Anda di halaman 1dari 6

DIPLOMASI KEMANUSIAAN INDONESIA DALAM MENGATASI REFUGEES

PALESTINA DI YORDANIA PADA TAHUN 2018 - 2019


Shane Resley Kuhuparuw (372018038), Jesica Wulan Oroh (372018085)
Mata Kuliah Humanitarian Diplomacy and Identity
Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi,
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

I. PENDAHULUAN

Isu global mengenai perpindahan lintas batas manusia semakin menarik perhatian dan
menjadi perbincangan sebagai isu internasional. Permasalahan tersebut biasanya terjadi
karena di dalam suatu negara terjadi konflik internal yang membuat masyarakatnya tidak
aman sehingga harus berpindah ke negara lain yang masih berada dalam lingkup negara asal
mereka. Tercatat dalam statistik UNCHR bahwa hingga tahun 2018, kawasan Timur Tengah
adalah penyumbang pengungsi terbanyak yaitu sekitar 5,6 persen dari total populasi di Timur
Tengah terpaksa menjadi pengungsi. Palestina adalah salah satu negara dari kawasan Timur
Tengah yang menyumbang pengungsi sebanyak 700 ribu jiwa dan tersebar di beberapa
wilayah, yaitu Yordania, Suriah, Lebanon, Tepi Barat, dan Jalur Gaza (UNCHR, 2018). Pada
tulisan ini akan lebih di fokuskan terhadap para pengungsi Palestina yang berada di wilayah
negara Yordania.

Konflik yang melatarbelakangi sehingga warga Palestina harus melakukan pergerakan


perpindahan lintas batas negara adalah konflik antara Palestina dan Israel. Konflik ini
merupakan konflik bersejarah yang hingga saat ini masih menjadi perbincangan dan
kekhawatiran masyarakat internasional karena belum menemukan solusi penyelesaian konflik
tersebut. Akibat dari konflik ini menyebabkan banyak warga Palestina harus menjadi
pengungsi dalam kurun waktu yang cukup lama. Konflik Israel-Palestina bermula sejak tahun
1800an, dimana awal permasalah dari konflik ini adalah perebutan wilayah teritorial dan
warga Palestina yang merasa terhambat dalam memperoleh hak kemanusiaan mereka.
Deklarasi Balfour adalah pokok masalahnya, dimana deklarasi tersebut dimaklumtakan oleh
Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Jamer Balfour pada tahun 1917. Deklarasi tersebut berisi
surat mengenai sebuah rencana pembangunan rumah nasional di Palestina untuk para warga
Yahudi. Peristiwa deklarasi tersebut kemudian dengan peristiwa Perang Nakba yang adalah
perang pertama antara Arab dan Israel. Akibat dari konflik-konflik tersebut tahun 1947
sampai tahun 1949 terjadi pergolakan pengungsi Palestina yang menyebabkan sekitar 750
ribu sampai 900 ribu warga Palestina menjadi terlantar. Pada akhir tahun 2003 diperkirakan
ada lebih dari 7 juta warga Palestina yang terlantar, didalamnya termasuk 5,7 juta warga
Palestina yang telah mengungsi sejak tahun 1948.

Pada bulan Februari 2018, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa sudah
saatnya bagi Indonesia untuk membantu negara-negara lain yang sedang menghadapi
bencana kemanusiaan. Hal tersebut dapat dilihat dalam kondisi negara Indonesia saat ini yang
adalah sebagai negara yang berpendapatan menengah. Oleh karena itu Presiden
menginstruksikan untuk mengaktifkan diplomasi kemanusiaan dengan tujuan guna untuk
menghadapi krisis akibat dari konflik serta untuk memelihara perdamaian dunia. Keputusan
yang di buat oleh Presiden tersebut diinstruksian dalam kesempatan saat rapat koordinasi
bersama dengan semua duta besar Indonesia yang di laksanakan di Jakarta. Dalam rapat
tersebut Jokowi juga mengatakan bahwa salah satu negara yang tepat untuk pelaksanaan
diplomasi kemanusiaan Indonesia adalah Yordania. Presiden melihat Yordania adalah negara
yang berbatasan langsung dengan negara-negara yang memiliki konflik, seperti Palestina,
Irak, dan Suriah, untuk itu pastinya di Yordania telah menjadi negara yang menampung
banyak pengungsi di Timur Tengah.

