. Dan juga melalui media anime, manga dan game online, remaja
dapat meningkatkan pemahaman mereka dalam bahasa asing. Sedangkan dampak
negatifnya adalah remaja menjadi malas untuk belajar, boros dan juga kurang
bersosialisasi.
Kata Kunci : Budaya Jepang, Otaku, Anime, Remaja Indonesia

ABSTRACT

1
Mahasiswa Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi, Universitas
Kristen Satya Wacana

1
ABSTRACT
This study aims to explain the attitude of Indonesian teenagers towards Japanese
culture, namely the Otaku. This research took this theme because the author
wanted to know about how the development of otaku and influence for Indonesian
youth. Otaku is one of Japan's youth culture which involves and spreads throughout
the world and including Indonesia. This has led to changes in the attitudes and
mindset of teenagers towards foreign cultures entering Indonesia. This study aims
to explain the attitudes and effects of otaku on adolescents. The method used is a
qualitative and descriptive approach.
The results show that of the several types of otaku in circulation such as anime,
manga and online games, anime is the most popular choice among Indonesian
teenagers. Teenagers also feel negative and positive impacts. Like a lot of knowledge
about Japanese culture and they like Japan's creative animation industry. And also
through the media of anime, manga and online games, teenagers can improve their
understanding in foreign languages. While the negative impact is that teenagers
become lazy to learn, wasteful and also lack socialization.
Keywords: Japanese Culture, Otaku, Anime, Indonesian Teeneger.

2
1. LATAR BELAKANG
Salah satu fenomena yang menyebabkan masuknya budaya budaya
asing ke Indonesia yaitu globalisasi. Budaya asing yang masuk dan terkenal di
Indonesia adalah budaya Barat, budaya Korea yang populer dan budaya Jepang.
Penggemar budaya asing di Indonesia sangat banyak, baik tua ataupun muda,
laki-laki ataupun perempuan. Jepang sendiri memang berusaha menghipnotis
dunia dengan kebudayaan mereka, termasuk Indonesia dan sejauh ini,
penyebaran budaya Jepang kelihatannya berhasil, karena kebudayaan Jepang
berhasil dan sering masuk ke film-film Hollywood (Kharizma, 2009). Di
Indonesia sendiri, walaupun tidak sampai membuat film tentang Jepang, namun,
pengaruh kebudayaan Jepang juga terasa, seringnya acara-acara jepangan
hingga pameran kesenian Jepang juga menunjukkan populernya budaya Jepang
di Indonesia.

Budaya jepang memiliki banyak subkultur yang berbeda-beda,


diantaranya anime, manga, videogame, idol group dan masih banyak lagi.
Sehingga sebutan untuk orang yang menggemari budaya jepang tersebut
disebut Otaku (Natalia, 2014). Otaku sendiri merupakan istilah dalam bahasa
Jepang yang diartikan sebagai orang-orang yang menggemari atau menekuni
subkultur-subkultur Jepang secara mendalam (Ully, 2007). Di Jepang sendiri,
otaku memiliki banyak jenis, anime otaku, robot otaku, game otaku, manga
otaku dan masih banyak lainnya (Naufal, 2015). Di Indonesia sendiri, jenis yang
paling populer yaitu anime, manga dan game.
Awal mula masuknya anime, manga dan budaya jepang lainnya di
Indonesia pertama kalinya sekitar tahun 1980-an dan menjadi tren di Indonesia
di kalangan masyarakat pada saat itu. Di Indonesia komunitas Otaku pertama
didirikan di Jakarta Club pada tanggal 10 April 1996 oleh Mia Hyoosuke. Dia
mendirikan sebuah klub Otaku, untuk mengangkat nasib anime di Indonesia.
Setelah itu remaja Indonesia mulai membentuk komunitas-komunitas lain yang

3
bukan hanya didirikan di Jakarta saja, tetapi juga di kota-kota lain di seluruh
Indonesia, (Susanti, 2016).

