Anda di halaman 1dari 6

PERKEMBANGAN ISLAM DI ASIA TENGGARA

1. MALAYSIA

Selepas kemerdekaannya dari kolonial Inggris, Malaysia dalam konstitusinya


menetapkan Islam sebagai "agama resmi Federasi". Hal ini menyimbolkan
bahwa Islam merupakan bagian penting yang tak terpisahkan dari
masyarakat Malaysia. Berdasarkan definisi pasal 160 Konstitusi Malaysia,
segenap warga etnis Melayu dianggap beragama Islam. Meskipun demikian,
konstitusi juga menjamin pemeluk agama lain menjalankan ritual
keagamaannya secara bebas. Meskipun Islam ditetapkan sebagai agama
resmi Malaysia, Perdana Menteri Tunku Abdul Rahman menyatakan bahwa
Malaysia sebenarnya adalah negara sekuler yang memisahkan urusan
agama dengan tata negara. "Negeri ini terdiri atas penduduk yang multiras
dengan beragam kepercayaan. Malaysia berdiri sebagai negara sekuler,
namun Islam tetap menjadi agama resminya," ujar Tunku Abdul Rahman,
sebagaimana dikutip The Star. Di sisi lain, pemerintah Malaysia yang
menetapkan Islam sebagai agama resminya juga menuai kontroversi.
Pasalnya, orang Islam yang bermaksud pindah keyakinan sangat dipersulit,
bahkan dianggap ilegal di Malaysia. Sementara itu, non-muslim dipermudah
untuk berpindah ke agama Islam. Pada 2014, Perdana Menteri Najib Razak
menyatakan bahwa "kami tidak akan pernah menoleransi muslim yang pindah
agama (murtad) dan umat Islam tidak boleh berpartisipasi pada aktivitas
LGBT," ujarnya sebagaimana dikutip The Malaysia Insider. Karena itu, umat
Islam yang bermaksud pindah keyakinan merasa sangat terancam.
Berdasarkan laporan New Mandala, sekitar lebih dari 260 ribu penduduk
Malaysia secara diam-diam pindah agama Kristen dan menyembunyikan
keyakinan mereka.

Baca selengkapnya di artikel "Sejarah Perkembangan Islam di Malaysia:


