Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH SEJARAH ISLAM ASIA TENGGARA

Perkembangan Islam di Brunei dan konsep


Melayu Islam Beraja (MIB)

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Bisri Mustofa, M.Pd

DISUSUN OLEH:

SYAHMI AQIL BIN SYAIRUL FAHMI [12260113230]

BINTANG BUANA TRIPUTRA [12260114272]

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah senantiasa melimpahkan Rahmat dan
Hidayah- Nya sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat dalam menjalankan aktifitas
sehari-hari. Penyusun juga mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan
kerido’an-Nya makalah ini terselesaikan.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
”Sejarah Islam Asia Tenggara”. Adapun yang penulis bahas dalam makalah sederhana ini
mengenai ”Perkembangan Islam di Brunei dan konsep Melayu Islam Beraja (MIB)”. Dalam
penulisan makalah ini penulis menemui berbagai hambatan yang dikarenakan terbatasnya ilmu
pengetahuan kami mengenai hal yang berkenaan dengan penulisan makalah ini.

Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, makalah
ini tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna, penulis menyadari bahwa banyak terdapat
kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua
yang membaca.

Pekanbaru, 23 Mei

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah awal masuk Islam di Brunei......................................................................................... 3


2.2 Hubungan politik dan sistem negara Brunei dengan Islam.......................................................4
2.3 Gagasan Sultan Brunei terhadap negaranya..............................................................................8
2.4 Konsep Melayu Islam Beraja...................................................................................................12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pengenalan Islam dan pembentukan masyarakat Muslim tidak terjadi secara bersamaan
di semua negara yang membentuk Asia Tenggara, khususnya di negara-negara anggota
ASEAN, perkembangan Islam di wilayah ini tampaknya bervariasi. Perbedaan dalam
perkembangan ini mungkin juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor tambahan yang spesifik
untuk setiap negara. Jumlah komunitas Muslim beragam di seluruh negara di Asia
Tenggara. Setidaknya tiga negara di kawasan ini-Indonesia, Malaysia, dan Brunei-memiliki
populasi mayoritas Muslim.

Brunei meskipun merupakan negara yang lebih kecil dari Malaysia dan Indonesia, yang
juga dikenal sebagai Brunei Darussalam, adalah kerajaan Islam yang sangat penting dalam
menegakkan prinsip-prinsip Islam di antara warganya. Kerajaan Islam Melayu (MIB), yang
secara umum dikenal sebagai Brunei, telah dengan tegas memeluk Islam sebagai agama
resmi negara.

Kerajaan Borneo adalah nama terdahulu dari negara yang sekarang dikenal sebagai
Brunei. Teori lain menyatakan bahwa nama Brunei berasal dari kata baru nah, yang
merujuk pada masa ketika Pateh Berbai memimpin sekelompok klan atau suku Sakai saat
mereka melakukan perjalanan ke Sungai Brunei untuk mencari lokasi untuk mendirikan
negara baru. Mereka mengucapkan kata baru nah, yang berarti lokasi yang sangat bagus,
menyenangkan, dan cocok di hati mereka untuk mendirikan negara seperti yang mereka
inginkan, setelah menemukan daerah yang memiliki posisi yang sangat strategis, yaitu
diapit oleh bukit-bukit, berair, mudah dikenali dan untuk transportasi, serta kaya akan ikan
sebagai sumber makanan di sungai. Istilah "baru nah" akhirnya menjadi Brunei.

1
Keterangan mengenai usia Brunei yang masih sangat muda sebagai negara merdeka-
hanya 20 tahun-dapat ditemukan di sejumlah literatur saat ini. Pada tanggal 1 Januari 1984,
negara ini secara resmi mendeklarasikan kemerdekaannya. Oleh karena itu, kemerdekaan
Brunei baru akan berusia 39 tahun pada tahun 2023. Namun, Brunei telah berkembang
pesat sejak merdeka, terutama dalam hal perdagangan, meskipun usianya masih sangat
muda. Sebagai salah satu negara terkaya di ASEAN, Brunei memiliki istana negara yang
paling mewah dan terbesar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diuraikan rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana sejarah awal masuk Islam di Brunei?


2. Bagaimana hubungan politik dan sistem negara Brunei dengan Islam?
3. Apakah gagasan Sultan Brunei terhadap negaranya?
4. Apakah konsep Melayu Islam Beraja (MIB)?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, dapat disimpulkan tujuan penulisan


makalah ini sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui sejarah awal masuk Islam di Brunei.


2. Untuk mengetahui hubungan politik dan sistem negara Brunei dengan Islam.
3. Untuk mengetahui gagasan Sultan Brunei terhadap negaranya.
4. Untuk mengetahui konsep Melayu Islam Beraja (MIB).

