Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

ASAL-USUL BUDAYA BANJAR II:

ISLAM MASUK KE KALSEL DAN SALURAN-SALURAN ISLAMISASI

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Islam Lokal

Dosen Pengampu

Prof. Dr. H. A. Hafiz Anshary AZ., MA

Disusun Oleh:
Kelompok 2
M. Riza Fahlupi 210105010129
Adi Tri Setiawan 210105010
Lokal: ES21B
Moderator:

EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN
1445 H/ 2023 M
PENDAHULUAN

Terdapat bermacam jenis teori mengenai masuknya agama islam ke


nusantara, yang mana teori tersebut telah di kemukakan oleh para ahli. Secara
umum, pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tersebut terbagi menjadi empat
teori besar, yakni Teori Gujarat atau Teori India (abad ke-13 M), Teori Mekkah
atau Teori Arab (abad ke-7 M), Teori Persia atau Teori Baghdad (ke-10 M), serta
Teori China (ke-9 M). Dari beberapa teori mengenai masuknya islam ke
nusantara, teori yang paling relevan adalah teori Arab. Teori Arab didukung oleh
argumentasi dari Buya Hamka dan Syed Hussein Naquib al-Attas. Menurut teori
Arab, islam masuk ke nusanatara pada abad ke-7 Masehi yang dibawa langsung
oleh pedagang dan ahli tasawuf dari Arab yang sengaja datang ke nusantara untuk
melakukan proses perdagangan sambil menyebarkan agama islam di Nusantara.

Jika dari sudut pandang berbagai teori yang di kemukakan para ahli
tersebut dipakai untuk mengkaji proses islamisasi pada wilayah Kalimantan
selatan, maka ada sebuah cara yang bisa digunakan yaitu dengan mencatat asal
beserta nama- nama siapa saja penyebar agama di wilayah kalimantan selatan
tersebut. Dalam historiografi lokal dan dilihat dari sudut pandang sebaran makam
para ulama penyebar islam di daerah Kalimantan selatan, didapati beberapa nama
ulama asal yang populer di lapisan komunitas di wilayah Kalimantan selatan
antara lain Khatib Dayyan dan Sunan Ampel atau Raden Rahmat.

Dengan masuk dan berkembangnya agama islam ke nusantara tentunya


juga berdampak pada penyebaran agama islam diseluruh wilayah yang ada di
nusantara termasuk wilayah Banjarmasin. Sejak pada akhir abad ke-15, runtuhnya
kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di nusantara maka kehidupan masyarakat
nusantara mengalami perubahan dalam berbagai aspek. Aspek perubahan yang
terpenting adalah terbukanya ruang untuk perkembangan agama Islam.
PEMBAHASAN

1. Masuknya Islam Di Kalimantan Selatan


A. Kerajaan Hindu

Sudah umum diketahui bahwa sebelum masuknya agama Islam, di


Kalimantan telah ada Kerajaan Hindu yaitu Kerajaan Negara Dipa yang
berpusat di Amuntai dan Kerajaan Negara Daha yang berpusat di Nagara.
Bukti yang dapat disebutkan adalah adanya situs Candi Agung di Amuntai dan
Candi Laras di Margasari. Kedua candi kemungkinan dibangun oleh Empu
Jatmika dan rombongannya. Empu Jatmika memiliki putra yaitu Lambung
Mangkurat dan Empu Mandastana. Karena merasa tidak berhak menjadi raja,
mereka mendatangkan Pangeran Suryanata dari Majapahit untuk menjadi raja,
dengan mengawini Putri Junjung Buih. (Tahir, 20-- : 49)

Setelahnya raja-raja yang memimpin Kerajaan Daha dan Dipa beragama


Hindu, maka kemungkinan besar rakyat Banjar ketika itu juga menganut
agama yang sama. Tetapi diperkirakan agama Hindu tidak begitu kuat berurat
berakar di kalangan masyarakat. Yang lebih kuat adalah kepercayaan
Animisme dan Dinamisme warisan nenek-moyang, yang unsur-unsurnya
masih terasa sampai sekarang, meskipun boleh dikatakan seratus persen orang
Banjar sudah beragama Islam. Adanya sejumlah tradisi, upacara ritual dan
kepercayaan yang bernuansa sinkretisme dan mistisisme di kalangan
masyarakat Banjar menunjukkan betapa kuatnya kepercayaan pra Islam
mempengaruhi keberagamaan masyarakat Banjar.

