Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam telah memainkan peran penting dalam membentuk dan memengaruhi
sejarah serta budaya di berbagai negara di seluruh dunia. Dua negara di Asia
Tenggara yang menunjukkan peran yang signifikan dalam sejarah perkembangan
Islam adalah Brunei Darussalam dan Filipina. Meskipun memiliki perbedaan dalam
hal ukuran, geografi, dan pengaruh sejarah, keduanya memiliki warisan Islam yang
kaya yang mencerminkan keragaman dan kompleksitas Islam di wilayah tersebut.
Brunei Darussalam, sebuah negara kerajaan yang relatif kecil di kawasan
Asia Tenggara, telah memainkan peran yang menonjol dalam mempertahankan
nilai-nilai Islam di tengah-tengah masyarakatnya. Dikenal juga sebagai Monarki
Islam Melayu (MIB), Brunei secara konsisten telah menjadikan Islam sebagai
ideologi nasionalnya. Seruan dari Monarki Islam Melayu kepada rakyatnya untuk
tetap setia kepada rajanya, menjalankan Islam sebagai jalan hidup, dan memelihara
identitas Melayu yang khas, menandakan pentingnya Islam dalam membentuk
struktur sosial, politik, dan budaya di Brunei Darussalam. Hal ini menjadikan
Brunei sebagai salah satu negara yang menampilkan integrasi yang kuat antara
agama dan kekuasaan politik, yang berdampak pada perkembangan Islam yang
signifikan di negara ini.1
Sementara itu, Filipina, sebuah negara kepulauan yang luas dan beragam di
Asia Tenggara, juga memiliki warisan Islam yang kaya. Meskipun saat ini
mayoritas penduduk Filipina adalah Katolik, Islam memiliki jejak sejarah yang kuat
di wilayah ini. Islam diperkirakan telah masuk ke Filipina pada abad ke-13 dan pada
satu waktu menjadi mayoritas di antara penduduknya. Sebelum kedatangan
penjajah Spanyol dan Amerika, Islam telah berkembang melalui interaksi dengan
ulama dan pedagang Muslim dari Arab. Namun, dengan berbagai dinamika sejarah,
1
Sharon Siddique, "Brunei Darussalam: Sebuah Bangsa Religius yang Potensial" dalam
Moeflich Hasbullah (ed.), Asia Tenggara Konsentrasi Baru Kebangkitan Islam, Cet. II (Bandung:
Fokusmedia, 2005), 246.
1
2
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan sebagai
berikut:
1. Memahami sejarah perkembangan islam di Brunei Darussalam.
2. Mengetahui sejarah perkembangan islam di Filipina.
2
Muhammad Nasir, “Dinamika Islam di Filipina”, Hadhrah; Jurnal Keislaman dan
Peradaban, Vol 13 No 1 Juni 2019, 68.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Islam di Brunei Darussalam
1. Sejarah Berdirinya Brunei Darussalam
Brunei, yang sebelumnya dikenal sebagai Kerajaan Borneo, mengalami
perubahan namanya menjadi Brunei. Ada teori yang menyatakan bahwa Brunei
berasal dari kata “baru nah”, yang menurut cerita sejarah, awalnya ada sekelompok
klan atau suku Sakai yang dipimpin oleh Pateh Berbai yang berlayar ke Sungai
Brunei untuk mencari tempat mendirikan sebuah negeri baru. Setelah menemukan
kawasan strategis yang dikelilingi oleh bukit, air, mudah diakses, dan kaya akan
sumber daya ikan, maka mereka pun mengucapkan perkataan “baru nah” yang
berarti tempat itu sangat baik, berkenan dan sesuai di hati mereka untuk mendirikan
negeri seperti yang mereka inginkan. Istilah “baru nah” akhirnya berubah menjadi
Brunei.3 Suku Sakai tersebut sebagian besar adalah pedagang dari China, sehingga
awalnya, Brunei adalah pusat perdagangan bagi orang-orang China.
