Anda di halaman 1dari 12

PERKEMBANGAN ISLAM DI NEGARA BRUNEI

Oleh : Moh. Ali 19130006


Ahmad Rifki Fanani 19130028

Syamsul huda 19130029


Abstrak

Brunei atau Brunei Darussalam, sebuah negara yang terbilang kecil ketimbang
Malaysia dan Indonesia, tetapi Brunei adalah negara kerajaan. Islam yang memainkan
peranan penting dalam mempertahankan nilainilai Islam di tengah-tengah
masyarakatnya. Brunei atau disebut juga Kerajaan Islam Melayu (MIB) benar-benar
menjadikan Islam sebagai ideologi nasionalnya. Melayu menyerukan kepada
masyarakat untuk setia kepada rajanya, melaksanakan Islam dan menjadikannya
sebagai jalan hidup serta menjalani kehidupan dengan mematuhi segala karakteristik
dan sifat bangsa Melayu sejati Brunei Darussalam, termasuk menjadikan bahasa
Melayu sebagai bahasa pertamanya. Maka dari itu, dapat dipahami bahwa Brunei telah
menjadikan agama Islam sebagai satu-satunya falsafah negara bagi masyarakatnya.
Kata kunci: Islam, dan Brunei

Metode Penelitian
Dalam penulisan artikel ini menggunakan metode kuantitatif. Sumber data yang
digunakan pada artikel ini adalah data sekunder yang berupa jurnal penelitian dan buku
yang relevan.
Hasil
Masa yang panjang sejak abad ke-19 sampai fajar milenium ketiga sekarang,
dunia Islam telah terbentang luas dari Maroko (Afrika Utara) sampai ke Merauke
(Indonesia). Karena itu, penduduk Muslim bukan saja banyak ditemukan di Iran, Irak,
Mesir, Pakistan, Syiria, Aljazair, Turki, Saudi Arabia, Kuwait, Libanon, dan selainnya,
tetapi mereka juga banyak di Asia Tenggara. Perkembangan Islam di Asia Tenggara,
terutama di negara-negara yang tergolong anggota ASEAN, kelihatan bervariasi dalam
arti berbeda antara satu negara dengan negara lainnya, karena proses masuknya Islam
dan terbentuknya masyarakat Muslim di tiap negara di kawasan ini tidak terjadi dalam

1
waktu yang bersamaan. Di samping itu, adanya faktor-faktor tertentu lainnya yang
terdapat pada masing-masing negara, boleh jadi menyebabkan timbulnya perbedaan
dalam perkembangan tersebut. Populasi masyarakat Muslim di negaranegara dalam
kawasan Asia Tenggara juga berbeda-beda. Paling tidak, ada tiga negara di kawasan ini
yang penduduknya mayoritas Muslim, yakni Indonesia, Malaysia, dan Brunei.
Brunei atau Brunei Darussalam, sebuah negara yang terbilang kecil ketimbang
Malaysia dan Indonesia, tetapi Brunei adalah negara kerajaan. Islam yang memainkan
peranan penting dalam mempertahankan nilainilai Islam di tengah-tengah
masyarakatnya. Brunei atau disebut juga Kerajaan Islam Melayu (MIB) benar-benar
menjadikan Islam sebagai ideologi nasionalnya. Sharon Siddique dalam tulisannya
mengutip sebuah pernyataan bahwa Kerajaan Islam Melayu menyerukan kepada
masyarakat untuk setia kepada rajanya, melaksanakan Islam dan menjadikannya sebagai
jalan hidup serta menjalani kehidupan dengan mematuhi segala karakteristik dan sifat
bangsa Melayu sejati Brunei Darussalam, termasuk menjadikan bahasa Melayu sebagai
bahasa pertamanya. Maka dari itu, dapat dipahami bahwa Brunei telah menjadikan
agama Islam sebagai satu-satunya falsafah negara bagi masyarakatnya. Sehingga, tentu
saja perkembangan Islam di negara ini untuk saat sekarang dan masamasa mendatang
senantiasa eksis dan mengalami kemajuan yang sangat signifikan.
Sebagian besar wilayah Brunei terdiri dari daratan. Dengan pantai berupa rawa-
rawa dengan hutan bakau, tetapi makin jauh kepedalaman tanah makin bukit-bukit
dengan ketinggian kurang dari 100 M. Diperbatasan dengan Serawak terdapat daerah
berbukit dengan ketinggian diatas 300M. Penduduk Brunei hanya berjumlah 370 ribu
orang dengan pendapatan berkapita sekitar 23,600 dollar Amerika atau sekitar 225 juta
rupiah, Penduduknya 67% beragama Islam, Budha 13%, Kristen 10% dan kepercayaan
lainnya sekitar 10%. Islam adalah agama resmi kerajaan Brunei Darusalam yang
dipimpin oleh Haji HassanalBolkiahMu’izzaddinWaddaulah (1967-kini). 1

