Anda di halaman 1dari 21

PERAN UNHCR DALAM PERLINDUNGAN PENGUNGSI

MYANMAR ETNIS ROHINGYA DI BANGLADESESH

PAPER

IBNU HJ. MUHAMMAD KAHRUDIN TOKAN


1502010073

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2017
ABSTRAKSI

Tindakan diskriminasi yang menimpah etnis rohingya menyebabkan etnis


rohingya keluar dari Myanmar menjuju ke negara-negara tetangga dan bahkan
menyebar kesuluruh belahan dunia salah satunya ialah Bangladesh, konflik ini
belum menemukan jalan keluar sampai saat sekarang sehingga diangkat menjadi
permasalahan internasional yang melibatkan organ-organ internal PBB seperti
UNHCR yang mempunyai kewenangan dalam menangani masalah pengungsi,
karena itu maka penulis mengangkat sebuah penilitian dengan judul peran
UNHCR dalam perlindungan pengungsi Myanmar etnis Rohingya di
Bangladesesh. Sesuai dengan judul diatas maka penulis mencoba mengangkat
beberapa permaslahan : (1). kedudukan pengungsi Rohingya menurut UNHCR,
(2). langkah-langkah kongkrit yang dilakukan UNHCR terhadap pengungsi etnis
Rohingya dan (3). pandangan pihak lain terhadap pengungsi etnis Rohingya.

Metode penulisan yang dipakai dalam penulisan ini adalah studi


kepustakaan dengan aspek penelitian yaitu : penanganan pengungsi di negara
penampung khususnya Bangladesh sementara yang diolah dengan cara editing,
coding yang akan di kaji secara yuridis kulitatiuf, komphernsif dan lengkap.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa masalah pengungsi


rohingya merupakan kasus pengungsian yang sampai sekarang masih dalam
proses penyelesaian oleh PBB , ini disebabkan karena arus pengungsi dari tahun
ke tahun sangatlah melonjak baik pengungsi legal maupun illegal sehingga
melibatkan organ internal PBB yaitu UNHCR turut melakukan tugas dan
wewenangnya semaksimal mungkin agar mampu mencari jalan keluar dari
permasalahan tersebut dan diharapkan agar permasalahan ini dapat mencapai titik
penyelesaiannya yang menguntungkan pihak-pihak yang terlibat didalamnya.

Kata kunci : UNHCR, Rohingya, peran


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Setiap negara di dunia ini, secara penduduknya terdiri dari kelompok


heterogen. Dengan kata lain, negara-negara tersebut umumnya dibangun oleh
banyak kelompok etnis dengan latar belakang budaya dan identitas berbeda-beda.
Bagi negara dengan komposisi etnis heterogan, manajemen hubungan antar etnis
seringkali menjadi hal yang sangat penting agar kestabilan dan perdamaian
internal tercipta dan terhindar dari adanya potensi konflik antar kelompok etnis.
Apabila hubungan antar etnus di dalam suatu negara damai maka akan
membentuk suatu tatanan sosial dan integritas nasioanal yang baik, sehingga
potensi ancaman kelompok radikal dan gerakan sparatisme yang dapat
membahayakan keamanaan suatu negara dapat dihindari.

Sayangnya di era globalisasi ini, dimana penerimaan masyarakat akan


perbedaan mulai meningkat karena proses kulturasi yang sangat cepat, masih ada
saja beberapa negara yang harus bermasalah dengan isu-isu konflik etnis, seperti
yang saat ini terjadi di Myanmar. Salah satu etnis yang minoritas yaitu etnis
Rohingya pada tahun 2015 lalu telah dicabut hak kewarganegaraannya oleh
pemerintah Myanmar karena alasan ancaman stabilitas keamanan negara.

Rohingya adalah komunitas kaum muslim minoritas di daerah utara


Arakan, sebelah barat Miyanmar. Meraka dianggap sebagai orang orang yang tak
bernegara dan tidak diakui secara penuh kewarganegaraannya oleh pemerintah
Myanmar, tidak seperti golongan etnis lainnya yang setidaknya diakui warga
negaranya oleh rezim Myanmar. Masyarakat Rohingya dianggap sebagai
masyarakat penduduk sementara dan tidak memiliki hak penuh kewarganegaraan
serta mengalami penyiksaan secara religi dan tidak mendapat izin renovasi,
perbaikan dan pembangunan mesjid.