B. Masuknya Islam Di Kalimantan Selatan

Ada banyak pendapat tentang masuknya islam di Kalimantan Selatan. Gt


Abdul Muis mengatakan Islam masuk Banjar tahun 1503, walau selisih
dengan pendapat lain, tapi tidak sampai 10 tahun. Artum Artha mengatakan
lebih dahulu lagi, yaitu tahun 1250 M, berkembang tahun 1295, karena tahun
1400-1500-1525 sudah mempunyai pemerintahan yaitu Kesultanan Banjar
pimpinan Sultan Suriansyah. Menurutnya Islam pertama kalinya dibawa oleh
penyebar Islam dan pedagang Arab dari Gujarat, Tumasik (Singapura) dan
Malaka, dan kedua disebarkan pedagang Cina muslim dan ahli kebudayaan.
Menurut Hadiatsyah Thalib, jika Jawa Barat sudah Islam tahun 1527, dan
tahun tahun 1535 seluruh pantai Utara Jawa juga sudah Islam, maka besar
kemungkinan Banjar sudah Islam tahun 1527, atau mungkin sebelum tahun
1523, atau sebelumnya lagi tahun 1500, namun hanya dianut oleh orang
perorangan. (Basuni, 2010 : 39)

Mengingat beragamnya pendapat tentang masuknya Islam di Kalimantan


Selatan. Maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

1) Tersebarnya Islam di tanah Banjar Kalimantan Selatan sebenarnya


terjadi lama sebelum berdirinya Kerajaan Islam Banjar di Banjarmasin.
Diperkirakan Islam sudah masuk daerah ini di pertengahan atau
penghujung abad ke14 M.
2) Pembawa atau penyiar Islam adalah para ulama dan pedagang yang
aktif berdagang antara Singapura dan Malaka, Pasei, Aceh, dengan
tanah Banjar Marabahan yang sudah terkenal sebagai bandar yang
ramai sejak masa pemerintahan Kerajaan Ngara Daha yaitu Pangeran
Sekar Sungsang dan Pangeran Tumenggung.
3) Berdirinya kerajaan Islam di Demak sekitar tahun 1500 M, di mana
kemudian berkembang sejumlah pelabuhan dan pusat perdagangan di
Tuban, Gresik, dan Surabaya yang menjalin hubungan erat dengan
Banjar, mempercepat berdirinya Kerajaan Islam Banjar dan
tersebarnya agama Islam.
4) Penggunaan bahasa Melayu (Arab-Melayu/Pegon) dalam kitab-kitab
Sabilal Muhtadin dan Parukunan, menunjukkan eratnya hubungan
kebudayaan antara Islam Banjar dengan Melayu Sumatra dan Malaka.
Bahkan surat permohonan bantuan Pangeran Samudra kepada Sultan
Demak juga menggunakan tulisan Arab Melayu dengan bahasa Banjar,
yang berarti tulisan Arab Melayu dan bahasa Banjar sudah dikenal dan
digunakan di Kerajaan Banjar.