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah awal masuk Islam di Brunei

Kerajaan Brunei telah ada setidaknya sejak abad ke-7 atau ke-8 Masehi. Pada awal
abad ke-9, kerajaan Sriwijaya telah menguasainya, dan lalu kerajaan Majapahit pula yang
menjajahnya sekali lagi. Namun setelah itu, Brunei mempertahankan kemerdekaannya
setelah Majapahit runtuh, dan negara ini bahkan mengalami masa keemasannya pada abad
ke-15 dan ke-17. Seluruh pulau Kalimantan dan kepulauan Filipina terpengaruh oleh
kekuatannya. Kemegahan ini dicapai, khususnya, di bawah kepemimpinan Bolkiah, sultan
kelima, yang memerintah dari tahun 1473 hingga 1521.1

Klan atau suku Sakai adalah serombongan pedagang dari China yang gemar
berniaga dari suatu tempat ke tempat lain. Karena itu, Kerajaan Brunei pada awalnya
adalah pusat perdagangan orang-orang China. Sejarah awal Islam di Brunei memiliki
banyak versi. Menurut Azyumardi Azra, P'u Ali dikirim oleh Kerajaan Borneo (Brunei) ke
Istana Cina pada tahun 977. P'u Ali yang dimaksud adalah seorang pedagang Muslim
bernama Abu 'Ali. Tiga duta besar lainnya dikirim ke Istana Sung pada tahun yang sama,
salah satunya adalah Abu 'Abdullah.2 Fakta bahwa kedua orang tersebut adalah Muslim
dapat disimpulkan hanya dari nama mereka. Namun, tidak ada informasi tambahan
mengenai latar belakang utusan tersebut, termasuk apakah dia adalah orang Melayu asli
yang mendakwahkan Islam atau seorang pedagang Muslim dari luar Brunei (Hadramaut
atau Yaman) yang dikirim dalam misi bisnis ke Cina.

1
Lihat, “Brunei Darussalam,” http://id.wikipedia.org/wiki/Brunei_Darussalam.
2
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Cet. II
(Jakarta: Kencana, 2005), 29-30

3
Kemudian, seorang pakar Islam di kalangan orientalis bernama John L. Esposito
menulis dan menyusun Ensiklopedi Oxford, yang menyatakan bahwa orang Melayu Brunei
memeluk Islam pada abad ke-14 atau ke-15 setelah raja mereka dinobatkan sebagai Sultan
Johor.3 Sultan atau raja bertanggung jawab menjaga prinsip-prinsip agama di wilayahnya
sebagai raja dan kepala agama.

Berdasarkan fakta dan kajian yang disebutkan di atas, jelaslah bahwa raja Brunei
telah lama tertarik dengan Islam. Ketika para pedagang Islam dari Arab tiba di Brunei
sebagai hasil dari misi perdagangan Raja Brunei, penduduk setempat menyambut mereka.
Kemudian, setelah Raja Brunei diakui sebagai sultan, orang Melayu di negara itu memeluk
Islam secara luas. Hal ini memperlihatkan bahwa pendekatan konsep “top-down” menjadi
dasar dari peta pertumbuhan Islam di Brunei. Menurut teori yang dikemukakan oleh
Ahmad M. Sewang, pola “top-down” adalah pola di mana komunitas elit, termasuk raja
kerajaan, menerima Islam sebelum disosialisasikan dan berkembang ke masyarakat bawah.4
Selain pendekatan dari atas ke bawah, ada juga yang disebut pendekatan dari bawah ke
atas, di mana Islam pada awalnya diterima oleh masyarakat bawah sebelum berkembang
dan diterima oleh masyarakat atas, atau elit kerajaan. Karena penduduknya sangat tunduk
pada raja-raja mereka, Islam secara praktis menyebar dengan sangat cepat di Brunei
sebagai hasil dari pola “top-down” yang menjadi pola Islamisasi di negara itu. Raja-raja
Brunei juga telah beragama Islam selama berabad-abad, menurut sejarah.

2.2 Hubungan politik dan sistem negara Brunei dengan Islam

A. Hubungan politik dengan Islam sewaktu awal kerajaan Brunei

Kehidupan keagamaan di Brunei telah mengalami transformasi yang signifikan dari akhir
1800-an hingga awal 1900-an, baik dalam hal kelembagaan maupun dalam hal penerapan
gagasan reformis. Proses skripturalisasi dan reformasi keagamaan dipengaruhi secara
3
John L. Esposito (ed.), The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, Vol. III (New York: Oxford
University, 1995), 299
4
Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa, Cet. II (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), 86.