Berbicara lebih lanjut tentang perkembangan Islam di Brunei, tentu ada


kaitannya dengan sejarah berdirinya negara Brunei itu sendiri sebagai negara basis
Islam. Dari sini kemudian dapat ditelusuri bagaimana masamasa silam Brunei sebagai

1
Sharon Siddique, "Brunei Darussalam: Sebuah Bangsa Religius yang Potensial" dalam Moeflich
Hasbullah (ed.), Asia Tenggara Konsentrasi Baru Kebangkitan Islam, Cet. II (Bandung: Fokusmedia, 2005),
246.

2
basis proses Islamisasi. Ahmad M. Sewang menyatakan bahwa proses Islamisasi adalah
suatu proses yang tidak pernah berhenti sejak datangnya Islam pertama kali,
penerimaan, dan penyebaran berikutnya.2
Dengan Islam, Brunei mempertegas dan memperluas perannya sebagai
kekuasaan dagang yang kuat dan independen. Usaha dagang Brunei dan wilayah
kekuasaannya bertambah bersamaan dengan penyebaran Islam yang meliputi kerajaan-
kerajaan Melayu di Borneo dan Filipina. Selama penyebaran Islam tahap awal, banyak
ulama Arab yang menikah dengan keluarga kerajaan Brunei. Yang sangat terkenal di
antaranya adalah Syarif Ali dari Taif yang kemudian menikah dengan saudara
perempuan sultan Brunei kedua. Syarif Ali berikutnya naik tahta sebagai Sultan Brunei
ketiga pada tahun 1425. “Darussalam” adalah term Arab yang ditambahkannya pada
kata Brunei, berarti negeri yang damai, untuk menegaskan Islam sebagai agama resmi
negara dan untuk meningkatkan syiarnya. Dialah orang pertama yang mendirikan
mesjid dan memperkuat keyakinan Islam di Brunei. 3
Pada masa sultan ke-9, yaitu Sultan Hassan (1605-1619), dilakukan beberapa hal
yang menyangkut tata pemerintahan, pertama, menyusun Institusi-institusi
pemerintahan agama, karena agama memainkan peranan penting dalam memandu
negara Brunei kearah kesejahteraan, kedua, menyusun adat istiadat yang dipakai dalam
semua upacara, baik suka maupun duka. 4 dalam artikel ini akan membahas sejarah
terbentuknya negara brunei, sejarah awal Masuk dan berkembangnya islam di Brunei,
tempat asal kedatangan islam.

Pembahasan
Sejarah Terbentuknya Negara Brunei
Negara Brunei zaman dahulu disebut Kerajaan Borneo kemudian berubah
nama menjadi Brunei. Ada juga yang berpendapat Brunei berasal dari kata baru nah
yang dalam sejarah dikatakan bahwa pada awalnya ada rombongan klan atau suku Sakai
yang dipimpin Pateh Berbai pergi ke Sungai Brunei mencari tempat untuk mendirikan

2
Fikria Najtama. 2018.Perkembangan Islam di Brunei.Junrnal studi islam. Vol 10 No. 2.
3
Helmiati.Sejarah Islam Asia tenggara.Riau.Lembaga penelitian dan pengapdian kepada masyarakat
univesitas islam negri sultan syrif kasim Riau.2014
4
Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa, Cet. II (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), 86.

