PROFILE SINGKAT
Bendera :
Lambang :
Ibu kota (dan kota terbesar) : Bandar Seri Begawan
Bahasa resmi : Melayu
Luas wilayah :
– Total : 5.765 km2
– Air (%) : 8.6%
Penduduk :
– Perkiraan Juli 2008 : 381,371 jiwa
– Kepadatan : 66/km2
ASAL-USUL BRUNEI
Silsilah kerajaan Brunei didapatkan pada Batu Tarsilah yang menuliskan Silsilah Raja-Raja Brunei yang dimulai dari Awang
Alak Betatar, raja yang mula-mula memeluk agama Islam (1368) sampai kepada Sultan Muhammad Tajuddin (Sultan Brunei
ke-19, memerintah antara 1795-1804 dan 1804-1807).
Brunei adalah sebuah negara tua di antara kerajaan-kerajaan di tanah Melayu. Keberadaan Brunei Tua ini diperoleh
berdasarkan kepada catatan Arab, Cina dan tradisi lisan. Dalam catatan Sejarah Cina dikenal dengan nama Po-li, Po-lo,
Poni atau Puni dan Bunlai. Dalam catatan Arab dikenali dengan Dzabaj atau Randj.
Catatan tradisi lisan diperoleh dari Syair Awang Semaun yang menyebutkan Brunei berasal dari perkataanbaru nah yaitu
setelah rombongan klan atau suku Sakai yang dipimpin Pateh Berbai pergi ke Sungai Brunei mencari tempat untuk
mendirikan negeri baru. Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang memiliki kedudukan sangat strategis yaitu diapit oleh
bukit, air, mudah untuk dikenali serta untuk transportasi dan kaya ikan sebagai sumber pangan yang banyak di sungai, maka
mereka pun mengucapkan perkataan baru nah yang berarti tempat itu sangat baik, berkenan dan sesuai di hati mereka untuk
mendirikan negeri seperti yang mereka inginkan. Kemudian perkataan baru nah itu lama kelamaan berubah menjadi Brunei.
Replika stupa yang dapat ditemukan di Pusat Sejarah Brunei menjelaskan bahwa agama Hindu-Buddha pada suatu masa
dahulu pernah dianut oleh penduduk Brunei. Sebab telah menjadi kebiasaan dari para musafir agama tersebut, apabila
mereka sampai di suatu tempat, mereka akan mendirikan stupa sebagai tanda serta pemberitahuan mengenai kedatangan
mereka untuk mengembangkan agama tersebut di tempat itu. Replika batu nisan P’u Kung Chih Mu, batu nisan Rokayah
binti Sultan Abdul Majid ibni Hasan ibni Muhammad Shah Al-Sultan, dan batu nisan Sayid Alwi Ba-Faqih (Mufaqih) pula
menggambarkan mengenai kedatangan agama Islam di Brunei yang dibawa oleh musafir, pedagang dan mubaligh-mubaliqh
Islam, sehingga agama Islam itu berpengaruh dan mendapat tempat baik penduduk lokal maupun keluarga kerajaan Brunei.
Islam mulai berkembang dengan pesat di Kesultanan Brunei sejak Syarif Ali diangkat menjadi Sultan Brunei ke-3 pada
tahun 1425 M. Sultan Syarif Ali adalah seorang Ahlul Bait dari keturunan / pancir dari Cucu Rasulullah Shalallahualaihi
Wassallam yaitu Amirul Mukminin Hasan / Syaidina Hasan sebagaimana yang tercantum dalam Batu Tarsilah / prasasti dari
abad ke-18 M yang terdapat di Bandar Sri Begawan, Brunei. Keturunan Sultan Syarif Ali ini kemudian juga berkembang
menurunkan Sultan-Sultan disekitar wilayah Kesultanan Brunei yaitu menurunkan Sultan-Sultan Sambas dan Sultan-Sultan
Sulu.