4
signifikan oleh perubahan administrasi ketatanegaraan yang terjadi selama abad ini.
Hubungan antara agama dan sultan sangat kuat karena sultan (raja) memiliki otoritas penuh
dalam bidang agama.5 Oleh karena itu, reformasi kehidupan umat beragama juga
dipengaruhi oleh perubahan politik dan dinamika agama yang diprioritaskan pemerintah.
Kontroversi keagamaan yang kadang-kadang muncul di negara lain tetapi tidak tersentuh di
Brunei. Sebagian besar orang Islam di Brunei menghormati Inggris sebagai penyelamat
negara mereka ketika mereka mendapatkannya.6 Ini adalah tempat di mana masyarakat
Islam Brunei unik dan menunjukkan bahwa Islam di Brunei dapat berkembang tanpa
hambatan. Masyarakatnya menghindari su’uz dzon (perangka buruk) yang berlebihan
terhadap Inggris, dan sikap tasamuhnya (toleran) membuat Brunei benar-benar menjadi
darussalam (negara yang selamat) dari berbagai kekacauan dan malapetaka.

Hubungan politik dengan Islam di kerajaan Borneo ini dimulai dengan Sultan Syarif
Ali, Sultan ketiga Brunei Darussalam (1425-1432), dan berlanjut hingga Sultan Muhammad
Hasan (1582-1598), fase pertumbuhan yang berkaitan dengan interaksi politik dengan
Islam dapat kita telusuri. Syarif Ali, seorang Sultan yang memiliki nama atau gelar Syarif,
sangat berjasa bagi Kesultanan Brunei Darussalam. 7 Sesuai dengan namanya, gelar Syarif
dinisbatkan kepada garis keturunan Nabi Muhammad Shallallahu "Alaihi wa Sallam
melalui Amirul Mu "minin Sayyidina Hasan bin Sayyidina Ali Radhiallah "anhum,
meskipun pada kenyataannya sulit untuk memiliki anak pada umumnya, apalagi yang
berasal dari keturunan Rasulullah Shallallahu "Alaihi wa Sallam. Sebagai seorang Sharif
yang dekat dengan keturunan Nabi, dia tidak diragukan lagi memiliki dampak yang
signifikan terhadap perkembangan Islam di Brunei Darussalam. Keputusan Sultan Ahmad
untuk menerima Sharif Ali sebagai menantunya secara alami membuka berbagai pilihan
baginya untuk berkontribusi pada kemajuan Islam. Menantu Sultan ini memberikan
petunjuk tentang bagaimana menerapkan Syariah Islam di Kesultanan Brunei Darussalam.

Penegasan penerapan hukum Islam pada masa itu mungkin masih terbatas pada
penerapan ajaran Islam sebagai kewajiban pribadi yang dimotivasi dan didakwahkan di
5
Thohir, Perkembangan Peradaban Islam, 264
6
Esposito, The Oxford Encyclopedia, 299
7
Pengiran Haji Muhammad, Islam di Brunei Darussalam

5
bawah pengaruh Sultan, namun belum menyentuh atau memasuki persoalan penerapan
hukum Islam sebagai hukum yang dilegalkan untuk mengatur negara.

B. Hubungan sistem negara dengan Islam

Pada fase yang kegemilangan ini, peran Sultan Brunei Darussalam sebagai Kepala Negara,
Kepala Pemerintahan, dan Kepala Urusan Agama menjadi semakin jelas. Dengan
demikian, Sultan dianggap sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, dan penengah
dalam masalah-masalah keagamaan. Fungsi Sultan juga bukan semata-mata memerintah
negara tetapi juga sebagai Pemimpin Hal Ihwal Agama. Dalam hal keagamaan, Sultan
dibantu oleh Majelis Agama Islam, yang merupakan badan tertinggi keagamaan dalam
Negara yang senantiasa memberikan pandangan dan nasehat kepada Sultan. Sejalan dengan
pemerintahan modern Majlis Agama Islam merupakan badan “legislatif”, sementara badan
“eksekutif”nya adalah Kementerian Hal Ehwal Ugama. 8

Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Sri Baginda Sultan dan Yang Di Pertuan
Negara Brunei Darussalam telah menunjuk Kementerian Agama sebagai salah satu
kementerian yang secara proaktif bagi memajukan perkembangan Islam di Brunei
Darussalam sejak tahun 1986.

Ada beberapa Lembaga atau institusi yang berada di bawah Kementerian Hal Ehwal
Agama seperti:_

1. Pusat Dakwah Islamiah


2. Jabatan Hal Ehwal Syari‟ah

8
Pengiran Dato Seri Setia Mohammad Pangiran Haji Abdurrahman, Kegemilangan Islam di Brunei
Darussalam (Kolej Universiti Perguruan Ugama Seri Begawan, 2012), hlm. 14.