Mengalami proses penyebaran, Otaku memberikan berbagai dampak


terhadap remaja Indonesia. Permasalahan yang biasa dihadapi terhadap
subkultur ini, banyak otaku terbebas dari sistem masyarakat yang berlaku
dominan dengan memisahkan diri mereka dari masyarakat, sehingga
menyebabkan semakin minimnya komunikasi mereka dengan masyarakat
sekitar, bahkan keluarga mereka. Tetapi otaku masih tetap tergantung pada
sistem ekonomi, karena mereka membutuhkan uang untuk melakukan kegiatan
mereka. Masyarakat Indonesia sendiri masih memandang positif budaya Jepang
tersebut, karena memang, kebudayaan Jepang masih berasal dari timur,
sehingga walaupun latar belakang yang berbeda, namun nilai-nilai moralnya
tidak berbeda dengan kebudayaan Indonesia. Sehingga kebudayaan Jepang
masih bisa diterima masyarakat Indonesia. Tetapi tidak sedikit juga yang
memandang negatif, mereka yang memandang negatif biasanya merasa
terganggu atau kurang menyukai dengan kelakuan maupun sikap para otaku
yang suka berlebihan dalam menggemari budaya jepang tersebut, yang
membuat keresahan dalam masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin melihat bagaimana


pandangan masyarakat terhadap budaya Jepang, serta pengaruh Otaku di
kalangan remaja.

2. Tinjauan Pustaka
2.1 Subkultur
Menurut Barker (2008) menjelaskan bahwa kebudayaan dalam
subkultur mengacu pada seluruh cara hidup atau kebiasaan yang menjadikan
dunia ini hanya dapat dipahami oleh para anggotanya saja. Dengan ini maka kita
harus mengembalikan istilah itu yang diletakkan pada perbedaan antara

4
kelompok kultural atau budaya sosial tertentu dengan budaya yang lebih luas.
Selain itu juga, Martono (2009) menjelaskan juga subkultur yaitu sekelompok
orang yang memiliki perilaku dan kepercayaan yang berbeda dengan
kebudayaan induk. Intinya, Subkultur merupakan suatu kolektivitas orang-
orang yang mempunyai kesadaran keanggotaan yang didasarkan pada suatu
unit perilaku yang terindentifikasi dengan jelas, yang agak berbeda dari
kebudayaan yang luas. Definisi ini mengandung dua pengertian pokok, yaitu
pengelompokan dan identifikasi sosial. Subkultur dapat terjadi karena adanya
perbedaan usia, ras, kelas sosial, gender, hobi maupun pekerjaan. Sehingga
membuat kelompok-kelompok subkultur menjadi berbeda dengan masyarakat
lainnya.

2.2 Otaku
Dalam Penelitian Ully Puriandari (2007) tentang “Otaku dalam
subkultur Jepang” mengatakan bahwa Otaku merupakan kumpulan orang-orang
yang mendalami dan menekuni hobi mereka, hingga hobi tersebut menjadi
tempat seseorang untuk mencari penghasilan dan lain sebagainya. Selain itu
juga, Menurut Naufal (2015) kata Otaku merupakan sebutan bagi orang atau
individu yang sangat menggemari suatu hobi atau hal lainnya, hal ini biasanya
identik dengan orang menggemari anime, manga/comic, videogame, superhero,
musik, dan lain lain. Sebutan buat Otaku versi barat yaitu Geek yang juga
dianggap terlalu menggemari gadget, internet dan seputar hal-hal hobi lain.
Sebenarnya ada bermacam jenis Otaku tergantung kegemarannya, mulai dari
anime Otaku, robot Otaku, military Otaku, Idol hingga train Otaku.

2.3 Anime di Indonesia


Dalam Penelitian Andy Christin Yuliani (2003) tentang Film Animasi
Jepang (Anime) dan perkembangannya di Indonesia, pada periodisasi 1980-
2003, menyimpulkan bahwa kehadiran anime di Indonesia sejak awal tahun
1980-an ini menimbulkan fenomena yang unik. Hal ini bermula dari bagaimana

5
pengaruhnya tren yang sifatnya hanya sementara hingga kepada stereotipe
yang terbentuk di masyarakat di mana terkadang menimbulkan terjadinya
kontroversi tentang tayangan anime tertentu dalam masyarakat. Bisa lihat
bagaimana pengaruh perkembangan anime yang semakin luas dengan
banyaknya tayangan anime pada stasiun televisi Indonesia setiap harinya dan
juga banyaknya komunitas penggemar anime yang berkembang pesat di
Indonesia.