Kerajaan Brunei telah berdiri sejak abad ke-7 atau ke-8 Masehi, dengan
masa ke-emasannya terjadi pada abad ke-15 hingga ke-17, terutama selama
pemerintahan Sultan Bolkiah yang kelima. Namun, kedatangan bangsa Eropa,
terutama Inggris, menjadikan Brunei sebagai koloni Inggris sejak tahun 1888.
Bersama dengan Malaysia, yang juga dikuasai oleh Inggris pada saat itu, kedua
negara bersatu untuk memperjuangkan kemerdekaan mereka. Malaysia merdeka
pada 31 Agustus 1957, sementara Brunei baru memperoleh kemerdekaannya pada
1 Januari 1984 setelah memisahkan diri dari Malaysia.4
Meskipun baru merdeka selama sekitar dua puluh tahun pada tahun 2007,
Brunei telah mengalami kemajuan signifikan, terutama dalam perdagangan. Negara
ini juga dikenal sebagai salah satu negara ter-makmur di ASEAN dengan kekayaan
utama berupa minyak bumi, gas alam, serta hasil pertanian seperti karet dan
rempah-rempah. Ibu kota negara ini adalah Bandar Seri Begawan, yang dipimpin
3
Lihat, “Brunei Darussalam,” http://id.wikipedia.org/wiki/Brunei_Darussalam.
4
Fikria Najtama, Perkembangan Islam di Brunei, Tasamuh: Jurnal Studi Islam,
http://ejournal.stain.sorong.ac.id/indeks.php/tasamuh Vol. 10, No. 2, (2018), 410.
4
oleh Sultan Hasanal Bolkiah. Secara geografis, Brunei berbatasan langsung dengan
Indonesia di utara pulau Kalimantan dan berdekatan dengan Malaysia di wilayah
Serawak dan Sabah.
Sejarah awal Brunei mencakup beberapa teori asal usul nama, yang di
antaranya mengaitkannya dengan kata “baru nah”. Penjelasan lain mengacu pada
Naskah Nagarakertagama yang menyebut Brunei sebagai Barune(ng), serta asal
mula nama Brunei dari bahasa Sanskerta “Varunai” yang berarti Pulau
Kalimantan.5 Pada abad ke-14 Masehi, Brunei menjadi pusat perdagangan antara
China dan Asia Tenggara, menandai perubahan signifikan dalam pemerintahan
dengan pergantian nama raja dari Alak Betatar menjadi Sultan Muhammad Syah.6
2. Teori Masuknya Islam di Brunei Darussalam
Islam mulai masuk ke Brunei Darussalam sekitar tahun 977 M, melalui jalur
perdagangan timur Asia Tenggara oleh pedagang dari Cina. Namun, pada saat itu,
Islam belum tersebar secara luas. Sebuah teori menyatakan bahwa Islam memasuki
Brunei Darussalam pada abad ke-13 M, dengan masuknya Raja Awang Alak
Betatar yang kemudian mengganti namanya menjadi Muhammad Shah pada tahun
1368 M. Meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan sejarawan, kedua teori ini
sejalan dengan penyebaran Islam di kawasan Nusantara.
Sejarawan umumnya mengemukakan dua teori utama tentang asal-usul
Islam di Nusantara, yaitu teori Gujarat dan Mekah. Namun, beberapa sejarawan
juga menyatakan tiga teori, seperti yang dikemukakan oleh Azyumardi Azra, yang
menyebutkan Mekah, Gujarat, dan Benggal sebagai asal masuknya Islam ke
Indonesia. Pendapat lain dari A.M. Suryanegara juga mencakup tiga teori, yaitu dari
Mekah, Gujarat, dan Persia. Alasan di balik teori-teori ini didasarkan pada bukti
sejarah yang mereka kaji dengan cermat.
a. Teori Gujarat
Teori Gujarat berasal dari pandangan yang menyatakan bahwa asal-usul
Islam di Nusantara berasal dari Gujarat. Pandangan ini pertama kali diusulkan oleh
5
Muhammad Syamsu As "Ulama Pembawa Islam di Nusantara dan Sekitarnya" Jakarta
lentera, 1996. h 144.