6
3. Jabatan Hal Ehwal Masjid
4. Jabatan Pengajian Islam
5. Unit Perundangan Islam
6. Jabatan Mufti Kerajaan9

Negara Brunei Darussalam menganut agama Islam sebagai agama resmi. Syariat Islam
menjadi undang-undang negara. Warisan kepemimpinan dan ke’aliman, atau Negarawan
yang Alim, dari Sultan Sharif Ali, seorang ulama Tha-ip dari garis keturunan baginda
Hasan Bin Ali Radiallahu Anhu, yang diberikan jabatan Sultan dan menjadikan agama
sebagai dasar pembangunan negara, merupakan sumber kejayaan Islam Brunei Darussalam
saat ini. Islam di Brunei benar-benar dipegang sebagai kepercayaan dan praktik. 10 Brunei
berkembang menjadi sebuah negara modern di Asia Tenggara di bawah kepemimpinan
Sultan Haji Hassanal Bolkiah.11 Dimulai dengan bernegosiasi dengan Kerajaan Inggeris, dia
merencanakan untuk menjadikan Brunei negara maju.

Perundingan yang dilakukan pada tahun 1971 menghasilkan Inggris sebagai negara
yang membantu Brunei. Kerajaan Inggris dengan negara Brunei telah menandatangani
perjanjian persahabatan dan kerjasama pada tahun 1979.12 Inti dari perjanjian ini adalah
bahwa Kerajaan Brunei menjadi negara merdeka berdaulat dan bertanggung jawab
sepenuhnya atas masalah domestik dan internasional. Pada tanggal 1 Januari 1984,
bersamaan 27 Rabiulawal 1404 Hijrah, Brunei dapat mencapai kemerdekaan penuh berkat
kerja keras dan dukungan rakyat.13

9
Pengiran Dato Seri Setia Mohammad Pangiran Haji Abdurrahman, Kegemilangan Islam di Brunei
Darussalam (Kolej Universiti Perguruan Ugama Seri Begawan, 2012), hlm. 15.
10
Haji Awang yahya bin Haji Ibrahim, Sejarah dan Peranan Institusi Melayu Islam Beraja, (Brunei: Pusat
Dakwah Islamiah, 200), hlm. 148
11
Tasim Bin Haji Abu Bakar, Projeksi Melayu Islam Beraja Dalam Media Massa. (Brunei: Pusat Sejarah, 2015),
hlm. 12.
12
Ibid
13
Tasim Bin Haji Abu Bakar, Projeksi Melayu Islam Beraja Dalam Media Massa. (Brunei: Pusat Sejarah, 2015),
hlm. 12.

7
2.5 Gagasan sultan Brunei terhadap negaranya

Konsep membangunkan masjid yang gah dan banyak adalah ide yang dimiliki oleh
Syarif Ali ketika masih menjadi menantu Sultan Ahmad. Masjid berfungsi sebagai tempat
berkumpulnya orang-orang yang memiliki tujuan tertentu di mana mereka dapat berbaur
dan mengenal satu sama lain, tetapi juga berfungsi sebagai tempat untuk berkhotbah yang
membantu orang memahami Islam dengan lebih baik dan lebih lengkap.14 Kehadiran masjid
ini juga menjadi bukti kuat dari pemahaman Sharif Ali bahwa hukum Islam hanya bisa
ditegakkan jika masjid ini menjadi tempat bagi masyarakat untuk menjalankan agamanya.

Ide-ide cemerlang yang didasarkan pada prinsip-prinsip dan cita-cita agama ini
kemudian menjadi dasar bagi Kesultanan Brunei Darussalam untuk melantik Syarif Ali
sebagai Sultan Brunei, menggantikan mertuanya Sultan Ahmad (Sultan Ahmad, 1408-1425
M).15 Sultan Sharif Ali memerintah dari tahun 1425 hingga 1432 Masehi dan dianugerahi
gelar Sultan Berkah.16 Keagungan Islam di Brunei Darussalam didasarkan pada keyakinan
bahwa berkah itu nyata. Berkah diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'la kepada siapa pun
yang dikehendaki-Nya. Sultan Sharif Ali adalah orang yang memberikan nikmat kepada
Brunei. Sebagai hasil dari reputasi Sultan Sharif Ali sebagai seorang cendekiawan,
Kesultanan Brunei memiliki penguasa yang karismatik. Dia memantapkan dirinya sebagai
seorang Sultan dan ulama yang dapat dijadikan panutan oleh rakyat Brunei.

