Anda di halaman 1dari 27

1

SEKOLAH STAF DAN KOMANDO


DIKREG XLVI SESKO TNI TA 2019

OPTIMALISASI PERAN DIPLOMASI PEMERINTAH INDONESIA


GUNA MENGANTISIPASI DAMPAK KONFLIK ROHINGYA
DALAM RANGKA MENJAGA STABILITAS KEAMANAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA

PENDAHULUAN

1. Latar belakang. Myanmar merupakan salah satu anggota Association of


Southeast Asian Nations (ASEAN) yang saat ini masih dilanda krisis perang antar etnis, yang
terkesan adanya pelanggaran HAM genoside etnis Rohingya. Rohingya adalah etnis
minoritas di Myanmar yang hidup di negara bagian Barat Rakhine, mereka tidak secara resmi
diakui oleh pemerintah sebagai warga negara dan selama beberapa dasawarsa. Kerusuhan
komunal antara sejumlah kelompok Buddha Rakhine dan Muslim Rohingya meletus dimana-
mana di seantero negara bagian Rakhine di Myanmar yang dulu dikenal dengan Kerajaan
Arakan. Rohingya sendiri adalah warga pribumi Kerajaan Arakan, dan karena itu mereka
sering disebut Muslim Arakan, tetapi eksistensi mereka ditolak di Myanmar sehingga
menyebabkan mereka menjadi salah satu kelompok etnis yang tidak memiliki negara sama
seperti etnis Kurdi atau Berber di Timur Tengah. Kerusuhan antar kedua kelompok agama itu
semakin memburuk, sejak pemerintah mendeklarasikan status darurat atas Rakhine
sehingga melegalkan masuknya militer dan polisi dalam menangani kerusuhan komunal
yang berdimensi agama itu. Militer dan polisi yang berasal dari kelompok etnis mayoritas di
Myanmar (etnis Bamar, Mon, dan Rakhine) tidak dapat mengatasi masalah dengan
menciptakan ruang-ruang atau titik temu bagi kedua kelompok untuk berdialog dan
mengakhiri pertikaian, melainkan justru semakin memperuncing dan memperburuk situasi
lantaran mereka juga terlibat dalam aksi kekerasan tersebut 1. Konflik antar kelompok etnis
dan agama ini terus terjadi dan puncaknya pada tahun 2012 yang terkenal dengan "Tragedi
Rakhine 2012” ini yang kemudian terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya, telah
menyebabkan ribuan orang tewas ratusan ribu warga mengungsi ribuan rumah hangus

1
Sumanto al Qurtuby, Direktur Scientific Research in Social Sciences, King Fahd University of Petroleum and
Minerals, Arab Saudi.
2

terbakar dan tak terhitung lagi berapa nilai properti yang hancur lebur berantakan
dimusnahkan oleh massa (militer, polisi dan sipil) yang sedang emosi, marah dan kalap.
Pada tragedi konflik komunal ini tentu saja yang banyak menjadi korban dan target
kekerasan adalah kelompok minoritas Muslim Rohingya, yang menurut perkiraan jumlah
mereka hanya sekitar 1 (satu) juta orang di Myanmar. Tragedi Rakhine ini merupakan
sebuah tragedi "anti-Muslim pogrom” atau pembantaian massal oleh anti Muslim, yang tidak
hanya dilakukan oleh massa Buddha saja tetapi juga di back up oleh sejumlah elemen di
pemerintahan, sejumlah faksi dalam militer dan kepolisian, kelompok Buddha garis keras,
dan grup-grup sipil ultranasionalis2.
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan letak geografis yang strategis memiliki
pengaruh di kawasan Asia Tenggara, yang menganut politik luar negeri yang mempunyai
sifat bebas aktif. “Bebas” artinya tidak terikat oleh salah satu blok, dan “aktif” diartikan
sebagai giat atau aktif dalam mengembangkan perdamaian, persahabatan dan kerjasama
internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain. Politik luar negeri Indonesia, telah
bekerja untuk menciptakan suatu tatanan di kawasan Asia Tenggara dan juga dalam
penguatan serta penghormatan dalam norma dan prinsip hubungan baik antar negara yang
ditujukan bagi pemeliharaan perdamaian dan keamanan di kawasan Asia Tenggara. Asia
Tenggara sendiri terkenal dengan keberagaman penghuninya, kemajemukan masyarakatnya
yang terdiri dari berbagai etnis dan agama baik etnis atau agama asli negara tersebut
maupun etnis atau agama pendatang. Karena hal itulah ada yang disebut mayoritas dan ada
pula yang disebut minoritas dan setiap kelompok-kelompok etnis pastinya memiliki
kebudayaan, batas-batas sosial-budaya, dan sejumlah atribut atau ciri-ciri budaya yang
menandai identitas dan eksistensi mereka. Berbagai peran telah dimainkan oleh pemerintah
Indonesia dalam menjalankan peran diplomasi, mulai dari tingkat global sebagai anggota
tidak tetap dewan keamanan PBB, promotor dan pendiri ASEAN serta menjalin hubungan
bilateral government to government (G to G). Hal tersebut sesuai dengan divinisi diplomasi
mengacu pada definisi dari Martin Griffiths dan Terry O'Callaghan yang mendefinisikan
diplomasi secara lebih luas: "Diplomasi merupakan proses keseluruhan yang dilakukan oleh
suatu negara dalam melaksanakan hubungan internasional".3 Pada tahun 2017 dalam versi
website Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menyebutkan ada tiga fokus diplomasi
Indonesia dan politik Luar negeri RI diantara: krisis kemanusiaan yang terjadi di Rakhine,
bantuan pemerintah Indonesia untuk mendukung kemerdekaan Palestina dan diplomasi
2
Nicholas Farrelly, Conflict in Myanmar.
3
Martin Griffiths and Tery O'Callaghan: lnternational Relations: The Key Concepts, 2002, hal. 79.
3

perlindungan warga negara yang telah berada diluar negeri. Untuk itulah Indonesia mencoba
berusaha menyelesaikan konflik ini sebagai negara yang besar di kawasan dan cukup
memberikan pengaruh kepada wilayah regional ASEAN.

2. Identifikasi Masalah. Berbagai peran telah dilaksanakan oleh pemerintah


Indonesia dalam menjalankan peran diplomasi, mulai dari tingkat global sebagai anggota
tidak tetap dewan keamanan PBB, promotor dan pendiri ASEAN serta menjalin hubungan
bilateral (G to G). Rumusan masalah, dalam penyelesaian masalah krisis di Myanmar yang
sudah berlangsung sejak lama, Indonesia telah berusaha turut serta didalamnya, akan tetapi
dirasakan peran diplomasi pemerintah Indonesia belum optimal. Terdapat beberapa pokok-
pokok persoalan diantaranya belum optimalnya penanganan pengungsi, belum optimalnya
diplomasi pada tingkat global, regional dan bilateral.

3. Nilai guna. Adapun nilai guna dari penulisan ini adalah didapatnya pemahaman
terkait upaya diplomasi strategi yang digunakan dalam menyelesaikan krisis di Myanmar
dalam rangka menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara.

4. Maksud dan tujuan. Maksud dari penulisan essay ini untuk memberikan gambaran
sejauh mana peran diplomasi Indonesia dalam penanganan krisis Myanmar dan bertujuan
memberikan saran masukan untuk penyelesaian dalam rangka menjaga stabilitas kawasan
Asia Tenggara.

5. Ruang lingkup. Dalam penulisan essay pemecahan masalah ini dibatasi ruang
lingkup pada peran diplomasi Indonesia dalam membantu penyelesaian krisi perang antar
etnis di Myanmar, dari empat aspek: pengungsi, diplomasi global, regional dan bilateral.

PEMBAHASAN DAN ANALISIS.

6. Pengantar singkat. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendeklarasikan krisis


perang antar etnis di Myanmar sebagai penyebab gelombang pengungsi etnis Rohingya
yang merupakan pengungsian paling darurat di dunia. Sejak Agustus 2016, sekitar 750.000
orang Rohingya dari Myanmar sudah mengungsi ke Bangladesh untuk menghindari
kekerasan yang dilakukan militer di negara bagian Rakhine dan mereka bergabung dengan
300.000 warga Rohingya di Bangladesh yang sudah mengungsi ke Bangladesh sebelumnya.
Pemerintah Bangladesh mencatat lebih dari satu juta pengungsi Rohingya ditampung
4

negeri itu, secara fix, tercatat oleh pemerintah Bangladesh sebanyak 1.004.742 orang
pengungsi Rohingya dan sudah diberi kartu registrasi biometrik.4 Masih terdapat beberapa
ribu pengungsi Rohingya yang belum terdaftar angka yang diumumkan Bangladesh ini lebih
tinggi dari angka yang dicatat PBB yaitu sebanyak 962.000 pengungsi Rohingya.
Permasalahan pengungsi juga berimbas ke Indonesia yang menjadi tujuan para pengungsi
Rohingya, meskipun Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 yang dibuat di Jenewa
mengenai Pengungsi, namun Indonesia telah lama memiliki tradisi untuk menerima
pengungsi dan orang-orang yang membutuhkan perlindungan internasional (tercatat pada
tahun 1975 oleh United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR menetapkan
Pulau Galang yang luasnya 250 ha, diambil/digunakan 80 ha untuk dijadikan kawasan
pengungsiang manusia perahu Vietnam yang tersebar di beberapa kepulauan yang setelah
disatukan di Pulau Galang, terkumpul hingga 250 ribu jiwa). Sebagai ekses dari krisis
Myanmar yang menimpa etnis Rohingya, saat ini terdapat sekitar 14,000 pengungsi di Aceh
yang terdaftar di kantor UNHCR di Indonesia.5 Dalam menjalankan peran diplomasi untuk
membantu menyelesaikan masalah Rohingya, dapat diberikan data dan fakta yang
selanjutnya akan dibahas dan dianalisis dengan tool analisis. Tool analisis yang akan
digunakan adalah teori Diplomasi Menurut George A Lopez dan Michael S, Sthol yang
mendivinisikan Diplomasi adalah proses dimana setiap pemerintahan melaksanakan
hubungan dengan negara lain6 dan secara lengkap didivinisikan oleh Martin Griffiths dan
Terry O'Callaghan yang secara lebih luas: Diplomasi merupakan proses keseluruhan
yang dilakukan oleh suatu negara dalam melaksanakan hubungan internasional.7
Terdapat empat bahasan yang akan di analisis dan ditemukan strategi serta upaya untuk
mengatasinya agar lebih optimal, yaitu: a)Pengungsi Rohingya yang tersebar di berbagai
negara, b)peran diplomasi Indonesia tingkat global dhi. di PBB, c)regional dhi. di ASEAN dan
d)bilateral Indonesia-Myanmar.

