DARUSSALAM
Disusun oleh :
Semester/kelas: II/B
AULIAURRASYIDIN TEMBILAHAN
201
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
ABSTRAK
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada tiga teori yang menyebutkan tentang munculnya kerajaan Brunei
Darussalam;
Pertama, munculnya Kesultanan Melayu yaitu ketika Malaka jatuh
ketangan Portugis pada tahun 1511 Masehi.
Kedua, kesultanan Melayu Islam Brunei muncul tidak lama selepas
jatuhnya kerajaan Malaka kira-kira pada awal abad ke-15 Masehi.
Ketiga, kesultanan Melayu Islam Brunei muncul pada tahun 1371 Masehi
yaitu sebelum munculnya Kerajaan Islam Malaka.
Terlepas dari Teori tersebut, Brunei Darussalam adalah negara yang
memiliki corak pemerintahan monarki absolut berdasar hukum Islam dengan
Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan,
merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan dibantu
oleh Dewan Penasehat Kesultanan dan beberapa Menteri. Sultan Hassanal
Bolkiah adalah sultan yang kini memangku jabatan kepala negara dan kepala
pemerintahan. Kesultanan Brunei telah berdiri sejak abad ke-15 M, diturunkan
dari satu sultan ke sultan lain sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan.
Baginda Sultan dinasehati oleh beberapa majelis dalam sebuah kabinet menteri,
walaupun baginda sebenarnya merupakan pengendali pemerintahan tertinggi.
Media amat memihak kerajaan, dan kerabat kerajaan melestarikan status yang
dihormati di dalam negeri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah masuknya Islam di Brunei Darussalam?
2. Bagaimana perkembangan Islam di Brunei Darussalam?
3. Apa saja upaya yang dilakukan Brunei Darussalam untuk membentengi
umat dari budaya asing?
4. Bagaimana Brunei Darussalam Tegakkan Syariat Islam?
1
C. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Kebudayaan Islam, juga agar mahasiswa yang membaca makalah ini
mengetahui tentang sejarah masuknya Islam dan perkembangan Islam di
Brunei Darussalam serta upaya apa saja yang dilakukan untuk membentengi
umat dari budaya Asing dan Brunai Menerapkan Syariat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Kajian yang dilakukan terkait Syariah Penal CodeOrder 2013 di Brunei
Darussalam ini sudah banyak menjadi sorotan banyak pihak.Terkait sorotan
dalam penelitian ini, maka dilakukan sebuah penelusuran terhadap hasil-hasil
kajian terdahulu tentang SPCO di Brunei Darussalam, dan ditemukanlah
beberapa hasil penelitian yang serupa namun dengan penekanan pembahasan
yang berbeda. Berikut beberapa kajian terdahulu yang dianggap relavan oleh
peneliti:
Tulisan pertama dibuat oleh Arini Firdausiyah yaitu seorang sarjana Ilmu
Hubungan Internasionaldi Universitas Jember.Arini Firdausiyah melakukan
penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Penerapan Hukum Syariah Islam
di Brunei Darussalam”.1Dalam penelitian ini ditegaskan bahwa Sultan
Hasaanal Bolkiah tetap dengan tegas menjalankan kebijakan Syariah Penal
Code2013 walaupun mendapat banyak kecaman dari dunia internasional
karena bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.Alasan yang melatarbelakangi
dari penerapan kebijakan tersebut adalah untuk legitimasi Sultan Hassanal
Bolkiah di dalam negeri. Legitimasi ini berkaitan dengan upaya penyelesaian
pelanggaran-pelanggaran hukum, peningkatan citra Brunei Darussalam sebagai
negara Islam yang dapat menarik investor dari negara Arab dan peningkatan
citra Sultan sebagai pemimpin yang Islami. Pemimpin yang memiliki
legitimasi kuat dengan dukungan masyarakat akanmendatangkan kestabilan
aktivitas politik dan menciptakan pemerintahan yang stabil dari perubahan-
perubahan sosial.Penelitian tersebut berguna bagi penelitian ini untuk melihat
sikap sultan terhadap kecaman internasional dan alasan sultan untuk tetap
menerapkan SPCO.Perbedaan penelitian Arini Firdausiyah dengan penelitian
ini yaitu fokus masalah yang akan di teliti yaitu lebih menekankan pada respon
masyarakat internasional dan sikap masyarakat internasional terhadap
pemerintah Brunei Darussalam terhadap penerapan SPCO.