Kesengsaraan muslim Rohingya sudah mulai sudah mulai sejak tahun


1978 oleh Junta Myanmar, akhibatnya ratusan ribu orang mengungsi ke negara-
negara tetangga dalam keadaan yang memprihatikankan dengan menggunakan
perahu. Mereka mengungungsi ke Bangladesh yang berbatasan dengan Myanmar
dan India. Suasana kelaparan sangat kelihatan di daerah-daerah pengungsi
tersebut. Perlakuan junta yang tidak menganggap etnis Rohingya sebagai etnis
Myanmar berakhibat pada sulitnya etnis Rohingya memperoleh pekerjaan dan
sumber lainnya juga pemaksaan terhadap pemindahan agama yaitu ke agama
Budha. Bentuk-bentuk kekerasan antara lain:

1. Kebebasaan untuk bergerak bagi etnis Rohingya sangat terbatas dan sebagian
besar dari mereka tidak diakui status kewarganegaraannya oleh pemerintah
Myanmar. Mereka juga mengalami berbagai bentuk pemerasan, perpajakan
sewenang-wenang , perampasan tanah, pengusiran paksa, penghancuran
rumah, dan pembatasan keuangan serta pernikahan. Etnis Rohingya terus
digunakan sebagai buruh paksa di jalan-jalan dan kamp militer, meskipun
jumlah tenaga kerja paksa telah menurun selama dekade terakhir.
2. Selama periode 1991-1992 gelombang pengungsi baru yang jumlahnya lebih
dari seperempat juta rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Mereka
melaporkan kerja paksa luas serta pelaksanaan, penyiksaan dan perkosaan.
Rohingya dipaksa bekerja tanpa harus dibayar oleh tentara Myanmar pada
insfratuktur dan proyek-proyek ekonomi, sering kali mereka menghadapi
kondisi yang penuh kekerasaan. Dalam hal ini, banyak pelangraan HAM
lainnya terjadi dalam konteks kerja paksa rakyat sipil etnis Rohingya oleh
aparat keamanan Myanmar.1

Junta pemerintah Myanmar tidak hanya mengintimidasi mereka, tetapi


juga mengembar-gemborkan gerakan anti islam di kalangan masyarakat budha
rakhine ( mayoritas penduduk asli Myanmar ) dan penduduk Myanmar. Sebagai
bagian dari kampanye memusuhi Rohingya.

Gerakan ini berhasil, yang mengakhibatkan masyarakat Rohingya


menghadapi diskriminasi oleh pergerakan demokrasi Myanmar. Sebagian etnis
mayoritas lainnya menolak untuk mengakui rohingya dalam golongan etnis yang

1
Myanmar The Rohingya Minority Fundamental Right Denied, Amnesty Internasional, 2004,
diakses dari : http://www.amnesty.org/en/library/ASA.24/10/2016
ada di Myanmar, dan mereka telah ditolak dalam keanggotaan dewan nasional
etnis.2

Baru-baru ini pemerintahan Myanmar mengerahkan pasukannya ke


Provinsi Rakhine. Puluhan orang tewas saat pasukan pemerintah menyerbu
kampung-kampung tersebut. Rakhine dikenal sebagai wilayah yang kaya akan
sumber daya alam. Tetapi hal itu menjadi timpang ketika pada kenyataannya
tingkat kemiskinan di sana ternyata tinggi. Komunitas warga Rakhine merasa
didiskriminasi secara budaya, juga tereksploitasi secara ekonomi dan disingkirkan
secara politis oleh pemerintah pusat, yang didominasi etnis Burma. Dalam
konteks spesial ini, Rohingya dianggap warga Rakhine sebagai saingan tambahan
dan ancaman bagi identitas mereka sendiri. Inilah penyebab utama ketegangan di
negara bagian itu, dan telah mengakibatkan sejumlah konflik senjata antar kedua
kelompok, kata Siegfried O Wolf saat diwawancarai oleh media Jerman Deutsche
Welle (DW).3

Isu pengungsi Myanmar ini menjadi masalah bersama karena para


pengungsi Rohingya tersebut membebani dan menambah masalah baru di negara
tempat mereka mengungsi. Bukan hanya itu, para pengungsi etnis Rohingya
tersebut membebani negara anggota Association Of South East Asia North (
ASEAN ) lainnya. Pada awal tahun 1900-an, lebih dari 250.000 orang pengungsi
Rohingya tinggal di tenda-tenda diwilayah perbatasan dibawah pengawasan
Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) di wilayah Bangladesh.

Beberapa waktu kemudian sebagian dari mereka kembali ke Burma,


sebagian bergabung dengan masyarakat Bangladesh, dan sekitar 20.000 orang
pengungsi Rohingya masih hidup di tenda-tenda dekat Teknaf ( Teknaf adalah
daerah yang terletak di bagian selatan Bangladesh ) dan sedikitnya 100.000 orang
masih hidup diluar tenda-tenda dan otoritas Bangladesh menganggap mereka
illegal, tidak jelas, atau pengungsi. Pada tahun 1999, setidaknya 1.700 orang dari
mereka berada dipenjara-penjara di Bangladesh dengan tuduhan melintas batas
secara tidak sah.

2
Nurul Islam Fact about Rohingya muslim of Arakan, diakses dari http://www.rohingya.org/
diakses 02/11/2016
3
Motif Pemerintah Myanmar menindas muslim Rohingya, diakses dari
https://www.indobaca.com/trending/1550-motif-myanmar-menindas-muslim-rohingya.html,
diakses 27/11/2016.
Konflik yang terjadi ini bila tidak ditangani dengan baik dapat menganggu
keamanan serta menjadi beban bagi negara yang dituju oleh pengungsi. Pengungsi
Rohingya telah menjadi isu regional karena telah melibatkan banyak negara di
kawasan dan lembaga-lembaga Internasional. Oleh karena itu harus dirundingkan
untuk mencari solusi yang terbaik agar tidak memunculkan penderitaan bagi
korban pengungsi etnis Rohingya dan menghentikan terjadinya pelangaran hak
asasi manusia. Penyelesaian masalah menjadi semakin rumit ketika pemerintah
Myanmar tidak mau mengakui etnis rohingya sebagai etnis asli Myanmar dan
menyatakan etnis rohingya sebagai etnis yang berasal dari Bangladesh.