7. Data dan Fakta.


a. Penanganan pengungsi Rohingya dapat dilihat dari beberapa pemasalahan yang
timbul dinegara-negara penerima pengungsi Rohingya diantaranya Pemerintah Bangladesh
mencatat lebih dari satu juta pengungsi Rohingya ditampung negeri itu. Secara fix, tercatat

4
Dhaka Kompas.com https://internasional.kompas.com/read/2018/01/17/15391021/bangladesh-tampung-lebih-dari-
1-juta-pengungsi-rohingya , diakses tanggal 25 Mei 2019 pukul 05.00 WIB
5
https://www.unhcr.org/id/ diakses tanggal 25 Mei 2019 pukul 13.00 WIB
6
http://konsultasiskripsi.com/2017/09/06/teori-diplomasi-skripsi-dan-tesis/ diakses tanggal 25 Mei 2019 pukul 14.00 WIB
7
Hanjar Diplomasi Strategis, Sesko TNI 2019
5

sebanyak 1.004.742 orang pengungsi Rohingya dan sudah diberi kartu registrasi biometrik.
Masih terdapat beberapa ribu pengungsi Rohingya yang belum terdaftar angka yang
diumumkan Bangladesh ini lebih tinggi dari angka yang dicatat PBB yaitu sebanyak 962.000
pengungsi Rohingya. Meskipun Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 mengenai
Pengungsi, saat ini terdapat sekitar 14,000 pengungsi terdaftar di kantor UNHCR di
Indonesia.8
b. Peran diplomasi global yang dilaksanakan oleh Indonesia, yang merupakan anggota
tidak tetap PBB ini terlihat masih terus dilaksanakan komunikasi dengan PBB. Pada tanggal
29 Maret 2019 utusan khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (Schraner
Burgener) membahas perkembangan penyelesaian konflik di Negara Bagian Rakhine,
termasuk pemulangan para pengungsi etnis muslim Rohingya dengan Menteri Luar Negeri
Indonesia Retno Marsudi.9 Kunjungan utusan Sekjen PBB ini menunjukkan pengakuan dunia
terhadap peran dan kontribusi Indonesia dalam konteks membantu penyelesaian masalah di
Negara Bagian Rakhine. Pertemuan membahas berbagai perkembangan yang telah tercapai
di Negara Bagian Rakhine, khususunya terkait rencana repatriasi para pengungsi, yang akan
segera direalisasikan. Indonesia juga yang memberikan jasa baik dengan melibatkan
organisasi-organisasi internasional yang bersikap simpatik atas kasus Rohingya tanpa
mencederai kedaulatan pemerintah Myanmar. Ini yang dihargai sekali oleh PBB bahwa cara
pandang Indonesia ini beda dengan negara lain, sementara Negara lain tujuannya selalu
mengkritisi pemerintah Myanmar, selalu menyudutkan pemerintah Myanmar. Indonesia
memiliki cara yang elegan yang merupakan teori baru dalam penyelesaian krisis
internasional.10
c. Peran Diplomasi tingkat regional Indonesia terlihat dari upaya Indonesia bersama-
sama seluruh Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN terus mengupayakan
penyelesaian krisis Myanmar. Krisis Rohingya telah menimbulkan respons yang kuat dari
masyarakat Islam di ASEAN, sehingga menyulitkan negara-negara angotanya untuk
menjauhkan diri dari krisis. Serangkaian demonstrasi diadakan di kota-kota seperti Kuala
Lumpur setelah krisis, para demonstran meminta pemerintah mereka untuk menghukum
pemerintah Myanmar dan bahkan meminta negara mereka memutuskan hubungan
diplomatik. Bagi negara-negara ASEAN dengan mayoritas Muslim, pemerintah harus

8
https://www.unhcr.org/id/ diakses tanggal 25 Mei 2019 pukul 13.00 WIB
9
https://www.voaindonesia.com/a/bertemu-utusan-khusus-sekjen-pbb-menlu-retno-bahas-pengungsi-
rohingya/4853315.html diakses tanggal 25 Mei 2019 pukul 13.17 WIB
10
: https://www.voaindonesia.com/a/bertemu-utusan-khusus-sekjen-pbb-menlu-retno-bahas-pengungsi-
rohingya/4853315.html diakses tanggal 25 Mei 2019 pukul 13.20 WIB
6

menunjukkan dukungan mereka kepada Muslim Rohingya untuk mendapatkan suara


komunitas Muslim. Hal ini terutama terjadi di Malaysia dengan pemilihan yang akan datang.
Sedangkan di Indonesia menghadapi usaha keras melawan ekstremis Islam. Jika pemerintah
Indonesia tidak bertindak atas krisis Rohingya, hal itu dapat menciptakan peluang bagi kaum
ekstrimis Islam untuk berkembang.
d. Hubungan bilateral Indonesia-Myanmar, terutama dalam hal Indonesia yang
berkeinginan membantu penyelesaian krisis perang antar etnis di Myanmar ditandai pada
tanggal 4 September 2017 Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, sudah bertemu
dengan Aung San Suu Kyi yang menjabat Konseler Negara, atau pemimpin tertinggi yang
sebenarnya di Myanmar. Menlu RI membawa amanah masyarakat Indonesia, yang sangat
khawatir terhadap krisis kemanusiaan di Rakhine State dan agar Indonesia dapat membantu
dengan menyampaikan usulan yang disebut Formula 4+1 untuk Negara Bagian Rakhine.
Empat elemen pertama merupakan elemen utama yang harus segera dilakukan agar krisis
kemanusian dan keamanan tidak semakin memburuk, sedangkan satu elemen lainnya
adalah pentingnya agar rekomendasi Laporan Komisi Penasihat untuk Negara Bagian
Rakhine yang dipimpin oleh Kofi Annan dapat segera diimplementasikan. Isi keempat elemen
tersebut yaitu: 1) Mengembalikan stabilitas dan keamanan, 2) Menahan diri secara maksimal
dan tidak menggunakan kekerasan, 3) Perlindungan kepada semua orang yang berada di
Rakhine State, tanpa memandang suku dan agama, 4) Pentingnya segera dibuka akses
untuk bantuan keamanan.11

8. Analisis sesuai data dan fakta.

a. Penanganan pengungsi kurang optimal. Aksi serang dan balas dari kelompok
milisi di Myanmar yang beranggotakan minoritas muslim Rohingya menyatakan akan terus
bertempur melawan pemerintah, serangan pada tahun lalu yang dilancarkan Arakan
Rohingnya Salvation Army (ARSA) atau dikenal sebagai Tentara Pembebasan Rohingya
Arakan memicu balasan dari militer Myanmar, pembalasan itu memaksa sekitar 650 ribu
warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh. ARSA menyebut mereka merupakan pihak yang
bertanggung jawab terhadap serangan-serangan tersebut, kelompok militan yang dianggap
teroris oleh pemerintah Myanmar itu menyatakan, mereka bertempur untuk hak politik warga
Rohingya. Pusat aktivitas ARSA berada di Rakhine, negara bagian yang berada di wilayah

11
https://www.bbc.com/indonesia/amp/dunia-41147802 diakses tanggal 25 Mei 2019 pukul 15.00 WIB
7