Sultan Sharif Ali (memerintah 1425-1432 M) memperkuat hukum-hukum Nabi


Muhammad Shallallahu "Alaihi wa Sallam, yang membuat iman Islam menjadi lebih aktif
dan mapan selama masa pemerintahannya. Selain itu, ia menyatakan bahwa makan daging
babi dilarang di Brunei dan siapa pun yang kedapatan melakukannya akan dihukum mati.

14
Pengiran Haji Muhammad dalam bukunya Islam di Brunei Darussalam
15
Ibid, hlmn 98.
16
Muhammad Pengiran Haji Abd. Rahman, Kegemialangan Islam di Brunei Darussalam, (Brunei: Kolej
University Perguruan Ugama Seri Begawan, 2012), hlm. 5

8
Di bawah kepemimpinan Sultan Sharif Ali, Brunei disebut sebagai Negara "Darussalam"
karena memiliki pemerintahan yang stabil dan memberikan keamanan.17

Selanjutnya, Beliau meninggalkan warisan yang tak lekang oleh waktu di bidang adat
istiadat, terutama representasi dari semangat Islam yang beliau promosikan di seluruh
Brunei. Sebagai pengingat akan kecemerlangannya terhadap syi’ar Islam yang ia bangun di
Brunei, Panji-Panji dengan tiga sayap yang di atasnya terdapat "Tunggul Alam Bernaga".
Tunggul alam Bernaga adalah representasi dari kekuatan Sultan untuk menjadi pelindung
mandat dari Tuhan dan tempat bernaung rakyat, sementara tiga sayap dipahami sebagai tiga
rukun Islam, "Iman, Islam, dan Ihsan". Bendera adalah simbol utama Brunei Darussalam.
Setelah itu,Bulan sabit ditambahkan pada tanda di bawah kaki Panji-Panji pada masa
pemerintahan Sultan Ahmad Tajuddin. Tulisan Arab "Al-"Daimuna alMahsuna bil Huda"
pada bulan sabit Panji dan "Berunei Darussalam" di bawah bulan sabit ditambahkan pada
masa pemerintahan Sultan Haji Umar "Ali Saifuddien Sa "adul Khairi Waddien (Sultan ke-
28, ayah Sultan Hasanul Bolkiah).18

Putra Sultan Sahrif Ali, Sultan Sulaiman (1432-1485 M), yang memerintah Brunei
sesuai dengan kebijakan ayahnya, menggantikan ayahnya di atas takhta setelah Sultan
Sahrif Ali wafat. Dia meningkatkan pertahanan negara selama masa jabatannya untuk
mencegah serangan musuh. Sultan Sulaiman wafat pada tahun 1485 Masehi, dan putranya
Sultan Bolkiah (1585-1524 Masehi) menggantikannya. Negara Brunei berkembang pesat di
bawah pemerintahannya. Sultan Bolkiah adalah orang yang sangat imajinatif yang
menghargai ide-ide segar dan skema baru. Dia senang bepergian ke luar negeri untuk
mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang akan bermanfaat bagi Negara dan Rakyat
Brunei.19

17
Pehin Jawatan Dalam Seri Maharaja Dato Seri Utama Dr. Haji Awang Mohd Jamil Al-Sufri, Latar Belakang
Sejarah Brunei ((Bandar Seri Begawan: Pusat Sejarah Brunei, Kementerian Kebudayaan, Belia dan Sukan,
2000), hlm. 20- 21.
18
Pehin Jawatan Dalam Seri Maharaja Dato Seri Utama Dr. Haji Awang Mohd. Jamil Al-Sufri, Rampai Sejarah
I: Meniti Sejarah Silam (Bandar Seri Begawan: Pusat Sejarah Brunei, Kementerian Kebudayaan, Belia dan
Sukan, 2015), hlm. 77-78
19
Haji Awang Yahya bin Haji Ibrahim, Sejarah dan Peranan Institusi-institusi Melayu Islam Beraja (Brunei:
Pusat dakwah Islamiah, 2000), hlm. 148.

9
Antara gagasan kerajaan Brunei yang popular agar menjadi negara moderan yang
Islamik adalah penerapan konsep “Negara Zikir”. Gagasan keagamaan sultan ini muncul
ketika Titah baginda sempena Sambutan Hari Raya Aidil Adha tahun 1428 Hijriah salah
satu bukti gagasan keagamaan Sultan tentang “Negara Zikir”. Isi titah Sultan
menyebutkan:_

Brunei adalah Negara yang selalu bersama-sama dengan ar-Rahman (Yang Maha
Pengasih). Yang senentiasa berhias dengan zikir dan menjadikannya sebagai rutin
kebiasaan. Karena itu Allah pun, dengan rahmatNya, memalingkan kita dari sebarang
kesusahan dan bencana, dari peibagai anasir yang boleh merusakkan keamanan.

