Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN KONFLIK

Konflik Roohingya (Miyanmar)

DISUSUN OLEH:

1. Faradila Rahmadani Nim: 1911270016


2. Ridwan Putra Nim: 1911270020
3. Siti Dewi Kurniasih Nim: 1911270010
4. Noperan Hadi Nim: 1911270011

DOSEN PENGAMPU:

INDAH MASRUROH MA.

INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU

FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS

PROGRAM STUDI TADRIS IPS (ILMU PENGETAHUAN SOSIAL)

TAHUN 2020/2021
Kata pengantar

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya kami tidak dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kitananti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti. Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah kajian konflik sosial.

Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka
penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu INDAH MASRUROH, MA. selaku dosen mata
kuliah manajemen konflik yang telah memberikan pembinaan. Penyusun menyadari bahwa
makalah ini belum sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya. 

Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah
ini di masa yang akan datang. Apabila terdapat kesalahan pada makalah ini, penyusun mohon
maaf yang sebesar-besarnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca maupun
bagi penulis sendiri. Terima kasih…
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar belakang
Bermula Raja Sulaiman Shah yang menaiki takhta pada tahun 1404 diserang oleh tentera
Raja Burma lalu melarikan diri ke Gaur, India (Rohana 1997). Sekiranya dilihat dari
perspektif kelompok masyarakat Islam di Burma, penduduk IslamMyanmar terdiri
daripada pelbagai etnik atau keturunan seperti India, Burma, Cina, Rakhine danbeberapa
lagi kumpulan kecil termasuk orang Melayu. Pada tahun 1958, penduduk
Islamdianggarkan berjumlah lebih dari pada 600 000 orang. Separuh daripada mereka
adalah golonganimigran yang datang dari India dan Pakistan. Pada tahun 1977, penduduk
Islam Burma dipercayaimembentuk 10% daripada penduduk Burma. Bagaimanapun,
bancian tahun 1983 menunjukkanpenduduk Islam Burma hanya membentuk 3.9%
daripada 34 juta orang penduduk Burma (Izziah2002; Saifullah & Samsu 2009).Pada
tahun 1931, secara umum ada empat kategori kaum Muslim berdasarkan keturunaniaitu
orang Islam berketurunan India (Kala Pathee) membentuk kira-kira 65% daripada
pendudukIslam diikuti orang Islam keturunan Burma-India (zerbadee) yang membentuk
30%, Muslim Cina( Pashu atau Panthay ), Burma Muslim Melayu dan etnik-etnik yang
lain membentuk sebanyak 5%.Pada 1992, kepelbagaian etnik Islam ini membentuk 45%
daripada keseluruhan penduduk IslamBurma. Kira-kira sejuta orang iaitu 18% tinggal di
sekitar Yangon, 100 000 orang tinggal di sekitarMandalay dan 30 000 orang tinggal di
Maymo. Jumlah yang selebihnya tinggal berselerak di seluruhnegara Burma (Izziah
2002; Saifullah & Samsu 2009).Pertubuhan-pertubuhan Islam mendakwa nisbah
masyarakat Islam mengikut keturunanpada tahun 1995 adalah 50% penduduk Islam
berketurunan Burma, 48% berketurunan India dan 1%berketurunan Cina. Sementara pada
tahun 1996 pula mencatatkan seramai 5.55 juta orang iaitukira-kira 12.4% daripada
keseluruhan penduduk adalah beragama Islam. Masyarakat Islam Burmahidup berasingan
dalam kelompok masing-masing berdasarkan bangsa atau keturunan mereka.Setiap
daripadanya juga mempunyai kedudukan yang berbeza dalam masyarakat Burma
(Izziah2002).Masyarakat Islam Arakan atau Rakhine yang bersempadan dengan
Bangladesh dikenalisebagai golongan Rohingya yang merupakan generasi yang lahir
hasil perkahwinan campurpedagang-pedagang Arab dan Parsi dengan wanita-wanita
tempatan sejak abad ke-7 atau ke-9Masihi. Di samping masyarakat Islam Rohingya,
terdapat juga golongan Benggali yang berhijrah kesitu semasa pendudukan British.
Kumpulan etnik Rohingya merupakan minoriti muslim yang tinggal bersama masyarakat
Buddha di Arakan dan hidup terasing daripada kedua-dua golongan Islamketurunan India
dan Burma. Mereka merupakan golongan Islam yang paling miskin dan paling teruk
menerima penindasan dari pada pihak pemerintahan Burma.
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH SINGKAT MUSLIM ROHINGYA