1
Arini Firdausiyah, “Hukum Syariah Islam di Brunei Darussalam”, Skripsi Hubungan
Internasional, tidak diterbitkan, Universitas Jember, 2017.
3
Penelitian yang kedua, disampaikan oleh Mohammed Ghilan adalah
seorang penulis dengan gelar Ph.D Neuroscience di Universitas of Victoria,
Canada dan juga mahasiswa yurispudensi Islam bersama dengan Sana Saeed
seorang peneliti islamofobia di UC Berkeley, melakukan penelitian dengan
judul “Brunei: When Syaria Serves the Sultan and US Media”.2Penelitian
tersebut membahas tentang media Amerika serikat (AS) dalam mengeksploitasi
penerapan Syariah Penal Code.Media AS menjadikan penerapan Syariah
Penal Code sebagai sarana untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat AS
dan untuk memprovokasi diberbagai negara.Sejak awal pemberlakuan
kebijakan tersebut media menjadikannya sebagai berita utama melalui berita-
berita negatif tentang Sultan dan keluarga Sultan, menyangkut pautkan dengan
koneksi keuangan dengan Clinton Fondation dan memberikan kritik tajam
terhadap keheningan pemerintah AS. Berita yang dipublikasikan tersebut telah
memberikan opini kepada masyarakat AS bahwa Syariah merupakan hukuman
yang menakutkan sehingga harus dihentikan, sejak media AS mengeluarkan
berita tentang Syariah Penal Code sejumlah selebriti, organisasi HAM,
Organisasi advokasi LGBT di Amerika Serikat dan Beberapa anggota
parlemen berada digaris depan melakukan berbagai kecaman. Penelitian
tersebut berguna bagi penelitian ini untuk melihat respon warga Amerika
Serikat, aktivis hak asasi manusia dan organisasi hak asasi manusia
internasional yang berada di Amerika Serikat dan pengaruh media sebagai alat
propaganda untuk menekan sultan yang berakhir pada pemboikotan salah satu
hotel sultan. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu melihat
respon terhadap kebijakan SPCO bukan hanya di Amerika Serikat akan tetapi
di berbagai negara baik secara individu, negara, dan organisasi internasional
dan keseriusan Brunei darussalam dalam menerapkan kebijakan SPCO.
