Anda di halaman 1dari 5

MASA

KEMUNDURAN
PERADABAN ISLAM
Sadifa Kanya
XII Akhwat
Sejarah Kemunduran Peradaban Islam
■ Sejarah dunia mencatat bahwa pengaruh Islam pernah menduduki posisi penting dalam
peradaban global. Istilahnya adalah masa kejayaan Islam atau the Islamic Goden Age,
yang mendominasi sejak abad ke-8 hingga 13 Masehi. Kota-kota Islam seperti Baghdad,
Cordoba, Damaskus, Alexandria, dan lain sebagainya merupakan pusat peradaban dan
kebudayaan yang menjadi tujuan utama pelajar dan mahasiswa dari berbagai penjuru
bumi untuk menuntut ilmu. Selain itu, banyak ilmuwan teologi maupun sains yang lahir
di masa kejayaan Islam, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Kindi, Ibnu Khaldun, Al-
Idrisi, dan lainnya. Namun, sebagaimana dicatat dalam "Rahmat Islam bagi Alam
Semesta" yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, benih-benih
kemunduran sudah terlihat sejak fase kedua dari periode Islam klasik (1000-1250 M).
Kemunduran drastis kemudian dimulai sejak periode Pertengahan Bagian Pertama
(1250-1500 M), yang dikenal dengan Masa Kemunduran I.
Kemunduran Dinasti Abbasiyah
■ Kemunduran Dinasti Abbasiyah dimulai dari pemerintahan Khalifah Al-Muktasim (833-
842). Khalifah ini dipandang tidak cakap dalam menjalankan pemerintahan. Namun,
karena kepercayaan bahwa jabatan khalifah harus dipimpin oleh orang-orang keturunan
Quraisy, alih-alih keturunan non-Arab, maka khalifah pendahulunya, Al-Makmun
menyerahkan jabatan kepada saudaranya, Al-Muktasim. Padahal, saat itu pengaruh
orang-orang Persia dan Turki amat kuat di tubuh pemerintahan Islam. Akibatnya,
jabatan khalifah seakan hanya simbol. Keputusan-keputusan penting disetir oleh
bawahan-bawahannya. Setelah masa pemerintahan Al-Muktasim, khalifah-khalifah di
bawahnya berada dalam dominasi orang-orang Persia dan Turki. Konflik internal
mencari pengaruh yang lebih kuat ini membuat sistem pemerintahan menjadi keropos.
Akhirnya, pada abad ke-11 M, kekuatan orang-orang Turki semakin kuat dengan
hadirnya pengaruh Turki Seljuk. Kemunduran Dinasti Abbasiyah juga disebabkan
luasnya wilayah kekuasaan yang tidak diimbangi dengan kapabilitas pemimpinnya.
Pada saat bersamaan, sistem keuangan negara tidak stabil dan kontestasi politik yang
demikian kuat menyebabkan Dinasti Abbasiyah kian terpuruk.
Kemunduran Dinasti Umayyah Andalusia
■ Setelah Dinasti Umayyah runtuh di Timur Tengah, kekuasaan berpindah ke Andalusia
(Spanyol) berkat pelarian Abdurrahman, keturunan Bani Umayyah yang berhasil menegakkan
pengaruh di wilayah semenanjung Iberia ini. Di Andalusia, ia mendirikan Dinasti Umayyah II
yang sempat menjadi pusat peradaban dan kebudayaan Islam. Kemudian, pada masa khalifah
Hajib Al-Mansur, mulai tampak benih-benih kemunduran di pemerintahan Islam. Khalifah
Hajib Al-Mansur mengambil-alih tampuk kekhalifahan dari khalifah sebenarnya, Hisyam II,
yang saat itu masih berusia 11 tahun. Lantaran dipandang masih terlalu muda dan belum pantas
menjalankan negara, Hajib Al-Mansur mencoba mengambil-alih pengaruh Hisyam II.Hajib Al-
Mansur mempengaruhi para tentara Andalusia. Akibatnya, amat sedikit tentara yang setia pada
khalifah. Selanjutnya, Hisyam II tak memiliki pilihan lagi kecuali mempercayakan jabatan
khalifah kepada Hajib Al-Mansur.Setelah Khalifah Hajib Al-Mansur wafat, terjadi perebutan
kekuasaan di tubuh pemerintahan Dinasti Umayyah yang menjadikan kacaunya sistem politik
masa itu. Pada 1013, Dewan Menteri menghapuskan jabatan khalifah dan Andalusia terpecah
ke banyak negara kecil. Dinasti Umayyah di Andalusia kemudian memasuki masa kemunduran
yang dikenal dengan periode mulul al-thawaif. Sejak itu, jabatan pemerintahan hanya menjadi
simbol belaka. Penguasanya adalah orang-orang Berber yang menyetir keputusan-keputusan
politik dan kebijakan Dinasti Umayyah di Andalusia.
Kemunduran Dinasti Fatimiyyah
■ Dinasti Fatimiyyah mengalami kemuduran di masa khalifah Al-Hakim Biamrillah. Usai
ia meninggal, 8 khalifah sesudahnya jatuh pada problem korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sejak khalifah Al-Zafir (1021-1036) sampai khalifah terakhir Al-Adid (1160-1171 M),
para pejabat pemerintahan tenggelam dalam kemewahan duniawi. Urusan pemerintahan
diserahkan kepada perdana menteri yang mengambil dominasi di tubuh pemerintahan.
Akibatnya, jabatan khalifah hanya menjadi lembang negara, sedangkan pengaruh politik
berada di tangan para Perdana Menteri yang menjabat. Selain itu, di masa khalifah Al-
Hakim Biamrillah, terdapat konflik antara aliran Sunni dan Syiah. Khalifah ini
menganut aliran Syiah dan ia mengangkatnya sebagai mazhab resmi negara. Padahal,
mayoritas penduduk Mesir berpaham Sunni. Akibatnya, terjadi konflik antara rakyat
dan penguasa. Apalagi para qadhi dan hakim dipaksa mengeluarkan putusan sesuai
dengan ajaran Syiah yang melahirkan jurang perbedaan besar antara penduduk dan
sistem hukumnya.

Anda mungkin juga menyukai