6
Mahmud Saedon bin Awang Othman "Pemimpin Era Baru" Univesitas Brunei Darussalam
1996. h 14.
5
7
Surya Negara, Forum: Southeast Asian of Islamic Sultane, (Kuala Lumpur: 2002).
6
dianut sebagian besar umat Islam Nusantara adalah Mazhab Syafi'i sama dengan
mazhab yang dianut masyarakat Mekkah masa itu.
Alasan lain yang memperkuat lahirnya teori Mekah dikemukakan oleh
Sayyid Muhammad Naquib al-Attas bahwa sebelum abad ke-17 M. Seluruh
literatur keagamaan yang relevan tidak satupun pengarang muslim tercatat berasal
dari India. Penulis yang dipandang Barat sebagai berasal dari India terbukti berasal
dari Arab atau Persia. Benar bahwa sebagian karya yang relevan tentang keagamaan
itu ditulis di India, tetapi asal kedatangan penulis tersebut adalah dari kawasan
jazirah Arab (Mekkah, Mesir, Yaman) dan Persia. Ada pula kemungkinan kecil
sebagiannya berasal dari penulis Turki atau Maghrib dan yang lebih penting bahwa
kandungan nilai-nilai ajaran Islam adalah dari Timur Tengah bukan dari India.8
Termasuk penggunaan gelar Syarif, Said, Muhammad, Maulana juga
identik dengan asal mereka dari Mekah dan kedatangan mereka termasuk paling
awal di kawaasan Nusantara ini. Kemudian bukti lain adalah pada tahun 1297 M
Gujarat masih berada di bawah naungan kerajaan Hindu, setahun kemudian baru
ditaklukkan tentara muslim.9
c. Teori Persia
Titik pandang teori ini memiliki perbedaan dengan teori Gujarat dan Mekah
mengenai masuk dan datangnya Islam di Nusantara. Islam masuk ke Indonesia
menurut Hoesin Djajadiningrat berasal dari Persia abad ke-7 M. Teori ini
memfokuskan tinjauannya pada sosio-kultural di kalangan masyarakat Islam
Indonesia yang ada kesamaan dengan di Persia.
Di antaranya adalah perayaan Tabut di beberapa tempat di Indonesia, dan
berkembangnya ajaran Syekh Siti Jenar zaman penyebaran Islam Wali Sanga ada
kesamaan dengan ajaran Sufi al-Hallaj dari Iran Persia.10 Teori ini banyak mendapat
kritikan ketika diadakan seminar masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia
yang diselenggarakan di Medan tahun 1963. Kritik itu muncul dari Dahlan Mansur,
8
Azyumardi Azra, “Perspektif Islam di Asia Tenggara”, Paramadina (Jakarta: 1999). 28.
9
Abd. Ghofur, Islam dan Politik di Brunei Darussalam (Suatu Tinjauan Sosio-Historis)
dalam Jurnal Tolesansi: Media Komunikasi Umat Beragama, Vol. 7, No. 1, 2015. 58.
10
Surya Negara, Forum: Southeast Asian of Islamic Sultane, (Kuala Lumpur: 2002).
7
Abu Bakar Atceh, Saifuddin Zuhri, dan Hamka. Penolakan teori ini didasarkan pada
alasan bahwa, Islam masuk abad ke-7 M. yang ketika itu kekuasaan dipimpin
Khalifah Umayyah (Arab), sedangkan Persia Iran belum menduduki kepemimpinan
dunia Islam. Masuknya Islam dalam suatu wilayah, bukankah tidak identik
langsung berdirinya kekuasaan Islam.11
d. Teori Cina
Teori ini dikemukakan oleh Selamet Muljana yang mengatakan bahwa
sultan-sultan di Kerajaan Demak adalah peranakan Cina. Demikian pula ia
menjelaskan bahwa para Wali-Songo adalah keturunan Cina. Pendapat Selamat
Muljana ini didasarkan dari sebuah Kronik klenteng Sam Po Kong.