Sebagai organ Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfungsi


menangani masalah pengungsi, maka tanggung jawab utama united nation high
cominissioner on refugees (UNHCR) yang lebih dikenal sebagai perlindungan
internasional, adalah untuk menjamin penghormatan hak asasi manusia bagi
pengungsi, termasuk hanya untuk mencari suaka dan menjamin bahwa tak seorang
pun boleh dipulangkan secara paksa ke suatu negara dimana ia mempunyai alasan
untuk takut penganiyayaan.

Organisasi Internasional (UNHCR) mendukung diciptakan perjanjian


internasional untuk pengungsi, memantau ketaatan pemerintah terhadap hukum
internasional, serta memberi bantuan materi berupa makanan, air,tempat tinggal,
dan perawatan medis bagi rakyat sipil dalam pelarian.

Adanya konflik di Myanmar yang mengakhibatkan banyaknya pengungsi


yang melarikan diri dari Negara tersebut menimbulkan pertanyaan tentang
bagaimana peranan yang dilakukan oleh organisasi internasional (UNHCR) dalam
menangani pengungsi rohingya di Bangladesh, serta kendala atau hambatan yang
dihadapi oleh UNHCR.

2.1 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan identifikasi masalah yang ada di atas, maka ada beberapa


pertanyaaan yang akan di jadikan sebagai dasar analisis adalah

1. Apakah pengungsi rohingya telah memenuhi kriteria sebagai pengungsi


menurut UNHCR ?
2. Bagaimanakah langka-langka kongkrit yang dilakukan UNHCR terhadap
pengungsi etnis rohingya ?
3. Bagaimana pandangan pihak lain terhadap pengungsi etnis rohingya ?
BAB II

PEMBAHASAN

1.2 Perlakuan Pemerintah Myanmar Terhadap Etnis Rohingya

Rohingya merupakan kelompok etnis muslim asli yang menetap di


wilayah Arakan sejak abad XVI. Wilayah tersebut saat ini menjadi bagian dari
Negara Bagian Rakhine, wilayah Myanmar Barat yang berbatasan langsung
dengan Bangladesh. Istilah Rohingya sendiri berasal dari kata Rohai atau
Roshangee yang berarti penduduk muslim Rohang atau Roshang (sebutan untuk
daerah tersebut sebelum dinamai Arakan).

Sejak sebelum kemerdekaan Myanmar, etnis Rohingya telah berkali-kali


berusaha disingkirkan dari wilayahnya. Pada tahun 2012, muncul gerakan
Rohingya Elimination Group yang didalangi oleh kelompok ekstremis 969.
Konflik yang pecah memakan 200 jiwa dan 140.000 warga Rohingya lainnya
dipaksa tinggal di kamp-kamp konsentrasi yang tidak manusiawi.

Menurut sebuah studi oleh International State Crime Initiative (ISCI) dari
Queen Mary University of London, Rohingya sudah mulai memasuki tahap akhir
genosida yaitu pemusnahan massal dan penghilangan dari sejarah. PBB juga
menyebut Rohingya sebagai kelompok etnis paling teraniaya di dunia.

Saat ini Muslim Rohingya yang masih berada di Rakhine hidup terisolasi
dalam ketakutan. Sejak tahun 2013 lalu, ribuan warga melarikan diri ke negara-
negara Indonesia, Malaysia, dan Thailand melalui jalur laut. Pria, wanita, dan
anak-anak terkatung-katung di dalam kapal tanpa kejelasan apakah daratan yang
mereka tuju bersedia menerima mereka.

Sejak oktober 2016, kekerasan terhadap muslim rohingya di Rakhine,


Myanmar kembali meluas. 150 orang dibunuh secara keji, 1.250 rumah di 5 desa
dibakar, dan 30.000 orang terpaksa mengungsi demi menyelamatkan diri.4

4
Subhan riyadi, : stop genosida muslim rohingya, http://www.kompasiana.com/pipot/etop-
genosida-muslim-rohingya_5845199fed96738b11fdc023, diakes tanggal 06/10/2016
2.2 Konsep Pengugsi

Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengungsi adalah kata yang berarti
orang yang mengungsi. Terjadinya pengungsi karena adanya bahaya, misalnya
bencana alam (natural disaster) seperti banjir, gempa, gunung meletus,
kekeringan. Mengungsi juga dapat terjadi bukan karena bencana alam (non
natural disaster) saja tetapi juga dapat terjadi karena bencana buatan manusia
(man-made disaster) seperti konflik bersenjata, pergantian rezim politik,
penindasan kebebasan fundamental, pelecehan hak asasi, dan sebagainya.5

a. Menurut Para Ahli


a). Malcom Proudfoot
Malcom Proudfoot memberikan pengertian pengungsi dengan melihat
keadaan para pengungsi akibat Perang Dunia II. Walaupun tidak secara jelas
dalam memberiakn pengertian tentang pengungsi, pengertiannya yaitu :6