SEJARAH BRUNEI
Pada awal abad ke-15, Kerajaan Malaka di bawah pemerintahan Parameswara telah menyebarkan pengaruhnya dan
kemudian mengambil alih perdagangan Brunei. Perubahan ini menyebabkan agama Islam tersebar di wilayah Brunei oleh
pedagangnya pada akhir abad ke-15. Kejatuhan Melaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, telah menyebabkan Sultan
Brunei mengambil alih kepimpinan Islam dari Melaka, sehingga Kesultanan Brunei mencapai zaman kegemilangannya dari
abad ke-15 hinga abad ke-17 sewaktu memperluas kekuasaannya ke seluruh pulau Borneo dan ke Filipina di sebelah
utaranya. Semasa pemerintahan Sultan Bolkiah (1473-1521) yang terkenal disebabkan pengembaraan baginda di laut, malah
pernah seketika menaklukkan Manila. kesultanan Brunei memperluas pengaruhnya ke utara hingga ke Luzon dan Sulu serta
di sebelah selatan dan barat Kalimantan; dan pada zaman pemerintahan sultan yang kesembilan, Hassan (1605-1619), yang
membangun susunan aturan adat istiadat kerajaan dan istana yang masih kekal hingga hari ini.
Pada tahun 1658 Sultan Brunei menghadiahkan kawasan timur laut Kalimantan kepada Sultan Sulu di Filipina Selatan
sebagai penghargaan terhadap Sultan Sulu dalam menyelesaikan perang saudara di antara Sultan Abdul Mubin dengan
Pengeran Mohidin. Persengketaan dalam kerajaan Brunei merupakan satu faktor yang menyebabkan kejatuhan kerajaan
tersebut, yang bersumber dari pergolakan dalam disebabkan perebutan kuasa antara ahli waris kerajaan, juga disebabkan
timbulnya pengaruh kuasa penjajah Eropa di rantau sebelah sini, yang menggugat corak perdagangan tradisi, serta
memusnahkan asas ekonomi Brunei dan kesultanan Asia Tenggara yang lain.
Pada Tahun 1839, James Brooke dari Inggris datang ke Serawak dan menjadi raja di sana serta menyerang Brunei, sehingga
Brunei kehilangan kekuasaannya atas Serawak. Sebagai balasan, ia dilantik menjadi gubernur dan kemudian “Rajah”
Sarawak di Barat Laut Borneo sebelum meluaskan kawasan di bawah pemerintahannya. Pada tanggal 19 Desember 1846,
pulau Labuan dan sekitarnya diserahkan kepada James Brooke. Sedikit demi sedikit wilayah Brunei jatuh ke tangan Inggris
melalui perusahaan-perusahaan dagang dan pemerintahnya sampai wilayah Brunei kelak berdiri sendiri di bawah protektorat
Inggris sampai berdiri sendiri tahun 1984.
Pada masa yang sama, Persekutuan Borneo Utara Britania sedang meluaskan penguasaannya di Timur Laut Borneo. Pada
tahun 1888, Brunei menjadi sebuah negeri di bawah perlindungan kerajaan Britania dengan mengekalkan kedaulatan dalam
negerinya, tetapi dengan urusan luar negara tetap diawasi Britania. Pada tahun 1906, Brunei menerima suatu lagi langkah
perluasan kekuasaan Britania saat kekuasaan eksekutif dipindahkan kepada seorang residen Britania, yang menasihati
baginda Sultan dalam semua perkara, kecuali yang bersangkut-paut dengan adat istiadat setempat dan agama.