utara Myanmar dan merupakan lokasi masyarakat etnik Rohingya menghadapi persekusi
atau yang menghadapi perlakuan buruk atau penganiyaan secara sistematis oleh individu
atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain, khususnya karena suku, agama, atau
pandangan politik. Pemerintah Myanmar menolak memberikan status kewarganegaraan
kepada mereka dan menyebut kelompok masyarakat itu sebagai imigran gelap dari
Bangladesh. ARSA selama ini hanya melancarkan serangan sporadis, pada 25 Agustus
2017, mereka menyerang 30 polisi dan markas tentara, serangan itu memicu balasan yang
masif dari militer Myanmar. Pada waktu yang hampir bersamaan, otoritas lokal menuduh
milisi ARSA membunuh 28 warga pemeluk Hindu, yang jenazahnya diduga ditemukan dalam
sebuah kuburan massal. Sebanyak 6.700 warga etnis Rohingya tewas sebulan setelah
serangan ARSA pada otoritas sipil Myanmar, Agustus 2017, data itu dihimpun Doctors
Beyond Borders12, organisasi kemanusiaan yang bekerja pada sector rumah sakit di daerah
perang. Selesai melakukan investigasi internal, November 2017, angkatan bersenjata
Myanmar mengklaim lembaga mereka tidak bersalah dalam krisis Rohingya dan mereka
menyebut jumlah korban tewas dalam krisis itu hanya berjumlah 400 orang.13 Efek lainnya
adalah terjadinya gelombang migrasi besar-besaran etnis Rohingya yang mengungsi di
kawasan seperti Malaysia, Indonesia, India dan Bangladesh baik itu melalui jalur darat dan
laut yang dapat menimbulkan masalah tersendiri bagi negara-negara yang di datangi oleh
etnis Rohingya. Hal ini tentunya menimbulkan ketidakstabilan negara-negara di kawasan
yang dapat mengancam hubungan baik antar negara yang sudah di bina sekian lama, dan
yang lebih besar pandangan dunia yang tentunya akan berpengaruh kepada stabilitas
ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya serta yang paling utama adalah sistem pertahanan
dan keamanan negara-negara di kawasan.
Indonesia mempunyai posisi geografis yang strategis, karena posisi Indonesia sebagai
negara kepulauan yang terletak diantara Benua Asia dan Benua Australia dan diantara
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Hal tersebut menyebabkan Indonesia terletak pada
jalur perdagangan Internasional dan tidak hanya pelaku ekonomi yang menjadikan Indonesia
sebagai Negara transit, tetapi juga para pencari suaka dan pengungsi turut memasuki
Indonesia secara illegal. Pada tanggal 15 Mei 2015 sebanyak 749 orang etnis Rohingya
terdampar di garis pantai Indonesia tepatnya di Provinsi Aceh. Badan Search and Rescue
Nasional (Basarnas) yang dibantu nelayan segera melakukan pertolongan dengan membawa

12
https://www.linkedin.com/company/doctors-beyond-borders diakses tanggal 25 Mei 2019 pukul 21.00 WIB
13
BBC 8 Januari 2018, https://www.bbc.com/indonesia/dunia-42600770, diakses tanggal 23 Mei 2019 pukul
20.15
8

mereka ke daratan. Ketika ditemukan diatas perahu yang mesinnya telah rusak, mereka
dalam kondisi kelaparan dan sakit. Pada awalnya Indonesia menolak untuk memberikan
bantuan terhadap etnis Rohingya ini sama seperti yang dilakukan oleh Malaysia dan
Thailand.14 Penolakan tersebut mendapat kecaman dari berbagai pihak, baik local maupun
internasional. Menanggapi kecaman tersebut, Indonesia, Malaysia dan Thailand melakukan
rapat konsultasi di Putrajaya, Malaysia. Dari pertemuan tersebut ketiga negara sepakat
memberikan bantuan kemanusiaan kepada 7.000 imigran gelap yang masih terkatung-
katung di Selat Malaka, agar diberi tempat penampungan sementara yang berjangka waktu
satu tahun.15
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam menangani
pengungsi Rohingya di Provinsi Aceh, baik secara internal maupun eksternal. Upaya internal
yang telah dilakukan pemerintah Indonesia seperti melakukan proses penyelamatan
terhadap pengungsi Rohingya yang masih terdampar di perairan Selat Malaka, memberikan
tempat penampungan serta memenuhi segala kebutuhan pokok para pengungsi Rohingya.
Kemudian upaya eksternalnya antara lain melakukan kerjasama regional dengan negara-
negara yang juga mengalami permasalahan pengungsi Rohingya seperti Thailand dan
Malaysia, kemudian bekerjasama dengan organisasi internasional yang bergerak dibidang
pengungsi yaitu UNHCR dan International Organization for Migration (IOM) atau Organisasi
Internasional untuk Migrasi. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 125 tahun 2016 untuk mengatasi sekitar 14 ribu pengungsi dan
pencari suaka yang sebelumnya disoroti oleh UU, peraturan Presiden untuk menangani
sekitar 14.000 pengungsi dan pencari suaka, yang sebelumnya tidak diatur dalam hukum
negara. Peraturan Presiden (Perpres) itu dipuji sebagai langkah pertama, biarpun tidak
lengkap yang menjanjikan bagi Indonesia, yang bukan salah satu penanda-tangan Konvensi
PBB 1951 Tentang Status Pengungsi. itu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, yang
dikeluarkan akhir bulan Desember 2016. Sebenarnya peraturan itu telah digarap sejak 2010
di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tapi terhenti oleh sejumlah
kementerian (luar negeri, hukum dan HAM, keamanan, kesehatan, dan Kepolisian) yang
terlibat dalam penggodokannya. Perpres tersebut saat ini berpengaruh secara global,
sementara di berbagai negara yang turut menandatangani konvensi 1951 seperti Amerika
Serikat Australia, dan sebagian besar negara-negara di Eropa Barat tengah memperketat

14
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 7, Nomor 1, 2019: 299-308
15
http://www.dw.com/id/malaysia-dan-indonesiasetuju-tampung-pengungsi-rohingya/a-18462889/ diakses
tanggal 25 Mei 2019 pukul 17.30 WIB
9

perbatasan masing-masing bagi pengungsi dan pencari suaka. Keputusan itu mengisi
kevakuman hukum tentang pengungsi dan pencari suaka di Indonesia dan dampak peraturan
itu tentu tergantung pada implementasinya pada tingkat lokal. Peraturan tersebut telah
mengatur dan mengarahkan pengungsi ke Pusat Detensi Imigrasi dan mempercayakan
penyediaan tempat penampungan sementara kepada pemerintah daerah atau pemerintah
kota. Peraturan tersebut tidak mengatur tentang penanganan pengungsi yang ditemukan di
perairan internasional dalam jumlah yang cukup besar karena Indonesia adalah negara
kepulauan. Disisi lain peraturan itu tidak melindungi semua hak asasi manusia pengungsi,
seperti hak untuk bekerja dan menempuh pendidikan dan sisi terangnya, keputusan itu tidak
melarang mereka bersekolah atau bekerja, sehingga dapat didivinisikan status
penampungan pengungsi bersifat sementara, sesuai dengan pengalaman manusia perahu.
Indonesia telah meratifikasi berbagai aturan tentang hak asasi manusia yang mengatur hak
untuk bekerja dan menempuh pendidikan, seperti Kovenan Internasional tentang Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Konvensi Hak Anak-Anak dan Indonesia terikat oleh
kewajiban-kewajiban seperti tercantum dalam instrumen-instrumen itu akan tetapi berbeda
dengan permasalahan pengungsi.
Berdasarkan data UNHCR Indonesia, sekitar 14.000 pengungsi dan pencari suaka
yang kini berada dalam tempat-tempat penampungan di Indonesia, Perpres Nomor 125 itu
merupakan keputusan pemerintah Indonesia yang baik dan seperti terkandung dalam
Konvensi Pengungsi 1951, sehingga pengungsi tidak terus menerus disebut sebagai imigran
gelap. Semua instansi terkait pemerintah seharusnya ikut menyepakati penyebutan demikian
dan mengakui pencari suaka dan pengungsi berdasarkan undang-undang Indonesia.
Presiden Joko Widodo tampaknya memiliki keprihatinan khusus terkait krisis pengungsi
Muslim Rohingya dari negara bagian Rakhine, Myanmar. Hanya tiga minggu sebelum
keputusan itu dikeluarkan pada tanggal 31 Desember 2016, Presiden Joko Widodo bertemu
dengan mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan untuk membahas cara terbaik untuk
mengirim bantuan kemanusiaan bagi etnis Rohingya. 16 Kesepakatan repatriasi (kembalinya
suatu warga negara dari negara asing yang pernah menjadi tempat tinggal menuju tanah
asal kewarganegaraannya), yaitu mengembalikan pengungsi Rohingya ke Myanmar dari
Bangladesh dan Indonesia, sejak tahun 2017, sampai dengan sekarang belum dapat
dilaksanakan. Banyak sekali orang Rohingya, tidak hanya di Bangladesh dan Indonesia tapi
juga di berbagai negara lain di sekitarnya, saat ini tidak memiliki kewarganegaraan, dan

16
https://www.voaindonesia.com/a/ri-atasi-pengungsi-dengan-keppres-/3696412.html
10

hidup dalam situasi terombang-ambing. Karenanya, kesepakatan repatriasi Rohingya,


syaratnya, serta penundaan dan keberhasilan penerapannya akan berdampak pada
keamanan dan keselamatan bagi jutaan nyawa. Repatriasi Rohingya ke Myanmar yang
tertunda ataupun terkesan membiarkan mereka tinggal di Bangladesh dan Indonesia akan
menimbulkan dilema besar. Jumlah pengungsi di Bangladesh sudah melebihi kapasitasnya,
namun demikian, repatriasi tidak bisa berjalan aman dalam waktu singkat, melakukan hal ini
bisa berbahaya dan terlalu dini. Di awal Januari, tentara Myanmar mengaku bahwa
prajuritnya telah menangkap dan mengeksekusi 10 orang Rohingya dan mengubur mereka
dalam sebuah kuburan massal Selain itu, kurangnya keterbukaan dan transparansi
pemerintah Myanmar terhadap komunitas internasional tidak mewakili respons yang
memadai. Saat ini, Konselor Myanmar Suu Kyi masih menolak memberikan akses kepada
pemantau hak asasi manusia dan pencari fakta PBB. Akan tetapi jika membiarkan mereka
menetap di teritori Bangladesh juga menyebabkan masalah besar dikarenakan
densitas/kerapatan populasi, sanitasi buruk dan kondisi kebersihan saat ini di pemukiman
sementara sangatlah berisiko. Kondisi ini bisa menyebabkan wabah kolera atau diare akut,
yang keduanya endemik di Bangladesh. Penyakit-penyakit ini bisa membunuh ribuan
Rohingya. Meskipun perjanjian menyebutkan bahwa repatriasi akan berjalan “aman, terjamin,
dan bermartabat”, kesepakatan itu gagal menjelaskan seperti apa kondisi yang akan
dihadapi Rohingya saat mereka kembali, dan apakah akan berbeda dari situasi sebelumnya.
Banyak Rohingya, yang tidak terlibat dalam merencanakan kesepakatan, merasa ketakutan
akan dipaksa untuk pulang. Kesepakatan tidak mencakup jaminan pemberian hak dasar
untuk Rohingya. Hak-hak ini meliputi kebebasan dari persekusi dan kekerasan, hak bekerja,
dan mungkin yang paling penting adalah pemberian kewarganegaraan. Tanpa ketetapan ini,
ada kekhawatiran bahwa Rohingya akan setelah direpatriasi hanya akan mengalami situasi
serupa seperti yang mereka alami dahulu. 17 Upaya yang harus dilaksanakan dalam rangka
mengoptimalkan penanganan pengungsi yang suda berada di Indonesia adalah
mengupayakan memperhatikan kelayakan hidup dipengungsian dan bekerjasama dengan
UNHCR dan AHA Centre serta tetap terus mengupayakan repatriasi.

b. Diplomasi tingkat Global di PBB dan dengan negara adidaya perlu ditingkatkan.
Seruan pengajuan Myanmar ke International Criminal Court (ICC) dikeluarkan para anggota
parlemen dari lima negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina dan Timor Leste.