These forced movements, were the result of the persecution, forcible


deportation, or flight of Jews and political opponents of the authoritarians
governments; the transference of ethnic population back to their homeland or to
newly created provinces acquired by war or treaty; the arbitatry rearrangement
of prewar boundaries of sovereign states; the mass flight of the air and the terror
of bombarment from the air and under the threat or pressure of advance or
retreat of armies over immense areas of Europe; the forced removal of
populations from coastal or defence areas underv military dictation; and the
deportation for forced labour to bloster the German war effort.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengungsi adalah orang-orang


yang terpaksa pindah ke tempat lain akibat adanya penganiayaan, deportasi
secara paksa, atau pengusiran orang-orang Yahudi dan perlawanan politik
pemerintah yang berkuasa, pengembalian etnik tertentu ke negara asal mereka
atau provinsi baru yang timbul akibat perang atau perjanjian, penentuan tapal
batas secara sepihak sebelum perang terjadi; perpindahan penduduk sipil secara
besar-besaran akibat adanya serangan udara dan adanya tekanan atau ancaman
dari para militer di beberapa wilayah Eropa; pindahan secara paksa penduduk

5
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, penerbit
: Balai Pustaka, 1995
6
Malcom J. Prudfoot, European Refugee: 1935-52 A. study in forced migration movement,
London: Faber & Faber Ltd, 1957, hal 32
dari wilayah pantai atau daerah pertahanan berdasarkan perintah militer, serta
pemulangan tenaga kerja paksa untuk ikut dalam perang Jerman.

b. Menurut Convention Relating Status of Refugees 1951

Dalam pasal 1 Konvensi tahun 1951 tentang status pengungsi mendefenisikan


pengungsi secara umum adalah sebagai berikut;7

As a result of events occurring before 1 January 1951 and owing to well


founded fear of being persecuted for reasons of race, religion, nationality,
membership of a particular sosial group or political opinion, is outside the
country of his nationality and is unable or, owing to such fear, is unwilling to
avail himself of the protection of that country; or who, not having a nationality
and being outside the country of his former habitual residence as a result of such
events, is unable or, owing to such fear, is unwilling to return to it.

Bahwa pengungsi adalah orang-orang yang berada diluar negaranya dan


terpaka meninggalkan negara mereka karena adanya peristiwa yang terjadi
sebelum tanggal 1 Januari 1951 dan adanya rasa takut yang sangat akan
persekusi karena alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok
sosial tertentu ataupun karena pendapat politik yang dianut mereka. Bagi yang
tidak memiliki warga negara, mereka berada yang di luar negara dimana mereka
bertempat tinggal sebelumnya, sebagai akibat dari suatu peristiwa, dan tidak
dapat, atau karena adanya rasa takut yang sedemikian rupa dan tidak bermaksud
untuk kembali ke negara tersebut.

c. Menurut Ptotokol 1967 (Protocol New York)

Pengertian pengungsi terdapat dalam Pasal 1 ayat 2 Protocol tanggal 31 Januari


1967, yaitu :8

for the purpose of the present Protocol, the term refugee shall, except
as regards the application of paragraph 3 of this Article, mean any person within
the definition of Article 1 of the Convention as if the words As a result of events

7
Situs Resmi UNHCR. Convention And Protocol Relating To The Statua Of Refugees, diakses dari :
http//www.unhcr.org. 01/12/2016
8
Jurnal Ilmu Hukum, Perlindungan Internasional Terhadap Pengungsi Dalam Konflik Bersenjata
http://hukum.unisba.ac.id/syiarhukum/index.php/jurnal/item/98-,diakses tanggal 05/12/2016
occurring before 1 January 1951 and and the words a result of such
events; in Article 1 A (2) were committed.

Disebabkan oleh kecemasan yang sungguh-sungguh karena alasan-alasan


ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau opini
politik, berada diluar kewarganegaraannya, dan tidak dapat atau karena
kecemasan tersebut, tidak mau memanfaatkan perlindungan Negara tersebut, atau
seseorang yang tidak mempunyai kewarganegaraan dan berada diluar Negara
dimana sebelumnya biasanya bertempat tinggal, sebagai akhibat peristiwa-
peristiwa termasuk, tidak dapat atau, karena kecemasan tertentu tidak mau
kembali ke Negara tersebut.

d. Menurut Statua UNHCR

UNHCR memberikan defenisi mengenai dengan pengungsi yaitu pengungsi


mandat dan pengungsi statua. Istilah ini bukan istilah yuridis, melainkan untuk
alasan praktis atau kemudahan saja. Pengertian dari istilah tersebut adalah sebagai
berikut :

a. Pengungsi mandat adalah orang-orang yang diakui statusnya sebagai


pengungsi oleh UNHCR sesuai dengan fungsi, wewenang atau
mandate yang ditetapkan oleh statua UNHCR
b. Pengungsi statua adalah orang-orang yang berada di wilayah Negara-
negara pihak pada konvensi 1951 (setelah mulai berlakunya konvensi
ini sejak tanggal 22 april 1954) dan / atau protocol 1967 (sesudah
mulai berlakunya protokol ini sejak 4 oktober 1967).9