Sebenarnya apabila dilihat dari segi histori, Kaum Rohingya sudah ada sebelum
negara Myanmar ada. Sebagai etnis, Muslim Rohingya sudah hidup di sana sejak abad 7
Masehi dengan nama kerajaan Arakan (1430-1784). Sekitar 3.5 abad Rohingya berada
dalam kekuasaan Muslim hingga Kerajaan Burma menyerangdan dianeksasi oleh Inggris.
Setelah itu Rohingya menjadi bagian dari British India yang saat itu juga belum merdeka.
Dan berlanjut hingga tahun 1940-an ada 137 etnis yang terdapat di Burma sejak Burma
merdeka (1948), sejak saat itu pula etnis Rohingya tidak diakui sebagai etnis yang ada di
Burma. Etnis Muslim Rohingya selama puluhan tahun mengalami diskriminasi hingga
menyebabkan status mereka kini stateless atau tidak memiliki negara. Jauh sebelum
konflik Rohingya pada 2012 ini menyita perhatian dunia, sebenarnya etnis Rohingya
telah ditindas selama puluhan tahun, baik oleh negara maupun etnis mayoritas di
Myanmar, yang kebetulan beragama Buddha.
Heru Susetyo, pada wawancara dengan media online Hidayatullah. com, tertanggal
25 Juli 2012 menyatakan bahwa sejak sebelum Burma merdeka, tahun 1942, sudah ada
aksi kekerasan kepada orang Rohingya. Ribuan orang Rohingya dibunuh. Baik oleh
negara maupun etnis mayoritas, karena mereka dianggap minoritas dan bukan bagian dari
Burma. Kemudian kekerasan terhadap etnis Rohingya berulang terus setelah Burma
merdeka, ada operasi-operasi tentara yang sering kali dilakukan sejak tahun 1950-an.
Yang paling sadis adalah Na Sa Ka Operation di antaranya dengan metode kekerasan,
pengusiran, Burmanisasi, halangan untuk menikah, dan pemerkosaan. Jadi ini adalah
state violence,di mana Negara melakukan genosida, etnic cleansing (pembantaian etnis),
tapi kemudian berkembang menjadi kejahatan sipil antar orang Rohingya dengan orang
Arakan lainnya yang non Muslim.(Sumber :Mirza Quanta A H – Wabendum HMI
Cabang Surabaya Analisa Politik Konflik Rohingya) Berita tentang Muslim Rohingya
timbul menyusul konflik sektarian yang terjadi antara etnis Rohingya yang sebagian
besar adalah Muslim dan etnis Rakhine yangmayoritas merupakan penganut Buddha.
Penyebab konflik itu sendiri tak begitu jelas. Namun, beberapa sumber menyebutkan
bahwa kerusuhan itu merupakan buntut salah satu peristiwa perampokan dan
pemerkosaan terhadap perempuan Rakhine bernama Ma ThidaHtwe pada 28 Mei 2012.
Kepolisian Myanmar sebenarnya telah menahan danmemenjarakan 3 orang tersangka
pelaku yang kebetulan dua di antaranya adalah etnisRohingya. Namun, tindakan itu
ternyata tak cukup mencegah terjadinya kerusuhan dinegara bagian Rakhine yang terletak
di bagian barat Myanmar itu. Pada tanggal 4 Juni,terjadi penyerangan terhadap bus yang
diduga ditumpangi pelaku pemerkosaan dankerabatnya. Tercatat 10 orang Muslim
Rohingya tewas. Sejak itu, kerusuhan rasial diRakhine pun meluas.Salah satu akar
konflik menahun itu adalah status etnis minoritas Rohingya yang masih dianggap imigran
ilegal di Myanmar.Pemerintah Myanmar tak mengakui dan tak memberi status
kewarganegaraan kepadamereka. Sebagai akibat tiadanya kewarganegaraan, etnis
Rohingya tak bisa mengakses pendidikan, layanan kesehatan, dan bahkan pekerjaan yang
layak. Mereka betul-betul terabaikan dan terpinggirkan. Maurice Duverger menjelaskan
bahwa dalam setiapkelompok masyarakat senantiasa diwarnai oleh konflik dan integrasi
secara fluktuatif.Konflik berubah menjadi integrasi apabila terjadi kompromi yang
didasari oleh rasa keadilan (Duverger, Maurice, Sosiologi Politik, PT. Rajawali Grafindo
Persada, Jakarta, 1998.)Akar konflik yang lain adalah adanya kecemburuan terhadap
etnis Rohingya.Populasi etnis Muslim Rohingya dalam beberapa dasawarsa ini terus
meningkat. Tentusaja, hal ini menyebabkan kecurigaan dan kecemburuan pada etnis
mayoritas Rakhine.Bagi mereka, keberadaan etnis Rohingya pun sangat mungkin
dianggap “kerikil dalamsepatu”, yakni sesuatu yang terus mengganggu. Keberadaan etnis
Rohingya dianggapmengurangi hak atas lahan dan ekonomi, khususnya di wilayah
Arakan, Rakhine yangmenjadi pusat kehidupan etnis Muslim ini.