17
https://theconversation.com/krisis-kemanusiaan-rohingya-apa-yang-bisa-dilakukan-negara-lain-91665 diakses
tanggal 24 Mei 2019 pukul 23.00 WIB
11

Dalam Rome Statute of The International Criminal Court 1998 (Statuta Roma tahun 1998) Art
5 dijelaskan mengenai definisi dari pelanggaran HAM yang berbunyi: bahwa pelanggaran
HAM berat meliputi kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang
dan kejahatan agresi. Meski Myanmar bukan negara yang menandatangani pendirian ICC,
jaksa dari mahkamah sudah meminta hakim agar memutuskan bahwa mahkamah memiliki
kewenanangan menangani kasus ini karena dampak dari krisis Rohingya dirasakan oleh
Bangladesh, negara anggota ICC. 18 Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo,
menyampaikan beberapa pernyataan mengenai krisis Myanmar, yaitu: pertama menyesalkan
aksi kekerasan yang terjadi; kedua, mendorong aksi nyata dalam penyelesaian konflik ini,
bukan sekedar kecaman; ketiga, pemerintah Indonesia berkomitmen terus untuk membantu
mengatasi krisis kemanusiaan, bersinergi dengan kekuatan masyarakat sipil di Indonesia dan
juga masyarakat internasional; keempat, menugaskan Menteri Luar Negeri (Menlu)
untuk menjalin komunikasi intensif dengan berbagai pihak termasuk Sekretaris Jenderal
PBB dan komisi penasihat Khusus untuk Rakhine State. Pemerintah Indonesia telah
mengirimkan 10 kontainer obat-obatan dan makanan, serta akan membangun sekolah. 19
Kontribusi Indonesia dalam upaya menangani konflik dan krisis kemanusiaan yang terjadi di
Rakhine State, Myanmar, mendapatkan apresiasi dari Sekretaris Jenderal PBB (Antonio
Guterres). Sekjen PBB mengapresiasi kontribusi dan kerja sama Indonesia dengan PBB
selama ini dalam menjaga perdamaian dan stabilitas global.
Diplomasi untuk bantuan kemanusiaan ke Myanmar dan Bangladesh merupakan
pekerjaan rumah masyarakat dunia internasional untuk membantu krisis pengungsi, baik di
Rakhine State maupun di perbatasan. Perkembangan pembahasan isu Myanmar di ASEAN
telah dikeluarkan pernyataan mengenai isu Rakhine State, dalam pertemuan informal yang
menunjukan perhatian kepada isu kemanusiaan di Rakhine State dan kesiapan untuk
menyalurkan bantuan. Langkah-langkah lain yang penting untuk dilaksanakan adalah
perlunya upaya untuk menghentikan ketegangan antar masyarakat yang cenderung
meningkat karena hal itu memperlambat upaya distribusi bantuan bagi masyarakat yang
membutuhkan. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah Indonesia akan memanfaatkan

18
BBC Online, Krisis Rohingya: 131 anggota parlemen ASEAN desak PBB bawa Myanmar ke mahkamah
internasional 24 Agustus 2018 https://www.bbc.com/indonesia/dunia-45298989 diakses tanggal 23 Mei 2019
pukul 23.15 WIB
19
https://www.theindonesianinstitute.com/langkah-diplomasi-indonesia-dalam-konflik-rohingya/ diakses tanggal
23 Mei 2019 pukul 23.20 WIB
12

jalur kepada para tokoh agama dan masyarakat agar membantu meredakan ketegangan. 20
Selain dengan PBB, Indonesia menyempatkan menyelenggarakan pertemuan darurat
dengan negara-negara anggota OKI di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di Markas Besar
PBB di New York pada Selasa guna mendorong penyelesaian masalah krisis kemanusiaan
yang menimpa muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar. Wakil Presiden Jusuf
Kalla dan Menlu RI hadir mewakili Indonesia dalam pertemuan Contact Group OKI yang
membahas krisis di Rakhine tersebut. Hal ini menunjukkan kepedulian dan perhatian
Indonesia terhadap krisis kemanusiaan yang saat ini terjadi di Rakhine State yang
dampaknya harus juga ditanggung oleh Bangladesh dan Indonesia.
Tanggung jawab untuk melindungi atau responsibility to protect yang bermakna untuk
melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnahan massal (genocide), kejahatan perang (war
crimes), pembersihan etnis (ethnic cleansing) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes
against humanity), dan dari segala macam tindakan yang mengarah pada jenis-jenis
kejahatan tersebut, salah satu prinsip internasional yang diusung PBB dalam mengatasi
krisis Myanmar, bahkan memungkinkan adanya intervensi langsung dari suatu negara jika
negara lain dianggap telah gagal dan lalai melindungi warganya sendiri dari kekerasan dan
kejahatan perang.21 Responsibility to protect merupakan sebuah prinsip internasional yang
digagas guna mencegah dan menghentikan kejahatan kemanusiaan. Dalam kasus Rohingya
akan dimungkinkan hal ini diterapkan oleh PBB terhadap Myanmar dengan indikasi laporan
yang diberikan oleh tim pencari fakta PBB untuk kasus Rohingya yang berkesimpulan
sementara adanya dugaan genoside terhadap etnis Rohingya. Upaya yang harus
dilaksanakan oleh Indonesia sebagai langkah mempercepat penyelesaian krisis Myanmar
adalah meyakinkan negara-negara di dunia bahwa permasalahan di Myanmar adalah
masalah dalam negeri Myanmar, tugas Indonesia sebagai negara tetangga di kawasan Asia
tenggara adalah tidak me-universalkan krisis tersebut terutama dikaitkan dengan agama dan
senantiasa memberikan saran solusi kepada Myanmar.
Membahas mengenai sikap dua Negara adidaya terhadap krisis Myanmar, Amerika
Serikat (AS) turut mendukung untuk penyelesaiannya, Wakil Presiden AS Mike Pence
mengkritik militer Myanmar atas penganiayaan terhadap etnis Rohingya dalam pertemuan
dengan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi pada tanggal 14 November 2018,
Pence juga mengatakan, mereka yang terlibat atas kekerasan terhadap Rohingya harus

20
"Peran Indonesia Bantu Krisis Rohingya Menuai Apresiasi PBB", https://tirto.id/peran-indonesia-bantu-krisis-
rohingya-menuai-apresiasi-pbb-cxr2.
21
Lembar penugasan diplomasi strategis, Sesko TNI
13

dimintai pertanggungjawaban.22 Sedangkan sikap China turut mendukung penyelesaian


krisis secara cepat, Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, menawarkan solusi tiga tahap
untuk membantu mengakhiri krisis Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar.23 Isu di
Rakhine merupakan hal yang rumit karena terkait sejarah, etnis, dan agama, sehingga
membutuhkan solusi mendesak dalam jangka panjang. Solusi tiga tahap ada tahap tersebut
adalah: pertama, pencapaian gencatan senjata sehingga warga setempat tidak harus
mengungsi lagi, gencatan senjata harus dilakukan melalui usaha bersama. Kedua,
masyarakat internasional harus mendorong Myanmar dan Bangladesh untuk menjaga
komunikasi dalam upaya menemukan solusi yang adil. China bersedia untuk terus
mempromosikan pembicaraan damai dengan caranya sendiri, dan berharap masyarakat
internasional dapat memainkan peran yang konstruktif untuk meredakan situasi dan
mengedepankan dialog.
Secara umum sikap PBB dan Negara Adidaya mengiginkan masalah krisis di
Myanmar cepat dapat diselesaikan, meskipun terkesan terdapat perbedaan saran solusi. Hal
ini dapat dijadikan modal utama Indonesia untuk menjadi leading dalam upaya penyelesaian
kasus, dengan tetap mengedepankan pendekatan hak asasi manusia /HAM.