Statua UNHCR ini memiliki kesamaan defenisi dengan Konvesi 1951


meskipun statua 1951 tidak mencantumkan anggota kelompok sosial tertentu
sebagai dasar pertimbangan sehingga inti dari pengertian menururt UNHCR yaitu,
seseorang yang berada diluar Negara asal atau tempat tinggalnya sehari-hari, dan
tidak mau kembali ke Negara asalnya karena ancaman yang serius dan tidak
pandang terhadap jiwa, keselamatan fidik atau kebebasannya, dengan akhibat

9
UNHCR, Ibid Hal 16
kekerasan umum atau peristiwa-peristiwa gangguan ketertiban yang sungguh
mencekam.10

e. Status Pengungsi Menurut Hukum Internasional

pengungsi merupakan sekolompok manusia yang terpaksa meninggalkan


kampong halaman, teman dan kerabat mereka, karena adanya rasu takut yang
sangat mengancam keselamatan hidup mereka. Para pengungsi biasanya tidak
dibekali dengan dokumen sehingga banyak yang mengalami perlakuan sewenang-
wenang baik di Negara asal, Negara transit, maupun Negara tujuan.11

3.2 Apakah etnis rohingya sudah memenuhi unsure sebagai pengungsi


menurut UNHCR.

Sebagai organ internasional yang mengurus masalah pengungsi, UNHCR


mempunyai acuan dalam menetepkan status pengungsi, salah satu acuan tersebut
yaitu Konvensi 1951.

Dalam pengertian tentang pengungsi yang terdapat dalam konvensi 1951


terdapat salah satu kriteria penting yang menjadi landasan untuk menentukan
status pengungsi adalah kriteria kesetaraan (inclusion criteria ). Selain itu juga
perlu mempertimbangkan semua kasus dan fakta dari kasus yang ada. Criteria
tersebut antara lain :12

1. Berada diluar Negaranya atau tempat tinggal sehari-hari berdasarkan


konvensi 1951, seseorang disebut sebagai pengungsi apabila berada diluar
Negaranya atau apabila berada diluar Negara tempat tinggalnya sehari-
hari. Fakta ini dapat diliht berdasarkan pernyataan atas informasi lain yang
diperoleh dari pemohon atau dari sumber lain.
2. Ketakutan beralasan

Terdapat dua unsur dalam meentukan pengungsi, yaitu unsur subjektif


berupa ketakutan dan unsur objektif yakni beralasan. Ketakutan
merupakan keadaan pikiran sehingga tergantung dari latar belakang

10
UNHCR, Penentuan Status Pengungsi : Mengenal Siapa Itu Pengungsi , UNHCR, 2005, hlm 9-
10
11
Romsan achmad, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional : Hukum Internasional Dan
Prinsip-Prinsip Perlindungan Internasional (Jakarta, UNHCR, 2003) hlm 115
12
David Levinson, Etnic Relations A Cross Cultural Encyclopedia, (santa barbara: ABC-CLIO Inc,
1994), hlm 6
pemohon dan cara ia menafsirkan keadaannya. Dalam prakteknya unsur
subjektif dapat diketahui dari ungkapan ketidakinginan untuk kembali atau
dapat dilihat dari keadaan yang dialaminya. Sedangkan untuk menilai
bahwa ketakutan tersebut beralasan maka maka perlu dilihat dari konteks
politik internal dinegara asalnya. Selain itu jua perlu memahami latar
belakang, profil dan pengalaman individu pemohon.

3. Penganiyayaan
Ketakutan beralasan tidak terlepas dari penganiyayaan karena ini
mencakup segala bentuk gangguan yang manusiwi sehingga tidak bias
dibiarkan terus menerus. Misalnya memegang otoritas atas hak hidup
seseorang.
4. Alasan konvensi 1951
alasan berhak memperoleh status pengungsi dalam pasal 1 A (2) konvensi
1951,13yaitu :
a. Ras
Secara umum diartikan sebagai segala bentuk cirri kesukuan yang
menonjol.
b. Agama
Dalam kaitannya dengan konvensi 1951, tidak hanya mencakup
agama yang sudah melembaga melainkan juga mencakup sistem
kepercayaan yang tertinggi atau diagungkan atau takdir spiritual
manusia.
c. Kebangsaan
Bukan hanya berkaitan dengan kewarganegaraan tetapi juga
mencakup kelompok-kelompok orang seperti suku-suku, agama,
budaya atau bahasa, baik yang sesungguhnya atau angapan.
d. Keanggotan dalam kelompok sosial tertentu
Ada beberapa kelompok sosial yang menjadi alasan keanggotaan,
sebagai berikut :
1. Bawaan, seperti jenis kelamin, ras, hubungan kekerabatan, latar
belakang bahasa atau orentasi seksual

13
amidjoyo, sri badini, Perlindungan Hukum Terhadap Pengungsi Berdasarkan Konvensi Jenewa
1951, Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi
Manusia, RI
2. Tidak dapat diubah, seperti berhubungan dengan masa silam
seseorang, misalnya mantan anggota kelmpok niaga
3. Yang menjadi dasar identitas seseorang, hati nurani atau cara
pelaksanaan hak seseorang yang sudah mendarah daging sehingga
orang tersebut tidak bias diharapkan untuk mengubahnya,
e. Pendapat politik.
Diartikan secara luas, mencakup setiap pendapat tentang hal-hal yang
berhubungan dengan mekanisme negara, pemerintahan atau
masyarakat.