Selain itu Konflik yang terjadi di Myanmar melibatkan dua etnis yakni etnis Rohingya
sebagai minoritas dan etnis Rakhine sebagai mayoritas. Konflik ini bisa dibilang tak bisa
dipisahkan dari faktor sejarah. Kata Rohingya sendiri berasal dari Rohang, yang
merupakan nama lama dari negara bagian Arakan. Sementara Arakan dulunya merupakan
sebuah negara independen yang pernah dikuasai secara bergantian oleh orang Hindu,
Budha, dan Muslim. Pengaruh Islam mulai masuk ke wilayah Arakan pada tahun 1203
M, dan pada akhir 1440 M Arakan resmi menjadi sebuah negara muslim yang ditandai
dengan Perjanjian Yandabo yang menyebabkan Burma, Arakan dan Tenasserim
dimasukkan ke wilayah British-India. Selama 350 tahun kerajaan Muslim berdiri di
Arakan dan Umat Islam hidup dengan tenang.

Namun, pada 24 September 1784 M Raja Boddaw Paya dari Burma menginvasi Arakan
dan menguasainya. Pada 1824-1826 perang Anglo-Burma pertama kali pecah. Perang ini
berakhir pada 24 Februari 1426. Tahun 1935 diputuskan bahwa Burma terpisah dari
British-India tepatnya mulai tanggal 1 April 1937 melalui keputusan ini pula
digabungkanlah Arakan menjadi bagian British-Burma.

Hal ini bertentangan dengan keinginan mayoritas penduduknya yang beragama Islam dan
ingin bergabung dengan India. Hingga pada akhirnya Arakan menjadi bagian Burma
yang merdeka pada Tahun 1948. Tak seperti etnis lain yang setidaknya diakui
kewarganegaraannya oleh Myanmar, masyarakat Rohingya dianggap sebagai penduduk
sementara. Dianggap sebagai “orang asing” membuat masyarakat Rohingya tidak
diperbolehkan bekerja sebagai pengajar, perawat, abdi masyarakat atau dalam layanan
masyarakat mereka dianggap sebagai orang-orang yang tak bernegara dan tidak diakui
oleh pemerintah Myanmar.
Penyebab Konflik Rohingya

Penyebab konflik di Provinsi Rakhine yang melibatkan etnis Rakhine dan Rohingya
disebabkan oleh banyak faktor di antaranya sebagai berikut:

