1. Teori Gujarat. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran para pedagang
India muslim pada sekitar abad ke-13 M.
2. Teori Mekah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para
pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M.
3. Teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam
perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke Nusantara sekitar abad ke-13 M.
Baik teori Gujarat maupun teori Persia, keduanya sama-sama menetapkan bahwa Islam masuk di
Nusantara pada abad ke 13 M. Namun teori Mekah menetapkan kedatangan Islam ke Nusantara jauh
sebelum itu, yaitu pada abad ke 7 M, saat Rasulullah masih hidup.
Secara ilmiah, teori Mekah yang menyatakan Islam masuk ke Nusantara lebih awal, lebih penting
untuk dibuktikan. Jika bukti-bukti teori Makah telah diangggap memadai dan ilmiah, maka teori lain
yang menyatakan kedatangan sekitar abad 13 M., tidak perlu lagi dibuktikan. Oleh karena itu, uraian
berikut terkait dengan beberapa bukti yang mendukung teori Mekah yaitu berikur seperti ini.
1. Menurut sejumlah pakar sejarah dan arkeolog, jauh sebelum Nabi Muhammad saw. menerima
wahyu, telah terjadi kontak dagang antara para pedagang Cina, Nusantara, dan Arab. Jalur
perdagangan selatan ini sudah ramai saat itu.
2. Peter Bellwood, Reader in Archaeology di Australia National University, telah melakukan banyak
penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia Tenggara, dan menemukan bukti-bukti yang
menunjukkan bahwa sebelum abad kelima masehi (yang berarti Nabi Muhammad saw. belum
lahir), beberapa jalur perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan
Nusantara dengan Cina. Temuan beberapa tembikar Cina serta bendabenda perunggu dari
zaman Dinasti Han dan zaman-zaman sesudahnya di selatan Sumatera dan di Jawa Timur
membuktikan hal ini.
3. Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara-terutama Sumatera dan Jawa-dengan Cina juga
diakui oleh sejarawan G.R. Tibbetts. Ia menemukan bukti-bukti adanya kontak dagang antara
negeri Arab dengan Nusantara saat itu. “Keadaan ini terjadi karena kepulauan Nusantara telah
menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak
abad kelima Masehi, “ tulis Tibbets. Jadi peta perdagangan saat itu terutama di selatan adalah
ArabNusantara-China.
4. Ditemukannya perkampungan Arab muslim di Barus pada abad ke-1 H./7 M. Berdasarkan sebuah
dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa sekitar tahun 625 M (sembilan tahun
setelah Rasulullah berdakwah terang-terangan), di pesisir pantai Sumatera sudah ditemukan
sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih berada dalam kekuasaan wilayah Kerajaan
Buddha Sriwijaya. Di perkampungan-perkampungan ini, orangorang Arab bermukim dan telah
melakukan asimilasi dengan penduduk pribumi dengan jalan menikahi perempuan-perempuan
lokal.
Selaras dengan zamannya, saat itu umat Islam belum memiliki mushaf alQur'an, karena mushaf baru
selesai dibukukan pada zaman Khalifah Usman bin Affan pada tahun 30 H atau 651 M. Sebab itu,
cara berdoa dan beribadah lainnya pada saat itu diyakini berdasarkan ingatan para pedagang Arab
Islam yang juga termasuk para hufaz atau penghapal al-Qur'an.
Dari berbagai literatur diyakini bahwa kampung Islam di daerah pesisir Barat Pulau Sumatera itu
bernama “Barus” atau yang juga disebut Fansur. Kampung kecil ini merupakan sebuah kampung
kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, sekitar 414 kilometer selatan Medan.
Amat mungkin Barus merupakan kota tertua di Indonesia, mengingat dari seluruh kota di Nusantara
hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh literatur-literatur Arab, India,
Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan sebagainya.
Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani
yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di
pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal
menghasilkan wewangian dari kapur barus. Bahkan dikisahkan pula bahwa kapur barus yang diolah
dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat
pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5. 000 tahun sebelum Masehi!