3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis naturalis
deskriptif. Penelitian kualitatif ini lebih sebagai proses yang dapat diamati
seperti perilaku atau sikap sehingga dalam penyajian datanya berupa data
deskriptif. Pendekatan dan jenis penelitian ini digunakan untuk untuk
mengetahui bagaimana pendangan masyarakat terhadap subkultur jepang dan
sikap remaja terhadap subkultur jepang.

Sumber data primer diperoleh dari para penggemar anime yang


tergabung ke dalam komunitas dan masyarakat yang langsung ikut merasakan
suatu kegiatan Jepangan yang diselenggarakan, melalui wawancara dan
observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari penelitian-penelitian
sebelumnya dan buku atau referensi yang relevan dengan tema penelitian yang
diperoleh dengan bantuan media cetak dan media internet. Analisa data
dilakukan mulai dari tahap pencarian dan menelaah seluruh data yang tersedia
dari berbagai sumber, kemudian berusaha dirangkai menampilkan data yang
relevan, sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan sampai tahap akhir
yaitu kesimpulan.

6
4. Hasil penelitian dan Pembahasan
4.1 Perkembangan Budaya Otaku
Zaman dahulu istilah Otaku digunakan sebagai panggilan sopan kepada
orang yang memiliki posisi yang lebih tinggi. Seiring berjalannya waktu,
penggunaan istilah otaku mulai digunakan sebagai kata sapaan kepada sesama
penggemar anime maupun manga karena kebanyakan orang tidak menyukai
sapaan dalam bentuk ore maupun omae2 yang terdengar sedikit kasar dalam
bahasa jepang. Oleh karena itu, istilah otaku digunakan sebagai sapaan terhadap
para penggemar anime yang lebih halus dan sopan dalam menyapa sesama
penggemar.

Tetapi pandangan negatif terhadap otaku mulai tumbuh saat munculnya


kasus tragis yang terjadi di kalangan otaku Jepang pada tahun 1987 oleh
Tsutomu Miyazaki. Kronologisnya saat dia melakukan penculikan, memperkosa,
membunuh dan memutilasi empat orang gadis kecil di Tokyo. Dan dirumahnya
di temukan rekaman kekejamannya saat melakukan aksinya, film horor dan
pornografi serta koleksi manga dan anime. Di temukannya sisi otaku dalam diri
Miyazaki memicu reaksi negatif masyarakat terhadap otaku saat itu. (Gushiken
dan Hirata, 2014).

Pada tahun 2011, para Otaku mulai mendapatkan perhatian dari


masyarakat Jepang. Terdapat dua hal penting yang menggambarkan tentang
Otaku yaitu Otaku dianggap sebagai sesuatu yang menjijikan (嫌な), namun
Otaku juga sebagai hal yang sangat menguntungkan pasar ekonomi Jepang.
(Andreas Welin: 2013).

Otaku sangat menguntungkan pasar ekonomi jepang, karena


penyebaran budaya pop Jepang ini, seperti manga, anime, film, games, idols

2
Kata “ore” dan “omae” artinya dalam bahasa Indonesia yaitu “kamu/kau”

7
maupun produk lainnya. Hal ini membuat perdagangan Jepang mendapatkan
keuntungan yang luar biasa. Otaku mulai mengalami proses penyebaran
keseluruh dunia. Di Amerika dan Eropa, anime dan manga telah menarik minat
remaja serta anak-anak sejak pertengahan 1980, namun popularitasnya
meledak pada tahun 1990an dan masih berkembang sampai sekarang. Namun
bukan Amerika saja, Otaku juga menyebar ke Asia, Australia dan bahkan Afrika.