1. Pemerkosan Ma Thida Htwe


Pemicu konflik mulai terjadi pada saat aparat pemerintah melakukan penahanan tiga
tersangka atas pembunuhan seorang gadis yang bekerja sebagai tukang jahit dari etnis
Rakhine, Ma Thuda Htwe (27 tahun), putri U Hla Tin dari perkampungan Thabyechaung,
Desa Kyauknimaw, Yanbe. Gadis 27 tahun tersebut ditikam sampai mati disertai
pemerkosaan oleh tiga orang dari etnis Rohingya yakni Htet Htet (a) Rawshi bin U kyaw
Thaung (Bengali/Muslim), Rawphi bin Sweyuk tamauk (Bengali/Muslim) dan Khochi
bin Akwechay (Bengali/Muslim). Aparat kepolisian Rakhine melakukan penahanan
ketiga tersangka tersebut secara tidak transparan sehingga menekan amarah kedua etnis.
2. Warga Rohingya Etnis Bengali Tidak Diakui Sebagai Penduduk Asli Myanmar
Adanya UU Kewarganegaraan tahun 1982 yang menjadikan warga Rohingya etnis
Bengali tidak diakui kewarganegaraannya membuat nasib mereka penuh dengan
ketidakpastian bahkan mereka sering mendapatkan perlakuan sadis dari junta militer
Myanmar seperti penjarahan, pembakaran hidup-hidup, pengerusakan tempat tinggal dan
rumah ibadah, pemerkosaan, dan pembunuhan secara sewenang-wenang melalui Operasi
Nagamind tahun 1990.
3. Diskriminasi Budaya Oleh Pemerintah
Penduduk Myanmar tidak pernah mengakui warga Rohingya etnis Bengali sebagai etnis,
mereka menganggap sebagai “Muslim Arakan”, “Muslim Burma” atau “Bengal dari
Burma” adalah nama-nama yang disematkan kepada Rohingya sebagai bahan ejekan.
Tidak hanya pemerintah Burma yang mengintimidasi mereka, tetapi juga junta militer
pun menggembar-gemborkan gerakan anti Islam di kalangan masyarakat Buddha
Rakhine dan penduduk Burma sebagai bagian dari kampanye memusuhi Rohingya.
Sebagian masyarakat Rakhine dan Burma menolak untuk mengakui Rohingya sebagai
golongan etnis, dan mereka telah ditolak dalam keanggotaan Dewan Nasional Etnis. Etnis
Rohingya merasa menjadi golongan kelas kedua sebagai masyarakat tertindas.
B. KONFLIK ETNIS ROHINGYA DAN ETNIS RAKHINE
Konflik yang melibatkan dua etnis ini tidak bisa dilepaskan dari faktor sejarah. Kata
Rohingya berasal dari kata Rohang, yang merupakan nama lama dari negara bagian
Arakan. Arakan dulunya merupakan sebuah negara independen yang pernah dikuasai
secara bergantian oleh orang Hindu, Budha dan Muslim. Pada 1203 M, Bengali menjadi
sebuah negara Islam,dan sejak saat itu pula pengaruh Islam mulai merambah masuk
kewilayah Arakan. Hingga pada akhirnya pada 1430 M, Arakan menjadi sebuah negara
Muslim.yang ditandai dengan diratifikasinya Perjanjian Yandabo menyebabkan Burma,
Arakan dan Tenasserim dimasukkan ke wilayah British-India. Selama 350 tahun kerajaan
Muslim berdiri di Arakan dan Umat Islam hidup dengan tenang. Namun pada 24
September 1784 M. Raja Boddaw Paya dari Burma menginvasi Arakan dan
menguasainya. Pada 1824-1826 perang Anglo-Burma pertama pecah. Perang ini berakhir
pada 24 Februari 1426. Tahun 1935 diputuskan bahwa Burma terpisah dari British-India
tepatnya mulai tanggal 1 April 1937 melalui keputusan ini pula digabungkanlah Arakan
menjadi bagian British-Burma.
Hal ini bertentangan dengan keinginan mayoritas penduduknya yang beragama Islam
dan ingin bergabung dengan India.Hingga pada akhirnya Arakan menjadi bagian Burma
yang merdeka pada Tahun 1948.Tidak seperti etnis lain yang setidaknya diakui
warganegaranya oleh Myanmar, masyarakat Rohingya dianggap sebagai penduduk
sementara. Sebagai “orang asing”, masyarakat Rohingya tidak diperbolehkan bekerja
sebagai pengajar, perawat, abdi masyarakat atau dalam layanan masyarakat Mereka,
dianggap sebagai orang-orang yang tak bernegara dan tidak diakui oleh pemerintah
Myanmar. Etnis yang terletak di Myanmar Utara ini terpinggirkan oleh pemerintahan
junta militer dan di wilayah Rohingya, para pengajarnya biasanya berasal dari golongan
etnis Budha Rakhine, yang seringkali menghalangi kesempatan untuk mendapatkan
pendidikan bagi masyarakat Rohingya. Pemerkosaan dan kerja paksa adalah hal yang
cukup lazim bagi etnis Rohingya di Myanmar. Tentara Myanmar kerapkali meminta uang
dari mereka dan ketika mereka tidak dapat membayar, mereka akan ditahan dan disiksa.
Masyarakat Rohingya juga mengalami penyiksaan secara religi. Hampir seluruh
masyarakat Rohingya adalah beragama Islam. Dalam tiga tahun terakhir, setidaknya 12
Masjid di Arakan Utara dihancurkan, dengan jumlah terbesar di tahun 2006. Sejak 1962,
tidak ada Masjid baru yang dibangun. Bahkan para pemimpin agama telah dipenjara
karena merenovasi Masjid. Seorang pejabat senior Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
sering bertugas ke daerah-daerah krisis kemanusiaan Perlakuan rezim Burma terhadap
kaum minoritas Muslim Rohingya, disebut-sebut “seburuk-buruk perlakuan terhadap
kemerdekaan manusia”. Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan
Koordinator Bantuan Darurat, Valerie Amos, menyatakan bahwa Rohingya dipandang
sebagai salah satu komunitas paling tertindas di dunia.