Tulisan ketiga oleh Dedi Sumardi seorang alumni mahasiswa pascasarjana
IAIN Ar-raniry Darussalam Banda Aceh, melakukan penelitian dengan judul
”HAM dalam Dua Tradisi: Refleksi Perbandingan HAM Barat dan
Mohammed Ghilan dan Sana Saeed “Brunei: When Syaria Serves the Sultan and US Media” Aljazeera
2
4
Islam”.3Penelitian membahas dua pandangan berbeda dalam menilai kapasitas
hak asasi manusia yaitu tradisi Barat dan dan tradisi Islam.Perbedaan
pandangan antara Barat dan Islam dalam memandang HAM yaitu, pertama
lebih bersifat sekuler semata-mata berorientasi hanya kepada manusia dan
dipertanggungjawabkan oleh manusia juga.Padangan seperti ini sangat
dipengaruhi oleh pemikiran filosof Barat yang memusatkan perhatiannya
kepada otortias kebebasan manusia dalam menilai eksitensi manusia itu sendiri,
bahkan dalam kondisi tertentu mengensampingkan ajaran moralitas
kemanusiaan.Sedangkan yang kedua lebih bersifat religius (ketuhanan).HAM
dalam Islam selain pertanggungjawabannya dimiliki manusia juga diserahkan
kepada Tuhan. Oleh karenanya penegakan HAM dalam Islam tidak hanya
didasarkan kepada aturan-aturan yang bersifat legal-formal saja, melainkan
juga kepada hukum-hukum moral dan akhlaq al-karimah sebagai ajaran
noramtif sesuai dengan tujuan pensyari'atan hukum-hukumnya untuk
mewujudkan kemaslahatan umat manusia di dunia dan di akhirat.Penelitian
tersebut berguna bagi penelitian ini untuk melihat perbedaan hak asasi manusia
yang diusung oleh Barat dan hak asasi manusia dalam ajaran Islam. Perbedaan
penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu penelitian ini tidak hanya
berfokus pada hak asasi manusia baik Barat maupun Islam akan tetapi fokus
masalah yang akan di teliti yaitu lebih kepada upaya masyarakat internasional
untuk menekan pemerintah Brunei Darussalam terhadap penerapan SPCO dan
upaya Brunei Darussalam untuk tidak terpengaruh oleh penekanan masyarakat
internasional dalam menerapkan SPCO.
Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian yang dilakukan oleh peniliti
diatas Karena unit analisis dari penelitian ini adalah masyarakat internasional
dan Brunei Darussalam, penelitian ini tidak menganalisis secara rinci faktor
sultan dalam menerapkan SPCO, juga tidak melihat secara langsung komitmen
seluruh negara dalam menegakkan Hak Asasi Manusia. Penelitian ini berfokus
pada negara, organisasi internasional dan aktivis HAM yang aktif dalam
berperan menekan kebijakan SPCO oleh Brunei Darussalam serta upaya
3
Dedy Sumardi, “Ham Dalam Dua Tradisi: Refleksi Perbandingan HAM Barat dan Islam,” dalam
Jurnal PPs IAIN Islam Future, Vol. VII, No. 2 (Juli 2009).
5
pemerintah Brunei Darussalam untuk tetap menerapkan kebijakan tersebut.
Selain itu diharapkan penelitian ini mampu melihat pendekatan yang dilakukan
masyarakat internasional dalam menekan kebijakan Brunei Darussalam.
B. Landasan Teori
1. Pengertian Kajian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 1999: 431), bermula dari
pengertian kata dasar yang demikian , kata “kajian” menjadi bearti “proses,
cara, perbuatan mengkaji; penyelidikan (pelajaran yang
mendalam;penelaahan.4
Menurut Burhan Nurgiyantoro (2007: 30) istilah kajian atau pengkajian
yang digunakan dalam penulisan ini enyaran pada pengertian penelaahan,
penyelidikan, pengkajian terhadap prosa atau karya fiksi berarti Penyelidikan,
atau mengkaji, menelaah, menyelidiki karya fiksi tersebut. Pada umumnya
kegiatan itu disertai oleh kerja analisis.5
2. Pengertian Penerapan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan
adalah perbuatan menerapkan.6
Menurut Usman ( 2002), penerapan (implementasi) adalah bermuara pada
aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi
bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk
mencapai tujuan kegiatan.7
Menurut Setiawan (2004) penerapan (implementasi) adalah perluasan
aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujaan dan tindakan
untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang
efektif.8
3. Pengertian islam
Pengertian islam secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan
bersih. Dari pengertian islam secara bahasa dapat disimpulkan islam adalah
agama yang membawa keselamatan hidup di dunia dan di akhirat (alam
4
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 1999: 431),
5
Burhan Nurgiyantoro (2007: 30)
6
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
7
Usman ( 2002),
8
Setiawan (2004)
6
kehidupan setelah kematian).menurut istilah, isla adalah “ketundukan” seorang
hamba kepada wahyu ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul
khusunya Muhammad SAW guna dijadikan pedoman hidup dan juga sebagai
hukum/ aturan Allah SWT yang dapat membimbing umat mansia kejalan yang
lurus, menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.