Manga dan anime sendiri cukup populer di Indonesia. Manga dan anime
sudah mulai masuk ke Indonesia sejak era 80-an. Saat itu, manga langsung
digemari oleh banyak kalangan remaja, sampai berhasil menggeser keberadaan
komik Amerika. Salah satu alasan mengapa manga banyak digemari oleh remaja
Indonesia adalah karena cerita yang lebih variatif dan unik dan juga alur cerita
lebih terjamin, berbeda dengan komik Amerika yang rata-rata hanya
mengangkat tema superhero dan alurnya itu-itu saja. Hingga saat ini banyak
berdiri komunitas pecinta anime yang secara tidak langsung merupakan bagian
dari komunitas budaya Jepang. Pecinta budaya Jepang terutama penggemar
anime begitu banyak dari segala usia dan profesi, tidak mengherankan dengan
hobi yang sama menjadikan dasar membentuk komunitas-komunitas sebagai
wadah mereka saling bertukar cerita tentang hobi yang sama. Hal ini dibuktikan
dengan munculnya banyak komunitas Jepangan seperti Project Dream Aidoru,
ANOMAN ataupun AWSubs. Dari sekian banyak komunitas anime, tentu mereka
memiliki warna khas masing-masing agar berbeda dengan komunitas satu sama
lain untuk menarik anggota.

Selain itu juga, anime tidak hanya sekedar hiburan, selain anime dapat
menginspirasi masyarakat dari segi cerita dan budaya, tidak sedikit dari anime
yang berisikan tentang nilai-nilai moral dan pelajaran-pelajaran yang dapat
dijadikan contoh dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

8
Yang melatarbelakangi populernya budaya jepang di Indonesia salah
satunya yaitu pengaruh media massa. MacWilliams menyebutkan anime
merupakan bagian kunci dalam budaya visual populer. Di tengah besarnya
peran media massa dalam masyarakat Indonesia, anime dan manga menjadi
bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat yang saat ini sangat
visual. Anime berperan penting dalam pembentukan mediascape global, baik
cetak maupun elektronik (MacWilliams, 2008). Internet merupakan sarana yang
paling mendukung untuk memperkuat hegemoni (Amroshy: 2014). Kekuatan
internet mampu memberikan beragam informasi-informasi terkait dengan
anime sehingga menambah pengetahuan penggemar terhadap anime. Hal
tersebut menyebabkan perubahan pola pikir keberpihakan terhadap anime.
Pola pikir keberpihakan terhadap anime ini ditunjukan dengan kecenderungan
akan selalu membela anime.

Dengan adanya internet, masyarakat Indonesia dapat dengan mudah


mengakses informasi dari berbagai negara di dunia, sehingga budaya anime ini
dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat Indonesia, mulai dari anak-
anak hingga orang dewasa. Dengan semakin mudahnya akses tersebut
menimbulkan meningkatnya jumlah penggemar anime, namun dengan
kemudahan akses tersebut genre anime seperti pembunuhan dan sejenisnya
yang seharusnya tidak diperuntukan untuk anak-anak juga dengan mudah
masuk ke Indonesia. Tentu bagi proses sosialisasi anak-anak hal tersebut
dipandang tidak baik, namun dalam pandangan budaya populer hal tersebut
merupakan hal yang biasa, karena pada dasarnya budaya populer Anime
Sebagai Budaya Populer merupakan budaya yang dilakukan untuk
menyenangkan orang (Williams, 1983).

Selain pengaruh dari media massa atau internet, faktor lainnya yaitu
dari pengaruh teman. Memiliki teman yang mempunyai kesamaan hobi
membuat seseorang merasa lebih nyaman, begitu juga dengan penggemar

9
anime. Teman sebagai salah satu agen sosialisasi yang berperan besar ikut
menyebarkan budaya populer anime selain melalui media massa

Sebagai penggemar anime yang tergabung kedalam komunitas, tentu


memiliki banyak teman di dalam komunitas tersebut, melalui hal tersebut
terjadi proses sosialisasi. Proses sosialisasi menurut Suyanto (dalam Laila,
2014) adalah proses di mana individu mempelajari norma-norma yang ada
dalam masyarakat. Menurut pengertian di atas, penggemar anime sebagai
seorang individu mendapatkan pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai
dengan kelompoknya.