C. FAKTOR PENYEBAB KONFLIK ROHINGYA


Berikut ini adalah faktor-faktor kronologis penyebab konflik Rohingya dari surat kabar
Myanmar dan dari beberapa media internasional. Surat kabar The New Light
of Myanmar edisi 4 Juni 2012.
1. pada tanggal 4 Juni, terjadi insiden pemerkosaan dan pembunuhan, dalam perjalanan
menuju rumah dari tempat bekerja sebagai tukang jahit, Ma Thida Htwe,seorang
gadis Buddha berumur 27 tahun, putri U Hla Tin, dari perkampunganThabyechaung,
Desa Kyauknimaw, Yanbye, ditikam sampai mati oleh orang tak dikenal.Lokasi
kejadian adalah di hutan bakau dekat pohon alba di samping jalan
menujuKyaukhtayan pada tanggal 28 Mei 2012 pukul 17:15. Kasus tersebut
kemudian dilaporkan ke Kantor Polisi Kyauknimaw oleh U WinMaung, saudara
korban. Kantor polisi memperkarakan kasus ini dengan Hukum AcaraPidana pasal
302/382 (pembunuhan / pemerkosaan). Lalu Kepala kepolisian distrik Kyaukpyu dan
personil pergi ke Desa Kyauknimaw pada 29 Mei pagi untuk pencarian bukti-bukti
lalu menetapkan tiga tersangka, yaitu Htet Htet (a) Rawshi bin U Kyaw
Thaung(Bengali/Muslim), Rawphi bin Sweyuktamauk (Bengali/Muslim) dan Khochi
binAkwechay (Bengali/ Muslim). Penyelidikan menunjukkan bahwa Htet Htet (a)
Rawshi tahu rutinitas sehari-harikorban yang pulang-pergi antara Desa
Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw untuk menjahit.
Menurut pengakuannya dia berbuat dipicu oleh kebutuhan uang
untuk  menikahiseorang gadis, dan berencana untuk merampok barang berharga yang
dipakai korban.Bersama dengan Rawphi dan Khochi, Rawshi menunggu di pohon
alba dekat tempatkejadian. Tak lama Ma Thida Htwe yang diincarnya datang dan
berjalan sendirian,ketiganya lalu menodongkan pisau dan membawanya ke hutan.
Korban lalu diperkosa danditikam mati, tak lupa merenggut lima macam perhiasan
emas termasuk kalung emas yangdikenakan korban. Untuk menghindari kerusuhan
rasial dan ancaman warga desa kepada paratersangka, aparat kepolisian setempat
bersiaga dan mengirim tiga orang pelaku tersebut ketahanan Kyaukpyu pada tanggal
30 Mei pukul 10.15. Pada pukul 13:20 hari yang sama,sekitar 100 warga dari
Rakhine Kyauknimaw tiba di Kantor Polisi Kyauknimaw danmenuntut agar tiga
orang pelaku pembunuh diserahkan kepada mereka namun dijelaskanoleh pihak
kepolisian bahwa mereka sudah dikirim ke tahanan. Massa yang
mendatangikepolisian tidak puas dengan itu dan berusaha untuk masuk kantor polisi.
Polisi terpaksaharus menembakkan lima tembakan untuk membubarkan mereka.
Pada pukul 13:50 100warga Rakhine Desa Kyauknimaw lalu meninggalkan
kantor polisi menuju Kantor Pemerintahan untuk menyampaikan keinginannya
dengan diikuti oleh pihak kepolisianuntuk mencegah terjadi keributan. Pukul 16.00,
para pejabat tingkat Kota menerima dan memberikan klarifikasi untuk menghindari
kerusuhan, dan penduduk desa meninggalkankantor pada pukul 17:40. Keesokan
harinya, 31 Mei pukul 9 pagi, mereka meninggalkan Yanbye ke DesaKyauknimaw
dengan dua perahu. Mereka pulang dengan membawa santunan sebesar 1 juta Kyat
(mata uang Myanmar) untuk desa dari Menteri Perhubungan, U Kyaw Khin,600.000
Kyat dan lima set jubah untuk pemakaman korban serta ditambah 100.000 Kyatdari
santunan perwakilan negara. Pada 31 Mei 15:05 Menteri Dalam Negeri dan
KeamananPerbatasan Negara, wakil kepala Kantor Polisi, Kabupaten Kyaukphyu
dan Kepala Kantor Polisi Distrik berpartisipasi dalam pemakaman korban dan
mengadakan diskusi dengan penduduk desa. Pada 1 Juni pukul 9 pagi Kepala
Menteri Negara dan partai di Kyaukpyumengadakan diskusi dengan organisasi