Arti dari Titah Baginda menyatakan bahwanya negara Brunei yakni pemimpin dan
masyarakat haruslah mencerminkan religiusitas Islam yang sangat erat supaya Brunei
dilimpahi kekayaan, kesejahteraan, keamanan dan stabilitas negara. Hal ini yang
menyebabkan pengaruh kepercayaan Islam di Brunei itu kuat disebabkan masyarakat dan
pemimpin yang meyakini akan konsep “Negara Zikir” ini.

Gagasan untuk menjadikan Brunei sebagai negara yang diingat bukanlah hal yang
baru, karena rakyat Brunei telah mendapatkan manfaat dari berkah negara ini sejak negara
ini dikendalikan oleh seorang Sultan Muslim. Meskipun dipengaruhi oleh kekuatan-
kekuatan besar, Kesultanan Brunei, yang telah memiliki 39 Sultan selama hampir 6,5 abad,
telah mampu menjunjung tinggi prinsip-prinsip Islam. Sebagai contoh, Inggris
menaklukkan Brunei Darussalam dari tahun 1906 hingga 1959. Meskipun Brunei
diperintah oleh negara yang memiliki pandangan yang berbeda dengan pandangannya
sendiri, namun peraturan yang mengatur administrasi Islam tetap dijalankan, seperti:_20

20
Hajah Noor Hira binti Haji Noor Kaseh. Raja Berdaulah Negara Berkah. Brunei: Pusat Dakwah Islamiyah,
2016), hlm. 15.

10
1. Muhammad Law. Diundangkan sejak 1 Juli 1912.
2. Muhammad Marriage and Divorce, diundangkan sejak 1 Agustus 1913.
3. Court Enactment. Diundangkan pada 1 Mei 1952.
4. Undang-undang Majlis Ugama dan Mahkamah-mahkamah Kadi. Diundangkan pada
1 Februari 1956.

Upaya Islamisasi di Brunei Darussalam tidak pernah berhenti, yang berujung pada
pengangkatan Islam sebagai agama negara. Kurun waktu sebelumnya menunjukkan
bagaimana legislasi terus diislamkan hingga tahun 1979, ketika Hukum Brunei diuji untuk
menentukan apakah hukum tersebut sesuai dengan Islam. 21

Tidak ada waktu yang menunjukkan bahwa Negara Brunei bebas dari praktik Islam,
seperti yang ditunjukkan oleh hukum-hukum Islam yang menunjukkan dampak besar dari
Sultan dan rakyat Brunei yang mencintai Islam. Negara Zikir, yang sekarang sedang
dibangun, adalah bukti dari kecintaan rakyat Brunei terhadap Islam sebagai agama yang
rahmatan lil 'alamin.

2.4 Konsep Melayu Islam Beraja

Sewaktu Brunei pertama kali dibentuk, Brunei dikenal sebagai Negara Melayu
Beraja; namun, setelah Islam diperkenalkan dan diadopsi oleh Raja dan penduduk, serta
menjadi aturan dan praktik dalam semua aspek budaya Brunei, namanya diubah menjadi
Negara Melayu Islam Beraja, atau MIB. 22 Ideologi Negara Brunei Darussalam, yang
dikenal sebagai Melayu Islam Beraja atau MIB, berfungsi sebagai arahan Sultan dalam
21
Ibid, hlmn 16.
22
Pehin Jawatan Dalam Seri Maharaja Dato Seri Utama Dr. Haji Awang Mohd Jamil Al-Sufri, Brunei
Darussalam Negara Melayu Islam Beraja. (Brunei: Pusat Sejarah, 2014), hlm.1.

11
menjalankan tugasnya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Sebagaimana
dinyatakan dalam Perlembagaan Negeri Brunei 1959, MIB adalah filosofi negara Brunei
Darussalam.23

Bagi seluruh lapisan masyarakat Brunei Darussalam, keinginan untuk selalu


menjadi Negara Melayu Islam Beraja adalah harga mati. Sultan, bersama dengan semua
sekutunya dan seluruh lapisan masyarakat Brunei, berkomitmen untuk melestarikan segala
sesuatu yang dapat merusak konsep filosofi negara Melayu Islam Beraja.

Tiga huruf yang membentuk MIB juga merupakan singkatan dari tiga lembaga yang
membentuk negara Brunei Darussalam. Masing-masing menjadi komponen yang saling
melengkapi dan mendukung satu sama lain. Untuk Brunei, jika satu pilar hilang, maka pilar
yang lain akan mengikuti.24 MELAYU, ISLAM, dan BERAJA adalah tiga lembaga MIB.