1. Berdasakan buku Nuchbatuddarkarya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal
masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-7M. Sebuah makam kuno di kompleks
pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 M.
2. HAMKA menyebut bahwa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674
M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir
Barat Sumatera. Ini sebabnya, HAMKA menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah
pandangan orang tentang sejarah masuknya agama Islam di Tanah Air. HAMKA juga
menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia
Islam di Princetown University di Amerika.
3. Sejarahwan T. W. Arnold dalam karyanya The Preaching of Islam(1968) juga menguatkan
temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh mubalighmubaligh Islam asal jazirah Arab ke
Nusantara sejak awal abad ke-7 M.
4. Sebuah Tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Perancis yang
bekerja sama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-
Barus, telah menemukan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi, Barus telah menjadi sebuah
perkampunganmulti etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil,
Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya. Pada tahun 674 M semasa
pemerintahan Khilafah Utsman bin Affan, mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke
tanah Jawa yaitu ke Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini
adalah raja Jay Sima, putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam.
5. Dalam Seminar Nasional tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan tahun 1963, para ahli
sejarah menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-1 H. (abad ke-7 M) dan
langsung dari tanah Arab. Daerah yang disinggahi adalah pesisir Sumatra. Islam disebarkan oleh
para saudagar muslim dengan cara damai.
6. Ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, abad ke-11 M. yang berarti jauh
sebelum itu sudah terjadi penyebaran agama Islam, terutama di daerah pesisir Sumatera, karena
yang menyebarkan Islam di Jawa adalah para mubalih dari Arab dan dari Pasai.
Sikap dan perbuatan mereka yang baik, kepandaian yang lebih tinggi, kebersihan jasmani
dan rohani, sifat kedermawanan serta sifat-sifat terpuji lainnya yang mereka miliki
menyebabkan para penduduk hormat dan tertarik pada Islam, lalu tertarik masuk Islam. Para
mubalig Islam pada waktu itu, tidak hanya berdakwah terhadap para penduduk biasa, tetapi
juga kepada raja-raja kecil yang ada di bandar-bandar sepanjang Sumatera Utara. Ketika
raja-raja tersebut masuk Islam, rakyat mereka pun kemudian banyak yang masuk Islam.
Hingga akhirnya berdiri kerajaan Islam pertama, yaitu Samudra Pasai.Kerajaan ini berdiri
pada tahun 1261 M, di pesisir timur Laut Aceh Lhokseumawe (Aceh Utara), rajanya bernama
Marah Silu, bergelar Sultan Al-Malik As-Saleh. Beliau menikah dengan putri Raja Perlak yang
memeluk agama Islam. Samudra Pasai semakin berkembang dalam bidang politik, ekonomi,
dan kebudayaan. Hubungannya dengan pelabuhan Malaka, yang waktu itu sudah menjadi
kerajaan kecil, semakin ramai, sehingga di tempat itu pun sejak abad ke-14 Masehi telah
tumbuh dan berkembang masyarakat Islam. Seiring dengan kemajuan kerajaan Samudra
Pasai yang sangat pesat. pengembangan agama Islam pun mendapat perhatian dan
dukungan penuh. Para ulama dan mubalignya menyebar ke seluruh Nusantara, ke
pedalaman Sumatera, pesisir barat dan utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Ternate, Tidore,
dan pulau-pulau lain di kepulauan Maluku. Itulah sebabnya di kemudian hari Samudra Pasai
terkenal dengan sebutan Serambi Mekah.