Teori ini didukung oleh catatan sejarah tentang Sultan Demak Panembahan
Patah yang memiliki nama cina dalam Kronik Sam Po Kong, bernama Panembahan
Jin Bun. Sedangkan Wali Songo yaitu Sunan Ampel memiliki nama Cina Bong
Swee Hoo. Sunan Gunung Jati dengan nama Cina Tob A Bo.
Sebenarnya menurut A.M. Surya Negara bahwa dalam budaya Cina
penulisan sejarah nama tempat yang bukan negeri Cina, dan nama orang yang
bukan bangsa Cina, juga dicinakan penulisannya. Sebagai contoh putri raja
Vikramawardana (Raja Kerajaan Majapahit terakhir) adalah Suhita dan sebagai
Ratu kerajaan Hindu Majapahit, dituliskan nama Cinanya yaitu Su King Ta.
Namun, menurut Selamat Muljana ia tidak menyebutkan bahwa ratu Shita atau Su
King Ta adalah orang peranakan Cina dan kerajaan Budha Sriwijaya atau San Fo
Tsi adalah kerajaan Cina.
Kelemahan data dan sistem interpretasi data yang dilakukan oleh Selamat
Muljana mendapat kritikan dari G. W.J. Drewes (Islamolog University of Leiden
Belanda), saat beliau berkunjung di IAIN Suan Kalijaga Yogyakarta tahun 1971 M.
Ia mencontohkan tulisan J.P Coen dalam tradisi Jawa penulisan nama tokoh sejarah
tersebut dijawakan menjadi Mur Jangkung. Pengindonesiaan Nederland menjadi
Belanda bukan berarti Negara Belanda adalah Indonesia. Alasan lain bisa juga
dikemukakan bahwa tokoh pendiri Nahdhatul Ulama (NU) KH. Hasyim As'ary dan
11
Sauddin Zuhri, “Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia”,
(Bandung: 1984, Al-Ma’rif). 188.
8
12
Ahmad Mansur Surya Negara. Api Sejarah. Bandung: Salamadani, 2010, 101.
13
Syamruddin Nasution, Suhayib, Sejarah Perkembangan Islam Di Brunai Darussalam,
Nusantara; Journal for Southeast Asian Islamic Studies Vol. 14, No. 1, Juni 2018. 3.
9
14
Pengiran Haji Muhammad bin Pengiran haji Abdurrahman, Islam di Brunei Darussalam
(Brunei Darussalam: Dewan bahasa dan Pustaka, 2005), 51.
15
Pengiran Haji Muhammad bin Pengiran haji Abdurrahman, Islam di Brunei Darussalam
(Brunei Darussalam: Dewan bahasa dan Pustaka, 2005), 77.
10
16
Haji Mohammad Jefri bin haji Sabli “Rekonstruksi Sejarah Penghijrahan dan
Penempatan Kaum Suku Melayu Brunei di Papar” dalam Jejak Kesultanan Brunei di Sabah Jilid II.
(Brunei: Pusat Sejarah Berunei, 2013), 140.
17
Muhammad Pengiran Haji Abd. Rahman, Kegemilangan Islam di Brunei Darussalam,
(Brunei: Kolej University Perguruan Ugama Seri Begawan, 2012), 5.
11
makan babi dengan hukuman mati. Kepemimpinan Sultan Sharif Ali juga
memastikan keamanan dan ketertiban di Brunei, sehingga negara tersebut dijuluki
sebagai "Darussalam" (Negeri yang Aman). Peninggalan Sultan Sharif Ali, baik
dalam hal agama maupun budaya, menjadi warisan berharga bagi masyarakat
Brunei hingga saat ini. Salah satu contohnya adalah lambang kebesaran Sultan yang
menjadi simbol penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Brunei
Darussalam. Setelah wafatnya Sultan Sharif Ali, tahta kesultanan dipegang oleh
putranya, Sultan Sulaiman, dan kemudian oleh cucunya, Sultan Bolkiah, yang
memperkuat kemajuan dan kreativitas Brunei melalui eksplorasi ilmu pengetahuan
dan pengalaman di luar negeri.