Populasi & Keadaan Terkini",

2. BRUNEI DARUSSALAM

islam merupakan agama mayoritas di Brunei saat ini hampir 100% penduduk
asli Brunei memeluk islam 95% penduduk non-muslim Brunei merupakan
pendatang dari Filipina,india,cina, Dan lain-lain Jika ditotalkan 98% penduduk
asli Brunei memeluk agama islam dan 40% penduduk pendatang merupakan
islam,Jika digabungkan seluruhnya 78% penduduk Brunei memeluk islam
Di lihat dari sejarahnya, Brunei adalah salah satu kerajaan tertua di Asia
Tenggara. Sebelum abad ke-16, Brunei memainkan peranan penting dalam
penyebaran Islam di Wilayah Kalimantan dan Filipina. Sesudah merdeka
pada tahun 1984, Brunei kembali menunjukkan usaha serius dalam upaya
penyebaran syiar Islam, termasuk dalam suasana politik yang masih baru.
Di antara langkah-langkah yang diambil ialah mendirikan lembaga-lembaga
modern yang selaras dengan tuntutan Islam. Sebagai negara yang menganut
sistem hukum agama, Brunei Darussalam menerapkan hukum syariah dalam
perundangan negara. Untuk mendorong dan menopang kualitas keagamaan
masyarakat, didirikan sejumlah pusat kajian Islam serta lembaga keuangan
Islam.
Tak hanya dalam negeri, untuk menunjukkan semangat kebersamaan dengan
masyarakat Islam dan global, Brunei juga terlibat aktif dalam berbagai forum
resmi, baik di dunia Islam maupun internasional.
Sama seperti Indonesia yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam
dengan Mazhab Syafi'i, di Brunei juga demikian. Konsep akidah yang
dipegang adalah Ahlussunnah waljamaah. Bahkan, sejak memproklamasikan
diri sebagai negara merdeka, Brunei telah memastikan konsep ”Melayu Islam
Beraja” sebagai falsafah negara dengan seorang sultan sebagai kepala
negaranya. Saat ini, Brunei Darussalam dipimpin oleh Sultan Hassanal
Bolkiah. Dan, Brunei merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Asia
Tenggara dengan latar belakang sejarah Islam yahng gemilang.
Dibawa Pedagang Tiongkok[sunting | sunting sumber]
Agama Islam di Brunei Darussalam diperkirakan mulai diperkenalkan sekitar
tahun 977 melalui jalur timur Asia Tenggara oleh para pedagang dari
negeri Tiongkok. Sekitar 500 tahun kemudian, agama Islam barulah menjadi
agama resmi negara di Brunei Darussalam semenjak pemerintahannya
dipimpin oleh Raja Awang Alak Betatar. Raja Awang Alak Betatar masuk
Islam dan berganti nama menjadi Muhammad Shah sekitar tahun 1406 M.
Islam mulai berkembang dengan pesat di Kesultanan Brunei sejak Syarif
Ali diangkat menjadi Sultan ke-3 Brunei pada tahun 1425. Sultan Syarif Ali
adalah seorang Ahlul Bait dari keturunan cucu Rasulullah SAW, Hasan,
sebagaimana yang tercantum dalam Batu Tarsilah atau prasasti dari abad ke-
18 M yang terdapat di Bandar Seri Begawan, ibu kota Brunei Darussalam.
Selanjutnya, agama Islam di Brunei Darussalam terus berkembang pesat.
Sejak Malaka yang dikenal sebagai pusat penyebaran dan kebudayaan Islam
jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, banyak ahli agama Islam yang pindah
ke Brunei. Masuknya para ahli agama membuat perkembangan Islam
semakin cepat menyebar ke masyarakat.
Kemajuan dan perkembangan Islam semakin nyata pada masa
pemerintahan Sultan Bolkiah (sultan ke-5) yang wilayahnya meliputi Suluk,
Selandung, seluruh Pulau Kalimantan, Kepulauan Sulu, Kepulauan Balabac,
Pulau Banggi, Pulau Balambangan, Matanani, dan utara Pulau Palawan
sampai ke Manila.
Pada masa Sultan Hassan (sultan ke-9), masyarakat Muslim Brunei memiliki
institusi-institusi pemerintahan agama. Agama pada saat itu dianggap
memiliki peran penting dalam memandu negara Brunei ke arah
kesejahteraan. Pada saat pemerintahan Sultan Hassan ini, undang-undang
Islam, yaitu Hukum Qanun yang terdiri atas 46 pasal dan 6 bagian, diperkuat
sebagai undang-undang dasar negara.
Di samping itu, Sultan Hassan juga telah melakukan usaha penyempurnaan
pemerintahan, antara lain dengan membentuk Majelis Agama Islam atas
dasar Undang-Undang Agama dan Mahkamah Kapada tahun 1955. Majelis
ini bertugas memberikan dan menasihati sultan dalam masalah agama
ideologi negara. Untuk itu, dibentuk Jabatan Hal Ehwal Agama yang tugasnya
menyebarluaskan paham Islam, baik kepada pemerintah beserta aparatnya
maupun kepada masyarakat luas.Islam.
Langkah lain yang ditempuh sultan adalah menjadikan Islam benar-benar
berfungsi sebagai pandangan hidup rakyat Brunei dan satu-satunya.
Pada tahun 1888-1983, Brunei berada di bawah kekuasaan Inggris. Brunei
merdeka sebagai negara Islam di bawah pimpinan sultan ke-29, yaitu
Sultan Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah, setelah memproklamasikan
kemerdekaannya pada 31 Desember 1983. Gelar Mu’izzaddin Waddaulah
(Penata Agama dan Negara) menunjukkan ciri keislaman yang selalu melekat
pada setiap raja yang memerintah.
3. THAILAND