Seperti halnya kasus rohingya saat ini, maka bagi mereka yang telah memenuhi
mekanisme persyaratan sebagai seorang pengungsi dan telah dilakukan pendataan
oleh UNHCR melalui wawancara langsung, maka mereka akan mendapatkan
haknya sebagai pengungsi menurut salah satu organ internasional yang bertugas
utntuk mengurus pengungsi. Sehingga dengan melihat fakta dan data yang telah
terjadi pada etnis Rohingya maka badan PBB dalam kaitannya dengan salah satu
organ internal PBB, yaitu UNHCR memutuskan bahwa etnis Rohingya adalah
etnis yang dinyatakan sebagai pengungsi.

4.2 Langkah-Langkah Kongkrit UNHCR Terhadap Pengungsi Etnis


Rohingya

a.Sebagai Inisiator

Berdasarkan tujuan utama UNHCR adalah memberikan keamanan dan hak


dari para pengungsi. Menjamin bahwa setiap orang berhak untuk mencari
suaka dan mendapat tempat yang aman di negara lain, dengan pilihan kembali
secara sukarela ke negaranya, lokal integrasi atau penempatan ke negara
ketiga.14
Pengungsi etnis rohingya telah menimbulkan masalah di Negara-negara
tetangga, terutama di Bangladesh. Oleh karena itu, maka UNHCR sebagai
organ PBB yang bertanggung jawab dalam menyelasikan masalah pengungsi
harus turun tangan sehingga masalah pengungsi tersebut tidak menjadi
gangguan terhadap keamanan regional.

14
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 217 - 230
Dalam penangan pengungsi rohingya, UNHCR berperan sebagai inisiator
setelah pemerintah Bangladesh meminta bantuan UNHCR untuk menangani
pengungsi rohingy yang masuk ke negaranya. Pada tahun 1992 lebih dari
250.000 pengungsi rohingya mengungsi ke Bangladesh. Pada tahun 1992
antara pmerintah Myanmar dan Bangladesh, maka sekitar 230.000 pengungsi
sejauh ini sudah di pulangkan ke Myanmar dengan bantuan dari UNHCR.15

b. Sebagai Fasilitator

setiap pengungsi atau negara yang sejak pertama kali tiba negara transit atau
tujuan, maka sudah sewajarnya mereka membutuhkan bantuan. apalagi ketika
sejumlah besar pengungsi yang melarikan diri dalam jangka waktu yang
singkat, sangat penting untuk dapat memindahkan bahan-bahan seperti
sandang, pangan, dan papan. oleh karena untuk dapat merespon hal tersbut
dengan cepat seperti keadaan terdesak maka UNHCR telah menyiapkan stok-
stok barang kebutuhan tersebut di gudang darurat di beberapa lokasi diseluruh
dunia. UNHCR sebagai badan yang menangani pengungsi memiliki tugas
untuk dapat melindungi dan sekaligus bisa memberikan solusi yang di lakukan
dengan tindakan nyata untuk para pengungsi.
adapun dalam kasus rohingya, UNHCR menjalankan beberapa tindakan untuk
dapat memfasilitasi pemerintah negara transit yang diisinggahi oleh para
pengungsi rohingaya. kondisi yang dialami oleh etnis rohingya memaksa
mereka untuk meninggalkan negaranya karena tekanan-tekanan yang mereka
hadapi seperti pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Myanmar yang
baru-baru terjadi lagi pada bulan oktober 2016 lalu yang sampai sekarang
belum menemukan titik penyelesaiannya.. para pengungsi tersebut tentunya
juga membutuhkan pengarahan dan dan pelatihan yang terorganisir dengan
baik untuk kembali menata kehidupan mereka. proses kesejahteraan para
pengungsi tersebut kemudian menjadi usaha UNHCR dalam segala aspek.
Dalam hal ini, UNHCR berperan sangat penting sebagai pemberi bantuan,
dukungan, dan perlindungan bagi para pengungsi dengan cara :16

15
UNHCR Global Report 1999 Spesial Programme: Myanmar/Bangladesh Repatriation And
Reintergration Opration, diakses dari http://www.unhcr.org/html. Diakses 15/12/2016
16
Nany January, eJournal Ilmu HUbungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013 : 217-230 222.
a). Mendukung penyertaan dan pelaksanaan dari konvensi dan hokum
pengungsi.
b). Menjamin agar pengungsi diprlakukan sesuai standar dan hukum
internasional yang diakui.
c). Menjamin agar pengungsi diberikan suaka dan tidk dipaksa untuk
kembali ke negara dari mana mereka lari.
d). Mendukung diterapkannya prosedur-prosedur yang sesuai untuk
menentukan apakah seseorang adalah pengungsi menurut defenisi
konvensi 1951 dan/atau menurut defenisi yang ditentukan dalam
perangkat konvensi regional.
e). Mencari solusi permanen/berkelanjutan terhadap masalah pengungsi.