d. Fase Kegemilangan
Brunei adalah salah satu kerajaan Melayu tertua yang menerima Islam
sebagai agama yang dianut oleh masyarakat. Kegemilangan Islam di Brunei
digambarkan sebagai bintang kecil yang menyinari pulau Borneo dengan cahaya
keislaman. Hal ini menunjukkan bahwa Brunei, meskipun kecil, telah lama
mengakui Islam sebagai dasar negaranya.18
Kunci keberhasilan Islam di Brunei adalah keberkahan Sultan Sharif Ali,
yang dihormati dengan gelar Sultan Berkah. Keberkahan ini masih dirasakan oleh
masyarakat Brunei sampai hari ini, ditandai dengan kemakmuran dan stabilitas
negara serta kehadiran ulama yang menyebarkan ajaran Islam.19
Negara Brunei Darussalam, yang didirikan di atas prinsip Islam, tetap
berpegang teguh pada agama sebagai fondasi negaranya. Fungsi Sultan sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan serta pemimpin dalam hal agama semakin
jelas. Sultan berperan sebagai pemimpin dalam hal agama, didukung oleh Majelis
Agama Islam dan Kementerian Hal Ehwal Agama.
Dalam upaya memperkuat Islam, Negara Brunei memiliki berbagai institusi
seperti Pusat Dakwah Islamiah, Jabatan Hal Ehwal Syari'ah, dan Jabatan Pengajian
Islam. Agama Islam diakui sebagai agama resmi negara dan syariat Islam menjadi
18
Muhammad Pengiran Haji Abd. Rahman, Kegemilangan Islam di Brunei Darussalam,
(Brunei: Kolej University Perguruan Ugama Seri Begawan, 2012), 3.
19
Muhammad Pengiran Haji Abd. Rahman, Kegemilangan Islam di Brunei Darussalam,
(Brunei: Kolej University Perguruan Ugama Seri Begawan, 2012), hlm. 5.
12
undang-undang negara.
Di bawah kepemimpinan Sultan Haji Hassanal Bolkiah, Brunei telah
berkembang menjadi negara modern di Asia Tenggara. Melalui kebijaksanaan
Sultan, Brunei berhasil mencapai kemerdekaan penuh pada tahun 1984. Kejayaan
Islam di Brunei terlihat dalam upaya pemusnahan praktik syirik, penetapan syariat
Islam sebagai hukum negara, dan menjadikan negara sebagai pusat zikir.20
4. Penerapan Islam dalam Sistem Pemerintahan Brunei Darussalam
Gagasan keagamaan Sultan selalu muncul sejalan dengan penghayatan dan
praktik ajaran agama Islam. Pada perayaan Hari Raya Aidil Adha tahun 1428
Hijriah, Sultan mengungkapkan konsep “Negara Zikir” sebagai bagian dari gagasan
keagamaan. Sultan menekankan bahwa Brunei selalu terhubung dengan Allah Yang
Maha Pengasih dan menghiasi dirinya dengan zikir sebagai kebiasaan rutin. Hal ini
dianggap sebagai cerminan dari religiositas pemimpin Islam serta keberkahan yang
diterima oleh Brunei dalam bentuk kekayaan, keamanan, dan stabilitas yang
kondusif.
Usaha Sultan untuk menjadikan Brunei sebagai Negara Zikir sebenarnya
mencerminkan keberagamaan Sultan dan masyarakat Brunei. Hal ini didasarkan
pada ajaran Al-Qur'an dan merupakan hasil dari patuh terhadap petunjuk Allah
SWT. Meskipun Brunei pernah berada di bawah pengaruh negara-negara besar
seperti Inggris, undang-undang terkait agama Islam tetap dijaga dan dihormati.
Proses Islamisasi undang-undang terus berlanjut di Brunei, yang mencapai
puncaknya pada tahun 1979 ketika undang-undang negara disesuaikan dengan
prinsip-prinsip Islam. Keputusan ini menunjukkan tanggung jawab Sultan sebagai
pemimpin terhadap Allah SWT. Selain itu, keputusan tersebut juga menegaskan
bahwa hukum Islam berlaku dalam segala aspek kehidupan di Brunei.