Yordania adalah salah satu negara yang menerima pengungsi dari beberapa negara
wilayah Timur Tengah, salah satunya Palestina. Ada sekitar 2,3 juta mayoritas pengungsi
Palestina yang tinggal di Yordania sejak tahun 1948. Indonesia sendiri diketahui sangat dekat
dengan negara Palestina, dimana hubungan diplomatik antara kedua negara tersebut sudah
terjalin cukup lama yaitu sejak awal kemerdekaan Indonesia, lewat dukungan Palestina yang
saat itu mengakui kedaulatan negara Indonesia. Selain itu Indonesia juga merupakan negara
pertama yang mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Palestina sebagai negara, setelah
deklarasi yang dilakukan Palestina di Aljazair pada 5 November 1988. Saling mendukung
antara kedua negara tersebut masih berjalan sampai saat ini. Dapat kita lihat dari tindakan
Indonesia yang terus memberikan bantuan kepada pengungsi Palestina yang berada di
Yordania. Sedangkan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Yordania dikenal sangat
baik oleh dunia internasional yang dimana hubungan bilateral mereka sudah terjalin slama 70
tahhun. Kedua negara tersebut sangat solid dan saling membantu dalam bidang ekonomi dan
peningkatan kapasitas perdagangan berupa ekspor dan impor. Selain itu tentu saja kedua
negara tersebut berada dalam posisi yang sama dalam mendukung Palestina. Untuk itu
Indonesia terus memberikan dukungan dan bantuan kepada pengungsi Palestina lewat
Yordania.

II. KERANGKA TEORITIK

Diplomasi Kemanusiaan

Diplomasi kemanusiaan adalah suatu tanggungjawab bersama, dikarena diplomasi


sangatlah penting dalam hal untuk merancang, mengimplementasikan, dan menjaga
keamanan kegiatan manusia secara efektif. Menurut definisi International Committee of the
Red Cross (ICRC) humanitarian diplomacy adalah strategi yang berhubungan dengan upaya
untuk mengajak atau mempengaruhi pihak-pihak seperti negara, aktor non-negara, dan atau
masyarakat sipil yang memiliki kekuasaan dan otoritas untuk membantu, melindungi serta
menyelamatkan pihak-pihak yang lemah misalnya para korban konflik, perang, atau bencana
alam. Hal tersebut dilakukan secara berkelanjutan dengan melalui hubungan bilateral dan
multilateral, formal dan informal. Cara-cara yang dilakukan misalnya melalui advokasi
kebijakan dengan pemerintah agar tidak bertindak represif kepada para pengungsi, migran
ataupun pencari suaka, melainkan memberikan bantuan kepada mereka. Bisa juga dengan
melalui komunikasi atau kampannye, agar masyarakat internasional akan bisa peka dan
mempunyai keinginan untuk membantu para korban yang sedang mengalami krisis
kemanusiaan. Dalam melakukan tindakan diplomasi kemanusiaan tersebut wajib untuk
mengacu dan berlandasakan pada prinsip-prinsip fundamental kemanusiaan, yaitu humanity,
neutrality, impartiality, dan independence.

Bagi suatu negara humanitarian diplomacy merupakan sebuah fasilitas untuk


mengekspresikan rasa empati dan solidaritas internasionalnya. Hal itulah yang dapat
membantu suatu negara untuk meningkatkan reputasinya dalam ranah internasional, dan juga
menjadi sarana untuk membangun rasa kepercayaan serta kerjasama yang dapat memperluas
tujuan kebijakan luar negeri demi untuk mencapai tujuan dan kepentingan nasional. Tujuan
utama humanitarian diplomacy adalah harus tetap berfokus pada rasa kemanusiaan dan
bagian terpentingnya adalah bagaimana kepentingan nasional dapat berkontribusi pada
prinsip-prinsip moralitas universal. Humanitarian Diplomacy merupakan praktik yang
seragam untuk semua kegiatan yang mencerminkan budaya, organisasi, kepribadian, serta
latar belakang dari praktisi.
Dengan melihat tujuan utama dari adanya diplomasi kemanusiaan yaitu untuk
mengutamakan keselamatan para masyarakat yang sedang mengalami kekacauan akibat dari
adanya konflik sehingga membutuhkan bantuan dari pihak lain, tentunya juga memiliki
batasan kapasitasnya. Masalah politik yang sering terjadi di dalam aktivitas bantuan
kemanusiaan ini bisa menjadi penghambat dalam proses pelaksanaannya, salah satunya
berbicara mengenai dana bantuan yang akan disalurkan untuk masyarakat yang
membutuhkan tidak seterusnya hadir untuk memenuhi kebetuhuan mereka, akan tetapi dapat
berupa bantuan material yang lain. Disamping aksi tersebut aktor-aktor yang berperan dalam
diplomasi kemanusiaan masih seringkali tumpang tindih terhadap aktor lainnya dikarenakan
adanya kepentingan dan tujuannya sendiri, maka dari itu kekurangan yang tidak dapat
dipenuhi oleh satu aktor akan dilengkapi oleh aktor yang lainnya dengan satu tujuan yang
sama.

