Anda di halaman 1dari 11

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Sejarah Islam DiIndonesia Prof. Dr. H. Syamruddin Nasution, M.Ag.

Sejarah Perkembangan Islam di Myanmar

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 11

RIGEL ALMAYFADRI PANGINDRA (12230210520)

RIZKI AMANDA HARAHAP (12230211974)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU
TP.2023/2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam pertama kali tiba di Myanmar pada tahun 1055. Para saudagar Arab yang
beragama Islam ini mendarat di delta Sungai Ayeyarwady, Semenanjung Tanintharyi, dan
Daerah Rakhin. Kedatangan umat Islam ini dicatat oleh orang-orang Eropa, Cina dan Persia.
Populasi umat Islam yang ada di Myanmar saat ini terdiri dari keturunan Arab, Persia, Turki,
Moor, Pakistan dan Melayu. Selain itu, beberapa warga Myanmar juga menganut agama
Islam seperti dari etnis Rakhin dan Shan.

Populasi Islam di Myanmar sempat meningkat pada masa penjajahan Britania Raya,
dikarenakan banyaknya umat Muslim India yang bermigrasi ke Myanmar. Tapi, populasi
umat Islam semakin menurun ketika perjanjian India-Myanmar ditandatangani pada tahun
1941.

Sebagian besar Muslim di Myanmar bekerja sebagai penjelajah, pelaut, saudagar dan
tentara. Beberapa diantaranya juga bekerja sebagai penasehat politik Kerajaan Burma.
Muslim Persia menemukan Myanmar setelah menjelajahi daerah selatan Cina. Koloni
muslim Persia di Myanmar ini tercatat di buku Chronicles of China di 860. Umat muslim asli
Myanmar disebut Pathi dan muslim Cina disebut Panthay. Konon, nama Panthay berasal dari
kata Parsi. Kemudian, komunitas muslim bertambah di daerah Pegu, Tenasserim, dan
Pathein. Tapi komunitas muslim ini mulai berkurang seiring dengan bertambahnya populasi
asli Myanmar. Pada abad ke-19, daerah Pathein dikuasai oleh tiga raja muslim India.

Pada zaman Raja Bagan yaitu Narathihpate (1255-1286), pasukan muslim Tatar
pimpinan Kublai Khan dan menguasai Nga Saung Chan. Kemudian, pasukan Kublai Khan ini
menyerang daerah Kerajaan Bagan. Selama peperangan ini, Kolonel Nasrudin juga
menguasai daerah Bamau.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah perkembangan islam di Nyanmar ?

2. Apa Tanggapan pemerintah terhadap Islam di Myanmar ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Islam di myanmar

2. Untuk mengetahui Tanggapan pemerintah terhadap Islam di Myanmar


BAB II

PEMBAHASAN

SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI MYANMAR

A. Sejarah Masuknya Islam di Myanmar

Jumlah penduduk kaum Muslimin yang terdapat di Myanmar (Birma) kira-kira tujuh juta
orang dan separoh dari mereka berasal dari 2 Arakan yaitu sebuah provinsi di Myanmar arah
Barat Laut yang memiliki tapal batas dengan Negara Banglades. Arakan pada asal mulanya
dinamakan Rohang dan merupakan sebuah bangsa yang berdiri sendiri semenjak permulaan
sejarah dikenal. Karena itulah penduduk yang tinggal disitu disebut orang Rohingya, itulah
penduduk Myanmar.

Agama Islam datang ke wilayah itu diperkirakan kira-kira pad tahun 100 H (masa
pemerintahan Daulah Umayah). Adapun yang membawa dan memperkenalkan agama Islam
pada masyarakat tempatan adalah orang-orang pelaut dan para pedagang yang berasal dari
Timur Tengah pada tahun 1430 M. Dalam perkembangan selanjutnya Rohingya telah
menjadi sebuah kerajaan Islam yang didirikan oleh Sultan Sulaiman Shah dengan bantuan
oraang-orang Bengal. Seabad kemudian nama itu berubah menjadi Arakan. Makanya menjadi
orang Rohingya yang tinggal di Arakan.