1. Melayu

Tujuh kelompok suku bangsa Melayu yaitu Brunei, Belait, Kedayan, Tutong, Dusun,
Bisaya, dan Murut membentuk negara Melayu. Oleh demikian, menjadikan bahasa Melayu
sebagai bahasa resmi Negara, bersama dengan cita-cita budaya Melayu yang sangat mulia,
yang aktif dan dominan, menjadi landasan dalam kehidupan beradat, berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.25

Sesuai dengan tujuannya, MIB berfungsi sebagai pemersatu tujuh puak Melayu di
Brunei Darussalam. Puak-puak Melayu ini memiliki banyak karakteristik, namun ada juga
beberapa perbedaan di antara mereka, termasuk bahasa komunikasi, kepercayaan budaya,
dan praktik.26 Oleh karena itu, MIB terdiri dari tiga elemen yang bekerja sama dengan
sempurna, terkait erat, dan tidak dapat dipisahkan untuk mewujudkan penyatuan berbagai
suku Melayu di Brunei terlepas dari perbedaan mereka melalui ikatan Melayu Islam Beraja.

2. Islam
23
Tasim Bin Haji Abu Bakar. 2015. Projeksi, hlm. 15
24
Haji Awang Yahya bin Haji Ibrahim, Sejarah dan Peranan Institusi-institusi Melayu Islam Beraja. (Brunei:
Pusat Dakwah Islamiah, 2000), hlm. 142.
25
Haji Awang Abdul Aziz bin Awang Junid. 1992. Islam di Brunei, hlm. 18
26
Tasim Bin Haji Abu Bakar. 2015. Projeksi, hlm. 21

12
Agama resmi Negara Brunei Darussalam adalah Islam, yang menempati tempat utama
dalam kerangka filosofisnya. Pelembagaan Negara adalah salah satu cara untuk
menunjukkan hal ini. Sejak raja pertama Brunei memeluk Islam dan seterusnya hingga
Sultan ke 29, semuanya adalah Muslim. Mereka semua dengan keras mendorong rakyat
untuk melakukan hal yang sama sehingga Islam dapat terus berkembang dengan cepat dan
damai di Negara Brunei Darussalam.27

Tidak diragukan lagi, pasti akan mengalami kesulitan, seperti halnya dalam suatu
tantangan. Ada tantangan internal dan eksternal, ada yang berat, dan ada yang ringan.
Persoalan semacam ini, khususnya yang berkaitan dengan aqidah, juga ada di Brunei
Darussalam. Masuknya keyakinan aqidah yang berbeda dengan dan mengatasnamakan
agama telah menentang Islam Melayu Beraja yang berlandaskan Ahli Sunnah Wal Jama'ah
yang menjadi haluan dan pegangan hidup masyarakat Negara Brunei Darussalam. Beberapa
ajaran agama tersebut antara lain:_28

a. Aliran-aliran kebatinan seperti Isma‟iliyyah, al-Qaramithah, al-Mulahiddah, al-


Babakiyyah, al-Muhammirah, at-Ta’limiyyah dan as-Saba’iy.
b. Gerakan tasawuf seperti tareqat Mufarridiyyah, Jemaah al-Arqam, tareqat Abd Razak
dan ajaran Saihoni bin Tasipan.
c. Ajaran sesat seperti Bahaiyyah, al-Qadiani dan Pertubuhan al-Ma’unah.

Bahwa betapa perlunya menjaga kemurnian Ahli Sunnah Wal Jama'ah bagi Negara
Brunei Darussalam sehingga pemerintah memandang perlu membentuk Jabatan Hal
Ihwal Syari'ah untuk mengawal, menjaga dan mengawasi paham Ahli Sunnah Wal
Jama'ah agar tidak dikotori atau dirusak oleh faham-faham keagamaan yang masuk dari
luar yang dapat merusak paham Ahli Sunnah Wal Jama'ah di Brunei Darussalam. Umat
Islam akan terpecah belah jika masalah ini tidak dapat diselesaikan dengan baik.

3. Beraja

Monarki beraja, di mana Sultan berfungsi sebagai kepala negara dan pelindung rakyat.
Kewenangan untuk memerintah negara dengan otoritas absolut dipegang oleh baginda.