3
negeri baru. Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang memiliki kedudukan sangat
strategis yaitu diapit oleh bukit, air, mudah untuk dikenali serta untuk transportasi dan
kaya ikan sebagai sumber pangan yang banyak di sungai, maka mereka pun
mengucapkan perkataan baru nah yang berarti tempat itu sangat baik, berkenan dan
sesuai di hati mereka untuk mendirikan negeri seperti yang mereka inginkan. Kemudian
perkataan baru nah itu lama kelamaan berubah menjadi Brunei. Klan atau suku Sakai
yang dimaksudkan adalah serombongan pedagang dari China yang gemar berniaga dari
suatu tempat ke tempat lain. Karena itu, Kerajaan Brunei pada awalnya adalah pusat
perdagangan orang-orang China.
Kerajaan Brunei telah ada setidaknya sejak abad ke-7 atau ke-8 M. Kerajaan ini
kemudian ditaklukkan oleh Sriwijaya pada awal abad ke-9 dan kemudian dijajah lagi
oleh Majapahit. Setelah Majapahit runtuh, Brunei berdiri sendiri, dan bahkan Kerajaan
Brunei mencapai masa kejayaannya dari abad ke-15 sampai ke-17. Kekuasaannya
mencapai seluruh pulau Kalimantan dan kepulauan Filipina. Kejayaan ini dicapainya
terutama pada masa pemerintahaan sultan kelima Bolkiah yang berkuasa tahun 1473
sampai 1521.
Kerajaan Vijayapura
Keyakinan ini didasari oleh berbagai sumber dari kerajaan China dan Nusantara
yang menyebutkan bahwa pada masa itu telah ada sebuah kerajaan yang mengelola
kawasan Brunei. Sumber dari kerajaan Sriwijaya menyebutkan bahwa pada abad ke-7 di
bagian barat laut Kalimantan terdapat sebuah kerajaan yang bernama Vijayapura.
Kerajaan Vijayapura ini berhasil ditaklukkan dibawah kekuasaan kerajaan Sriwijaya
yang berlokasi di pulau Sumatera. Namun bukti arkeologi menunjukkan bahwa kerajaan
tersebut berada dibawah pengaruh kerajaan China, ini diperlihatkan dari penemuan koin
logam China yang terbit pada abad ketujuh di sekitar Brunei. 5
Kerajaan Po-ni
Sayangnya referensi terkait dengan kehidupan kerajaan ini masih sangat terbatas
sehingga tidak banyak diketahui bagaimana kinerjanya. Jika ditinjau dari aspek nama,
kerajaan tersebut bercorak Hindu dan mirip dengan sebuah daerah yang ada di India.
Namun seberapa kuat pengaruhnya saat itu belum diketahui.

5
Fikria Najtama. 2018.Perkembangan Islam di Brunei.Junrnal studi islam. Vol 10 No. 2.

4
Sumber kuno lain menyebutkan bahwa pada abad ke-10, kawasan tersebut
dikuasai oleh sebuah kerajaan yang bernama Po-ni. Kerajaan Po-ni ini telah melakukan
kontak dengan Dinasti Song yang ada di China dan beberapa kali melakukan hubungan
dagang dengan Dinasti Song. Teks sejarah dari Dinasti Song dan bukti arkeologi
menunjukkan bahwa kerajaan Po-ni sangat dipengaruhi oleh peradaban Hindu seperti
yang ditularkan oleh kerajaan Hindu yang terletak di pulau Jawa dan Sumatera. Sistem
penulisan yang digunakan menganut naskah Hindu Jawa dan Sumatera, bukan Hindu
India. Ini menunjukkan bahwa kerajaan Po-ni tidak memiliki hubungan yang erat
dengan kerajaan India.
Selanjutnya, dalam kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Prapanca pada
tahun 1365 menyebutkan bahwa kerajaan tersebut takluk dibawah kerajaan Majapahit.
Dalam versi Negarakertagama, kerajaan yang ditaklukkan oleh Majapahit tersebut
bernama Berune. Namun diperkirakan bahwa penaklukan yang dilakukan oleh
Majapahit tersebut tidak lebih dari hubungan simbolis. Disebutkan bahwa setiap
tahunnya, kerajaan Berune mengirimkan minuman yang terbuat dari buah pinang
sebagai upeti kepada kerajaan Majapahit.
Hubungan kerajaan Po-ni dengan kawasan lain juga semakin berkembang.
Pada tahun 1370-an, kerajaan ini menjalin hubungan dengan Dinasti Ming yang ada di
China. Hubungan kedua kerajaan diperkirakan sangat akrab, hal ini diperlihatkan
dengan adanya kunjungan penguasa Po-ni, Ma-na-jih-chia-na ke ibukota Nanjing pada
tahun 1408 dan meninggal dunia disana. Sejak saat itu kehidupan kerajaan Po-ni tidak
banyak diketahui karena pada tahun 1424, Kaisar Hongxi dari Dinasti Ming
menghentikan program maritimnya sehingga sejak saat itu tidak ada lagi catatan terkait
kerajaan Po-ni.6