Pada tahun 1959, Brunei mendeklarasikan kerajaan baru yang berkuasa memerintah kecuali dalam isu hubungan luar negeri,
keamanan dan pertahanan di mana isu-isu ini menjadi tanggung jawab Britania. Percobaan untuk membentuk sebuah badan
perundangan pada tahun 1962 terpaksa dilupakan karena terjadi pemberontakan oleh partai oposisi yaitu Partai Rakyat
Brunei dan dengan bantuan Britania, pemberontakan ini berhasil diberantas. Pada akhir 1950 dan awal 1960, kerajaan Brunei
ketika itu menolak rencana (walaupun pada awalnya menunjukkan minat) untuk bergabung dengan Singapura, Sabah,
Sarawak, dan Tanah Melayu untuk membentuk Malaysia dan akhirnya Sultan Brunei ketika itu berkehendak untuk
membentuk sebuah negara yang merdeka.
Pada 1967, Omar Ali Saifuddin III telah turun dari takhta dan melantik putra sulungnya Hassanal Bolkiah, menjadi Sultan
Brunei ke-29. Baginda juga berkenan menjadi Menteri Pertahanan setelah Brunei mencapai kemmerdekaan penuh dan
disandangkan gelar Paduka Seri Begawan Sultan. Pada tahun 1970, pusat pemerintahan negeri Brunei Town, telah diubah
namanya menjadi Bandar Seri Begawan untuk mengenang jasa baginda. Baginda mangkat pada tahun 1986.
Pada 4 Januari 1979, Brunei dan Britania Raya telah menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan.
Pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam telah berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya.
Saat ini Brunei memiliki wilayah yang lebih kecil daripada masa lalu, dengan berbatasan dengan Serawak dari sebelah barat
sampai timur wilayah itu, serta sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan.
district di brunei
Brunei dibagi atas 4 (empat) distrik, yaitu:
No. District Ibukota Populasi
1. Belait : Kuala Belait 109,000
2. Brunei-Muara : Bandar Seri Begawan 380,000
3. Temburong : Pekan Bangar 10,000
4. Tutong : Pekan Tutong 56,000
GEOGRAFI
EKONOMI
Ekonomi negara kecil yang kaya ini adalah suatu campuran keusahawanan dalam negeri dan asing, pengawalan kerajaan,
kebajikan, serta tradisi kampung. Pengeluran minyak mentah dan gas alam terdiri dari hampir setengah PDB. Pendapatan
yang cukup besar pekerjaan luar negeri menambah pendapatan daripada pengeluaran dalam negeri. Kerajaan membekali
semua layanan pengobatan dan memberikan subsidi beras dan perumahan. Pemimpin-pemimpin Brunei merasa bimbang
bahawa keterpaduan dengan ekonomi dunia yang semakin bertambah akan menjejaskan perpaduan sosial dalam, walaupun
Brunei telah memainkan peranan yang lebih kentara dengan menjadi ketua forum APEC pada tahun 2000. Rancangan-
rancangan yang dinyatakan untuk masa hadapan termasuk peningkatan kemahiran tenaga buruh, pengurangan pengangguran,
pengukuhan sektor-sektor perbankan dan pariwisata, serta secara umum, peluasan lagi asas ekonominya. Sistem
Penerbangan Brunei Diraja, sistem penerbangan negara, sedang mencoba menjadikan Brunei sebagai pusat perjalanan
internasional antara Eropa dan Australia/Selandia Baru. Ia juga mempunyai layanan ke tujuan-tujuan Asia yang utama.
Ekonomi Brunei Darussalam bertumpu pada sektor minyak bumi dan gas dengan pendapatan nasional yang termasuk tinggi
di dunia satuan mata uangnya adalah Brunei Dolar yang memiliki nilai sama dengan Dolar Singapura.
Selain bertumpu pada sektor minyak bumi dan gas, pemerintah Brunei mencoba melakukan diversifikasi sumber-sumber
ekonomi dalam bidang perdagangan. Namun dalam waktu dekat usaha tersebut mengalami kebuntuan karena masalah
internal kerajaan yang menurut sumber sumber media internasional dihabiskan untuk kepentingan pemborosan istana ketika
dipegang oleh Pangeran Jeffry. Keadaan tersebut dapat menimbulkan masalah bagi perekonomian Brunei di masa yang akan
datang.
DEMOGRAFI