Setelah Kesultanan Pattani runtuh, Islam masih berkembang di Pattani dan


wilayah selatan Thailand. Masuknya pekerja Muslim dari Malaysia dan
Indonesia ke Thailand menjadi salah satu penyebabnya. Mereka menjadi
pekerja pelabuhan di wilayah Thailand saat itu. Bahkan jauh setelah itu,
keluarga para pekerja tersebut mampu mendirikan masjid dan membangun
komunitas Muslim di Thailand pada sekitar 1949. Selain itu, ada pula warga
lokal Thailand yang mendirikan komunitas Islam. Bahkan ada beberapa
kelompok gerakan Islam yang kuat dan aktif di Thailand, seperti berikut.
Gologan tradisional di selatan Golongan ortodoks yang menerbitkan majalah
Rabbitah Golongan modernis yang menerbitkan jurnal Al Jihad Golongan
Chulajamontri 66 yang didukung pemerintah Kelompok itu membuktikan
bahwa Islam masih berkembang dan eksis di Thailand meski menjadi
minoritas.

4.FILIPINA

Pada tahun 1380 Karim ul 'Makhdum, seorang mubaligh Islam pertama dari
Arab mencapai Kepulauan Sulu dan Jolo di Filipina dan menyebarkan agama
Islam di negara ini. Pada tahun 1390 di Putra Minangkabau Raja
Baguinda dan para pengikutnya mengajarkan Islam di pulau-pulau.[3] Syeikh
Karimal Makdum Masjid adalah masjid pertama yang didirikan di Filipina di
Simunul, Mindanao pada abad ke-14. Perkampungan seterusnya oleh
mubaligh Arab bepergian ke Malaysia dan Indonesia membantu menguatkan
Islam di Filipina dan penyelesaian masing-masing diperintahkan oleh
seorang Datu, Raja dan Sultan. Wilayah-wilayah Islam didirikan di Filipina
termasuk Kesultanan Maguindanao, Kesultanan Sulu dan bagian lain dari
Filipina Selatan.
Moro (serupa dengan 'Moor') adalah sebutan warisan dari Spanyol, untuk
Filipina Muslim dan kelompok-kepompok suku. Orang Moro berusaha untuk
mendirikan sebuah wilayah Islam di wilayah Mindanao dan Visayas. Istilah
Bangsaamoro adalah kombinasi dari Bahasa Melayu Kuno – Bahasa
Spanyol. Kata Moro diwarisi dari al-Andalus di Spanyol. Sejumlah peristiwa
yang cukup signifikan seperti pemberontakan Moro terjadi selama Perang
Filipina-Amerika tahun 1899. Persengketaan dan pemberontakan terus
berlangsung di Filipina mulai dari zaman pra-kolonial sampai sekarang.
Islam telah melihat pertumbuhan yang signifikan di Filipina sejak akhir Perang
Dunia II. Komunitas-komunitas Filipina Muslim telah membangun masjid baru
dan sekolah-sekolah agama pada abad ke-21, dan ziarah haji meningkat.[4]
5. VIETNAM

Di negara-negara Muslim kawasan Asia Tenggara, seperti Indonesia,


Malaysia, dan Brunei, mendengar suara azan dari masjid sudah jadi hal yang
biasa. Namun tidak di Vietnam yang banyak dipengaruhi budaya China dan
banyak yang memeluk agama Buddha.

Umat Muslim memang termasuk minoritas di negara yang pernah terpecah


oleh perang saudara itu, sehingga tempat ibadah seperti masjid jumlahnya
sangat sedikit.