2. Jawa
Penemuan nisan makam Siti Fatimah binti Maimun di daerah Leran/Gresik yang wafat tahun
1101 M dapatlah dijadikan tonggak awal kedatangan Islam di Jawa. Hingga pertengahan
abad ke-13, bukti-bukti kepurbakalaan maupun berita-berita asing tentang masuknya Islam di
Jawa sangatlah sedikit. Baru sejak akhir abad ke-13 M hingga abad-abad berikutnya,
terutama sejak Majapahit mencapai puncak kejayaannya, bukti-bukti proses pengembangan
Islam ditemukan lebih banyak lagi. Adanya proses penyebaran Islam di Kerajaan Majapahit
terbukti dengan ditemukannya nisan makam Muslim di Trowulan yang letaknya bendekatan
dengan kompleks makam para bangsawan Majapahit. Pengembangari Islam di tanah Jawa
dilakukan oleh para ulama dan mubalig yang kemudian terkenal dengan sebutan Wali Sanga
(sembilan wali).
a. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Magribi merupakan wali tertua di antara Wali Sanga
yang mensyiarkan agama Islam di Jawa Timur, khususnya di Gresik, sehingga dikenal
pula dengan nama Sunan Gresik. Maulana Malik Ibrahim menetap di Gresik dengan
mendirikan masjid dan pesantren, tempat mengajarkan Islam kepada para santri dan
kepada segenap penduduk agar menjadi umat Islam yang bertakwa. Beliau wafat pada
tahun 1419 M (882 H) dan dimakamkan di Gapura Wetan, Gresik.
b. Sunan Ampel
Sunan Ampel nama aslinya adalah Raden Rahmat. Lahir pada tahun 1401 M dan wafat
tahun 1481 M serta dimakamkan di desa Ampel. Sunan Ampel menikah dengan seorang
putri Tuban bernama Nyi Ageng Manila dan dikaruniai empat orang anak, yaitu: Maulana
Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat), Nyi Ageng Maloka, dan
putri yang menjadi istri Sunan Kalijaga. Jasa-jasa Sunan Ampel antara lain :
Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Dari pesantren ini lahir para
mubalig kenamaan, seperti: Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan Demak
pertama), Raden Makdum (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Maulana
Ishak yang pernah diutus untuk mensyiarkan Islam ke daerah Blambangan.
Berperan aktif dalam membangun masjid agung Demak, yang dibangun pada tahun
1479 M.
Memelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan Raden Fatah
sebagai sultan pertamanya.
c. Sunan Bonang
Sunan Bonang nama aslinya adalah Makdum Ibrahim, putra Sunan Ampel, lahir tahun
1465 M dan wafat tahun 1515 M. Semasa hidup beliau mempelajari Islam dan ayahnya
sendiri, kemudian bersama Raden Paku merantau ke Pasai untuk mendalami Islam.
Jasa beliau sangat besar dalam penyiaran Islam.
d. Sunan Giri (1365 - 1428)
Beliau adalah salah seorang wali yang sangat besar pengaruhnya di Jawa, terutama di
Jawa Timur. Ayahnya, Maulana Ishak, berasal dari Pasai dan ibunya, Sekardadu, putri
Raja Blambangan Minak Sembayu. Belajar Islam di pesantren Ampel Denta dan di
Pasai. Sekembalinya di Gresik, Sunan Giri (Raden Paku) mendirikan pesantren di Giri,
kira-kira 3 km dari Gresik. Selain itu, beliau mengutus para mubalig untuk berdakwah ke
daerah Madura, Bawean, Kangean, bahkan ke Lombok, Makasar, Ternate dan Tidore.
e. Sunan Drajat
Nama aslinya adalah Syarifuddin, putra Sunan Ampel dan adik Sunan Bonang. Beliau
berjasa dalam mensyiarkan Islam dan mendidik para santri sebagai calon mubalig.
Santri-santrinya berasal dari berbagai daerah dan bahkan ada yang dari Ternate dan
Hitu Ambon.
f. Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati lebih dikenal dengan sebutan Syarif Hidayatullah atau Syeikh
Nurullah. Beliau berjasa dalam menyebarkan Islam di Jawa Barat dan berhasil
mendirikan dua buah kerajaan Islam, yakni Banten dan Cirebon, serta berhasil pula
menguasai pelabuhan Sunda Kelapa yang dulunya dikuasai oleh kerajaan Hindu
Pakuan. Syarif Hidayatulah wafat pada tahun 1570 M dan dimakamkan di Gunung Jati (7
km sebelah utara Cirebon).