pemuda Kyaukpyu atas kasus pembunuhantersebut. Diskusi-diskusi terutama
menyinggung menjatuhkan hukuman jera pada para pembunuh dan membantu
mencegah kerusuhan saat mereka sedang diadili.”
2. terjadi insiden yang menewaskan 10 orang muslim di dalam bus. Menurut berita
harian New Light dan beberapa blog orang Myanmar menyebutkan bahwa
beredar foto-foto dan informasi bahwa “menurut bukti forensik polisi dan juga saksi
mata yangmelihat tubuh korban, ia diperkosa beberapa kali oleh tiga pemuda Bengali
Muslim dantenggorokannya digorok, dadanya ditikam beberapa kali dan organ
wanitanya ditikam dandimutilasi dengan pisau. Setelah itu lebih dari seribu massa
marah dan hampir menghancurkan kantor polisi di mana tiga pelaku ditangkap. Lalu
kasus terburuk dan pemicu tragedi Rohingya adalah pembantaian terhadap 10 orang
Muslim peziarah yangada dalam sebuah bus di Taunggup dalam perjalanan dari
Sandoway ke Rangoon padatanggal 4 Juni.
Koran New Light Myanmar edisi 5 Juni 3 memberitakan rincian mengenai
pembunuhan sepuluh orang Burma Muslim oleh massa Arakan sebagai
berikut:“Sehubungan dengan kasus Ma Thida Htwe yang dibunuh kejam pada
tanggal 28 Mei,sekelompok orang yang terkumpul dalam Wunthanu Rakkhita
Association, Taunggup,membagi-bagikan selebaran sekitar jam 6 pagi pada 4 Juni
kepada penduduk lokal ditempat-tempat ramai di Taunggup, disertai foto Ma Thida
Htwe dan memberikan penekanan bahwa massa Muslim telah membunuh dan
memperkosa dengan keji wanitaRakhine. Sekitar pukul 16:00, tersebar kabar bahwa
ada mobil yang berisikan orangMuslim dalam sebuah bus yang melintas dari
Thandwe ke Yangoon dan berhenti diTerminal Bus Ayeyeiknyein. Petugas terminal
lalu memerintahkan bus untuk berangkat ke Yangoon dengan segera. Bus berisi
penuh sesak oleh penumpang. Beberapa orang denganmengendarai sepeda motor
mengikuti bus. Ketika bus tiba di persimpangan Thandwe-Taunggup, sekitar 300
orang lokal sudah menunggu di sana dan menarik penumpang yang beridentitas
Muslim keluar dari bus. Dalam bentrokan itu, sepuluh orang Islam tewas dan bus
juga hancur.
Konflik sejak insiden 10 orang Muslim terbunuh terus memanas di
kawasanArakan, Burma, muslim Rohingya menjadi sasaran. Seperti dilansir media
Al-Jazeera, Halini dipicu juga oleh bibit perseteruan yang sudah terpendam lama,
yaitu perseteruan antarakelompok etnis Rohingya yang Muslim dan etnis lokal yang
beragama Buddha. Rohingyatidak mendapat pengakuan oleh pemerintah setempat.
Ditambah lagi agama yang berbeda.Dari laporan berbagai berita sampai saat ini sejak
insiden tersebut sudah terjadi tragedi pembantaian etnis Rohingya (yang notabene
beragama Islam) lebih dari 6000 orang
Di saat kaum Muslim lain sedang khitmad menjalankan ibadah-ibadah di bulan
suciRamadhan, kaum Muslim Rohingya malah dilanda konflik. Tercatat, delapan
puluh jiwaMuslim Rohingya melayang karena terbunuh dan seratus ribu orang putus
asa. Merekameninggalkan tempat tinggalnya dan mengungsi ke negara-negara
tetangga.Ubaidah Katunadalah salah satu Muslimah Rohingya yang berhasil
melarikan diri ke Bangladesh.Ubaidah Katun menuturkan bahwa jenazah Muslim di
Arakan tidak sempatdikuburkan. Jenazah di sana dimasukkan ke dalam gerobak dan
dibawa ke suatu tempatyang tidak dapat diketahui oleh otoritas setempat. Jiwanya
terbelenggu oleh dua pilihan,antara menghormati jenazah sebagai pengamalan Islam
yang diyakininya danmenyelamatkan jiwanya jika ia tidak segera melarikan diri dari
kampung halamannyasendiri. Ubaidah juga menuturkan hal yang lainnya. Di Arakan,