Waktu itu setiap orang yang akan diangkat menjadi Raja harus dipilih secara
konstitusional, yaitu orang yang mengerti akan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
agama Islam. Kerajaan Islam itu terus berlanjut sampai tahun 1633 M. Namun setelah itu
tepatnya pada tahun 1784 M Arakan diserbu oleh pasukan pemerintah Birma yang beragama
Budha. Selain Arakan mereka pun menyerbu daerah perbukitan Arakan di sebelah timur,
selanjutnya segala yang bercirikan dan berlambangkan Islam dikikis habis. Sekolah-sekolah
dan madrasah- madrasah diganti menjadi Pagoda.

Hal itu terus berlanjut sampai kedatangan Inggris ke Myanmar pada tahun 1824 M.
Sehingga Arakan itu telah menjadi bagian yang dinamakan India Inggris. Akan tetapi pada
tahun 1936 M Birma telah dipisahkan dari India Inggris dan pada tahun 1948 Arakan
memperoleh kemerdekaanya.1

B. Respons Pemerintah terhadap Islam di Myanmar

Semenjak tahun 1936 M para pemimpin pemerintah Birma yang menganut paham
sosialis telah mengambil sikap yang secara terang- terangan anti-Islam. Oleh karena itu,
mereka menyebarkan benih permusuhan terhadap orang Rohingya yang Beragama Islam
tersebut dengan cara mendorong orang-orang Rakhine dari Arakan untuk mengadakan huru-

1
Syamruddin Nasution, Sejarah islam Asia Tenggara,(Depok: PT RajaGrafindo Persada,2022)h.163-164.
hara dan membunuh 10.000 orang di tahun 1942 M. Karena itu banyak orang-orang Islam
Arakan yang melarikan diri ke Bengal Timur. Dengan demikian mulailah sepi kaum
Muslimin di Arakan.

Pada tahun 1962 M Jenderal Newin mengambil alih kekuasaan dengan cara mencaplok
kekuasaan di Birma, kemudian Jenderal Newin mengeluarkan peraturan yang bertujuan untuk
mengusir setiap orang yang beragama Islam keluar dari Birma dan orang-orang Islam yang
masih tersisa mesti diintegrikan masuk ke dalam masyarakat Budha Selanjutnya partainya
disuruh melakukan propaganda besar-besaran yang bertujuan untuk menuduh orang-orang
Islam sebagai orang-orang yang anti pemerintah dan merupakan orang asing di negara Birma
walaupun mereka sudah tinggal beregenerasi secara berkelanjutan di Birma. Di lain pihak,
kepada militer dan alat-alat kekuasaan lainya diperintahkan untuk menghancurkan segala
sesuatu yang berbau Islam dalam masyarakat dengan melakukan segala bentuk penindasan di
bidang politik, sosial, ekonomi, dan pendidikan.

Pada tahun 1978 M telah dilakukan operasi militer sehingga telah dapat mengusir
300.000 orang Muslim Rohingya keluar dari negeri Birma. Operasi ini mereka namakan
dengan operasi Raja yang kejam Naga. Setelah itu, pada tahun 1982 M telah dikeluarkan
sebuah Undang undang Kewarganegaraan Baru yang isinya, antara lain, menyatakan secara
resmi bahwa warga Negara kaum Muslimin Rohingya bukanlah warga Negara Birma.
Akibatnya, pada tahun 1991 M mereka sebanyak 30.000 orang Muslim Rohingya telah diusir
ke luar negeri. Maka operasi ini dikenal dengan operasi Pithaya. Tindakan-tindakan brutal
yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar (Birma) terhadap orang-orang Muslim Rohingya,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam berbagai aspek, di antaranya;2