g. Sunan Kudus
Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq, lahir pada pertengahan abad ke-15 dan wafat pada
tahun 1550 M (960 H). Beliau berjasa dalam menyebarkan Islam di daerah Kudus dan
sekitarnya, Jawa Tengah bagian utara. Untuk melancarkan mekanisme dakwah Islam,
Sunan Kudus membangun sebuah masjid yang terkenal sebagai Masjid Menara Kudus,
yang dipandang sebagai warisan kebudayaan Islam Nusantara. Sunan Kudus juga
terkenal sebagai seorang sastrawan, di antara karya sastranya yang terkenal adalah
gending Maskumambang dan Mijil.
h. Sunan Kalijaga
Nama aslinya adalah Raden Mas Syahid, salah seorang Wali Sanga yang terkenal
karena berjiwa besar, toleran, dan juga pujangga. Beliau adalah seorang mubalig yang
berdakwah sambil berkelana. Di dalam dakwahnya Sunan Kalijaga sering menggunakan
kesenian rakyat (gamelan, wayang, serta lagu-lagu daerah). Beliau wafat pada akhir
abad ke-16 dan dimakamkan di desa Kadilangu sebelah timur laut kota Demak.
i. Sunan Muria
Nama aslinya Raden Umar Said, putra dari Sunan Kalijaga. Beliau seorang mubalig yang
berdakwah ke pelosok-pelosok desa dan daerah pegunungan. Di dalam dakwahnya
beliau menggunakan sarana gamelan serta kesenian daerah lainnya. Beliau
dimakamkan di Gunung Muria, yang terletak di sebelah utara kota Kudus.
3. Sulawesi
Pulau Sulawesi sejak abad ke-15 M sudah didatangi oleh para pedagang Muslim dari
Sumatera, Malaka, dan Jawa. Menurut berita Tom Pires, pada awal abad ke-16 di Sulawesi
banyak terdapat kerajaan-kerajaan kecil yang sebagian penduduknya masih memeluk
kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Di antara kerajaan-kerajaan itu yang paling besar
dan terkenal adalah kerajaan Gowa Tallo, Bone, Wajo, dan Sopang. Nama Gowa Tallo
sebenarnya adalah nama dua kerajaan yang berdampingan dan selalu bersatu, seolah-olah
merupakan kerajaan kembar. Oleh karena letaknya berada di kota Makasar, maka Gowa
Tallo disebut juga Kerajaan Makasar, yang istananya terletak di Sumba Opu.
Pada tanggal 22 September 1605 Raja Gowa yang bernama Karaeng Tonigallo masuk Islam
yang kemudian bergelar Sultan Alaudin. Beliau menjalin hubungan baik dengan kerajaan
Ternate, bahkan secara pribadi beliau bersahabat baik dengan Sultan Babullah dari Ternate.
Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam, Gowa melakukan perluasan kekuasaannya.
Daerah Wajo dan Sopeng berhasil ditaklukkan dan diislamkan. Demikian juga Bone, berhasil
ditaklukkan pada tahun 1611 M. Sejak saat itu Gowa menjadi pelabuhan transit yang sangat
ramai. Para pedagang dari Barat yang hendak ke Maluku singgah di Gowa untuk mengisi
perbekalan, bahkan kemudian rempah-rempah dari Maluku dapat diperoleh di sana,
terkadang dengan harga yang lebih murah daripada di Maluku. Gowa menjadi pelabuhan
dagang yang luar biasa ramai, disinggahi para pedagang dari berbagai daerah dan
mancanegara. Hal ini tentu saja mendatangkan keuntungan yang sangat besar, ditambah
lagi persembahan dan upeti dari daerah-daerah taklukannya, maka Kerajaan Gowa pun
menjadi kerajaan yang kaya-raya dan disegani pada masanya.