Selain sebagai pemimpin negara, Sultan juga memegang peran sebagai
kepala pemerintahan dengan mengikuti falsafah Melayu Islam Beraja (MIB).
Falsafah ini merupakan bagian integral dari konstitusi Brunei sejak 1959. Kesatuan
masyarakat Brunei dalam menjaga MIB menjadi penting untuk mempertahankan
20
Tasim Bin Haji Abu Bakar, Projeksi Melayu Islam Beraja Dalam Media Massa. (Brunei:
Pusat Sejarah, 2015), 12.
13
21
Pehin Jawatan Dalam Seri Maharaja Dato Seri Utama Dr. Haji Awang Mohd Jamil Al-
Sufri, Brunei Darussalam Negara Melayu Islam Beraja. (Brunei: Pusat Sejarah, 2014), 1.
22
Haji Awang Yahya bin Haji Ibrahim, Sejarah dan Peranan Institusi-institusi Melayu
Islam Beraja. (Brunei: Pusat Dakwah Islamiah, 2000), 142.
23
Awang Hj Suhaimi bin Hj Gemok. “Media Baru: Isu-isu Aqidah dan Cabarannya ke Atas
Masyarakat Brunei”. Al-Huda. Disember 2015 M. Bil 132, 21.
14
Pilar ketiga, Beraja, menyoroti peran Sultan sebagai kepala negara dan
kepala pemerintahan, yang memegang amanah Allah untuk memimpin negara.
Konsep Beraja ini terkait erat dengan ajaran Islam tentang kepemimpinan, di mana
Sultan dianggap sebagai ulul amri yang diikuti oleh rakyat dalam ketaatan. Sultan
dan konsep Beraja menjadi elemen penting dalam mempersatukan dan memadukan
arah serta tujuan negara Brunei dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.24
B. Sejarah Perkembangan Islam di Filipina
1. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Filipina
Filipina adalah suatu Republik di Asia tenggara, termasuk rumpun melayu
Anggota Asean, luas wilayahnya sekitar 343.448 km², Ibu kota Manila, berbentuk
negara Republik dan menggunakan bahasa Tagalog dan Inggris. Agama Katolik di
utara dan Islam di selatan. Dari tahun 800-1377 M Filipina termasuk dalam
pengaruh Sriwijaya Selanjutnya dibawah pengaruh Majapahit. Pada Abad 13 Islam
masuk ke Filipina dan Berhasil mendirikan kesultanan di Sulu dan Mindanao.
Sejarah masuknya Islam di Filipina tidak terlepas dari konteks sosio-
kultural wilayah tersebut sebelum Islam tiba. Filipina, sebuah negara kepulauan
dengan 7107 pulau dan populasi sekitar 47 juta jiwa, memiliki keberagaman bahasa
dengan 87 dialek yang mencerminkan keragaman suku dan etnis. Sebelum Islam,
Filipina diperintah oleh berbagai kerajaan. Kedatangan Islam diterima dengan baik
karena ajarannya mampu mengakomodasi tradisi-tradisi yang telah ada.25
Ahli sejarah menemukan bukti dari sumber-sumber Spanyol pada abad ke-
16 dan ke-17 tentang keyakinan agama di Asia Tenggara, termasuk Luzon (bagian
dari Filipina saat ini), sebelum Islam. Sejarah mencatat bahwa sistem keyakinan
agama sebelum Islam sangat dominan dengan berbagai upacara pemujaan kepada
orang yang sudah meninggal, yang tidak selaras dengan ajaran Islam yang
menentang penyembahan berhala. Namun, Islam menunjukkan cara yang
menjamin ketenangan bagi arwah orang yang meninggal, yang diterima oleh
penduduk setempat.
24
Awang Hj Suhaimi bin Hj Gemok. “Media Baru: Isu-isu Aqidah dan Cabarannya ke Atas
Masyarakat Brunei”. Al-Huda. Disember 2015 M. Bil 132, 22.
25
Hasaruddin, Perkembangan Sosial Islam di Filipina, Al Ma' Arief: Jurnal Pendidikan
Sosial Dan Budaya Vol. 1 No. 1, 2019, 34.