4. Brunei Darussalam
Brunei Darussalam atau Brunei, nama resmi: Negara Brunei Darussalam,
adalah negara berdaulat di Asia Teggara yang terletak di pantai Utara pulau
Kalimantan. Negara ini memiliki wilayah seluas 5.765 km² yang menempati
pulau Borneo dengan garis pantai seluruhnya menyentuh Laut Cina Selatan.
Ibu kota Bandar Seri Begawan, Mata uang: Dolar Brunei, bahasa yang diakui;
Inggris, Pemerintah; Kerajaan Konstituonal, kerajaan mutlak, negara kesatuan,
Negara Islam, Bahasa Resmi: Bahasa Melayu.
7
BAB III
PEMBAHASAN
8
asal pembawa Islam, para pembawa Islam, dan waktu kedatanganya ke Asia
Tenggara dan Brunei.9
9
A. Hasymy. (1994). Sejarah Masuk dannBerkembangnya Islam di Indonesia. Bandung: Al Maarif.
9
menyebarluaskan paham Islam, baik kepada pemerintah beserta aparatnya
maupun kepada masyarakat luas.
Pada tahun 1888-1983, Brunei berada di bawah kekuasaan Inggris. Brunei
merdeka sebagai negara Islam di bawah pimpinan sultan ke-29, yaitu Sultan
Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah, setelah memproklamasikan
kemerdekaannya pada 31 Desember 1983. Gelar Mu’izzaddin Waddaulah
(Penata Agama dan Negara) menunjukkan ciri keislaman yang selalu melekat
pada setiap raja yang memerintah.
Seri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Wa daulah,
menekankan pentingnya MIB (Malayu Islam Beraja, atau Kerajaan Islam
Malayu). Menurutnya, interpretasi MIB harus menegaskan Brunei Darussalam
“Identitas dan citra yang kokoh di tengah-tengah negara-negara non-sekuler
lainnya di dunia”, dan karenanya sejak tahun 1991 juga ditandai dengan
bermacam-macam perayaan peristiwa keagamaan. Hal ini selaras dengan apa
yang barangkali dapat digambarkan sebagai pusat dan pengembangan Kerajaan
Islam Malayu yang kecil namun makmur.
Perkembangan Islam di Brunei dapat juga dilihat dari segi kuantitas umat
Islam itu sendiri di sana. Brunei berpenduduk 227.000 jiwa (tahun 1988)
dengan kaum muslim sebagai mayoritas, melayu 155.000 jiwa, Cina pendatang
41.000 jiwa, masyarakat campuran 11.500 jiwa, dan 20.000 dari Eropa dan
pekerja dari Asia sekitarnya mereka imigran dari Filipina. Kemudian pada
tahun 1991, penduduk berjumlah 397.000 jiwa, dan masyarakat muslim 64%,
Budha 14%, dan Kristen 10%. Data terakhir, memasuki tahun 2004 penduduk
Brunei berjumlah 443.653 jiwa, dan tentunya umat muslim masih tetap
menjadi dominan sampai saat sekarang ini.
Salah satu bukti lagi, di samping bukti-bukti lain bahwa Islam di Brunei
mengalami perkembangan yang cukup signifikan di antara negara-negara
muslim lainnya, adalah bahwa selama tahun 1991, bangsa Brunei telah
menyelenggarakan dan berpartisipasi dalam berbagai forum Islam regional dan
internasional. Misalnya, di bulan Juni Brunei menjadi tuan rumah bagi
Pertemuan Komite Eksekutif Dewan Dakwah Islam Asia Tenggara, dan Pasifik
(Regional Islamic council of Southheast Asia anda Pasific, RISEAP). Di bulan
10
Oktober, Sultan menghadiri perayaam menandai pembukaan Festival Budaya
Islam di jakarta. Bulan Desember, Paduka menghadiri Konvensi Islam OKI
yang diselenggarakan di Qatar. Posisi sentral Islam lagi-lagi diperkuat di bulan
September 1992 dengan didirikannya Tabung Amanah Islam Brunei (TAIB
atau dana Amanah Islam Brunei), lembaga Finansial pertama di Brunei yang
dijalankan berdasarkan ajaran syariat Islam.