4. Kalimantan
Kalimantan, yang letaknya lebih dekat dengan Pulau Sumatera dan Jawa, ternyata
menenima kedatangan Islam lebih belakangan dibanding Sulawesi dan Maluku. Sebelum
Islam masuk ke Kalimantan, di Kalimantan Selatan terdapat kerajaan-kerajaan Hindu yang
berpusat di negara Dipa, Daha, dan Kahuripan yang terletak di hulu sungai Nagara dan
Amuntai Kimi. Kerajaan-kerajaan ini sudah menjalin hubungan dengan Majapahit, bahkan
salah seorang raja Majapahit menikah dengan Putri Tunjung Buih. Hal tersebut tercatat
dalam Kitab “Negara Kertagama” karya Empu Prapanca. Menjelang kedatangan Islam,
Kerajaan Daha diperintah oleh Maha Raja Sukarama. Setelah beliau meninggal digantikan
oleh Pangeran Tumenggung. Hal ini menimbulkan kemelut keluarga, karena Pangeran
Samudra (cucu Maha Raja Sukarama) merasa lebih berhak atas takhta kerajaan. Akhirnya
Pangeran Samudra dinobatkan menjadi Raja Banjar oleh para pengikut setianya, yang
membawahi daerah Masik, Balit, Muhur, Kuwin dan Balitung, yang terletak di hilir sungai
Nagara.
Berdasarkan hikayat Banjar, Pangeran Samudra meminta bantuan Kerajaan Demak (Sultan
Trenggono) untuk memerangi Kerajaan Daha, dengan perjanjian apabila Kerajaan Daha
dapat dikalahkan maka Pangeran Samudra beserta rakyatnya bersedia masuk Islam.
Ternyata berkat bantuan tentara Demak, Pangeran Tumenggung dan Kerajaan Daha dapat
ditundukkan sesuai dengan perjanjian, akhirnya Raja Banjar, Pangeran Samudra beserta
segenap rakyatnya masuk Islam dan bergelar Sultan Suryamullah. Menurut A.A. Cense
dalam bukunya, “De Kroniek van Banjarmasin 1928”, peristiwa itu terjadi pada tahun 1550 M.
Sultan Suryamullah memindahkan ibukota kerajaannya dari Muara Bahan ke Banjarmasin,
yang letaknya lebih strategis, sehingga mudah disinggahi kapal-kapal yang berukuran lebih
besar. Pada masa itu Sultan Suryamullah berhasil menaklukkan daerah Sambas, Batanghari,
Sukadana, Kota Waringin, Pambuang, Sampit, Mendawai, Sabangan, dan lain-lain.
Hampir bersamaan waktunya, daerah Kalimantan Timur telah pula didatangi oleh orang-
orang Islam. Berdasarkan hikayat Kutai, pada masa pemerintahan Raja Mahkota, datanglah
dua orang ulama besar bernama Dato Ribandang dan Tuanku Tunggang Parangan. Kedua
ulama itu datang ke Kutai setelah orang-orang Makasar masuk Islam. Dato Ribandang
kemudian kembali ke Makasar, sedangkan Tuanku Tunggang Parangan menetap di Kutai.
Raja Mahkota kemudian masuk Islam setelah merasa kalah dalam ilmu kesaktian. Proses
penyebaran Islam di Kutai dan sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun 1575 M.
Penyebaran Islam secara lebih intensif sampai ke daerah-daerah pedalaman terjadi setelah
Raja Mahkota wafat. Putranya, Pangeran Aji Langgar, dan penggantinya melakukan
perluasan kekuasaan ke daerah Muara Kaman.
5. Maluku dan Sekitarnya
Antara tahun 1400 - 1500 M (abad ke-15) Islam telah masuk dan berkembang di Maluku,
dibawa oleh para pedagang Muslim dari Pasai, Malaka, dan Jawa. Mereka yang sudah
beragama Islam banyak yang pergi ke pesantren-pesantren di Jawa Timur untuk mempelajari
Islam. Raja-raja di Maluku yang masuk Islam di antaranya:
1. Raja Ternate, yang kemudian bergelar Sultan Mahrum (1465 - 1486). Setelah beliau
wafat, digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang besar jasanya dalam mensyiarkan
Islam di kepulauan Maluku dan Irian, bahkan sampai ke Filipina.