4.2 Perilaku Remaja Terhadap Budaya Jepang (Otaku)


Pandangan remaja tentang pemahaman mereka terhadap otaku sangat
bervariatif. Seperti pernyataan diatas bahwa Otaku merupakan seorang yang
sangat mendalami suatu bidang dengan tingkat pengetahuan yang tinggi. Otaku
juga lebih menghargai idola mereka. Bahkan ada remaja yang sangat mencintai
hobinya itu hingga sampai pada tahap maniak.

Menurut Wahyu saputra, salah satu mahasiswa UKSW yang juga pecinta
anime, banyak anak muda yang menggemari anime juga karena kualitas animasi
dan artworknya yang fantastis. Wahyu juga mengaku alasannya menyukai
anime karena kualitas artworknya yang jauh lebih baik dari kartun Amerika.
Banyak pula anak muda di Indonesia yang kini bangga menyebut diri mereka
sebagai Otaku. Walaupun kata Otaku sendiri di Jepang berkonotasi negatif, hal
ini dikarenakan manga dan anime yang berkembangan dengan pesat di
Indonesia.

Selain itu, banyak juga anak muda yang melihat anime seperti melihat
kehidupannya sendiri atau bahkan melihat kehidupan orang-orang disekitar
yang mirip dengan cerita yang ada dalam sebuah anime, sehingga tidak jarang

10
anime dijadikan sebagai pelarian ketika penggemar sedang mengalami masalah
dalam kehidupan.

Otaku yang mendominasi yaitu anime, manga, game online dan juga
cosplay. Berdasarkan hasil wawancara dan juga observasi dengan mengambil 75
orang yang memenuhi syarat peneliti, bahwa :
1. 60% responden sangat menyukai anime berdasarkan berapa
lama waktu yang dihabiskan setiap hari untuk menonton anime.
2. 27% responden rela menghabiskan uangnya untuk membeli
figure maupun barang-barang bertemakan anime.
3. 72% responden suka mengikuti kegiatan jepangan yang
diselenggarakan.
4. 34% responden mengatakan mereka bangga dipanggil Otaku
5. 44% responden mengatakan lebih memilih karakter animasi 2D
dibandingkan 3D (cosplay).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, bahwa banyak anak muda


menyukai anime dan tidak sedikit bangga disebut sebagai Otaku. Penyebaran
Otaku ke Indonesia memberikan perubahan dan dampak tersendiri bagi
masyarakat Indonesia terlebih kepada kaum remaja.

4.3 Dampak Otaku Terhadap Remaja


Terdapat dampak positif yang dirasakan seperti memiliki teman yang
sehobi, terbebas dari pergaulan yang buruk, berpikir kreatif, mengerti akan
kebudayaan jepang, serta belajar bahasa asing juga merupakan dampak positif
yang dirasakan seorang Otaku saat menonton anime, manga dan bermain game.

Tetapi setiap kegiatan pasti juga memiliki dampak negatifnya. Seperti


remaja merasakan menjadi lebih boros dan sering malas belajar atau juga
susahnya bersosialisasi karena lebih mementingkan hobi hingga membuat

11
dirinya enggan bergaul dengan masyarakat (anti sosial). Dengan
berkembangnya budaya luar serta pembelaan remaja terhadap budaya asing
tidak bagus jika mereka sendiri tidak berpihak tentang budaya lokal dimana
mereka tinggal.

Selain itu melalui kegiatan Otaku ini remaja mampu meningkatkan


kepercayaan dirinya untuk tampil didepan orang banyak dan mampu
mengeksplorasikan kreatifitas yang mereka punya kepada orang lain sehingga
menjadi inspirasi bagi remaja lainnya yang belum memiliki kepercayaan diri.
Mereka mampu memahami dan mengingat serta belajar secara langsung bahasa
yang mereka dengar melalui hobi tersebut. tetapi remaja Indonesia mungkin
belum percaya diri untuk menyandang istilah Otaku ini. Namun jika dilihat
melalui kegiatan Otaku yang dilakukan remaja seperti menggemari anime,
manga, game online, dan cosplay ini serta kreatifitas yang dihasilkan, remaja
sangat antusias mengikuti kegiatan ini. Bahkan kecintaan mereka terhadap
budaya populer negeri sakura ini, sudah bisa disamakan dengan remaja Jepang
itu sendiri.