Salah satu tindakan nyata yang dilakukan oleh UNHCR terhadap para
pengungsi Rohingya di kamp-kamp pengungsi adalah memeberikan fasilitas
dan bantuan bagi para pengungsi Rohingya antara lain :17
1. Membangun pusat-pusat komunitas untuk perempuan di kamp-kamp
pengungsian tersebut, untuk mengurangi tingkat kekerasan untuk
mengurangi tingkat kekerasan pada perempuan dan anak.

5.2 pandangan Pihak Lain Terhadap Pengungsi Rohingya

a. menurut pakar sejarah aye chan

seorang pakar sejarah Myanmar aye chan menyatakan bahwa masyarakat


rohingya sebagai pendatang tanpa izin, hal ini didasarkan karena beliau merujuk
pada undang-undang kerjaan bahwa pada tahun 1982, etnik itu sudah dianggap
sebagai bukan warga negara Myanmar. beliau menggelarkan masyarakat
rohingya sebagai chittagonians karena berdasarkan rekor pihak british dan ini
membawa maksud kepada pendatang asing.18

b. menurut pemerintah Myanmar

Burma citizhensip law 1982

17
UNHCR global report 2000 in Bangladesh, diakses dari http://www.unhcr.org/3e232b4da/html.
diakses 16/12/2016
18
Abid Bahar (2012,desember 27), Racism to Rohingya in Burma in Respon to Aye Chan Enclave
withinflux viruses: Stop Killing Muslim Burma. Arkan Monthly. Hlm 6.
sebuah undang-undang yang mengatur dan menentukan criteria tentang
kewarganegaraan dan menjadi landasan hukum yang mendiskriminasi etnis
rohingya, mereka menjadi stateless, tidak memiliki akses terhadap pekerjaan,
layanan kesehatan, pendidikan maupun partisipasi politik. dalam kasus etnis
rohingya, mereka tidak diakui kewarganegaraannya oleh pemerintah Myanmar
dengan dikeluarkannya Burma citizhensip law 1982. Dalam pasal 3 burma
citizhensip law 1982 dinyatakan :

nationals such as the kachin, Karen, chin, Burma, mon, rakhine or


ethnic groups as have settled in any of the territories included within the
state as their permanenent home from preoid anterior to 1185 B.C..,1823
A.D are Burma citizens.

Berdasarkan pasal ini seharusnya etnis Rohingya memiliki kewarganegaraan


Myanmar, tetapi dalam pasal 4 dinyatakan bahwa the council of state may
decide whether any ethnic group is national or not . sehingga berdasarkan
ketentuan tersebut etnis rohingya kehilangan kewarganegarannya.

Perpindahan yang melewatkan batas negara tidak serta merta menyelesaikan


masalah. Justru masalah baru timbul karena mereka yang melewati batas negara
belum tentu memiliki status hukum yang jelas di negara tempst mereka mencari
suaka. Mereka menjadi sangat rentan terhadap pemenjaraan, pendeporstasian,
pemanfaatan, dan berbagai perlakuan buruk lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan
suatu perlindungan internasional utuk meminimalkan ancaman kekerasaan
terhadap mereka.19 sebelum seseorang diakui statusnya sebagai pengungsi, maka
ia adalah seorang penvari suaka. Begitu juga sebaliknya, seorang pencari suaka
belum tentu adalah seorang pengungsi.20 Jika seorang diakui sebagai pengungsi,
maka akan melekat pada dirinya hak-hak sebagai pengungsi dan juga kewajiban-
kewajiban terhadap negara pelindungnya.21

Etnis rohingya menderita paling parah karena junta militer yang berkuasa
menyatakan bahwa tidak ada yang disebut etnis minoritas Rohingya dalam
sejarah Myanmar, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan. Etnis Rohingya
adalah orang Bangladesh yang meninggalkan negaranya untuk kehidupan yang

19
UNHCR, Melindungi Pengungsi Dan Peran UNHCR, UNHCR , 2008, hlm. 14
20
Sulaiman Hamid Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional. (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002), hlm.39
21
UNHCR, Penentuan Status Pengungsi, ibid, hlm.4
lebih baik. Mendapat simpati dari negara-negara barat merka mengaku sebagai
orang rohingya yang berasal dari Myanmar.

c. menurut pemerintah Bangladesh

pemerintah Bangladesh menyatakan untuk tidak menerima pengungsi


R$ohingya masuk wilayah mereka guna mencari perlindungan sementara
ataupun suaka walaupun dunia internasional telah menyerukan agar Bangladesh
turut memberikan bantuan, hal ini diambil pemerintah Bangladesh berdasarkan
atas Bangladesh bukanlah pihak yang ikut menandatangani Konvensi PBB
tentang pengungsi ( UN Convention of the Refugees ) sehingga tidak ada
kewajiban hokum umtuk menrima pengungsi Rohingya sebagai pengungsi di
wilayah mereka.