Sejarah Awal Masuk dan Berkembangnya Islam di Brunei

keberadaan agama Islam di wilayah Asia Tenggara serta perkembangan


Islamnya memiliki sejarah yang berbeda. Karena agama Islam khususnya di Asia
Tenggara, dalam penyebarannya melalui media perdagangan dan sufi. Dari sini terjadi
hubungan antara masyarakat dengan para saudagar dan sufi.

6
Muh. Miftachun Niam .Sejarah Brunei Darussalam.

5
Hal Inilah yang memicu kontak dagang dengan pedagang muslim kala itu.
Ada beberapa poin penting, di antaranya adalah bahwa portabilitas sistem keberhasilan
Islam dengan pengertian bahwa sebelum kedatangan Islam, sistem kepercayaan lokal
yang berpusat pada penyembahan arwah nenek moyang dan perilaku ini berubah
dengan adanya kontak dengan pedagang muslim yang mendorong konversi masal
terhadap Islam yang terjadi di wilayah pesisir, khususnya pelabuhan kota-kota yang
kemudian berkembang menjadi entitas politik. Bukan itu saja, faktor asosiasi Islam
dengan kekayaan, bisa dipastikan karena masyarakat lokal Indo-Melayu peratama kali
bertemu dan bertransaksi dengan orang muslim di pesisir dan pelabuhan dengan
pedagang muslim yang kaya raya.7

Ditemukan beragam versi dan pendapat tentang sejarah awal masuknya Islam di
Brunei. Azyumardi Azra menulis bahwa sejak tahun 977 Kerajaan Borneo (Brunei)
telah mengutus P'u Ali ke Istana Cina. P'u Ali yang dimaksud adalah pedagang Muslim
yang nama sebenarnya adalah Abu 'Ali. Pada tahun yang sama, diutus lagi tiga duta ke
Istana Sung, salah seorang di antaranya bernama Abu 'Abdullah. Dari segi namanya
saja, sudah jelas bahwa kedua orang yang diutus tadi adalah orang Islam. Namun tidak
ditemukan data lebih lanjut tentang asal usul utusan tersebut, apakah dia orang pribumi
Melayu asli sekaligus pendakwah Islam, atau pedagang Muslim dari luar (Hadramaut
atau Yaman) dan tinggal di Brunei kemudian diutus ke China untuk misi perdagangan.
Sebab, sebagaimana yang telah disinggung, Kerajaan Brunei pada awalnya adalah pusat
perdagangan orang-orang China.
Versi lain menerangkan bahwa sekitar abad ke-7 pedagang Arab dan sekaligus
sebagai pendakwah penyebar Islam telah datang ke Brunei. Kedatangan Islam di
Brunei, melegatimasikan bagi rakyat Brunei untuk menikmati Islam yang tersusun dari
adat dan terhindar dari akidah tauhid. Maksudnya, adat dan atau tradisi yang telah
menjadi anutan masyarakat tetap dijalankan selama dapat memperkaya khazanah
keislaman. Karena itu, sampai sekarang secara jelas terlihat pengamalan ajaran Islam di
sana beralkulturasi dengan adat, misalnya dalam acara pesta dilaksanakan berdasarkan
syariat Islam, tanpa mengabaikan tradisi setempat.8

7
Ruliyadi.2011. Brunei darussalam di Bawah Kepemimpinan Sultan Bolkiyah V (1485-1524)
8
Fikria Najtama. 2018.Perkembangan Islam di Brunei.Junrnal studi islam. Vol 10 No. 2.