27
Awang Hj Suhaimi bin Hj Gemok. “Media Baru: Isu-isu Aqidah dan Cabarannya ke Atas Masyarakat
Brunei”. Al-Huda. Disember 2015 M. Bil 132, hlm. 21.
28
Awang Hj Suhaimi bin Hj Gemok “Media Baru: Isu-isu Aqidah dan Cabarannya ke atas Masyarakat Brunei”.
Al- Huda. BIL. 132, Desember 2015. (Brunei: Islamic Da‟wah Center, 2015), hlm. 21

13
Beraja pada dasarnya adalah ajaran Islam tentang kepemimpinan.29 Dalam bahasa Arab Al
Quran, penguasa disebut sebagai ulul amri, termasuk raja, sultan, dan kepala negara.
Rakyat diharuskan tunduk pada Sultan, atau ulul amri sebagaimana gelarnya dijelaskan
dalam Al-Quran. Sultan adalah orang pertama yang menunjukkan ketaatan beragama,
membuatnya terkenal dan diakui oleh rakyatnya. Akibatnya, ketaatan tersebut dapat
bertahan lama.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ketika masih dikenal sebagai Kerajaan Borneo, Kerajaan Brunei didirikan antara
abad ketujuh dan kedelapan. Puncak kejayaannya terjadi antara abad ke-15 dan ke-17.
Setelah kedatangan bangsa Eropa, kedudukannya sempat terganggu oleh pendudukan
Inggris di Brunei dan Malaysia. Namun pada akhirnya, pada tanggal 1 Januari 1984,
Brunei mendeklarasikan kemerdekaannya. Brunei, negara terkaya dan psling damai di
ASEAN, telah mempertahankan status monarki sejak kemerdekaannya. Para pedagang
Arab mulai mendakwahkan Islam di Brunei pada abad ketujuh. Namun setelah memasuki

29
Awang Hj Suhaimi bin Hj Gemok “Media Baru: Isu-Isu Aqidah dan Cabarannya ke atas Masyarakat Brunei”.
Al- Huda. BIL. 132, Desember 2015. (Brunei: Islamic Da‟wah Center, 2015), hlm. 16

14
abad ke-14 dan ke-15, Islam baru mengalami perkembangan yang pesat dari atas ke bawah
yaitu pola “up to down”. Pembentukan sistem kerajaan Islam adalah penyebab utama dalam
pertumbuhan Islam di Brunei. Raja-raja dan sultan yang memerintah Brunei menerapkan
hukum dan peraturan berdasarkan ajaran Islam Sunni (Ahl as-Sunnah wa al-Jamaah). Pada
masa pemerintahan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Baginda Sultan Haji
Hassanul Bolkiah Mu "izzaddin Waddaulah, Islam berjaya di Negara Brunei Darussalam
dengan beberapa cara, antara lain penghapusan benda-benda yang berbau kesyirikan,
penerapan syariat Islam sebagai hukum negara, dan perubahan Negara menjadi Negara
Zikir.

DAFTAR PUSTAKA

1. Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII. Cet. II. Jakarta: Kencana, 2005
2. Esposito, John L (ed.). The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, Vol.
3. New York: Oxford University, 1995
3. Sewang, Ahmad M. Islamisasi Kerajaan Gowa. Cet. II. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2005.
4. Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam. Cet. I.
Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 200
5. Pengiran Dato Seri Setia Dr. Haji Mohammad Pangiran Haji Abdurrahman,
Kegemilangan Islam di Brunei Darussalam (Kolej Universiti Perguruan Ugama Seri
Begawan, 2012),
6. Awang Yahya bin Haji Ibrahim, Sejarah dan Peranan Institusi-institusi Melayu Islam
Beraja (Brunei: Pusat dakwah Islamiah, 2000)

15
7. Pengiran Haji Muhammad bin Pengiran haji Abdurrahman, Islam di Brunei
Darussalam (Brunei Darussalam: Dewan bahasa dan Pustaka, 2005)
8. Pehin Jawatan Dalam Seri Maharaja Dato Seri Utama Dr. Haji Awang Mohd Jamil
Al-Sufri, Latar Belakang Sejarah Brunei (Bandar Seri Begawan: Pusat Sejarah Brunei,
Kementerian Kebudayaan, Belia dan Sukan, 2000)
9. Tasim Bin Haji Abu Bakar, Projeksi Melayu Islam Beraja Dalam Media Massa
(Brunei: Pusat Sejarah, 2015)
10. Noor Hira binti Haji Noor Kaseh, Raja Berdaulat Negara Berkat. (Brunei: Pusat
Da‟wah Islamiah, 2016)
11. Awang Hj Suhaimi bin Hj Gemok “Media Baru: Isu-isu Aqidah dan Cabarannya ke
atas Masyarakat Brunei”. Al- Huda. BIL. 132, Desember 2015. (Brunei: Islamic
Da‟wah Center, 2015),

16

Anda mungkin juga menyukai