2. Raja Tidore, yang kemudian bergelar Sultan Jamaludin.
3. Raja Jailolo, yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.
4. Raja Bacan, yang masuk Islam pada tahun 1520 dan bergelar Sultan Zaenal Abidin.
5. Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian, yang
disiarkan oleh raja-raja Islam Maluku, para pedagang dan para mubalig yang juga
berasal dan Maluku. Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah Miso,
Jalawati, Pulau Waigio dan Pulau Gebi.
b. Jamiat Khair
Organisasi ini didirikan di Jakarta oleh masyarakat Arab Indonesia pada tanggal 17 Juli
1905. Di antara pendirinya adalah Sayid Muhammad Al-Fachir bin Syihab, Sayid Idrus
bin Ahmad bin Syihab, dan Sayid Sjehan bin Syihab. Semuanya termasuk golongan
sayyid, yaitu kaum ningrat atau bangsawan Arab. Ada dua program yang diperhatikan
Jamiat Khair, mendirikan dan membina sekolah dasar, serta menyeleksi dan mengirim
para pelajar untuk mengikuti pendidikan di Turki.
c. Al-Irsyad
Organisasi sosial ini didirikan oleh kaum pedagang Arab di Jakarta. Al-Irsyad
memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah dan
perpustakaan. Sekolah Al-Irsyad banyak jenisnya. Ada sekolah tingkat dasar, sekolah
guru dan program takhassus memperdalam agama dan bahasa asing. Cabang-cabang
Al-Irsyad segera dibuka di Cirebon, Pekalongan, Bumiayu, Tegal, Surabaya,dan Lawang.
Al-Irsyad tidak dapat dipisahkan dengan Syaikh Ahmad Syoorkatti. Ia seorang Arab
keturunan Sudan yang menghembuskan semangat pembaruan dan persamaan dalam
tubuh Al-Irsyad.
d. Persyarikatan Ulama
Organisasi sosial kemasyarakatan ini semula bernama Hayatul Qulub, didirikan di
Majalengka, jawa Barat, oleh K.H. Abdul Halim pada tahun 1911. Kiai Halim adalah
alumni Timur Tengah. Ia menyerap ide-ide pembaruan yang dihembuskan oleh
Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani, dua tokoh pembaruan di Mesir Hayatul
Qulub memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan, sosial dan ekonomi. Sejak
1917 namanya diubah menjadi Persyarikatan Ulama. Ada dua sistem pendidikan yang
diperkenalkan Kiai Halim: “sistem madrasah” dengan “sistem asrama”. Lembaga
pendidikan dengan sistem madrasah dan sistem asrama diberi nama “Santri Asromo”.
Dibagi ke dalam tiga bagian: Tingkat permulaan, dasar, dan lanjutan. Santri Asromo
memiliki kelebihan, yaitu kurikulumnya memadukan pengetahuan agama dan umum
seperti pada sistem madrasah sekarang. Pada tahun 1952 Persyarikatan Ulama diubah
menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) setelah difusikan dengan Al-Ittihad al-Islamiyah (AII)
atau persatuan Islam. AII didirikan dan dipimpin oleh K.H. Ahmad Sanusi yang berpusat
di Sukabumi, Jawa Barat.
2. Gerakan Politik
Islam tidak dapat menerima penjajahan dalam segala bentuk. Perjuangan umat Islam dalam
mengusir penjajah sebelum abad dua puluh dilakukan dengan kekuatan senjata dan bersifat
kedaerahan. Di antara partai politik Islam yang tumbuh sebelum zaman kemerdekaan adalah
Persaudaraan Muslimin Indonesia (Permi), Sarikat Islam (SI), dan Partai Islam Indonesia
(PII). SI didirikan di Solo pada tanggal 11 November 1911 sebagai kelanjutan dari Sarekat
Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada tanggal 16 Oktober 1905.