6
Para sejarawan berbeda pendapat dan hingga kini belum tuntas mengenai masuk
dan datangnya Islam di Asia Tenggara, meski dalam beberapa sisi sudah ada titik temu.
Hal ini berkaitan dengan tiga masalah pokok, yaitu tempat asal kedatangan Islam, para
pembawa Islam, dan waktu kedatangannya. Perbedaan ini muncul karena kurangnya
informasi dari sumber-sumber yang telah ada (Abdul Aziz Thaba, 1998: 115), termasuk
adanya sebagian sejarawan maupun penulis sejarah yang mendukung atau menolak teori
tertentu (Azyumardi Azra, 1999: 24). Azyumardi Azra lebih lanjut menjelaskan bahwa
terdapat kecenderungan kuat suatu teori tertentu menekankan hanya aspek-aspek khusus
dari tiga masalah pokok, sementara mengabaikan aspek-aspek lainnya. Karena itu,
kebanyakan teori yang ada dalam sisi-sisi tertentu gagal menjelaskan kedatangan Islam,
kapan konversi agama penduduk lokal terjadi, dan proses-proses islamisasi yang terlibat
di dalamnya. Bahkan bukannya tidak bisa jika suatu teori tidak mampu menjawab
pertanyaanpertanyaan tandingan yang diajukan dari teori-teori lain (Azyumardi Azra,
1994:vi). 9
Sultan Muhammad Shah (1363-1402) mempunyai gelaran awang alak betatar
baginda merupakan sultan Brunei yang pertama memeluk agama islam setelah
berkahwin dengan puteri johor (kerajaan Singapura tua). Pada tahun 1371, baginda telah
menghantar utusan ke China. Dalam catatan sejrah China, nama baginda disebut sebagai
Ma-ha-mo-sha. Putri baginda, putri Ratna Dewi baerkahwin dengan Ong Sum Ping.
Baginda lindung pada tahun 1402.10
Kesultanan Brunei terletak di Asia Tenggara yang penduduknya yang mayoritas
beragama Islam. Brunei merdeka pada tahun 1984 dari penjajahan Inggris. Ditemukan
beragam versi dan pendapat tentang sejarah awal masuknyaIslam di Brunei. Azyumardi
Azra menulis bahwa sejak tahun 977 Kerajaan Borneo (Brunei) telah mengutus P'u Ali
ke Istana Cina. P'u Ali yang dimaksud adalah pedagang muslim yang nama sebenarnya
adalah Abu 'Ali. Pada tahun yang sama, diutus lagi tiga duta ke Istana Sung, salah
seorang di antaranya bernama Abu ' Abdullah. 11Dari segi namanya saja, sudah jelas
bahwa kedua orang yang diutus tadi adalah orang Islam. Namun tidak ditemukan data
lebih lanjut tentang asal usul utusan tersebut, apakah dia orang pribumi melayu asli

9
Abd. Ghofur.2015.Islam dan Politik di Brunei Darussalam (Suatu Tinjauan Sosio-Historis). Vol. 7 No. 1
10
Awang Haji Abd Rahman Bin Haji Nawi,Awang Haji Muhammad Hadi Bin Muhammad
Melayong.Sejarah Sultan-Sultan Brunei.Brunei.Syarikat Percetakan Juta Jaya.2015
11
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Jakarta:
Kencana, 2005), hal. 72

7
sekaligus pendakwah Islam, atau pedagang muslim dari luar (Hadramaut) dan tinggal di
Brunei kemudian diutus ke Istana Cina untuk misi perdagangan.