Aktivitas-aktivitas yang telah disebutkan di atas, tentu berfungsi untuk
memperkokoh pengembangan Islam, dan posisi sentral Islam, baik sebagai
komponen penting dalam ideologi maupun sebagai prinsip yang mengatur
kehidupan sehari-hari masyarakat Brunei.
Berdasar dari data-data dan keterangan di atas, dapat dipahami bahwa
sebenarnya, Islam telah menjadi perhatian raja Brunei sejak masa lalu. Raja
Brunei Brunei justru mengutus orang Islam dalam misi perdagangan, dan
karena itu maka ketika pedagang Islam dari Arab datang ke Brunei mendapat
sambutan dari masyarakat setempat, selanjutnya setelah raja Brunei
dikukuhkan menjadi sultan, maka orang Melayu di sana secara luas menerima
Islam. Artinya bahwa peta perkembangan Islam di Brunei berdasar pada pola
top down.
Ahmad M. Sewang merumuskan, pola top down adalah pola penerimaan
Islam oleh masyarakat elite, penguasa kerajaan, kemudian disosialisasikan dan
berkembang kepada masyarakat bawah. Oleh karena pola top down yang
menjadi pola Islamisasi di Brunei, praktis agama Islam di Brunei cepat sekali
perkembangannya.
Demikian pulalah yang terjadi di Brunei, raja-raja Brunei sejak turun
temurun adalah kerajaan Islam dan raja-raja Brunei juga bergelar “sultan”.
Dalam pada itu, Kerajaan Brunei dalam konstitusinya secara tegas menyatakan
bahwa kerajaan tersebut adalah negara Islam ()دارالسالم برونى, yang beraliran
Sunni (Ahlu sunnah wa al-Jamaah). Perkembangan Islam di negara Brunei,
didukung sepenuhnya oleh pihak pemerintah kesultanan yang menerapkan
11
konsep kepemimpinan sunni yang ideal dengan menerapkan prinsip-prinsip
ketatanegaraan dan pemerintahan dalam Islam.10
Abdul Aziz Thaba. (1998).Islam dan Negara Dalam Politik Orde Baru. Jakarta:
10
12
antara lain digagas oleh sejumlah aliran tarekat. Memang, sebagai negara
merdeka yang mengamalkan ajaran Islam, Brunei gencar melakukan Islamisasi
dalam kehidupan publik.
Selaras dengan kedudukan Islam sebagai agama resmi dan adanya falsafah
”Melayu Islam Beraja”, pemerintah kerajaan telah mendirikan beberapa
lembaga publik yang berorientasi Islam. Usaha mengislamkan hukum dengan
memasukkan syariat telah dimulai dengan beberapa langkah, termasuk studi
kelayakan, penelitian terhadap hukum yang berlaku guna memastikan tidak ada
hal yang bertentangan dengan jiwa syariat, dan berbagai seminar mengenai
penerapan hukum Islam. Juga, dalam usaha memberikan makna Islam dalam
kehidupan ekonomi dan keuangan. Pada akhir tahun 1980-an, dilakukan
sejumlah langkah bagi pembentukan lembaga perbankan Islam. Sementara itu,
dalam sendi kehidupan sosial, di Brunei orang-orang cacat dan anak yatim
menjadi tanggungan negara. Seluruh pendidikan rakyat (dari taman kanak-
kanak sampai perguruan tinggi) dan pelayanan kesehatan diberikan secara
gratis.11
OborIndonesia.