4. KESIMPULAN
Fenomena Otaku merupakan istilah yang digunakan oleh sesama
penggemar berat anime dan manga pada akhir tahun 1970-an. Namun terjadi
banyaknya peristiwa yang menjadikan Otaku dipandang negatif oleh
masyarakat Jepang. sehingga penggemar otaku mulai dikucilkan bahkan
dianggap aneh. Otaku mulai kembali mendapat perhatian oleh masyarakat
tahun 2011. Pemerintah menganggap dengan adanya otaku, ekonomi Jepang
semakin meningkat. Otaku sendiri diartikan sebagai “Orang orang yang
menekuni hobi mereka hingga level maniak.” Sedangkan di Indonesia, Otaku
adalah julukan untuk orang yang menggemari budaya jepang seperti anime,
manga, dan video games.

12
Pemahaman remaja Indonesia tentang Otaku adalah sebagai suatu hobi
yang positif dalam mengembangkan kreatifitas seorang remaja. Adapun dampak
yang dirasakan oleh remaja yaitu meningkatkan kepercayaan dirinya untuk
tampil didepan orang banyak dan mampu mengeksplorasikan kreatifitas yang
mereka punya. Dampak positif lainya yang dirasakan seorang otaku adalah
bertambahnya pemahaman bahasa asing juga saat menonton anime, manga dan
bermain game. Mereka mampu memahami dan mengingat serta belajar secara
langsung bahasa yang mereka dengar melalui hobi tersebut. Namun setiap
kegiatan juga memiliki dampak negatifnya, Seperti remaja merasakan menjadi
lebih boros dan sering 7malas belajar.

Anime begitu banyak menarik penggemar dalam masyarakat, baik


masyarakat dan juga remaja hendaknya dapat menyikapi dengan positif
terhadap budaya populer anime di Indonesia, namun demikian masyarakat
perlu mengingat kembali dan tidak melupakan budaya lokal seiring
perkembangan budaya dari luar yang masuk ke Indonesia, sehingga budaya
lokal tidak tergusur dan hilang oleh budaya dari luar.

13
Referensi :
Bayutiarno, Naufal. 2015, Pola Komunikasi Komunitas Otaku Di Kota Surakarta,
[pdf], (http://www.jurnalkommas.com/docs/Jurnal%20Naufal.pdf, diakses
tanggal 16 Juli 2018)

Hajar, M. Ibnu. 2010. Pengaruh Anime Jepang Terhadap Hubungan Bilateral


Indonesia–Jepang. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Effendi, T.E. 2011. Diplomasi Publik Jepang, Perkembangan dan Tantangan.


Ghali Indonesia, Bogor.’

Ahmada, Kharizma. 2009. Kiprah Pop Culture Jepang Di Indonesia. Universitas


Moestopo. The Japan Foundation. Jakarta.

Puriandari, Ully. 2007, Otaku dalam Subkultur Jepang. Skripsi. Universitas


Indonesia. Jakarta.

MacWilliams, Mark W. S. 2008. Japanese Visual Culture. New York: M.E. Sharpe.

Hartono, Natalia. Waluyanto, H.D. Zacky, Aznar. 2014. Perancangan Buku Komik
“Story of Otaku Life”, Tentang Kehidupan seorang Otaku. Universitas Kristen
Petra. Surabaya.

Oktryana, Susanti. Amril, Oslan. Izmayanti, D.K. 2016. Pengaruh Otaku di


kalangan Remaja Indonesia. Universitas Bung Hatta. Sumatera Barat.

Nugroho, P.A. Hendrastomo, Grendi. 2016. Anime Sebagai Budaya Populer


(Studi Pada Komunitas Anime di Yogyakarta). Universitas Negeri Yogyakarta.
DIY.

14
Gushiken, Yuji. Tatiane Hirata. 2014. Processes of Cultural and Media
Consumption: The Image of “Otaku‟, from Japan to the World. Brazil: University
of Mato Grosso.

“Festival Anime Makin Ramai”. Jawa Pos Online. 17 Agustus 2014.


(http://www2.jawapos.com/baca/artikel/5914/Festival-Anime-Makin-Ramai)

15

Anda mungkin juga menyukai