Versi lain menerangkan bahwa sekitar abad VII pedagang Arab dan sekaligus
sebagai pendakwah penyebar Islam telah datang ke Brunei. Kedatangan Islam di
Brunei, melegatimasikan bagi rakyat Brunei untuk menikmati Islam yang tersusun dari
adat. Maksudnya, adat atau tradisi yang telah menjadi anutan masyarakat tetap
dijalankan selama dapat memperkaya khazanah keislaman. Karena itu, sampai sekarang
secara jelas terlihat pengamalan ajaran Islam di sana beralkulturasi dengan adat,
misalnya dalam acara pesta dilaksanakan berdasarkan syariat Islam, tanpa mengabaikan
tradisi setempat.

Kemudian dalam Ensiklopedi Oxpord yang ditulis dan diedit John L. Esposito,
seorang pakar Islam dari kalangan orientalis menyatakan bahwa, orang Melayu Brunei
menerima Islam pada abad XIV atau XV setelah pemimpin mereka diangkat menjadi
sultan Johor. Sultan sebagai pemimpin kerajaan dan sekaligus pemimpin agama, dan
bertanggung jawab menjunjung tinggipelaksanaan ajaran agama di wilayah
kerajaannya. 12 Berdasar dari data-data dan keterangan di atas, dapat dipahami bahwa
sebenarnya, Islam telah menjadi perhatian raja Brunei sejak masa lalu. Raja Brunei
justru mengutus orang Islam dalam misi perdagangan, dan karena itu maka ketika
pedagang Islam dari Arab datang ke Brunei mendapat sambutan dari masyarakat
setempat, selanjutnya setelah raja Brunei dikukuhkan menjadi sultan, maka orang
Melayu di sana secara luas menerima Islam. Artinya bahwa peta perkembangan Islam di
Brunei berdasar pada pola top down.

Ahmad M. Sewang merumuskan, pola top down adalah pola penerimaan Islam
oleh masyarakat elite, penguasa kerajaan, kemudian disosialisasikan dan berkembang
kepada masyarakat bawah. Di samping top down, ada juga yang disebut bottom up,
yakni Islam diterima terlebih dahulu oleh masyarakat lapisan bawah, kemudian
berkembang dan diterima oleh masyarakat lapisan atas, atau elite penguasa kerajaan.
Oleh karena pola topdownyang menjadi pola Islamisasi di Brunei, praktis agama Islam
di Brunei cepat sekali perkembangannya.Dalam pada itu, kerajaan Brunei dalam

12
John L. Esposito (ed), The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, vol. 3 (New York: Oxford
University, 1995), hal. 102

8
konstitusinya secara tegas menyatakan bahwa kerajaan tersebut adalah negara Islam
(‫ دارالسالم برونى‬,(yang beraliran Sunni (Ahlu sunnah wa alJamaah). Perkembangan Islam
di negara Brunei, didukung sepenuhnya oleh pihak pemerintah kesultanan yang
menerapkan konsep kepemimpinan sunni yang ideal dengan menerapkan prinsip-prinsip
ketatanegaraan dan pemerintahan dalam Islam.

Ketika Inggris datang pada dalam masa itu, sebagian besar masyarakat Islam
Brunei menghormati Inggris sebagai penyelamat negara mereka. Di sinilah letak
keunikan masyarakat Islam Brunei, sekaligus sebagai indikasi bahwa Islam di Brunei
bisa berkembang tanpa ada hambatan, karena masyarakatnya menghindari zhu'u zhanny
(perangka buruk) yang berlebihan terhadap Inggris, justru dengan sikap tasamuh
(toleran) masyarakat muslim menyebabkan negara Brunei benar-benar menjadi
darussalam (negara yang selamat) dari berbagai goncangan dan malapetaka.