15
26
Hasaruddin, Perkembangan Sosial Islam di Filipina, Al Ma' Arief: Jurnal Pendidikan
Sosial Dan Budaya Vol. 1 No. 1, 2019, 35.
16
27
Hasaruddin, Perkembangan Sosial Islam di Filipina, Al Ma' Arief: Jurnal Pendidikan
Sosial Dan Budaya Vol. 1 No. 1, 2019, 35.
28
Hasaruddin, Perkembangan Sosial Islam di Filipina, Al Ma' Arief: Jurnal Pendidikan
Sosial Dan Budaya Vol. 1 No. 1, 2019, 36.
17
29
Hasaruddin, Perkembangan Sosial Islam di Filipina, Al Ma' Arief: Jurnal Pendidikan
Sosial Dan Budaya Vol. 1 No. 1, 2019, 37.
30
. Cesar A. Majul, Dinamika Islam Filipina, Jakarta: LP3ES, 1989, h. 13-14
18
31
. Thomas M. McKenna, Muslim rulers and rebels: Everyday Politics and Armed
Separatism in the Southern Philippines, University of California Press, 1998
19
32
. Hamka, Sejarah Umat Islam, Pustaka Hidayah, 2001
20
33
Hasaruddin, Perkembangan Sosial Islam di Filipina, Al Ma'Arief: Jurnal Pendidikan
Sosial Dan Budaya, Vol.1 No. 1, 2019. 39.
34
Hasaruddin, Perkembangan Sosial Islam di Filipina, Al Ma'Arief: Jurnal Pendidikan
Sosial Dan Budaya, Vol.1 No. 1, 2019. 39.
21
35
Hasaruddin, Perkembangan Sosial Islam di Filipina, Al Ma'Arief: Jurnal Pendidikan
Sosial Dan Budaya, Vol.1 No. 1, 2019. 40.
22
36
Hasaruddin, Perkembangan Sosial Islam di Filipina, Al Ma'Arief: Jurnal Pendidikan
Sosial Dan Budaya, Vol.1 No. 1, 2019. 40.
37
Hasaruddin, Perkembangan Sosial Islam di Filipina, Al Ma'Arief: Jurnal Pendidikan
Sosial Dan Budaya, Vol.1 No. 1, 2019. 40.
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari sejarah perkembangan Islam di Brunei Darussalam dan Filipina,
tergambar perjalanan yang kaya akan perubahan politik, sosial, dan budaya. Brunei
Darussalam menyaksikan kedatangan Islam melalui jalur perdagangan Timur Asia
Tenggara, yang tidak hanya membentuk landasan spiritual masyarakat, tetapi juga
menjadi filosofi dalam sistem pemerintahan dengan konsep "Negara Zikir" dan
falsafah Melayu Islam Beraja. Sebaliknya, Filipina menyaksikan kedatangan Islam
pada abad ke-13 M, di mana ajarannya diterima secara luas di wilayah selatan,
namun terhenti oleh kedatangan penjajah Spanyol yang mempengaruhi
penyebarannya.
Meskipun kemerdekaan Filipina dari penjajah tidak membawa perubahan
signifikan bagi warga Muslim, mereka terus memperjuangkan hak-hak mereka
melalui berbagai organisasi dan front perlawanan. Kedua negara ini menunjukkan
bahwa Islam tidak hanya menjadi agama, tetapi juga identitas dan landasan bagi
struktur pemerintahan serta perjuangan hak-hak warga dalam menghadapi
tantangan sejarah dan kolonialisme.
B. Saran
Demikianlah makalah ini dibuat. Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Pemakalah meminta saran dan koreksi terhadap
pembaca guna melengkapi kekurangan dalam makalah ini. Semoga dengan
hadirnya makalah ini, dapat membuka wawasan kita dan agar mempermudah kita
untuk mendapatkan pengetahuan baru mengenai Perkembangan Islam di Brunei
Darussalam dan Filipina.