13
Negara Brunei Darussalam, Perkara 83 (3). Kanun ini terdiri atas sejumlah bab
dan pasal, dalam dokumen setebal 132 halaman. Isinya mencakup berbagai
masalah yang terkena hadd, yaitu hukuman atau siksaan yang telah ditetapkan
oleh Allah SWT dan Rasul SAW.12
Di Brunei, seperti di Indonesia dan Malaysia, sejauh ini syariat Islam
diterapkan hanya secara sangat terbatas pada masalah personal, yakni dalam
hukum pernikahan dan waris. Ketika Sultan Bolkiah memperluasnya ke
masalah pidana, beberapa pihak yang anti-Islam mencela tindakan itu sebagai
pengabaian hak sipil dan hak asasi. Sebagian lagi menyatakan tindakan Sultan
Bolkiah ini beralasan politis untuk mengonsolidasikam
kekuasaannya.Melongok stabilitas politik negeri itu selama 50 tahun terakhir
dan tingkat kesejahteraan ekonomi penduduknya, dengan GNP/kapita sekitar
25 ribu dolar AS, alasan politis sebagaimana dituduhkan itu sangatlah kecil.
Di Brunei hak warga untuk memiliki harta juga sepenuhnya dijamin, dengan
tanpa dipajaki sedikit pun, kecuali zakat yang diwajibkan syariat Islam yang
hanya ditarik sekali setahun sebesar 2,5 persen.
Sultan Bolkiah pun menegaskan penerapan syariat Islam adalah untuk
memenuhi kewajiban kita kepada Allah SWT. Dan tindakan itu merupakan
bagian dari langkah besar sejarah Burnei Darussalam. Ada sejumlah hal yang
perlu umat Islam pahami dan renungkan dari peristiwa penting ini. Pertama,
penduduk negeri Brunei yang majemuk, dengan warga Muslim hanya 67
persen, sama sekali tidak menjadi penghalang bagi ketaatan pada hukum Allah
SWT dan Rasul SAW. Sebagai ulil amri, yakni sultan yang dipandu oleh para
fuqaha, Sultan Bolkiah dan rakyat Brunei mencontohkan kepada kita jalan
kembalinya dan cara menegakkan syariat Islam.
Penerapan syariat Islam tidak memerlukan keputusan parlemen dengan
undang-undang atau perda, tapi melalui titah seorang ulil amri, yaitu seorang
sultan, yang didampingi oleh Dewan Shura.13
12
B A Hussainmiya. (1995). Sultan Omar Ali Saifuddin III and Britain: The Making
of Brunei Darussalam. Kuala Lumpur: OxfordUniversity Press.
13
Leake, David. (1990).Brunei:The Modern
14
BAB IV
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
Arini Firdausiyah, “Hukum Syariah Islam di Brunei Darussalam”, Skripsi
Hubungan Internasional, tidak diterbitkan, Universitas Jember, 2017.
Mohammed Ghilan dan Sana Saeed “Brunei: When Syaria Serves the Sultan and
US Media” Aljazeera (online), US and Canada, 29 Mei 2014, dalam
www.aljazeera.com/amp/indepth/opinion/2014/05/Brunei-Syaria-law-at-
what-cost-2014528134130788926.html
Dedy Sumardi, “Ham Dalam Dua Tradisi: Refleksi Perbandingan HAM Barat dan
Islam,” dalam Jurnal PPs IAIN Islam Future, Vol. VII, No. 2 (Juli 2009).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 1999: 431),
Burhan Nurgiyantoro (2007: 30)
A. Hasymy. (1994). Sejarah Masuk dannBerkembangnya Islam di Indonesia.
Bandung: Al Maarif.
Abdul Aziz Thaba. (1998).Islam dan Negara Dalam Politik Orde Baru. Jakarta:
Gema Insani Press.
Azyumardi Azra. (1994). Perspektif Islamdi Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan
OborIndonesia.
B A Hussainmiya. (1995). Sultan Omar Ali Saifuddin III and Britain: The Making
of Brunei Darussalam. Kuala Lumpur: OxfordUniversity Press.
16