Jadi dapat dipahami bahwa Islam di Brunei dari masa ke masa mengalami
perkembangan dari sejarah kedatangan Islam sampai ke pemerintahan Sultan Haji Omar
Ali Saifuddien. Kemudian diteruskan pula oleh Yang Mulia Paduka Seri Baginda Sultan
Haji Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Wadaulah, Sultan dan yang Di-Pertuan Negara
Brunei dengan wawasan yang lebih luas, jauh dan mantap lagi. Sri Baginda Sultan Haji
Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Wa Daulah, menekankan pentingnya MIB (Malayu
Islam Beraja, atau Kerajaan Islam Malayu). Menurutnya, interpretasi MIB harus
menegaskan Brunei Darussalam “Identitas dan citra yang kokoh di tengah-tengah
negara-negara nonsekuler lainnya di dunia”.

Salah satu bukti lagi, di samping bukti-bukti lain bahwa Islam di Brunei
mengalami perkembangan yang cukup signifikan di antara negara-negara muslim
lainnya. Hal itu dapat terlihat ketika Brunei menjadi tuan rumah bagi Pertemuan Komite
Eksekutif Dewan Dakwah Islam Asia Tenggara, dan Pasifik dan kehadiran Sultan di
perayaan Festival Budaya Islam di Jakarta dan Konvensi Islam OKI yang
diselenggarakan di Qatar.Aktivitas-aktivitas yang telah disebutkan di atas, tentu
berfungsi untuk memperkokoh pengembangan Islam, dan posisi sentral Islam, baik
sebagai komponen penting dalam ideologi maupun sebagai prinsip yang mengatur
kehidupan sehari-hari masyarakat Brunei.

9
Tempat Asal Kedatangan Islam
Pada umumnya ahli sejarah mengemukakan ada dua teori tentang daerah asal
yang membawa Islam ke Nusantara, yaitu teori Gujarat dan Mekah. Tetapi terdapat pula
sejarawan yang menyatakan tiga teori seperti Azyumardi Azra yang menyatakan ada
tiga asal masuknya Islam ke Indonesia yaitu Mekah, Gujarat, dan Benggal. Berbeda
dengan A.M. Suryanegara yang juga mengemukakan tiga teori, yaitu dari
Mekah,Gujarat, dan Persia. Untuk melihat alasan-alasan para sejarawan dalam
mendasarkan teori-teori yang mereka dukung dapat dilihat dari penjelasan berikut ini.
Teori Gujarat, didasarkan atas pandangan yang mengatakan asal daerah yang
membawa Islam ke Nusantara adalah dari Gujarat. Peletak dasar teori ini pertama
dikemukakan olehPijnepel (1872 M) yang menafsirkan catatan perjalanan Sulaiman,
Marcopolo, dan Ibn Batutah (Abdul Aziz Thaba, 1998: 117). Teori ini kemudian
mendapat dukungan dari Snouck Hurgronye yang mendasarkan dengan alasan-alasan
berikut: pertama, kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam
penyebaran agama Islam ke Nusantara, kedua, hubungan dagang antara Nusantara-
India telah lama terjalin dengan baik; ketiga, Inskripsi tertua tentang Islam yang
terdapat di Sumatera memberikan gambaran hubungan dagang antara Sumatera dan
Gujarat.
Teori Mekkah, teori ini lebih belakangan lahirnya jika dibandingkan dengan
teori Gujarat yang telah lama muncul dalam khazanah ilmu pengetahuan sejarah. Teori
Mekah baru muncul sekitar tahun 1958 M, sementara Teori Gujarat telah sejak tahun
1872 M.Teori Mekah muncul ketika banyaknya kritikan yang ditujukan pada teori
Gujarat karena terdapat sisi-sisi lain yang tidak terungkap sehingga melemahkan teori
itu sendiri. Penulis sejarah yang mengkritik teori tersebut misalnya Hamka dalam suatu
acara Dies Natalis IAIN Yogyakarta ke-8 di Yogyakarta, di mana muncul temuan-
temuan baru yang berusaha memperkuat munculnya alasan-alasan untuk melemahkan
teori Gujarat dan melahirkan cikal bakal teori Mekah. Pada waktu yang lain kemudian
teori Gujarat juga mendapat kritikan dan dilemahkan dalam seminar di IAIN Medan
tanggal 17-20 Maret 1963 M.