sudah tidak ada lagi yang bisa dimakan, Muslim yang kelaparan terpaksa makan
batang pohon pisang. Hal ini masuk akal karena menurut Abdul Kalam (seorang
Muslim yang juga berhasil melarikan diri keBangladesh), mereka di sana dihalang-
halangi untuk pergi ke pasar, belanja barangkebutuhan sehari-hari. Bahkan, mereka
yang hendak pergi untuk bekerja dihalang-halangi.Jika ketahuan hendak pergi
bekerja, mereka dilempari bom molotov. Itulah sekelumit faktakonflik yang melanda
Muslim Rohingya.
Baiknya memang isu agama dikesampingkan, karena memang bukan itu
inti permasalahannya. Di Myanmar sendiri etnis Rohingya tidak diakui sebagai
bagian dari bangsa Birma, bahkan ketika junta militer mengubah nama negaranya
dari Bhurma(Birma) menjadi Myanmar, supaya etnis lain non-birma menerima
integrasi dalam satu bangsa Myanmar. Etnis Rohingya tidak diakui pemerintah junta
militer, mereka tak diberikartu identitas warga negara. Etnis Birma yang menjadi
mayoritas di Myanmar punmenyebut etnis Rohingya sebagai "suku Bengali",
menunjukan mereka tidak menerimaetnis Rohingya sebagai salah satu etnis di
Myanmar. Mereka menganggap etnis Rohingyaitu "pendatang haram" dari
Bangladesh, walau fakta sejarahnya etnis Rohingya telah ada ditanah itu (Rakhine
state) selama ratusan tahun berdampingan dengan burmanese lainnya
Dampak yang terjadi yaitu Krisis kemanusiaan. Dimana Krisis kemanusiaan  yaitu
kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap kelompok minoritas
muslim Rohingya di Myanmar telah menyita perhatian publik internasional. Eskalasi
konflik yang meningkat antara Buddha Arakan dengan muslim Rohingya
memberikan gambaran yang buruk mengenai keseriusan pemerintah Myanmar dalam
penegakan hukum dan hak asasi manusia. Krisis Rohingya ini dipicu oleh insiden
pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Ma Thida Htwe (27 tahun), seorang gadis
Buddhis Arakan, yang dilakukan oleh beberapa oknum muslim Rohingya pada Mei
2012. Insiden tersebut kemudian memicu gejala kebencian terhadap muslim
Rohingya di seluruh daerah Arakan. Beberapa hari setelah insiden itu, masyarakat
Buddhis Arakan membalas dengan memukuli dan membunuh 10 orang etnis
Rohingya, dalam satu insiden pencegatan dan pembunuhan penumpang bus antar-
kota, hingga tewas di Taunggup.
Insiden pembunuhan tersebut menjadi awal bagi meningkatnya gejala kekerasan
yang dan pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh muslim Rohingya.
Kelompok Buddhis Arakan, didukung oleh pendeta Buddha lokal dan aparat
keamanan Myanmar, melakukan berbagai tindakan kekerasan secara sistematis
terhadap muslim Rohingya meliputi pemukulan, pemenggalan, pembunuhan,
pemerkosaan, pembakaran tempat tinggal, pengusiran dan isolasi bantuan ekonomi.
Berbagai tindakan kekerasan ini digunakan sebagai cara untuk mengusir etnis
Rohingya keluar dari Myanmar. Aksi anarkisme yang dilakukan oleh masyarakat
Arakan ini tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah Myanmar. Pemerintah
Myanmar dinilai sengaja mengambil keijakan yang diskriminatif terhadap muslim
Rohingnya dan adanya dugaan upaya pembersihan etnis (ethnic cleansing) yang
dilakukan oleh aparat keamanan Myanmar kepada etnis Rohingya.Dokumentasi
pelanggaran hak asasi manusia melaporkan bahwa Nasaka bertanggungjawab dalam
kasus pemerkosaan, pemerasan dan kerja paksa. Etnis Rohingya tidak dapat
melakukan perjalanan antar kota atau mengurus pernikahan tanpa adanya perizinan
dari Nasaka, yang semuanya baru akan diurus setelah membayar uang suap.( Adhe
Nuansa Wibisono, S.IP hlm 1 thn 2012)