Enam+00:49VIDEO: Yusuf Mansur: Akan ada Pesantren Fashion Week


Hal itu dikemukakan oleh Lamijo, M. Phil, dalam acara Bincang Ramadhan
bertajuk 'Kaum Minoritas Islam di Asia Tenggara' secara virtual pada 11 Mei
2020. Menurut Peneliti Kewilayahan LIPI yang mengangkat tema Bulan Sabit
di Atas Mekong: Sejarah dan Perkembangan Islam di Vietnam, Islam di
negara tersebut berawal dari masyarakat atau etnis Cham lewat Kerajaan
Champa.

Menurut Lamijo, istilah Champa pertama kali muncul dan digunakan pada dua
buah prasasti berbahasa Sanskerta berangka pada 658 Masehi di temukan di
Vietnam Tengah dan berangka tahun 668 ditemukan di Kamboja.

"Peninggalan kejayaan kerajaan Champa sangat banyak, tapi banyak yang


musnah sejak runtuhnya Champa. Kompleks Candi Bata Merah My Son di
Hoi An yng dibangun pada abad ke-7 Masehi adalah sisa yang masih ada
hingga saat ini dan dilestarikan sebagai cagar budaya oleh UNESCO ," terang
Lamijo.

"Masyarakat Champa dulu banyak yang memeluk Buddha Mahayana.


Pengaruh Islam mulai muncul karena beberapa pelabuhan penting kerajaan
Champa sejak lama merupakan tempat persinggahan pedagang Muslim dari
Melayu, India, Timur Tengah sebelum melanjutkan dagang ke China, tidak
terkecuali pedagang muslim," tambahnya.

Champa menjadi Kerajaan Islam di Vietnam sejak di bawah pemerintahan


Che Bo Nga pada 1360--1390. Namun jatuhnya Kerajaan Champa ke tangan
Dinasti Nguyen pada 1832 mendorong terjadinya eksodus pertama Muslim
Champa ke selatan, terutama ke Kamboja, Kelantan, dan Terengganu.

"Kelantan dan Terengganu punya hubungan politis berupa ikatan pernikahan


dengan Champa. Dari sini silsilah keluarga dan lahirnya Sunan Ampel dan
Sunan Bonang terangkai," jelas Lamijo.

4. SINGAPURA
Islam di Singapura merupakan
sebuah agama minoritas dengan persentase muslim kurang dari 15% dari
keseluruhan jumlah penduduk Singapura. Sebagian besar Muslim di
Singapura berasal dari kelompok etnik Melayu. Selebihnya berasal
dari Pakistan, India dan Arab.[1] Kebanyakan orang Melayu adalah
Muslim Suni.[2] 17 persen dari Muslim di Singapura berasal dari Asia Selatan.
Penganut lainnya meliputi orang-orang yang berasal dari komunitas Tionghoa
Singapura, Arab dan Eurasia.[3] Meskipun kebanyakan Muslim di Singapura
biasanya adalah Muslim Suni yang mengikuti mazhab Syafi'i atau mazhab
Hanafi, terdapat juga Muslim yang mengikuti aliran Syiah dan Ahmadiyyah.[4]
Singapura pernah menjadi salah satu pusat penyebaran Islam yang paling
penting di Asia Tenggara. Lokasi Singapura sebagai pintu masuk
bagi perdagangan internasional antara Eropa, Timur Tengah, Australia,
dan Timur Jauh membuat dakwah Islam semakin pesat. Penyebaran Islam di
Singapura berawal dari masa Kesultanan Melaka dan diteruskan hingga
masa kolonialisme sampai pada awal abad ke-20 Masehi.[5] Islam di
Singapura mengalami penurunan pengaruh sejak masa kolonial hingga
pemisahan Singapura dari Federasi Malaya pada tahun 1965. Umat Islam di
Singapura menjadi sebuah kaum minoritas dengan kelompok etnis tionghoa
sebagai kaum mayoritas.[6]
Sejarah[sunting | sunting sumber]
Masa Kesultanan Melaka[sunting | sunting sumber]
Wilayah Singapura berada dalam kekuasaan Kerajaan Melaka ketika
diperintah oleh Raja Parameswara pada akhir abad ke-14 Masehi.
Parameswara membangun Kerajaan Melaka di sekitar wilayah perdagangan
dengan bandar-bandar yang sering dikunjungi oleh para pedagang Muslim.
Setelah itu, Parameswara memeluk agama Islam dan memakai gelar Sultan
Iskandar Syah disertai oleh para pengikutnya. Islam di Singapura pada masa
ini diperkenalkan dan disebarkan ke para pedagang dari Arab, Gujarat, Parsi
India, Benggala, Bago, Siam, Tiongkok, Sumatra, Jawa, dan Maluku.
Kesultanan Melaka mengambila bagian dalam penyebaran Islam di
Singapura pada masa itu.[7]
Pedagang Muslim di Singapura menyebarkan Islam di Singapura sejak abad
ke-15 Masehi. Pedagang Muslim yang tinggal menetap di Singapura
mengadakan hubungan perkawinan dengan penduduk setempat sehingga
komunitas Muslim terbentuk secara perlahan. Para pedagang Muslim yang
menetap kemudian juga menjadi guru agama dan imam.[8]
Pendidikan agama Islam di Singapura telah diajarkan secara tradisional.
Pembelajaran agama Islam diadakan di rumah-rumah, surau-surau
dan masjid. Pusat pendidikan Islam di Singapura ditetapkan di Kampong
Glam dan Rocor sejak tahun 1800-an. Praktik keagamaan dan sosial di dalam
komunitas Muslim Singapura dipengaruhi oleh guru-guru dan imam. Pada
awal penyebaran Islam di Singapura, mazhab yang membawa pengaruh
terbesar adalah mazhan Syafi’i dengan paham teologi Asy’ariyah.[8]