10
Teori Persia, dipelopori oleh P.A. Hoesin Djajadiningrat dari Indonesia. Titik
pandang teori ini memiliki perbedaan dengan teori Gujarat dan Mekah mengenai masuk
dan datangnya Islam di Nusantara. Islam masuk ke Indonesia menurut Hoesin
Djajadiningrat berasal dari Persia abad ke-7 M. Teori ini memfokuskan tinjauannya
pada sosiokultural di kalangan masyarakat Islam Indonesia yang ada kesamaan dengan
di Persia. Di antaranya adalah perayaan Tabut di beberapa tempat di Indonesia, dan
berkembangnya ajaran Syekh Siti Jenar zaman penyebaran Islam Wali Sanga ada
kesamaan dengan ajaran Sufi al-Hallaj dari Iran Persia (Ahmad Mansur Surya Negara,
2002: 90). Teori ini banyak mendapat kritikan ketika diadakan seminar masuk dan
berkembangnya Islam di Indonesia yang diselenggarakan di Medan tahun 1963. Kritik
itu muncul dari Dahlan Mansur, Abu Bakar Atceh, Saifuddin Zuhri, dan Hamka.

Kesimpulan
Kerajaan Brunei telah ada setidaknya sejak abad ke-7 atau ke-8 M. Kerajaan ini
kemudian ditaklukkan oleh Sriwijaya pada awal abad ke-9 dan kemudian dijajah lagi
oleh Majapahit. Setelah Majapahit runtuh, Brunei berdiri sendiri, dan bahkan Kerajaan
Brunei mencapai masa kejayaannya dari abad ke-15 sampai ke-17.
sekitar abad ke-7 pedagang Arab dan sekaligus sebagai pendakwah penyebar
Islam telah datang ke Brunei. Kedatangan Islam di Brunei, melegatimasikan bagi rakyat
Brunei untuk menikmati Islam yang tersusun dari adat dan terhindar dari akidah tauhid.
Maksudnya, adat dan atau tradisi yang telah menjadi anutan masyarakat tetap dijalankan
selama dapat memperkaya khazanah keislaman.
Pada umumnya ahli sejarah mengemukakan ada dua teori tentang daerah asal
yang membawa Islam ke Nusantara, yaitu teori Gujarat dan Mekah. Tetapi terdapat pula
sejarawan yang menyatakan tiga teori seperti Azyumardi Azra yang menyatakan ada
tiga asal masuknya Islam ke Indonesia yaitu Mekah, Gujarat, dan Benggal. Berbeda
dengan A.M. Suryanegara yang juga mengemukakan tiga teori, yaitu dari
Mekah,Gujarat, dan Persia. 13

13
Abd. Ghofur.2015.Islam dan Politik di Brunei Darussalam (Suatu Tinjauan Sosio-Historis). Vol. 7 No. 1

11
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Ghofur.2015.Islam dan Politik di Brunei Darussalam (Suatu Tinjauan Sosio-


Historis). Vol. 7 No. 1
Awang Haji Abd Rahman Bin Haji Nawi,Awang Haji Muhammad Hadi Bin
Muhammad Melayong.Sejarah Sultan-Sultan Brunei.Brunei.Syarikat Percetakan
Juta Jaya. 2015
Abu Bakar Istianah, Sejarah Peradaban Islam. Malang: UIN Malang Press. 2008

Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam (Cet. I; Jakarta,
PT. Raja Grafindo Persada, 2002

Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa, Cet. II (Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia, 2005)

Fikria Najtama.2018.Perkembangan Islam di Brunei.Junrnal studi islam. Vol. 10 No.2.


Helmiati. Sejarah Islam Asia tenggara.Riau.Lembaga penelitian dan pengapdian kepada
masyarakat univesitas islam negri sultan syrif kasim Riau. 2015
Muh. Miftachun Niam.Sejarah Brunei Darussalam.
Ruliyadi.2011. Brunei darussalam di Bawah Kepemimpinan Sultan Bolkiyah V (1485-
1524)
Hasbullah (ed.), Asia Tenggara Konsentrasi Baru Kebangkitan Islam, Cet. II (Bandung:
Fokusmedia, 2005)

12

Anda mungkin juga menyukai