1. Aspek Politik dan Sosial Budaya

Kaum Muslim Rohingya di Myanmar negeri mereka sendiri tapi mempunyai pengalaman
yang pahit berkaitan dengan tindakan ketidakadilan politik dan sosial budaya yang mereka
terima selama bertahun-tahun di negeri mereka sendiri. Adapun ketidakadilan yang mereka
rasakan meliputi atas politik yaitu posisi mereka dalam pemerintahan, sosial budaya menjadi
kelas dua, apalagi agama dianggap tidak ada di Myanmar secara keseluruhan posisi mereka
sebagai kelompok minoritas di Myanmar. Pemerintah Myanmar yang sangat diktator
militeristis terus memberlakukan pembatasan-pembatasan hak pada kelompok agama tertentu
dan bahkan melakukan pengawasan yang sangat ketat atas aktivitas gerakan kelompok
minoritas ini.

Oleh karena itu, terhadap kelompok minoritas ini pemerintah yang bekuasa sering
memberlakukan larangan-larangan dan kewajiban- kewajiban tertentu. Seperti pemerintah
melarang pembentukan perserikatan atau perkumpulan, juga melarang adanya gerakan yang
mau mempertanyakan tentang hak-hak buruh. Masyarakat dipekerjakan sebagai penjaga pintu
bagi kalangan militer. Tidak jarang, mereka pesuruh ini mendapat perlakukan kasar dan tidak

2
Syamruddin Nasution, Sejarah islam Asia Tenggara,(Depok: PT RajaGrafindo Persada,2022)h.164-165.
ada rasa kemanusiaan sehingga sakit bahkan mati merupakan hal yang biasa dalam
keseharian mereka.

Dalam hal pengurusan kewarganegaraan, pemerintah tidak berlaku adil karena tidak
mengakui status kewarganegaraan kaum Rohingya. Juga dominasi militer dalam tubuh
pemerintahan Myanmar ternyata tidak sedikit membawa dampak negatif yang tidak sedikit.
Meskipun ada dalam Undang-undang Myanmar pasal 12 dan pasal 147 bahwa pemerintah
menjamin kesetaraan dalam hukum tanpa melihat status sosial, ras. Agama, jenis kelamin.
Namun pada kenyataanya di Myanmar telah terjadi penggaran besar-besaran atas kesetaraan
itu.3

2. Aspek Agama

Dalam bidang agama secara umum, pemerintah telah membuat kebijakan dan peraturan
bahwa memberikan kebebasan kepada penduduk untuk menjalankan agama mereka masing-
masing. Tetapi dalam kenyataanya, pemerintah menerapkan banyak larangan khususnya
kepada kelompok minoritas. Seperti kitab suci Al-Qur'an yang sudah diterjamahkan ke dalam
bahasa lokal tidak boleh diimpor secara legal. Izin untuk mendirikan masjid sangat sulit
didapatkan. Hal ini dapat diketahui ada berkaitan erat dengan rencana pemerintah untuk
mendirikan bangunan multi guna (serba guna) untuk menjadi tempat ibadah, secara bersama
antara Islam dan Budha.

Pemerintah yang diktator juga mengeluarkan kebijakan yang kontraversial bagi


kelompok minoritas yaitu mengharuskan kelompok Muslim minoritas untuk ikut serta
membangun Pagoda. Pemerintah menyatakan bahwa dana pembangunanya secara sukarela
yang diwajibkan kepada penganut agama Budha non-Budha dan termasuk Islam Rohingya.
Ironisnya dana sukarelan tetapi diwajibkan. Apabila kaum Muslimin tidak memberikanya
maka ada konsekwensi lain yang harus ditanggungnya.

Dalam hal bepergian keluar negeri untuk melaksanakan ibdah Haji atau untuk
menghadiri pertemuan keagamaan di luar negeri sebenarnya dibolehkan. Tetapi dalam
kenyataanya, pembatasan, pengawasan yang sangat ketat dan kesulitan lainya selalu
menghadang kelompok minoritas Muslim. Kaitan dengan itu, sulit mengurus visa, sulitnya
pengurusan paspor dibatasi dengan singkat masa berlaku paspor.