Akhirnya, otorita Bangladesh menganggap mereka illegal, tidak jelas atau


pengungsi yang tersisa, atau hanya pendatang, pada tahun 1999, setidaknya 1700
0rang dari mereka berada dipenjara-penjara di Bangladesh dengan melintas batas
secara tidak sah.22

22
Guns and Gas in Southeast Asia. TransnasionalFlow in the Burma-bangladesh Borderland
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan maka kesimpulan yang
diambi yaitu sebagai berikut :

1. Ditinjau dari semua tindakan dari pemerintah Myanmar terhadap etnis


rohingya yang menelan korban jiwa dan merupakan tindak kejahatan terhadap
Hak Asasi Manusia maka etnis rohingya dinyatakan sebagai pengungsi
menurut Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang status pengungsi.

2. Masalah pengungsian etnis Rohingya di Bangladsh yang diangkat menjadi


permasalahan internasional telah melibatkan organ internal PBB yaitu UNHCR
yang memberikan perlindungan kepada para pengungsi dan yang terpenting
adalah UNHCR hadir sebagai penengah disaat perang sedang berkecamuk di
Myanmar untuk menyelesaikan permasalahn yang sedang terjadi. Tindakan
yang dilakukan oleh UNHCR merupakan tindakan yang mengikuti prosedur
organisasi yang mengatasi masalah pengungsi sehingga sudah banyak kerja
nyata yang diakukannya yang mempunyai nilai positif terhadap perkembangan
roda organisasi internsional.

3. Pandangan dari berbagai pihak yang menilai bahwa masalah pengungsi ini
merupakan masalah yang sangat serius sehingga kasus ini perlu di tangani
secara serius agar kondisi hubungan internasioal antar negara yang terlibat
didalamnya kembali terciptanya suasana kondusif baik dalam internal maupun
eksternal negara yang terlibat didalamnya.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Malcom J. Prudfoot, European Refugee: 1935-52 A. study in forced migration


movement, London: Faber & Faber Ltd, 1957, hal 32

UNHCR, Penentuan Status Pengungsi : Mengenal Siapa Itu Pengungsi ,


UNHCR, 2005, hlm 9-10

Romsan achmad, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional : Hukum


Internasional Dan Prinsip-Prinsip Perlindungan Internasional (Jakarta,
UNHCR, 2003) hlm 115

David Levinson, Etnic Relations A Cross Cultural Encyclopedia, (santa barbara:


ABC-CLIO Inc, 1994), hlm 6

amidjoyo, sri badini, Perlindungan Hukum Terhadap Pengungsi Berdasarkan


Konvensi Jenewa 1951, Jakarta : badan pembinaan hokum nasional departemen
kehakiman dan hak asasi manusia, RI

UNHCR, Melindungi Pengungsi Dan Peran UNHCR, UNHCR , 2008, hlm. 14

Sulaiman Hamid Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional. (Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.39

Internet

Myanmar The Rohingya Minority Fundamental Right Denied, Amnesty


Internasional, 2004, diakses dari :
http://www.amnesty.org/en/library/ASA.24/10/2016

Nurul Islam Fact about Rohingya muslim of Arakan, diakses dari


http://www.rohingya.org/ diakses 02/11/2016
Motif Pemerintah Myanmar menindas muslim Rohingya, diakses dari
https://www.indobaca.com/trending/1550-motif-myanmar-menindas-muslim-
rohingya.html, diakses 27/11/2016.

Subhan riyadi, : stop genosida muslim rohingya,


http://www.kompasiana.com/pipot/etop-genosida-muslim-
rohingya_5845199fed96738b11fdc023, diakes tanggal 06/10/2016

Situs Resmi UNHCR. Convention And Protocol Relating To The Statua Of


Refugees, diakses dari : http//www.unhcr.org. 01/12/2016

Jurnal Ilmu Hukum, Perlindungan Internasional Terhadap Pengungsi Dalam


Konflik Bersenjata
http://hukum.unisba.ac.id/syiarhukum/index.php/jurnal/item/98-,diakses tanggal
05/12/2016

UNHCR Global Report 1999 Spesial Programme: Myanmar/Bangladesh


Repatriation And Reintergration Opration, diakses dari
http://www.unhcr.org/html. Diakses 15/12/2016

UNHCR global report 2000 in Bangladesh, diakses dari


http://www.unhcr.org/3e232b4da/html. diakses 16/12/2016

Sumber Artikel

Abid Bahar (2012,desember 27), Racism to Rohingya in Burma in Respon to Aye


Chan Enclave withinflux viruses: Stop Killing Muslim Burma. Arkan Monthly.
Hlm 6.

Nany January, eJournal Ilmu HUbungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013


: 217-230 222.

Anda mungkin juga menyukai