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sebenarnya apabila dilihat dari segi histori, Kaum Rohingya sudah ada sebelum negara
Myanmar ada. Sebagai etnis, Muslim Rohingya sudah hidup di sana sejak abad 7 Masehi dengan
nama kerajaan Arakan (1430-1784). Sekitar 3.5 abad Rohingya berada dalam kekuasaan Muslim
hingga Kerajaan Burma menyerangdan dianeksasi oleh Inggris. Setelah itu Rohingya menjadi
bagian dari British India yang saat itu juga belum merdeka. Dan berlanjut hingga tahun 1940-an
ada 137 etnis yang terdapat di Burma sejak Burma merdeka (1948), sejak saat itu pula etnis
Rohingya tidak diakui sebagai etnis yang ada di Burma. Etnis Muslim Rohingya selama puluhan
tahun mengalami diskriminasi hingga menyebabkan status mereka kini stateless atau tidak
memiliki negara.
Tercatat 10 orang Muslim Rohingya tewas. Sejak itu, kerusuhan rasial diRakhine pun
meluas.Salah satu akar konflik menahun itu adalah status etnis minoritas Rohingya yang masih
dianggap imigran ilegal di Myanmar.Pemerintah Myanmar tak mengakui dan tak memberi status
kewarganegaraan kepadamereka. Sebagai akibat tiadanya kewarganegaraan, etnis Rohingya tak
bisa mengakses pendidikan, layanan kesehatan, dan bahkan pekerjaan yang layak.
Konflik yang melibatkan dua etnis ini tidak bisa dilepaskan dari faktor sejarah. Kata
Rohingya berasal dari kata Rohang, yang merupakan nama lama dari negara bagian Arakan.
Arakan dulunya merupakan sebuah negara independen yang pernah dikuasai secara bergantian
oleh orang Hindu, Budha dan Muslim. Pada 1203 M, Bengali menjadi sebuah negara Islam,dan
sejak saat itu pula pengaruh Islam mulai merambah masuk kewilayah Arakan. Hingga pada
akhirnya pada 1430 M, Arakan menjadi sebuah negara Muslim.yang ditandai dengan
diratifikasinya Perjanjian Yandabo menyebabkan Burma, Arakan dan Tenasserim dimasukkan ke
wilayah British-India. Selama 350 tahun kerajaan Muslim berdiri di Arakan dan Umat Islam
hidup dengan tenang. Namun pada 24 September 1784 M. Raja Boddaw Paya dari Burma
menginvasi Arakan dan menguasainya. Pada 1824-1826 perang Anglo-Burma pertama pecah.
Perang ini berakhir pada 24 Februari 1426. Tahun 1935 diputuskan bahwa Burma terpisah dari
British-India tepatnya mulai tanggal 1 April 1937 melalui keputusan ini pula digabungkanlah
Arakan menjadi bagian British-Burma. Hal ini bertentangan dengan keinginan mayoritas
penduduknya yang beragama Islam dan ingin bergabung dengan India.Hingga pada akhirnya
Arakan menjadi bagian Burma yang merdeka pada Tahun 1948.Tidak seperti etnis lain yang
setidaknya diakui warganegaranya oleh Myanmar, masyarakat Rohingya dianggap sebagai
penduduk sementara.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Talib Ahmad. 2000. Sejarah Myanmar. Kuala Lumpur: Penerbit Dewan Bahasa dan
Pustaka.
Abdullah Zakaria Ghazali & Zulkanaian Abdul Rahman. 2008. Konflik Dunia Abad Ke-20. Dlm.
AbuTalib Ahmad (pnyt.). Rohingya dan Konflik Etnik di Arakan (Rakhine),  hlm. 100-126.
Selangor: Dawama Sdn. Bhd.

Azharudin Mohamed Dali & Azlinariah Abdullah. 2012. Air Mata Kesengsaraan Rohingya:
Identiti,Penindasan dan Pelarian. Kuala Lumpur: Inteam Publishing Sdn. Bhd.

Anda mungkin juga menyukai