c. Diplomasi Tingkat Regional di Asia Tenggara /ASEAN perlu diintenskan dan


disatukan. Krisis Rohingya telah menimbulkan respons yang kuat dari masyarakat Islam
di ASEAN, sehingga menyulitkan negara-negara ASEAN untuk menjauhkan diri dari krisis.
Misalnya, serangkaian demonstrasi diadakan di kota-kota seperti Kuala Lumpur setelah
krisis. Para demonstran meminta pemerintah mereka untuk menghukum pemerintah
Myanmar dan bahkan meminta negara mereka memutuskan hubungan diplomatik. Bagi
negara-negara ASEAN dengan mayoritas Muslim, pemerintah harus menunjukkan dukungan
mereka kepada Muslim Rohingya untuk mendapatkan suara komunitas Muslim. Hal ini
terutama terjadi di Malaysia dengan pemilihan yang akan datang. Sedangkan di Indonesia
menghadapi usaha keras melawan ekstremis Islam. Jika pemerintah Indonesia tidak
bertindak atas krisis Rohingya, hal itu dapat menciptakan peluang bagi kaum ekstrimis Islam
untuk berkembang. Karena itulah, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi telah
melakukan upaya diplomasi dengan Myanmar dan Bangladesh dalam masalah ini.
Keterlibatan Malaysia dan Indonesia akan mempengaruhi kekuatan politik di Myanmar dan

22
Liputan6.com, Singapura
23
https://internasional.kompas.com/read/2017/11/20/10045861/china-usulkan-solusi-tiga-tahap-akhiri-krisis-
rohingya diakses tanggal 26 Mei 2019
14

dapat mengintensifkan konfrontasi domestik di dalam negeri. Sulit bagi Myanmar untuk
mengubah nasionalisme dalam jangka pendek dan usulan Indonesia dan Malaysia akan sulit
diterapkan secara praktis di negara bagian Rakhine, yang dapat mengganggu kepercayaan
kedua negara terhadap Myanmar untuk tidak melanjutkan kekerasna di Rakhine dan
memberikan perlakuan yang sama terhadap warga Rohingya.
ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) telah menawarkan
sebuah platform untuk ASEAN agar bisa berkontribusi memberikan solusi untuk krisis
Rohingya. AICHR diresmikan pada bulan Oktober 2009 sebagai badan konsultatif ASEAN.
Komisi tersebut mengabdikan diri untuk memperjuangkan hak asasi manusia di wilayah yang
relevan dan menyampaikan laporan dan saran di Rapat Menteri Luar Negeri ASEAN.
Dengan prinsip tanpa campur tangan yang berlaku di ASEAN, sulit bagi AICHR untuk terlibat
dalam krisis Rohingya. Namun demikian, dengan organisasi internasional seperti PBB
menunjukkan keprihatinan mereka yang kuat, ASEAN tidak dapat membebaskan diri dari
masalah ini. AICHR akan menjadi panggung terbaik bagi ASEAN untuk menunjukkan sikap
mereka terhadap krisis tersebut, namun hal itu dapat menyebabkan terjadinya gesekan
antara Myanmar dan negara-negara ASEAN lainnya dan mempengaruhi persatuan di dalam
asosiasi tersebut. Dikarenakan faktor politik, historis dan budaya yang rumit, sulit untuk
menemukan solusi mendasar bagi krisis Rohingya dalam jangka pendek. Dengan tekanan
yang meningkat dari negara Islam di ASEAN dan lambatnya penanganan krisis oleh
pemerintah Myanmar, pembagian di antara mereka cenderung semakin dalam. Krisis akan
mendorong perpecahan di ASEAN bergantung pada laju transformasi politik pemerintah
Myanmar dan toleransi terhadap kekuatan Islam di dalam asosiasi tersebut. Pada tanggal 18
Januari 2019 Para Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN bertemu di Chiang Mai,
Thailand membahas masalah Rohingya, antara lain tentang pengiriman misi ke Myanmar
dalam waktu dekat untuk memfasilitasi pemulangan pengungsi Rohingya dari luar negeri. 24
Asia Tenggara merupakan kawasan yang dihuni oleh masyarakat yang relatif
heterogen dimana ada 10 negara yang terdapat dalam kawasan ini salah satunya ialah
Myanmar. Myanmar merupakan negara di Asia Tenggara yang berbatasan langsung dengan
Bangladesh dan India di sebelah barat, Bhutan dan China di sebelah utara, Laos dan
Thailand di sebelah timur. Sedangkan untuk sebelah selatan Myanmar berbatasan langsung

24
https://minanews.net/para-menlu-asean-bahas-pemulangan-warga-rohingya/ diakses tanggal 26 Mei 2019
pukul 03.00 WIB
15

dengan Laut Andaman. Seperti negara-negara Asia Tenggara yang lain, demografis
Myanmar juga beragam dan cukup padat. Myanmar mempunyai tujuh negara bagian, dari
negara bagian itu dihuni oleh beberapa etnis. Adanya konflik horizontal antara mayoritas
Buddha Rakhine dan minoritas Islam Rohingya yang telah berlangsung selama puluhan
tahun ini, menyebabkan beberapa pelanggaran HAM, pembantaian, dan peritiwa eksodus
oleh etnis Rohingya. Keterlibatan pemerintah junta militer yang mendukung tindakan etnis
Rakhine membuat etnis Rohingya lebih terpojokkan. Penolakan Myanmar untuk pemberian
kewarganegaraan terhadap etnis Rohingya, serta kekerasan, penindasan dan pelanggaran
HAM yang dialami Rohingya menyebabkan etnis Rohingya memilih untuk melakukan
eksodus ke negara-negara tetangga Myanmar. Namun penderitaan Rohingya tidak berhenti
pada kekerasan yang terjadi akibat konflik horizontal itu, melainkan lebih lanjut ketika etnis
Rohingya ditolak oleh negara-negara yang menjadi harapan bagi etnis Rohingya termasuk
Bangladesh, Thailand, Malaysia dan Indonesia.
Seperti yang dijelaskan dalam data faktual diatas, bahwasannya bentuk ancaman
yang diperkirakan timbul sebagai akibat dampak terjadinya krisis kemanusiaan di Rohingya
tersebut adalah adanya eksodus besar-besaran dari arus pengungsi yang terpaksa
melakukan eksodus besar-besaran akibat konflik di Rakhine, adapun negara lain yang
menjadi salah satu tujuan pelarian pada warga Rohingya adalah Thailand. Negara ini
menjadi pusat dari penyelundupan manusia di kawasan Asia Tenggara dan menjadi titik
transit bagi para pengungsi Rohingya. Para pengungsi tiba di sana dengan menggunakan
kapal dari Bangladesh atau Myanmar sebelum melanjutkan perjalanan dengan berjalan ke
Malaysia ataupun dengan kapal ke Indonesia atau Malaysia. Isu keamanan pada level
regional muncul akibat perdagangan manusia dan perbudakan yang dialami oleh warga
Rohingya di negara ini. Selain itu, Indonesia sendiri menjadi salah satu tujuan tempat
pelarian oleh para pengungsi Rohingya, meskipun jumlah pengungsi relatif tidak terlalu
banyak. Ditengah desakan komunitas internasional, Indonesia akhirnya menerima 14.000
pengungsi Rohingya dan menyediakan bantuan darurat dan perlindungan untuk mereka.
United Nations Children's Fund (UNICEF) melaporkan bahwa 150 anak meninggal setiap hari
di negara ini, sebelum mereka mencapai usia lima tahun. Bertrand Bainvel, perwakilan
UNICEF untuk Myanmar mengatakan bahwa penyakit yang tidak diobati pada bayi yang baru
lahir adalah salah satu faktor pembunuh terbesar. Angka kematian anak diperkirakan sekitar
50 per 1.000 kelahiran hidup di Myanmar. Jumlah ini sangat jauh jika dibandingkan dengan
angka kematian di Inggris, yang hanya 4 kali dalam setiap 1.000 kelahiran hidup.
16

Dari ancaman sebagai dampak krisis kemanusiaan yang terjadi di Rohingya Myanmar
tersebut berbagai respon muncul pada level kawasan, baik dari pemerintah maupun
masyarakat sipil. Dari kalangan masyarakat sipil, serangkaian aksi protes dilakukan untuk
mengutuk pembunuhan dan penyiksaan terhadap warga Rohingya. Aksi ini dilakukan di
beberapa negara antara lain India, Thailand, Indonesia, dan Bangladesh. Kelompok advokasi
seperti Human Rights Watch, the Arakan Project, dan Fortify Rights juga berusaha mengajak
aktor negara pada level internasional untuk mendesak pemerintah Myanmar. Di samping itu,
usaha untuk meredam konflik dan menyelesaikan krisis Rohingya juga dilakukan oleh
pemerintah Indonesia melalui jalur diplomasi secara langsung dengan otoritas tertinggi
Myanmar. Namun, pemerintah negara di kawasan Asia Tenggara masih sangat lemah dalam
penyusunan kerangka legal atau aturan formal terkait dengan hak-hak pengungsi. Indonesia,
Malaysia, Myanmar, dan Thailand yang merupakan negara anggota ASEAN, belum
meratifikasi Konvensi PBB Terkait Status Pengungsi (UN Refugee Convention) 1951 ataupun
Protokol 1967. Krisis yang dialami oleh warga etnis Rohingya seharusnya mendapatkan
perhatian oleh masyarakat internasional, serta penyusunan solusi yang konkrit terkait
pelanggaran hak asasi serta kejahatan terhadap kemanusiaan yang dialami oleh warga
Rohingya.
Dalam Pasal 3 Universal Declaration of Human Rights yang di adopsi oleh Majelis
Umum PBB pada 10 Desember 1948 di Palais de Chaillot, Paris (Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia) telah dijelaskan bahwa setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan
keselamatan sebagai individu. Namun, hak yang seharusnya sejak lama mereka dapatkan
seolah terabaikan hingga warga Rohingya harus mengalami penyiksaan dan diskriminasi
yang lebih parah. Respons yang ditunjukkan oleh masyarakat internasional seharusnya
berlanjut hingga didapatkan solusi terbaik untuk menyelamatkan melindungi, dan menjamin
hak asasi para warga etnis Rohingya. Permasalahan ini sama pentingnya dengan isu
pengungsi di Eropa, konflik di Timur Tengah, krisis keamanan di Asia Timur, serta bencana
alam yang melanda kawasan Amerika dan sekitarnya. Upaya yang saat ini sedang
diupayakan seperti melalui jalur diplomasi untuk mendesak pemerintah Myanmar agar
segera mengakhiri konflik dengan jalan damai dan menyediakan tempat yang aman dan
layak bagi warga Rohingya diharapkan dapat menghasilkan solusi bagi krisis pengungsi
Rohingya. Selain itu, upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
penyusunan regulasi pada level nasional dan regional terkait pengungsi, membuka akses
bantuan internasional ke kamp-kamp pengungsi, serta pembahasan isu yang lebih
17