Teori Liberalisme

Liberalisme memiliki pemahaman bahwa individu memiliki kebebasan yang dimana


masyarakat tidak memiliki batasan untuk menjalankan kehidupan baik dalam aspek agama
hingga batasan oleh pemerintahan, dengan pertanggungjawaban yang dipegang oleh
masinmasing individu tersebut. Dengan adanya kekebasan tersebut manusia akan
mengembangkan berbagai ide hingga membentuk sebuah komunitas yang dapat
memunculkan kontrak sosial dalam masyarakat. Tentunya disamping itu terdapat perbedaan
ide yang tetap dipegang dengan sikap pluralisme agar sikap saling menghargai satu dengan
yang lain dapat ditanamkan. Pemahaman Immanuel Kant mengenai liberalisme bahwa jika
setiap negara memiliki rasa saling percaya juga saling menghargai maka negara tersebut
mampu bekerjasama dalam suatu hubungan internasional sehingga akan tercipta satu titik
yang disebut perpetual peace (Jakson dan Sorensen 1999, 177). masyarakat internasional
yang mematuhi hukum memastikan dapat mencapai sebuah ketertiban alami tanpa melalui
pemerintah (Dunne 2001,170). Dengan kedua hal tersebut mengartikan bahwa liberalisme
memahami aktor yang dimaksud individu dapat menjadi faktor penggerak dalam hubungan
internasional, individu dapat berperan sebagai media antarnegara dan dapat menjalankan
diplomasi dalam hubungan internasional.

Liberalisme merupakan teori dalam hubungan internasional yang perspektifnya


berfokus pada pada permasalahan internasional peace dan human rights. Kaum Liberalisme
melihat bahwa sistem internasionl yang berkembang merupkan sistem yang anarki, dimana
kaum individu hanya mementingkan diri sendiri dan selalu bersaing menjadi yang paling baik
dalam suatu hal, tetapi juga liberalisme percaya bahwa individu - individu memiliki banyak
kepentingan dan demikian dapat terlihat dalam aksi sosial yang kolaboratif dan kooperatif
baik domestik maupun internasional. Liberalisme juga memiliki pandangan bahwa kerja
sama yang dilakukan antar negara-negara dapat menciptakan perdamaian dunia, pandangan
tersebut mengartikan bahwa setiap negara itu sama, baik negara maju maupun berkembang,
keduanya tidak terpisahkan dan saling membutuhkan antar negara yang satu dengan yang
lain.

Liberalisme mamandang bahwa manusia memiliki sifat positif dan cenderung


mengutamakan kerjasama demi menghindari adanya konflik antar negara yang tentunya
dengan dampak merugikan, paham liberalis didasari oleh nilai kebebasan individu dan
percaya bahwa perdamaian dapat tercapai. Liberalism tidak hanya fokus terhadap aktor
negara saja melainkan aktor non-negara dapat berperan dalam hubungan internasional
sehingga kontribusi individu dalam pemahaman liberal sangat dikedepandakan.

Konsep Human Security

di masa kini isu permasalahan mengenai human security sangat tidak asing lagi untuk
dibahas, apalagi pada konsep keamanan dari human security ini telah mengalami perubahan
dimana konsep ini membahas isu militer dan politik, kini lebih mengarah mengenai kondisi
yang terjadi di dalam individu dan masyarakat. Konsep human security yang bersifat
universal dimana konsep keamanan ini tidak hanya terbatas oleh sebuah negara saja namun
umum juga berlaku. Konsep ini mengingatkan bahwa ancaman bisa datang dari mana saja
tanpa memandang negara dan individu itu berada. Menurut Barry Buzan dalam makalahnya
yang berjudul human security what it means, and what it entails mengatakan bahwa
keamanan manusia merupakan suatu hal yang kerap menjadi masalah, maksud dari kontek ini
adalah dimana keamanan suatu negara selalu berkaitan dengan kelangsungan hidup .
Keamanan dalam sebuah negara tentunya pengawasan, adanya kerjasama kepada perserikatan
bangsa-bangsa membuat negara-negara yang ikut serta menjadi merasa aman dari ancaman
bahaya, namun hal ini perlu diperhatikan dalam membuat kesepakatan, pasti ada konsekuensi
yang telah dibuat. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya perlindungan terhadap
masyarakat maupun individu yang bersifat universal yang telah sepekati bersama.
Keamanan manusia tentunya sangat penting dalam mewujutkan kemanan
internasional, maka dari hal tersebut PBB sebagai organisasi internasional memiliki agenda
tambahan mengenai masalah keamanan kemanusiaan yang diutamakan korban perang, anak-
anak, perempuan, pengungsi hingga diskriminasi rasial. Kemanan manusia berfokus pada
terhadap perlindungan individu dari segala bentuk kekerasan politik, sehingga keamanan
manusia memiliki tujuan untuk melindungi kehidupan manusia dari beberapa aspek ancaman.
Commision of Human Security memiliki dua acara yang dapat digunakan untuk memberikan
keamanan manusia, aktor negara dapat berperan dan memberikan perlindungan untuk
keamanan masyarakat dari berbagai ancaman. Perlindungan dapat dilakukan menggunakan
sebuah pendekatan “Top-down” yang dimana pemerintah memiliki tanggung jawab utama
untuk dapat memberikan kemanan terhadap masyarakatnya, ancaman yang dapat muncul
akibat adanya bencana alam, krisis keuangan maupun konflik. Cara yang kedua melalui
pemberdayaan dengan melalui pendekatan “bottom-up” yang memiliki tujuan untuk
mengembangkan kemampuan individu dalam membuat pilihan dan berdasarkan informasi
dan bertindak sendiri.

Anda mungkin juga menyukai