Contoh lainya, seperti kasus yang menimpa kalangan Muslim Myamnar harus
menyerahkan tanah mereka kepada pemerintah Myanmar untuk kepentingan negara, bahkan
dengan alasan menyambut tahun kunjungan wisata Myanmar 1996 M banyak tempat
bersejarah. seperti tempat peribadatan kaum kelompok minoritas, tempat perkumpulan,
komplek pemakaman khusus umat Islam di Loikaw digusur dan dibersihkan dengan alasan
mengganggu keindahan kota yang dapat merusak nuansa kunjungan wisatawan dalam wisata
Myanmar 1996.

Pola-pola diskriminasi agama, sosial dan budaya yang dialami oleh kelompok minoritas
Muslim Muanmar tersebutlah yang pada dasarnya menimbulkan perlawanan, berupa protes
3
Syamruddin Nasution, Sejarah islam Asia Tenggara,(Depok: PT RajaGrafindo Persada,2022)h.165.
dan penolakan dari kalangan minoritas Muslim di Myanmar atau menghindari dari
ketidakadilan itu dengan melakukan imigrasi ke negara tetangga Bangladesh.4

3. Aspek Ekonomi

Di wilayah Arakan utara yang menoritas berpenduduk Muslim pemerintah menekankan


suatu aturan baru yang menyebabkan terjadi kerugian besar bagi masyarakat Rohingya.
Peraturan baru itu menyebutkan bahwa petani, buruh pemotong kayu dan bambu dan pekerja
agrobisnis harus menjual hasil produksi mereka kepada agen yang telah ditentukan
pemerintah dengan harga yang sudah ditentukan. Sebaliknya, mereka dilarang menjual
produknya kepada orang lain. Untuk memperoleh fasilitas seperti itu, maka para agen mesti
mengeluarkan uang yang banyak yang diserahkan kepada pemerintah.

Rezim Militer Yangoon menginginkan agar wilayah Arakan terisolir dari wilayah luar,
maka berbagai cara mereka lakukan untuk memenuhi keinginan mereka tersebut. Misalnya
pada tanggal 20 Oktober 1999 kapal mesin yang membawa barang berharga yang bernilai
lebih dari 80 juta kepunyaan rakyat ditangkap oleh geng tentara dimulut sungai Mayu di
pantai Bengal. Menurut sumber yang dapat dipercaya tentara tersebut merampas barang itu
dan selanjutnya menenggelamkan kapal itu dengan cara membakarnya.

Selanjutnya pada tanggal 29 Oktober 1999 anggota angkatan laut yang sedang bertugas
di Pantai Pulau Akyab menangkap kapal ikan bernama Kyaw Win, mereka kemudian
merampas jaring ikan beserta hasil tangkapanya (kebanyakan udang). Beberapa hari
kemudian tangal 2 Nopember 1999 pasukan penjaga perbatasan (Na Sa Ka) menembak kapal
ikan yang tengah bekerja di sungai Naf, yang berbatasan dengan Myanmar Bangladesh,
akibatnya seorang Muslim Rohingya terluka dan yang lain kabur melarikan diri. Pasukan Na
Sa Ka mendekati kapal ikan itu dan merampas ikan hasil tangkapanya. Oleh karena itu,
berbagai hambatan ekonomi sengaja dibuat oleh menguasa agar masyarakat Arakan tidak
mempunyai kekuatan melawan pemerintah.

Kondisi di atas diperparah lagi dengan kewajiabn berbagai macam pungutan pajak; bila
musim panen para petani diwajibkan hasil panenya kepada pemerintah dengan harga yang
sudah ditetapkan. Lebih parahnya agi, pajak tenah tersebut dipungut berdasarkan luas tanah
yang dimiliki petani bukan berdasarkan pendapatan, sehingga jika tahahnya gersang dan tidak
banyak menghasilkan padi pemerintah tetap memberlakukan pajak berdasarkan luas tanah,
sehingga banyak petani Rohingya yang tidak mampu membayar pajak tersebut.