mendalam pada pertemuan internasional dan mencari solusi jangka panjang terhadap
permasalahan ini. Seperti dijelaskan diatas, bahwa peristiwa persekusi terhadap etnis
Rohingya di Myannar merupakan sebuah konflik komunal yang melibatkan dua pihak yaitu
kaum Buddhis Rakhine dan etnis Rohingya telah mengakibatkan puluhan korban jiwa dari
kedua belah pihak, dan terlantarnya ratusan ribu jiwa. Konflik ini berawal pada Juni 2012
setelah tersebarnya berita melalui surat kabar milik pemerintah Myanmar yaitu The New
Light of Myanmar. Surat kabar tersebut pada edisi 4 Juni 2012 memberitakan bahwa telah
terjadi pemerkosaan serta pembunuhan terhadap seorang gadis Buddhis yang dilakukan
oleh tiga orang pemuda bengali Muslim pada tanggal 28 Mei 2012. 46 Kabar berita ini disusul
dengan kemarahan warga kaum Buddhis Rakhine. Beberapa konflik yang melibatkan etnis
Rohingya tetap terjadi di tahun 2013 dan 2014. Sentimen anti-Muslim juga semakin kuat
dengan dibentuknya sebuah gerakan bernama “969 Movement”. Gerakan yang dibentuk oleh
kaum Buddhis Myanmar ini menggambarkan Muslim di Rakhine sebagai ancaman terhadap
agama Buddha. Kondisi yang tidak kunjung kondusif ini menyebabkan etnis Rohingya
terpaksa harus mencari tempat tinggal lain. Pada tahun 2015, terjadi krisis pengungsi
Rohingya, di mana menurut catatan UNHCR antara tahun 2012 hingga 2015 ratusan ribu
etnis Rohingya telah mengarungi Selat Malaka dan Laut Andaman demi mencari suaka di
negara-negara sekitar. Negara yang dituju oleh para pengungsi tersebut antara lain
Bangladesh, Malaysia, Indonesia, dan Thailand. Para pengungsi tersebut datang dengan
menggunakan perahu-perahu berukuran kecil yang menampung hingga ratusan orang di
dalamnya.
ASEAN dalam mengantisipasi bentuk ancaman guna menjaga stabilitas keamanan
Regional, dihadapkan pada konflik kemanusiaan di Rohingya. Sebagai organisasi
internasional yang memiliki peran penting, ASEAN wajib untuk memperhatikan segala
fenomena yang terjadi dan melibatkan negara- negara anggotanya. ASEAN merupakan
wadah dalam pencapaian dari kepentingan- kepentingan negara anggota seperti yang
terangkum pada tujuan ASEAN dalam Deklarasi Bangkok. Seperti salah satu tujuan dari
ASEAN, yaitu memelihara perdamaian dan stabilitas regional dengan menaati keadilan, tata
hukum dalam antara bangsa-bangsa Asia Tenggara serta berpegang teguh pada asas-asas
Piagam Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB); terjadinya konflik pada salah satu negara anggota
ASEAN merupakan tantangan bagi ASEAN sendiri karena ketidakstabilan yang dialami suatu
negara anggota dapat sangat mempengaruhi kestabilan kawasan Asia Tenggara bahkan
dapat juga mempengaruhi kestabilan negara di luar kawasan Asia Tenggara tersebut. Dalam
18

hal ini, konflik yang terjadi di Myanmar yang menyebabkan timbulnya pengungsi dari etnis
Rohingya tidak hanya menjadi masalah internal Myanmar, melainkan juga menjadi masalah
dan ancaman terhadap stabilitas negara-negara tetangga Myanmar yang menjadi tujuan bagi
para pengungsi Rohingya. Hal ini dapat menyebabkan instabilitas dan gangguan keamanan
di negara-negara tersebut karena mereka menghadapi masalah dengan pemenuhan
kebutuhan hidup para dari pengungsi tersebut seperti tempat tinggal, makanan, dan
pelayanan kesehatan. Akan tetapi, sebagaimana menanggapi isu-isu yang dinilai merupakan
persoalan domestik, ASEAN lebih memilih untuk menempatkan diri membentuk suatu forum
untuk membahas masalah isu-isu krisis kemanusiaan di Myanmar daripada menjadi aktor
yang berperan langsung dalam menyelesaikan masalah. Pada tingkat negara anggota,
terdapat perbedaan dalam menyikapi konflik di Myanmar maupun dampak dari konflik
tersebut seperti timbulnya pengungsi. Situasi ini menunjukkan betapa kuatnya negara-negara
ASEAN dalam memegang dan menjalankan prinsip ASEAN Way yang terdapat dalam Treaty
of Amity and Cooperation (TAC). Aturan permainan yang didasarkan pada TAC menegaskan
suatu ciri fundamental regionalisme ASEAN. ASEAN tetap harus merupakan suatu variabel
yang bergantung pada kemauan politik setiap negara anggota untuk melepaskan komponen
yang relevan dari kedaulatan mereka masing-masing untuk membangun suatu kehidupan
Asia Tenggara yang terorganisasi. Karena itu level dan bobot kerja sama ASEAN banyak
ditentukan oleh kesensitifan negara anggota terhadap masalah- masalah kedaulatan. Jadi,
level dan bobot interaksi antar negara ASEAN hanya dapat meningkat apabila negara
anggota dapat mengatasi kesensitifan tersebut. Menteri Luar Negeri Malaysia Anifah Aman
menyebut kekerasan militer yang menimpa etnis minoritas Muslim Rohingya di negara
bagian Rakhine, Myanmar, dapat mengancam stabilitas keamanan di kawasan Asia
Tenggara. Ia juga menyebut gelombang kekerasan terhadap etnis paling teraniaya di dunia
itu sebagai bencana kemanusiaan.25" Pada prinsipnya masyarakat ASEAN tidak mau
mengulangi krisis yang sama yang dapat berpengaruh pada stabilitas keamanan di kawasan,
Konflik Rohingya ini menjadi keprihatinan kawasan dan harus diselesaikan secara bersama-
sama, dengan mengupayakan semaksimal mungkin membantu penyelesaian Rohingya.

d. Diplomasi tingkat bilateral Indonesia- Myanmar. Langkah Diplomasi Indonesia


Dalam Konflik Rohingya Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo,
menyampaikan beberapa pernyataan: pertama menyesalkan aksi kekerasan yang terjadi;

25
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20161220111516-106-180946/malaysia-sebut-krisis-rohingya-
bisa-ancam-keamanan-asean di akses pada 19 Mei 2019.
19

kedua, mendorong aksi nyata dalam penyelesaian konflik ini, buka sekedar kecaman; ketiga,
pemerintah Indonesia berkomitmen terus untuk membantu mengatasi krisis kemanusiaan,
bersinergi dengan kekuatan masyarakat sipil di Indonesia dan juga masyarakat internasional;
keempat, menugaskan Menteri Luar Negeri (Menlu) untuk menjalin komunikasi intensif
dengan berbagai pihak termasuk Sekretaris Jenderal PBB dan Komisi Penasihat Khusus
Untuk Rakhine State. Presiden Jokowi juga menyampaikan bahwa Indonesia telah
mengirimkan 10 kontainer obat-obatan dan makanan. Serta akan membangun sekolah dan
rumah sakit pada bulan Oktober 2017 (kompas.com, 3/9/17). Pernyataan Presiden Jokowi ini
langsung diikuti oleh keberangkatan Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi yang bertolak ke
Myanmar. Di Myanmar, Retno Marsudi bertemu dengan konsulat negara, Daw Aung San
Suu Kyi dan Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar Jenderal Senior U Min Aung Hlaing.
Pada misi diplomatik tersebut, Menlu Retno menyampaikan usulan solusi untuk
menghentikan krisis kemanusian yang diakibatkan konflik Rohingya (kompas.com, 5/9).
Indonesia berusaha menyalurkan bantuan ke Rohingya dengan tetap mendorong
diplomasi tanpa berupaya mendikte dan Presiden juga menegaskan pentingnya aksi nyata,
dibanding sekadar aksi mengecam pihak tertentu. Sembilan pernyataan lengkap Presiden RI
terkait aksi kekerasan dan krisis kemanusiaan di Rakhine State, yaitu:26 1) Saya dan seluruh
rakyat Indonesia, kita menyesalkan aksi kekerasan yang terjadi di Rakhine State, Myanmar.
2) Perlu sebuah aksi nyata bukan hanya pernyataan kecaman-kecaman dan pemerintah
berkomitmen terus untuk membantu mengatasi krisis kemanusiaan, bersinergi dengan
kekuatan masyarakat sipil di Indonesia dan juga masyarakat internasional. 3) Saya telah
menugaskan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia menjalin komunikasi intensif dengan
berbagai pihak termasuk Sekretaris Jenderal PBB Bapak Antonio Guterres dan Komisi
Penasihat Khusus Untuk Rakhine State, Bapak Kofi Annan. 4) Dan sore tadi Menteri Luar
Negeri telah berangkat ke Myanmar, untuk meminta pemerintah Myanmar agar
menghentikan dan mencegah kekerasan, agar memberikan perlindungan kepada semua
warga termasuk muslim di Myanmar, dan agar memberikan akses bantuan kemanusiaan.
5) Untuk penanganan kemanusiaan aspek konflik tersebut, pemerintah telah mengirim
bantuan makanan dan obat-obatan. 6)Juga telah membangun sekolah di Rakhine State dan
juga segera akan membangun rumah sakit yang akan dimulai bulan Oktober yang akan
datang di Rakhine State. 7) Indonesia juga telah menampung pengungsi dan memberikan
bantuan yang terbaik. 8) Saya juga menugaskan Menteri Luar Negeri untuk terbang ke
26
https://kominfo.go.id/content/detail/10514/pernyataan-presiden-joko-widodo-terkait-aksi-kekerasan-dan-krisis-
kemanusiaan-di-rakhine-state/0/berita diakses tanggal 26 Mei 2019 pukul 16.15 WIB
20