24
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Ghofur, (2015) Islam dan Politik di Brunei Darussalam (Suatu Tinjauan
Sosio-Historis) dalam Jurnal Tolesansi: Media Komunikasi Umat
Beragama, Vol. 7, No. 1.
Ahmad Mansur Surya Negara. (2010). Api Sejarah. Bandung: Salamadani.
Awang Hj Suhaimi bin Hj Gemok. “Media Baru: Isu-isu Aqidah dan Cabarannya
ke Atas Masyarakat Brunei”. Al-Huda. Disember 2015 M.
Azra, Azyumardi. (1999). “Perspektif Islam di Asia Tenggara”, Paramadina
(Jakarta).
Cesar A. Majul, Dinamika Islam Filipina, Jakarta: LP3ES, 1989.
Haji Awang Yahya bin Haji Ibrahim, Sejarah dan Peranan Institusi-institusi Melayu
Islam Beraja. (Brunei: Pusat Dakwah Islamiah, 2000).
Haji Mohammad Jefri bin haji Sabli “Rekonstruksi Sejarah Penghijrahan dan
Penempatan Kaum Suku Melayu Brunei di Papar” dalam Jejak Kesultanan
Brunei di Sabah Jilid II. (Brunei: Pusat Sejarah Berunei, 2013).
Hamka, Sejarah Umat Islam, Pustaka Hidayah, 2001.
Hasaruddin, (2019), Perkembangan Sosial Islam di Filipina, Al Ma' Arief: Jurnal
Pendidikan Sosial Dan Budaya Vol. 1 No. 1.
Lihat, “Brunei Darussalam,” http://id.wikipedia.org/wiki/Brunei_Darussalam.
Mahmud Saedon bin Awang Othman (1996) "Pemimpin Era Baru" Univesitas
Brunei Darussalam.
Muhammad Pengiran Haji Abd. Rahman, (2012) “Kegemilangan Islam di Brunei
Darussalam”, (Brunei: Kolej University Perguruan Ugama Seri Begawan).
Najtama, Fikria. (2018) Perkembangan Islam di Brunei, Tasamuh: Jurnal Studi
Islam, http://ejournal.stain.sorong.ac.id/indeks.php/tasamuh Vol. 10, No. 2.
Nasir, Muhammad. (2019) “Dinamika Islam di Filipina”, Hadhrah; Jurnal
Keislaman dan Peradaban, Vol.13 No 1.
Negara, Ahmad Mansur Surya. (2002) Southeast Asian of Islamic Sultanate. Kuala
Lumpur: Forum.
Negara, Surya. (2002) Forum: Southeast Asian of Islamic Sultane, (Kuala Lumpur).
25
Pehin Jawatan Dalam Seri Maharaja Dato Seri Utama Dr. Haji Awang Mohd Jamil
Al-Sufri, Brunei Darussalam Negara Melayu Islam Beraja. (Brunei: Pusat
Sejarah: 2014).
Pengiran Haji Muhammad bin Pengiran haji Abdurrahman, Islam di Brunei
Darussalam (Brunei Darussalam: Dewan bahasa dan Pustaka, 2005).
Siddique, Sharon. (2005) "Brunei Darussalam: Sebuah Bangsa Religius yang
Potensial" dalam Moeflich Hasbullah (ed.), Asia Tenggara Konsentrasi
Baru Kebangkitan Islam, Cet. II (Bandung: Fokusmedia,)
Syamruddin Nasution, Suhayib, (2018) Sejarah Perkembangan Islam Di Brunai
Darussalam, Nusantara; Journal for Southeast Asian Islamic Studies Vol.
14, No. 1.
Syamsu, Muhammad. (1996) "Ulama Pembawa Islam di Nusantara dan Sekitarnya"
Jakarta lentera.
Tasim Bin Haji Abu Bakar, Projeksi Melayu Islam Beraja Dalam Media Massa.
(Brunei: Pusat Sejarah, 2015).
Thomas M. McKenna, Muslim rulers and rebels: Everyday Politics and Armed
Separatism in the Southern Philippines, University of California Press,
1998.
Zuhri, Sauddin. “Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia”,
(Bandung: 1984, Al-Ma’rif).