Sejak tahun 1992 ada lagi kewajiban pajak baru bagi masyarakat Rohingya yang lebih
membuat petani lebih menderita karena seluruh bentuk usaha dipajaki oleh pemerintah yaitu
membayar pajak cabe, tidak perduli apakah mereka menanam cabe atau tidak, pokoknya
pajak cabai harus dibayar ke pemerintah. Sebaliknya, bagi yang beli cabai harus belinya ke
pemerintah dengan harga 80 kyat setahun. Sedangkan kambing dikenakan pajak 30 kyat
setahun. Selain itu bagi masyarakat Rohingya harus bayar izin bepergian kadari kampong ke
4
Syamruddin Nasution, Sejarah islam Asia Tenggara,(Depok: PT RajaGrafindo Persada,2022)h.166-167.
kampong atau ke pasar menjual hasil tanamanya yang mereka punya. Sampai di pasar sering
militer datang dan mengambil barang para petani tanpa mau membayar yang mereka ambil.

Memang penguasa militer Myanmar sering kali menerapkan pajak yang tidak dikenakan
kepada masyarakat umum. Contoh pada minggu pertama Juli 2000, penguasa mewajibkan
kepada semua penduduk Muslim Rohingya di Maugdaw untuk membayar pajak setiap pohon
buah pinang sebesar 2500 kyat pertahun dan setiap pohon kelapa 5000 kyat pertahun. Lebih
dari itu ditambah lagi bagi setiap penduduk Royingya membayar pajak rumah tempat tinggal
sendiri. Rumah dengan atap seng dibayar dengan pajak tinggi dan kepada setiap Muslim yang
tidak mau membayar pajak tersebut diancam dengan hukuman berat. Sementara itu kepada
setiap penduduk non-Muslim tidak dikenakan berbagai macam pajak ini. Terhadap berbagai
macam pajak tersebut sudahlah pasti sangat memberatkan penduduk Muslim. Sehingga
mereka sampai mengeluh dan berkata "pajak apa lagi yang ditanggung besok"

Dari berbagai macam pajak kebijakan pemerintah di atas dapat diketahui nampaknya ada
konspirasi terhadap penduduk kaum Muslimin agar mereka mengalami kesulitan hidup dan
kelaparan untuk selanjutnya meninggalkan rumahnya pindah dari tempat itu. Karena pada sisi
lain sehubungan dengan itu ada rencana pemerintah meningkatkan jumlah pemukiman Budha
di tempat tersebut agar terjadi perubahan demografi pada akhirnya perkembangan penduduk
Muslim Rohingya terhenti disitu dan diganti dengan penduduk Budha. Dengan melakukan
berbagai macam pajak pada giliranya ingin menghabiskan sisa-sisa penduduk Muslim disitu.

Selanjutnya, militer mulai membangun ratusan pagoda di perbatasan kota Maugdaw dan
Buthidaung tempat tinggal sekitar 95- 97% kaum Muslim, dan pemukiman ini sengaja
dibangun disitu untuk pemukiman baru (permnas) untuk menggantikan penduduk Muslim
Arakan. Para penduduk Muslim diminta mengosongkan rumah mereka sendiri dan kemudian
dikuasai oleh para militer negara. Akibatnya banyaklah mereka menjadi pengungsi di negara
orang Bangladesh karena diusir dari Negara sendiri. Kebijakan lain, militer negara merampas
tanah yang ditinggalkan penduduk Muslim dan dibagikan kepada pemukim atau penduduk
baru.

Kemudian, bagi kaum Muslim yang masih tinggal mereka dipaksa untuk menyediakan
segala sesuatu yang diperlukan oleh pemukiman baru dengan upah gratis, seperti
pembanguan rumah, membuat jalan, membangun pagoda, membangun kuil, membuat akses
jalan ke tanah pertanian dan perkebunan, dan keperluan lain yang dibutuhkan oleh
pemukiman baru. Pemukiman ini berkembang di sekitar pemukiman- pemukiman Muslim
terutama di jalan-jalan yang strategis. Di sisi lain, penguasa militer Negara melarang dengan
keras kepada orang Muslim yang ingin mernovasi atau memperbaiki masjid yang sudah ada,
sekolah- sekolah agama, dan penginggalan sejarah Islam lainya, bahkan ada beberapa masjid
dan pusat-pusat kegiatan keagamaan dihancurkan.