Dhaka, di Bangladesh, dalam rangka menyiapkan bantuan kemanusiaan yang diperlukan


pengungsi-pengungsi yang berada di Bangladesh. 9) Sekali lagi, kekerasan, krisis
kemanusiaan ini harus segera dihentikan.
Sikap beberapa Negara dan Organisasi Internasional menyikapi krisis Rohingya dapat
disampaikan dengan table sebagai berikut:
No NEG & ORG KETERANGAN
1. PBB Penyelidik PBB Sebut Genosida terhadap Rohingya Masih Berlangsung,
25/10/2018, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menerima kunjungan Christine
Schraner Burgener, utusan khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Myanmar,
persiapkan repatriasi, 29/3/2019

2. ASEAN Prinsip nonintervensi, yang tercantum dalam Piagam ASEAN pada 1967,
memberikan legitimasi kepada para anggota ASEAN untuk tidak mencampuri
urusan internal negara masing-masing. Mengeluarkan pernyataan untuk
memberikan bantuan. 18/01/2019

3. Indonesia Saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara yang dipercaya pemerintah
Myanmar, yang ditandai diterimanya Menteri luar negeri Retno Marsudi oleh
Aung San Suu Kyi. Kesiapan untuk menyalurkan bantuan Indonesia dapat
menjadi "penghubung" dari negara-negara lain yang ingin membantu
menyelesaikan persoalan di Myanmar. Memberiakan saran Formula 4+1 untuk
Negara Bagian Rakhine, 4 elemen: 1)mengembalikan stabilitas dan keamanan;
2)menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan;
3)perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State tanpa
memandang suku dan agama; 4)pentingnya segera dibuka akses untuk bantuan
keamanan. Dan satu elemen lainnya adalah pentingnya agar rekomendasi
Laporan Komisi Penasihat untuk Negara Bagian Rakhine yang dipimpin oleh
Kofi Annan dapat segera diimplementasikan. 05/09/2017

4. China Dikarenakan masalah sejarah, maka membutuhkan solusi mendesak dalam


jangka panjang. Mengusulkan solusi tiga tahap: 1)pencapaian gencatan senjata,
2)masyarakat internasional harus mendorong Myanmar dan Bangladesh untuk
menjaga komunikasi dalam upaya menemukan solusi yang adil, 3)pengentasan
kemiskinan di negara bagian Rakhine. 19/11/2017

5. Amerika Wakil Presiden AS Mike Pence mengkritik militer Myanmar atas penganiayaan
terhadap etnis Rohingya dalam pertemuan dengan pemimpin de facto Myanmar
Aung San Suu Kyi. Pence juga mengatakan, mereka yang terlibat atas
kekerasan terhadap Rohingya harus dimintai pertanggungjawaban. 14/11/2018

9. Kendala/hambatan. Berdasarkan hasil pembahasan dan analisa diatas, melalui


tinjauan dari keempat aspek dalam mengoptimalkan peran diplomasi Pemerintah RI dalam
mengantisipasi ancaman yang disebabkan oleh krisis Myanmar, ditemukan beberapa
21

kendala: 1) Berhubungan dengan pengungsi, Indonesia bukan Negara yang ikut


menandatangani konvensi jenewa 1951 tentang pengungsi, akan tetapi dengan dasar statuta
tentang HAM, tetap dapat berperan dalam membantu penanganan pengungsi; 2) Dari aspek
diplomasi global, Indonesia sudah tercatat dapat memainkan diplomasi untuk menyelesaikan
permasalahan Rohingya, akan tetapi terdapat kendala Negara adidaya dhi. China terkesan
mendukung penyelesaian krisis tanpa berbuat sesuatu dan menyerahkan kepada Negara-
negara lain; 3) Sikap beberapa Negara anggota ASEAN yang kurang koorperatif, memberi
kesan terdapat beda pendapat diantara anggota sehingga memperlambat proses bantuan
penyelesaian konflik maupun bantuan logistic pengungsi; 4) Meskipun Indonesia diakui
sebagai satu-satunya Negara yang dapat masuk dan diterima oleh Myanmar, akan tetapi
tetap membutuhkan dukungan dari masyarakat ASEAN dan PBB.

10. Upaya. Dalam rangka mengeliminir kendala/hambatan yang ada, diperlukan


upaya diplomasi yang lebih intens bersifat bilateral akan tetapi tetap diperlukan dukungan
dari PBB dan Negara anggota ASEAN:
Untuk dapat meyakinkan pengungsi Rohingya bahwa mereka aman kembali ke
negaranya dan dijamin oleh pemerintah Myanmar serta di monitoring oleh UNHCR sebagai
badan PBB dan AHA Center perwakilan dari ASEAN dan melaksanakan pendekatan
diplomatic dengan China, untuk mendapat dukungan dan jaminan keamanan. Upaya yang
harus dilaksanakan dalam rangka mengoptimalkan penanganan pengungsi yang suda
berada di Indonesia adalah mengupayakan memperhatikan kelayakan hidup dipengungsian
serta tetap terus mengupayakan repatriasi.
Secara umum sikap PBB dan Negara Adidaya mengiginkan masalah krisis di
Myanmar cepat dapat diselesaikan, meskipun terkesan terdapat perbedaan saran solusi. Hal
ini dapat dijadikan modal utama Indonesia untuk menjadi leading dalam upaya penyelesaian
kasus, dengan tetap mengedepankan pendekatan hak asasi manusia /HAM.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penyusunan regulasi
pada level nasional dan regional terkait pengungsi, membuka akses bantuan internasional ke
kamp-kamp pengungsi, serta pembahasan isu yang lebih mendalam pada pertemuan
internasional dan mencari solusi jangka panjang terhadap permasalahan ini.
Upaya internal yang telah dilakukan pemerintah Indonesia seperti melakukan proses
penyelamatan terhadap pengungsi Rohingya yang masih terdampar di perairan Selat
Malaka, memberikan tempat penampungan serta memenuhi segala kebutuhan pokok para
22

pengungsi Rohingya. Kemudian upaya eksternalnya antara lain melakukan kerjasama


regional dengan negara-negara yang juga mengalami permasalahan pengungsi Rohingya
seperti Thailand dan Malaysia, kemudian bekerjasama dengan organisasi internasional yang
bergerak dibidang pengungsi yaitu UNHCR dan International Organization for Migration
(IOM) atau Organisasi Internasional untuk Migrasi.

PENUTUP

11. Kesimpulan. Adapun yang dapat disimpulkan dari tulisan ini adalah, langkah
diplomasi yang dimainkan Indonesia, sebagai negara terbesar di kawasan Asia Tenggara,
telah tepat dalam upaya penyelesaian konflik Rohingya. Indonesia menunjukkan dirinya
sebagai leader country di ASEAN dengan berusaha membicarakan penyelesaian konflik
kekerasan etnis Rohingya di Rakhine state dengan pemerintah Myanmar, hal ini dilakukan
oleh Menlu RI yang datang berkunjung ke Myanmar mendatangi Panglima Angkatan
Bersenjatanya Jendral Senior U Min Aung Hlaing dan Penasehat atau konseler negara Aung
San Suun Kyi untuk menyelesaikan segera konflik kekerasan di negara mereka.
Penyampaian yang bersifat saran solusi kepada pemerintah Myanmar lebih dikenal sebagai
langkah diplomasi soft power diplomacy dan tidak terlalu dalam mencampuri urusan dalam
negeri Myanmar. Dalam konteks konflik Rohingya, dengan menggunakan konsep ini,
penyelesaian konflik tidak dilakukan dengan pendekatan yang mengarah pada kekuatan
militer, embargo, atau kecaman akan tetapi dengan cara yang lebih persuasif, seperti
memberikan bantuan kemanusian yang inklusif dan membuka komunikasi dengan seluruh
pihak. Dari keempat pokok pembahasan dan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa
Indonesia telah menjalankan diplomasi strategis dalam penganganan krisis Myanmar, tetapi
akan lebih optimal bila diintenskan lagi serta fokus kepada mendesak UNHCR untuk
mempercepat repatriasi; dapat meyakinkan PBB untuk menyerahkan penyelesaian masalah
pada tingkat regional ASEAN khususnya Indonesia; dapat menyatukan pendapat saran
penyelesaian seluruh anggota ASEAN; dan secara terus menerus mengawal penyelesaian
masalah secara bilateral.

12. Saran. Dalam rangka menanggulangi masalah pengungsi, perlu dilaksanakan


pengawalan terhadap rencana repatriasi agar segera dapat segera terealisasi dengan aman
dan tidak menimbulkan korban.
23

ASEAN dalam mengantisipasi bentuk ancaman guna menjaga stabilitas keamanan


Regional, dihadapkan pada konflik kemanusiaan di Rohingya, dalam hal ini telah diadakan
pertemuan dimana pertemuan ini menunjukkan komitmen ketiga negara ASEAN tersebut
mencari solusi yang dapat diterima bersama dengan melibatkan negara asal, transit, dan
tujuan melalui prinsip burden-sharing dan shared-responsibility. Cara ini diperlukan demi
mencegah isu irreguler migrants agar tidak berevolusi menjadi krisis kemanusiaan di
kawasan Asia Tenggara.
Indonesia juga harus bekerja sama dengan komunitas-komunitas internasional lain
yang secara fokus juga membahas mengenai permasalahan yang sama. Indonesia yang
merupakan salah satu negara penampung pengungsi asal Rohingya bekerja sama dengan
PBB dan IOM untuk bekerja bersama dalam penanganan permasalahan tersebut. Posisi
Indonesia dan Myanmar sebagai anggota ASEAN telah mendorong Indonesia dan aktor-
aktor lain yang terlibat untuk segera membahas masalah ini secara bersama-sama dalam
forum-forum internasional.

Bandung, Mei 2019


Ketua Kelmpok “P” LP Diplomasi,

I Bayu Trikuncoro, S.E.


Kolonel Laut (P) 11352/P

Lampiran :
1. Alur Pikir
2. Daftar Pustaka
24

Lampiran - 2 (DAFTAR PUSTAKA)

DAFTAR PUSTAKA
Lembar Penugasan diskusi pendalaman SBS Strategi Diplomasi, Sesko TNI, 16 Mei 2019
Hanjar MP. Antropologi dan Budaya, Sesko TNI
Hanjar MP. Politik Luar Negeri. Sesko TNI
Hanjar MP. Diplomasi. Sesko TNI
Hanjar MP. Negosiasi. Sesko TNI
Hanjar MP. Ancaman. Sesko TNI
Hanjar MP. Pusat Kekuatan (Centre of Gravity). Sesko TNI

Achmad Zulfikar, Efektivitas Peran ASEAN dalam Mengatasi Masalah Human Security di
Kawasan Asia Tenggara, Yogyakarta 2018
Artikel Internet, Lagi, Aung San Suu Kyi tak hadir di sidang Majelis Umum PBB di tengah
kecaman internasional 12 September 2018 https://www.bbc.com/indonesia/dunia-45495305
Artikel Internet, Pengungsi Rohingya 'bersembunyi', takut dikembalikan ke Myanmar 15
November 2018 https://www.bbc.com/indonesia/dunia-46220986
Artikel Internet, Indonesia diminta terus suarakan genosida di Myanmar, Kamis 9 Mei 2019
https://dunia.tempo.co/read/1203791/indonesia-diminta-terus-suarakan-genosida-rohingya-
di-myanmar
Artikel Internet, Bangladesh Tak Bisa Lagi Terima Pengungsi Rohingya, Jumat, 1 Maret
2019 20:51 WIB https://dunia.tempo.co/read/1180881/bangladesh-tak-bisa-lagi-terima-
pengungsi-rohingya
Artikel Internet, Bela Rohingya OKI Gugat Myanmar di Pengadilan Internasional Selasa, 5
Maret 2019 12:00 WIB https://fokus.tempo.co/read/1182014/bela-rohingya-oki-gugat-
myanmar-di-pengadilan-internasional
Artikel Internet, Awal Mula Serangan Besar-besaran Militan Rohingya di Rakhine
https://news.detik.com/internasional/3632173/ diakses 19 Mei 2019 pulul 07.30 WIB Kamis
07 September 2017, 11:02 WIB
Artikel Internet, 7 Sikap Indonesia terkait Krisis Rohingya, diakses tanggal 20 Mei pukul
16.30 WIB https://kumparan.com/@kumparannews/7-sikap-indonesia-terkait-krisis-rohingya
Artikel Internet, Peran Negara Asean Dalam Penyelesaian Konflik Etnis Rohingya., diakses
dari : https://galanganggriawan.wordpress.com/2014/01/09/peran-negara-asean-dalam-
penyelesaian-konflik-etnis-rohingya/
Artikel Internet, Dhaka Kompas.com
https://internasional.kompas.com/read/2018/01/17/15391021/bangladesh-tampung-lebih-dari-
1-juta-pengungsi-rohingya , diakses tanggal 25 Mei 2019 pukul 05.00 WIB
Artikel Internet, https://www.unhcr.org/id/ diakses tanggal 25 Mei 2019 pukul 13.00 WIB
Artikel Internet, http://konsultasiskripsi.com/2017/09/06/teori-diplomasi-skripsi-dan-tesis/
diakses tanggal 25 Mei 2019 pukul 14.00 WIB
Artikel Internet, Hanjar Diplomasi Strategis, Sesko TNI 2019
25

Artikel Internet, https://www.unhcr.org/id/ diakses tanggal 25 Mei 2019 pukul 13.00 WIB
Artikel Internet, https://www.voaindonesia.com/a/bertemu-utusan-khusus-sekjen-pbb-menlu-
retno-bahas-pengungsi-rohingya/4853315.html diakses tanggal 25 Mei 2019 pukul 13.17
WIB
Artikel Internet, : https://www.voaindonesia.com/a/bertemu-utusan-khusus-sekjen-pbb-menlu-
retno-bahas-pengungsi-rohingya/4853315.html diakses tanggal 25 Mei 2019 pukul 13.20
WIB
Artikel Internet, https://www.bbc.com/indonesia/amp/dunia-41147802 diakses tanggal 25 Mei
2019 pukul 15.00 WIB
Artikel Internet, BBC 8 Januari 2018, https://www.bbc.com/indonesia/dunia-42600770,
diakses tanggal 23 Mei 2019 pukul 20.15 WIB
Artikel Internet, http://www.dw.com/id/malaysia-dan-indonesiasetuju-tampung-pengungsi-
rohingya/a-18462889/ diakses tanggal 25 Mei 2019 pukul 17.30 WIB
Artikel Internet, https://theconversation.com/krisis-kemanusiaan-rohingya-apa-yang-bisa-
dilakukan-negara-lain-91665 diakses tanggal 24 Mei 2019 pukul 23.00 WIB
Artikel Internet, BBC Online, Krisis Rohingya: 131 anggota parlemen ASEAN desak PBB
bawa Myanmar ke mahkamah internasional 24 Agustus 2018
https://www.bbc.com/indonesia/dunia-45298989 diakses tanggal 23 Mei 2019 pukul 23.15
WIB
Artikel Internet, https://www.theindonesianinstitute.com/langkah-diplomasi-indonesia-dalam-
konflik-rohingya/ diakses tanggal 23 Mei 2019 pukul 23.20 WIB
Artikel Internet, 1 "Peran Indonesia Bantu Krisis Rohingya Menuai Apresiasi PBB",
https://tirto.id/peran-indonesia-bantu-krisis-rohingya-menuai-apresiasi-pbb-cxr2.
Artikel Internet, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20161220111516-106-
180946/malaysia-sebut-krisis-rohingya-bisa-ancam-keamanan-asean di akses pada 19 Mei
2019.
Artikel Internet, https://kominfo.go.id/content/detail/10514/pernyataan-presiden-joko-widodo-
terkait-aksi-kekerasan-dan-krisis-kemanusiaan-di-rakhine-state/0/berita diakses tanggal 26
Mei 2019 pukul 16.15 WIB
26

SEKOLAH STAF DAN KOMANDO TNI KELOMPOK : P


DIKREG XLVI SESKO TNI TA 2019 KODE MP : 43A1

DISKUSI PENDALAMAN
SBS. DIPLOMASI STRATEGI

RANGKUMAN HASIL DISKUSI

OPTIMALISASI PERAN DIPLOMASI PEMERINTAH INDONESIA


GUNA MENGANTISIPASI DAMPAK KONFLIK ROHINGYA DALAM RANGKA
MENJAGA STABILITAS KEAMANAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA

NO. NAMA PANGKAT, KORP, NRP KETERANGAN

1 I Bayu Trikuncoro Kolonel Laut (P) / 11352/P KETUA


2 Budi Santosa Letkol Inf / 11980044080176 SEKRETARIS
3 R. Deden Garnada Kombes Pol / 69050449 MODERATOR
ANGGOTA
4 Ardi Syahri Kolonel Pnb / 521748
ANGGOTA
5 Riksawan Ardhianto Kolonel Arh / 11960049620375 ANGGOTA
6 Apriadi Dirbas Kolonel Inf / 11950048070474 ANGGOTA
7 Mochammad Arif Hidayat Kolonel Inf / 11960049880375 ANGGOTA
8 Teguh Prasetya Kolonel Laut (P) / 12632/P ANGGOTA
9 Said Latuconsina Kolonel Mar / 10426/P ANGGOTA
10 Djuli Suprijono Kolonel Lek / 518861 ANGGOTA

PASIS DIKREG LXVI SESKO TNI


TA 2019
27

SEKOLAH STAF DAN KOMANDO TNI


DIKREG XLVI SESKO TNI TA 2019

LEMBAR PERSETUJUAN
RANGKUMAN HASIL DISKUSI PENDALAMAN (DPd)

SBS. STRATEGI DIPLOMASI

OPTIMALISASI PERAN DIPLOMASI PEMERINTAH INDONESIA


GUNA MENGANTISIPASI DAMPAK KONFLIK ROHINGYA
DALAM RANGKA MENJAGA STABILITAS KEAMANAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA

Patun Kelompok Ketua Penyaji

Dany Rakca Andalasawan, S.A.P I Bayu Trikuncoro, S.E.


Kolonel Inf NRP 1920031270470 Kolonel Laut (P) 11352/P

Anda mungkin juga menyukai