Ada versi lain mengatakan, Islam masuk ke tanah Banjar sama dengan
masuknya Islam ke beberapa wilayah lainnya di Nusantara seperti Pasai, Aceh dan
Jawa. Islam dibawa oleh para pedagang yang berasal dari Arab, Persia dan Gujarat
India. Ada juga yang mengatakan bahwa di antara Walisongo, yaitu Sunan
Bonang dan Sunan Giri, pernah datang ke tanah Banjar ini untuk berdagang
sekaligus menyiarkan agama Islam. Versi yang menonjol, Islam datang dari
Demak, bersamaan dengan tentara Kesultanan Demak yang datang membantu
Pangeran Samudra yang mendirikan Kesultanan Banjar ketika berperang melawan
Pamannya Pangeran Tumenggung, Raja terakhir Negara Daha. Setelah
memenangkan peperangan, Pangeran Samudra diislamkan oleh Khatib Dayyan,
dan ada ulama dari Arab yang juga dating dan mengganti nama Pangeran Samudra
menjadi Sultan Suryanullah atau Sultan Suriansyah. Versi ini menegaskan bahwa
masuknya Islam ke tanah Banjar seiring dengan diproklamasikannya pendirian
Kesultanan Banjar pada 24 September 1526, dengan ibukotanya Banjarmasin
yang hingga sekarang menjadi tanggal Harijadi Kota Banjarmasin.

Pendapat ini dapat dilihat dari pernyataan Johannes Cornelis Noorlandes,


namun ia menyebut tahunnya adalah 1550. Kemudian Johannes Mallinckrodt
menyebut Islam masuk Banjar dan berkembang di Masa Sultan Suriansyah,
tahunnya 1540. Persoalan tahun ini tentu menjadi kontroversi sebab berbeda
dengan pendapat banyak pakar, termasuk sejarawan Banjar Idwar Saleh yang
telah melakukan penelitian hingga ke negeri Belanda dan menyebut pendirian
kota Banjarmasin tahun 1526.

Memang di masa-masa awal sempat terjadi perang saudara antara


Pangeran Samudra (Sultan Suriansyah) dengan pamannya Pangeran Tumenggung,
tetapi peperangan ini lebih merupakan perang politik untuk memperebutkan dan
mempertahankan tahta kerajaan Negara Daha dengan kemunculan Kesultanan
Banjar. Setelah Pangeran Samudra memenangkan peperangan atas bantuan
Kesultanan Demak, kemudian masuk Islam dan menjadikan Islam sebagai agama
resmi di wilayah Kesultanan Banjar, agama Islam tersebar dengan cepat dan
berlangsung secara damai, karena rakyat Banjar dengan sukarela mengikuti agama
rajanya. (Rizali, 2015: 10)

Kerajaan Islam (Kesultanan Banjar) merupakan titik awal dalam


penyebaran agama Islam di Kalimantan, terutama Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Ketika Kesultanan Banjar yang
diperintah oleh Sultan Suriansyah dan seterusnya menuju masa kejayaannya,
besar sekali pengaruhnya terhadap masyarakat Kalimantan. Hal ini terbukti dari
beberapa nama untuk pulau Kalimantan ini, seperti Pulau Goyang, Bagawan Bawi
Lewu Telo, Tanjung Negara, Brunei dan Borneo, ternyata nama Kalimantan yang
disepakati sampai sekarang, karena nama Kalimantan ini muncul atau diberi nama
pada masa pemerintahan Islam Banjar. (Isa, 2003: 2)

Sejarah masuknya Islam di Kalimantan Selatan berlangsung secara cepat


dan damai. Yusliani Noor mencatat sejak abad ke-15 komunitas Dayak Ngaju di
Barito sudah menerima Islam dan mendukung dakwah Islamiyah, yang kemudian
bertransformasi menjadi suku Bakumpai. Komunitas Dayak Ma’anyan di Kelua
dan Tabalong sebagian besar juga menerima Islam, bersamaan dengan komunitas
Dayak Bukit di Tapin Rantau dan Kandangan yang menerima Islam sejak abad ke-
17. Selanjutnya komunitas Dayak Lawangan menerima Islam sejak akhir abad ke-
18 dan komunitas Dayak Bukit di Riam Kanan menerima Islam di abad ke-19. Di
antara anggota suku-suku itu bahkan ada yang berkesempatan mendapatkan
pendidikan agama Islam hingga ke Haramain dan menjadi ulama. Setelah kembali
ke tanah air mereka juga menjadi juru dakwah Islam yang handal dan memiliki
banyak pengikut. (Yusliani, 20--: 445)

Anda mungkin juga menyukai