Secara rutin penguasa militer negara menyita kekayaan, harta dan bahkan makanan
dengan menggunakan cara yang berlebihan untuk memperoleh apa yang mereka inginkan.
Adapun orang Rohingya ini kebanyakanya adalah buruh kasar. Mereka terkdang bekerja
saharian tanpa memperoleh upah yang berarti bahkan tidak cukup untuk membeli makan
untuk seluruh keluarganya, untuk keluarganya. sendiripun masih kurang, alih-alih ada pula
yang merampasnya. Jenis pekerjaan merekapun sangat tergantung pada pertanian, hal itu
yang mereka bisa dan selama musim kering (Desember-Juli) tidak banyak yang
membutuhkan pekerjaan.

Pada masa dulu, jika musim kering tiba orang Rohingya akan pergi ke kota atau ke
tempat lainya untuk mencari pekerjaan. Tetapi semenjak 1991, mereka tidak boleh bepergian
lagi sebagai pilihan untuk memperoleh sumber pendapatan. Dalam kondisi seperti ini mereka
disuruh kerjapaksa tanpa upah untuk mendirikan berbagai bangunan untuk para pemukiman
baru dan keadaan ini sangat tidak menguntungkan bagi masyarakat Muslim Rohingya.
Mereka pun protes kepada penguasa Militer, akibatnya mereka ditangkap, disiksa, dan
bahkan banyak yang dibunuh penguasa militer Negara. Bagi mereka yang tidak berani protes
disuruh kerja paksa membangun rumah pemukiman baru tanpa upah.

Sikap diskriminasi penguasa militer terhadap kaum Muslim Rohingya ini ternyata ikut
menimbulkan prasaan anti pati terhadap Muslim di kalangan rakyat dan para Biksul di
berbagai wilayah tempatan orang Rohingya Myanmar, sehingga pada bulan Maret 1997,
misalnya penguasa militer tidak berbuat apa-apa, ketika para Muslim diserang oleh para
biksul Budha di berbagai tempat termasuk di dua kota Rangoon dan Mandalay. Kemudian
para biksul tersebut mengobrak- abrik rumah tempat ibadah dan mengambil kekayaan orang
Muslim. Ketika itu, paling tidak ada 42 rumah ibadah atau masjid kaum Muslimin yang
dirusak dan dihancurkan. Jadi, perasaan anti Muslim itu, sampai saat ini masih kuat di
seluruh negeri Myanmar.

Akibat dari berbagai hal kebencian penguasa militer dan rakyatnya terhadap penduduk
negerinya sendiri yang beragama Islam yang telah dijelaskan di atas maka saat ini masih ada
sekitar 20.000-an jiwa kaum Muslim penduduk Myanmar yang tinggal di Karen (tempat
pengungsian) karena mereka terpaksa mengungsi dari rumahnya dan tinggal di dekat
perbatasan propinsi Tak Thailand. Mereka adalah penduduk asli Thailand.

Tailand telah melihat kondisi ini, penguasa militer mengtakan bahwa mereka tidak
diperbolehkan kembali ke Tailand sampai mereka melepaskan kepercayaan agamanya dan
menggantikanya dengan ajaran Budhisme. Sementara itu sekitar 22.000 jiwa pengungsi
Rohingya masih menunggu penyelesaian dipulangkan dari Bangladesh. Masyarakat sendiri
berharap agar kiranya Bangladesh bisa berperan lebih aktif menyelesaikan masalah
pengungsi ini dengan melibatkan dunia Internasional.