7.MYANMAR

Agama Islam pertama kali tiba di Myanmar pada tahun 1055. Para
saudagar Arab yang beragama Islam ini mendarat di delta Sungai
Ayeyarwady, Semenanjung Tanintharyi, dan Daerah Rakhin. Kedatangan
umat Islam ini dicatat oleh orang-orang Eropa, Cina dan Persia.[2][3]Populasi
umat Islam yang ada di Myanmar saat ini terdiri dari
keturunan Arab, Persia, Turki, Moor, Pakistan dan Melayu. Selain itu,
beberapa warga Myanmar juga menganut agama Islam seperti dari etnis
Rakhin dan Shan.
Populasi Islam di Myanmar sempat meningkat pada masa penjajahan Britania
Raya, dikarenakan banyaknya umat Muslim India yang bermigrasi
ke Myanmar. Tapi, populasi umat Islam semakin menurun ketika perjanjian
India-Myanmar ditandatangani pada tahun 1941.[4]
Sebagian besar Muslim di Myanmar bekerja sebagai penjelajah, pelaut,
saudagar dan tentara.[5]Beberapa diantaranya juga bekerja sebagai
penasehat politik Kerajaan Burma. Muslim Persia menemukan Myanmar
setelah menjelajahi daerah selatan Cina. Koloni muslim Persia di Myanmar ini
tercatat di buku Chronicles of China di 860. Umat muslim asli Myanmar
disebut Pathi dan muslim Cina disebut Panthay. Konon,
nama Panthay berasal dari kata Parsi. Kemudian, komunitas muslim
bertambah di daerah Pegu, Tenasserim, dan Pathein. Tapi komunitas muslim
ini mulai berkurang seiring dengan bertambahnya populasi asli Myanmar.
Pada abad ke-19, daerah Pathein dikuasai oleh tiga raja muslim India.
Pada zaman Raja Bagan yaitu Narathihpate (1255-1286), pasukan
muslim Tatar pimpinan Kublai Khan dan menguasai Nga Saung Chan.
Kemudian, pasukan Kublai Khan ini menyerang daerah Kerajaan Bagan.
Selama peperangan ini, Kolonel Nasrudin juga menguasai daerah Bamau.

Anda mungkin juga menyukai