Sebenarnya sudah lama masyarakat Muslim Rohingya ingin memisahkan diri dari
kekuasaan pemerintah Myanmar. Karena mengingat latar belakang mereka yang berbeda dari
dulunya serta perlakuan pemerintah pusat yang diskriminatif sepanjang masa. Dulu
pemerintah Yangon pernah menjanjikan adanya "otonomi daerah". Tapi dari tahun 1960
sampai 1962, Muslim Rohingya sudah berulang kali berusaha memperjuangkan status khusus
Wilayah Arakan, terutama distrik Maungdaw dan Buthidaung. Hal ini sebagai reaksi
langsung dari pernyataan U Nu, pada pemilihan umum April 1960, bahwa bila partainya
menang maka dia akan memberikan "otonomi" kepada wilayah Arakan dengan tetap sebagai
bagian dari wilayah Negara Myanmar.

Ketika kemudian pemilu dimenangkan oleh U Nu dia menunjuk suatu komite untuk
mengurus seluruh permasalahan yang terjadi. Komite kemudian menyatakan bahwa wilayah
Muslim adalah suatu kelompok yang berbeda dengan wilayah mayoritas dan perlu diciptakan
wilayah otonom yang langsung di bawah pemerintahan Yangoon. Walaupun demikian
sebenamya U Nu lebih cenderung mengembangkan kesejahteraan yang berorientasi kepada
ajaran Budha. Program yang dicanangkanya itu dikenal dengan sebutan "Pyidowtha".

Harapan yang dijanjikan partai U Nu pada pemilihan umum 1960 tidak menjadi
kenyataan dalam kebijakan pemerintah, bahkan sampai hari ini otonomi itu tidak pernah
terwujud dalam sebuah kenyataan, bahkan yang terjadi sebaliknya, ada usaha-usaha yang
dilakukan oleh pemerintah Yangoon untuk melenyapkan masyarakat Rohingya. Hal ini
dibuktikan oleh adanya perlakuan yang diskriminatif di berbagai bidang kehidupan sehari-
hari dalam pemerintahan Yangoon. Akibatnya, penderitaan masyarakat Muslim Rohingya
tetap berkepanjangan dan berkelanjutan sampai hari ini di negeri mereka sendiri.5

5
Syamruddin Nasution, Sejarah Islam Asia Tenggara,(Depok: PT RajaGrafindo Persada,2022)h.167-171.
BAB III

PENUTUPAN

Agama Islam datang ke wilayah itu diperkirakan kira-kira pad tahun 100 H (masa
pemerintahan Daulah Umayah). Adapun yang membawa dan memperkenalkan agama Islam
pada masyarakat tempatan adalah orang-orang pelaut dan para pedagang yang berasal dari
Timur Tengah pada tahun 1430 M. Dalam perkembangan selanjutnya Rohingya telah
menjadi sebuah kerajaan Islam yang didirikan oleh Sultan Sulaiman Shah dengan bantuan
oraang-orang Bengal. Seabad kemudian nama itu berubah menjadi Arakan. Makanya menjadi
orang Rohingya yang tinggal di Arakan.

Pada tahun 1962 M Jenderal Newin mengambil alih kekuasaan dengan cara mencaplok
kekuasaan di Birma, kemudian Jenderal Newin mengeluarkan peraturan yang bertujuan untuk
mengusir setiap orang yang beragama Islam keluar dari Birma dan orang-orang Islam yang
masih tersisa mesti diintegrikan masuk ke dalam masyarakat Budha Selanjutnya partainya
disuruh melakukan propaganda besar-besaran yang bertujuan untuk menuduh orang-orang
Islam sebagai orang-orang yang anti pemerintah dan merupakan orang asing di negara Birma
walaupun mereka sudah tinggal beregenerasi secara berkelanjutan di Birma. Di lain pihak,
kepada militer dan alat-alat kekuasaan lainya diperintahkan untuk menghancurkan segala
sesuatu yang berbau Islam dalam masyarakat dengan melakukan segala bentuk penindasan di
bidang politik, sosial, ekonomi, dan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Syamruddin. 2022. Sejarah Islam Asia Tenggara. Depok: PT RajaGrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai