Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah subhanahuwata’ala, karena berkat


rahmatnya kami bisa menyelesaikan makalah yang bertema “Kerajaan Gowa Tallo di
Sulawesi dan Kerajaan Banjar di Kalimantan”. Makalah ini di ajukan guna memenuhi
tugas mata pelajaran SKI. Kami mengucapkan terima kasih pada semua anggota kelompok
yang telah membantu sehungga makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan dari sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi teman-teman dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan
dan peningkatan ilmu pengetahuanbagi kita semua.

Bojongpicung, Juli 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………...……
DAFTAR SI…………………………………………………………...………… ….……

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………....
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN KERAJAAN GOWA TALLO ………………………


2.1 Sejarah awal Kerajaan Gowa Tallo…………………………………………………....
2.2 Letak Kerajaan Gowa Tallo……………………………………………………………
2.3 Silsilah Raja Kerajaan Gowa Tallo…………………………………………………….
2.4 Kondisi sosial, ekonomi dan politik Kerajaan Gowa Tallo……………………………
2.5 Proses kehancuran dari Kerajaan Gowa Tallo………………………………………....
2.6 Peninggalan-peninggalan Kerajaan Gowa Tallo……………………………………….

BAB III PEMBAHASAN KERAJAAN BANJAR ……………………........…


3.1 Sejarah awal Kerajaan Banjar ...........................................................................
3.2 Pembahasan Kerajaan Banjar ...........................................................................
3.3 Sistem Pemerintahan Kerajaan Banjar ..............................................................
3.4 Kerajaan Banjar Saat Ini ..................................................................................

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….. .
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling
sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari
Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi. Wilayah
kerajaan ini sekarang berada dibawah Kabupaten Gowa dan daerah sekitarnya yang dalam
bingkai negara kesatuan RI dimekarkan menjadi Kotamadya Makassar dan kabupaten
lainnya. Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang
saat itu melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669)
terhadap Belanda yang dibantu oleh Kerajaan Bone yang berasal dari Suku Bugis dengan
rajanya Arung Palakka. Tapi perang ini bukan berati perang antar suku Makassar – suku
Bugis, karena di pihak Gowa ada sekutu bugisnya demikian pula di pihak Belanda-Bone,
ada sekutu Makassarnya. Politik Divide et Impera Belanda, terbukti sangat ampuh disini.
Perang Makassar ini adalah perang terbesar Belanda yang pernah dilakukannya di abad itu.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana sejarah awal dari Kerajaan Gowa Tallo?
b. Dimana letak Kerajaan Gowa Tallo?
c. Bagaimana silsilah Raja Kerajaan Gowa Tallo?
d. Bagaimana kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Kerajaan Gowa Tallo?
e. Bagaimana proses kehancuran dari Kerajaan Gowa Tallo?
f. Apa saja peninggalan Kerajaan Gowa Tallo?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Mengetahui sejarah awal dari Kerajaan Gowa Tallo.
b. Mengetahui letak Kerajaan Gowa Tallo.
c. Mengetahui silsilah Raja Kerajaan Gowa Tallo.
d. Mengetahui kondisi sosial, ekonomi, dan politk di Kerajaan Gowa Tallo.
e. Mengetahui proses kehancuran dari Kerajaan Gowa Tallo.
f. Mengetahui peninggalan Kerajaan Gowa Tallo.
BAB II
PEMBAHASAN KERAJAAN GOWA TALLO

2.1 Sejarah awal Kerajaan Gowa Tallo


Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan
nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa:
Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili.
Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk
membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari pendahulu di Gowa dimulai oleh Tumanurung sebagai
pendiri Istana Gowa, tetapi tradisi Makassar lain menyebutkan empat orang yang mendahului
datangnya Tumanurung, dua orang pertama adalah Batara Guru dan saudaranya
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling
sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku
Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi. Wilayah kerajaan ini
sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan
ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan
peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu
oleh Kerajaan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung
Palakka. Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari
kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang
Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya di abad ke-17.

2.2 Letak Kerajaan Gowa Tallo


Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Makassar. Kerajaan ini
terletak di daerah Sulawesi Selatan. Makassar sebenarnya adalah ibukota Gowa yang dulu disebut
sebagai Ujungpandang. Secara geografis Sulawesi Selatan memiliki posisi yang penting, karena dekat
dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara. Bahkan daerah Makassar menjadi pusat persinggahan
para pedagang, baik yang berasal dari Indonesia bagian timur maupun para pedagang yang berasal dari
daerah Indonesia bagian barat. Dengan letak seperti ini mengakibatkan Kerajaan Makassar berkembang
menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara. Berikut adalah peta Sulawesi
Selatan pada saat itu.
2.3 Silsilah Raja Kerajaan Gowa Tallo
1. Tumanurunga (+ 1300)
2. Tumassalangga Baraya
3. Puang Loe Lembang
4. I Tuniatabanri
5. Karampang ri Gowa
6. Tunatangka Lopi (+ 1400)
7. Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
8. Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
9. Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad ke-16)
10. I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
11. I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
12. I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590).
13. I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593).
14. I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna Berkuasa mulai
tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639. Merupakan penguasa Gowa pertama yang
memeluk agama Islam.
15. I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri
Papang Batuna Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6
November 1653
16. I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin
Tuminanga ri Balla'pangkana Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653
sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670 17. I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir
Hamzah Tuminanga ri Allu' Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga
1674, dan wafat 7 Mei 1681.
17. I Mallawakkang Daeng Mattinri Karaeng Kanjilo Tuminanga ri Passiringanna
18. Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara Lahir 29 November
1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681
19. I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri
Lakiyung. (1677-1709)
20. La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
21. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
22. I Manrabbia Sultan Najamuddin
23. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi. (Menjabat untuk kedua kalinya
pada tahun 1735)
24. I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
25. I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
26. Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)
27. I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
28. I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging
(1770-1778)
29. I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
30. I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-
1825)
31. La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
32. I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri
Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893)
33. I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri
Kalabbiranna (1893- wafat 18 Mei 1895)
34. I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri
Bundu'na Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5
Desember 1895. Ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19
Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April 1906. Ia
meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906.
35. I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur
Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
36. Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir
Aidudin (1956-1960) merupakan Raja Gowa terakhir, meninggal di Jongaya pada tahun
1978.

2.4 Kondisi sosial, ekonomi dan politik Kerajaan Gowa Tallo


a. Kondisi sosial budaya Kerajaan Gowa Tallo
Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan
dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan
tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran
hidupnya. Walaupun masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam
mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat
dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar
diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Dan
masyarakat Makasar sangat percaya terhadap norma-norma tersebut.Di samping norma
tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas
yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan
“Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan
masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak menghasilkan benda-benda
budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal.
Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.Kapal
Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai
mancanegara.

b. Kondisi ekonomi Kerajaan Gowa Tallo


Kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat
perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor :
• letak yang strategis,
• memiliki pelabuhan yang baik
• jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang-
pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional
dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark
dan sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar.
Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut
dengan ADE’ ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE, sehingga dengan adanya
hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami
perkembangan yang pesat.
Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena
Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.

c. Kondisi politik Kerajaan Gowa Tallo


Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato’ Ri
Bandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di
Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam. Raja Makasar yang
pertama memeluk agama Islam adalah Sultan Alaudin. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin
kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa
pemerintahan raja Muhammad Said (1639 – 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa
pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar
berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang
subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia
berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut
sampai ke Nusa Tenggara Barat. Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur
perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai
raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan
monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan
antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh
adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara
Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan.
Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri
pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya
kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka
Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda
untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba
antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru
Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk
melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan
VOC untuk menghancurkan Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan
Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan
menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan
kerajaan Makasar.

Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:


a. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
c. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau
di luar Makasar.
d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.

Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda


tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra
Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda.Untuk menghadapi perlawanan
rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya
Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami
kehancurannya.

2.5 Proses Kehancuran Kerajaan Gowa Tallo


Sepeninggal Hasanuddin, Makassar dipimpin oleh putranya bernama napasomba.
Sama seperti ayahnya, sultan ini menentang kehadiran belanda dengan tujuan menjamin
eksistensi Kesultanan Makasar. Namun, Mapasomba gigih pada tekadnya untuk mengusir
Belanda dari Makassar. Sikapnya yang keras dan tidak mau bekerja sama menjadi alasan
Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran. Pasukan Mapasomba berhasil
dihancurkan dan Mapasomba sendiri tidak diketahui nasibnya. Belanda pun berkuasa
sepenuhnya atas kesultanan Makassar.

2.6 Peninggalan – Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo

Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah
benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai
sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada tahun 1545
oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung
Tumapa'risi' kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa
pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi
batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros. Benteng
Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke
lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup
di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan
maupun di lautan. Nama asli benteng in i adalah Benteng Ujung Pandang.

Benteng Fort Rotterdam

Masjid Katangka
Mesjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. Sejak berdirinya telah mengalami
beberapa kali pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh Sultan
Mahmud (1818), Kadi Ibrahim (1921), Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948),
dan Andi Baso, Pabbicarabutta Gowa (1962) sangat sulit mengidentifikasi bagian paling
awal (asli) bangunan mesjid tertua Kerajaan Gowa ini.

Kompleks makam raja gowa tallo.


Makam raja-raja. Tallo adalah sebuah kompleks makam kuno yang dipakai sejak
abad XVII sampai dengan abad XIX Masehi. Letaknya di RK 4 Lingkungan Tallo,
Kecamatan Tallo, Kota Madya Ujungpandang. Lokasi makam terletak di pinggir barat
muara sungai Tallo atau pada sudut timur laut dalam wilayah benteng Tallo. Ber¬dasarkan
basil penggalian (excavation) yang dilakukan oleh Suaka Peninggalan sejarah dan
Purbakala (1976¬-1982) ditemukan gejala bah wa komplek makam ber¬struktur tumpang-
tindih. Sejumlah makam terletak di atas pondasi bangunan, dan kadang-kadang ditemukan
fondasi di atas bangunan makam.
Kompleks makam raja-raja Tallo ini sebagian ditempat¬kan di dalam bangunan
kubah, jirat semu dan sebagian tanpa bangunan pelindung: Jirat semu dibuat dan
balok¬balok ham pasir. Bangunan kubah yang berasal dari kuran waktu yang lebih
kemudian dibuat dari batu bata. Penempatan balok batu pasir itu semula tanpa
memper¬gunakan perekat. Perekat digunakan Proyek Pemugaran. Bentuk bangunan jirat
dan kubah pada kompleks ini kurang lebih serupa dengan bangunan jirat dan kubah dari
kompleks makam Tamalate, Aru Pallaka, dan Katangka. Pada kompleks ini bentuk makam
dominan berciri abad XII Masehi.
BAB III
PEMBAHASAN KERAJAAN BANJAR

3.1 Sejarah awal Kerajaan Banjar


Kerajaan Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan
Selatan. Kerajaan Banjar disebut juga sebagai kerajaan Islam karena agama Islam sebagai
agama Negara terlihat dengan jelas pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Wasik
Billah. Namun, sayangnya Kesultanan Banjar (kerajaan Banjar) telah sekian lama tak
terangkat ke permukaan, hal ini bisa jadi konon karena kesultanan ini perang melawan
kolonial pada 1857 sehingga kerajaannya dibumi-hanguskan oleh Belanda. Sampai saat
ini, tidak banyak yang mengetahui mengenai perkembangan kerajaan Banjar sekarang,
apakah eksistensinya masih ada atau mungkin telah lenyap ditelan waktu?. Dalam makalah
ini akan diuraikan secara singkat mengenai kerajaan banjar, sistem pemerintahan kerajaan
banjar, serta kerajaan Banjar itu sendiri pada saat ini.

3.2 Pembahasan Kerajaan Banjar


Sultan Suriansyah merupakan raja pertama dari Kerajaan Banjar dan raja pertama
yang memeluk agama Islam. Agama Islam merupakan agama Negara dan menempatkan
kedudukan para ulama pada tempat yang terhormat dalam Negara. Kedudukan agama
Islam sebagai agama Negara terlihat dengan jelas pada masa pemerintahan Sultan Adam
Al-Wasik Billah yang mengeluarkan Undang-Undang Negara pada tahun 1835 yang
kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Sultan Adam, yang mana dalm Undang-
Undang tersebut terlihat jelas bahwa sumber hukum yang dipergunakan adalah hukum
Islam. Oleh karena itu, kerajaan Banjar disebut juga sebagai kerajaan Islam, dan oleh
karena itu pulalah urang Banjar dikenal sebagai orang yang beragama Islam.
Kerajaan Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan
Selatan. Kerajaan tertua yang pernah ada adalah kerajaan Tanjungpura atau Tanjungpuri,
sebuah kerajaan migrasi orang-orang Melayu dengan membawa unsur kebudayaan Melayu
dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi. Banyak pendapat yang
berbeda tentang dimana lokalisasi kerajaan Tanjungpura ini. Salah satu diantaranya ada
yang berpendapat bahwa Tanjungpura merupakan kota Tanjung ibukota Kabupaten
Tabalong sekarang ini.[3] J.J. Ras menyebutkan bahwa Tanjung merupakan sebuah daerah
tempat imigrasi Melayu yang pertama ke Kalimantan. Mpu Prapanca menyebutkan dalam
Negarakartagama (1365) dengan nama Nusa Tanjung Negara dan ini identik dengan Pulau
Hujung Tanah, dengan kota terpenting adalah Tanjungpuri. Pada bagian llain Mpu
Prapanca menyebutkan nama Bakulapura adalah nama lain dari bahasa Sanskerta untuk
menyebutkan nama Tanjungpura. Kalau kerajaan Tanjungpura merupakan migrasi Orang
Melayu Sriwijaya, hal ini berarti puela ahwa ke daerah ini telah masuk unsur kebudayaan
agama Budha sebagai agama dari kerajaan Sriwijaya. Migrasi Melayu ke Kalimantan
diperkirakan antara abad ke 12-13 Masehi.
Pada abad ke-13 muncul pula kerajaan Negara Dipa yang kemudian diganti oleh
Negara Daha. Negara Dipa berlokasi di sekitar Amuntai sedangkan Negara Daha berlokasi
sekitar Negara sekarang. Kedua kerajaan ini bercorak Hindu dengan peninggalan Candi
Agung dan Candi Laras. Negara Dipa merupakan kerajaan migrasi dari Jawa Timur
sebagai akibat dari peperangan antara Ken Arok dengan raja Kertajaya yang dikenal
dengan Perang Ganter.[4]
Dalam abad ke-16 muncul perkembangan baru dengan lahirnya kerajaan Banjar
yang bercorak Islam di Kalimantan Selatan. Kerajaan Banjar berkembang pesat sampai
abad ke-19 merupakan kerajaan Islam merdeka dengan nation baru bangsa Banjar sebagai
warganegara dari sebuah kerajaan (1859-1915) maka bangsa Banjar sebagai warganegara
dari sebuah kerajaan merdeka juga ikut lenyap, dan turun derajatnya menjadi bangsa
jajahan dan kemudian dikenal sebagai Urang Banjar atau Orang Banjar.[5]

3.3 Sistem Pemerintahan Kerajaan Banjar


Sebelum Kerajaan Banjar berdiri, pada masa Negaradaha jabatan raja selalu
diambil silih berganti dari pewaris yang sah (sengketa). Kerajaan Banjar memulai kembali
tradisi bahwa raja diganti oleh puteranya, sedangkan jabatan Mangkubumi (jabatan
tertinggi setelah raja) diputuskan dari rakyat biasa yang mempunyai jasa besar terhadap
kerajaan. Saudara raja dapat menjadi Adipati (raja kecil di daerah kekuasaan/taklukan)
tetapi mereka tetap di bawah Mangkubumi. Kaum bangsawan yang bergelar Pangeran dan
Raden boleh selalu ikut serta dalam sidang membicarakan masalah negara dan ikut serta
memberikan kesejahteraan bagi rakyat.
Mangkubumi dalam perkembangannya disebut juga Perdana Menteri kemudian
berkembang pula sebutan Wazir, ketiga sebutan ini memiliki tingkat jabatan yang sama
hanya berbeda nama. Sebutan untuk sultan dalam penyebutan acara resmi adalah Yang
Mulia Paduka Seri Sultan. Calon pengganti Sultan disebut Pangeran Mahkota, pada masa
pemerintahan Sultan Adam disebut Sultan Muda.[6]

3.4. Kerajaan Banjar Saat Ini


Kerajaan juga sering disebut dengan kesultanan. Kesultanan Banjar telah sekian
lama tak terangkat ke permukaan, hal ini bisa jadi konon karena kesultanan ini perang
melawan kolonial pada 1857 sehingga kerajaannya dibumi-hanguskan oleh Belanda.
Sejarah mencatat, di bawah komando Pangeran Hidayatullah II cucu Sultan Adam Al-
Washikubillah (1825 – 1857) Perang Banjar dikobarkan. Upaya perlawan terhadap
penjajah ini terus berlanjut turun-temurun hingga Indonesia mencapai kemerdekaan.
Raja Banjar selama ini memang nyaris tidak terdengar kecuali hanya melalui
keturunannya saja seperti yang bergelar Gusti, Antung dan Andin yang beranak-pinak dan
tersebar di seluruh wilayah Kalimantan, wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Berbeda
dengan raja-raja di Kaltim, hingga kini masih eksis meskipun tanpa kekuasaan di
pemerintahan seperti raja dari Kesultanan Kutai Kartanegara, Ing Martadipura di
Tenggarong, raja dari Kesultanan Bulungan, raja Kesultanan Gunung Tabur dan raja
Kesultanan Sambaliung di Kabupaten Berau.
Meskipun kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan mulai kehilangan pijak, seiring
mangkatnya Sultan Adam sebagai Raja Kesultanan Banjar serta secara perlahan pula adat
dan budaya kesultanan Banjar mulai meredup. Tak ingin kebudayaan Banjar tersebut
punah dan perlunya pelestarian berkelanjutan, Sabtu (24/7) 2010, resmi terbentuk
Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar, atau disingkat LAKKB. Bersamaan
peresmian pembentukan LAKKB di Hotel Arum, Banjarmasin, dilantik pula pemangku
adat atau pengurus pusat LAKKB, pemangku adat kabupaten/kota se Kalsel. LAKKB
diketuai oleh G Ht Khairul Saleh dan Sekretaris, Gt Chairinsyah. Bahkan hari itu juga
dilaksanakan musyawarah tinggi adat dan dialog budaya Kesultanan Banjar.
LAKKB punya posisi setingkat dibawah sultan atau raja muda. Pembentukannya
dilakukan sebagai upaya menumbuhkan adat yang mulai memudar. Adat istiadat yang
pudar karena penjajah dan kemajuan jaman. Kesultanan Banjar berakhir di Martapura.
“Ini ibarat maangkat batang tarandam. Atau membangkitkan nilai luhur dan
kearifan sultan-sultan Banjar. Tidak ada maksud memunculkan feodalisme tapi
mengangkat adat dan budaya Banjar, sekaligus konsolidasi internal,”
Selain itu, pembentukan LAKKB juga mendapat perhatian dari Forum Silaturahmi
Kesultanan se Nusantara (FSKN). Sekretaris Jendral FSKN Kanjeng Pangeran Haryo
(KPH) Suroso Gunawan Kusumodiningrat, mengutarakan, ada 135 kerajaan atau
kesultanan di nusantara. Sekitar 100 an menyatakan memberikan dukungan kebangkitan
budaya Banjar di Kalsel. “Pelantikan ini merupakan legalitas pengaturan dan tata cara.
Ada kesamaan satu pandangan kedepan. Sebagai gambaran maka kerajaan atau kesultanan
untuk menjadi anggota FSKN itu tidak mudah. Eksistensi Banjar di FSKN sudah terjadi
sejak 2004. Hanya, waktu itu konteknya sebagai tamu. “Adat istiadat itu yang ada dan
tidak ada, seperti turun temurun dilakukan secara rutin. Diangkatnya suatu dinasti masa
lampau adalah pengangkatan pemimpin. Kita tidak mengembalikan feudal atau monarki,
ini adalah kebangkitan budaya Kalsel”.
Dengan demikian titik baru untuk membangun kekerabatan kesultanan sekaligus
membangkitkan budaya yang nyaris hilang ditelan masa telah dicapai dengan diadakan
Penobatan Raja Muda Kesultanan Banjar dan gelar Pangeran dianugerahkan tokoh adat
dan juriat kesultanan Banjar kepada Khairul Saleh yang juga menjabat Bupati Kabupaten
Banjar periode 2010-2014. Selain itu, melalui struktur kesultanan yang terbentuk
diharapkan lebih memperkuat tekad dan komitmen memelihara kebudayaan sekaligus
menjadikan budaya sebagai jati diri dan kepribadian sebagai masyarakat Banjar.[7]
Penobatan Khairul Saleh sebagai Raja Muda oleh LAKKB (Lembaga Adat
dan Kekerabatan Kesultanan Banjar) diiringi dengan beberapa alasan, yaitu:
1) Keturunan. Berdasarkan faktor keturunan ini, Khairul saleh dinobatkan sebagai
Raja Muda Kesultanan Banjar dengan gelar Pangeran H. Khairul Saleh. Beliau
merupakan keturunan dari Raja Banjar yang terakhir yaitu Sultan Muhammad
Seman (1862-1905). Oleh karena itu pantaslah beliau diberikan gelar kehormatan
sebagai Pangeran (Raja Muda Kesultanan Banjar).
2) Kekuasaan. Untuk faktor kekuasaan ini, saya menganggapnya sebagai
keberuntungan. Oleh karena sistem pemerintahan Banjar pada saat ini adalah
demokrasi, dimana pemilihan kepala pemerintahan daerah (ex. bupati) ditentukan
oleh masyarakat. Dalam hal ini, yang terpilih untuk menjadi Bupati daerah
Kabupaten Banjar periode 2010-2014 adalah H. Gusti Khairul Saleh sendiri,
sehingga dengan demikian dapat dengan mudah pula penghidupan (pelestarian)
kesultanan Banjar.
3) Kebudayaan. Berdasarkan faktor ini, diharapkan dengan penobatan Khairul Saleh
sebagai Raja Muda Kesultanan Banjar dapat melesarikan kebudayaan Banjar itu
sendiri. Meskipun dengan begini tetap tidak dapat mengembalikan kerajaan Banjar
yang telah punah, namun setidaknya masih bisa menyelamatkan kebudayaan
Banjar untuk dikenang generasi penerus Banjar.
Selain itu, wacana perencanaan mengenai pembangunan replika Keraton Banjar
atau Kesultanan Banjar, tampaknya akan terealisasi. Menariknya, bukan lagi dikatakan
replika tapi langsung disebut Keraton Banjar. Ada tiga lokasi yang menjadi pilihan, Kota
Banjarmasin, Kota Banjarbaru dan Kabupaten Banjar. Alhasil, Telok Selong, Kabupaten
Banjar telah ditetapkan sebagai lokasi pembangunannya.
Kepastian lokasi pembangunan Keraton Banjar itu diungkapkan Ketua Lembaga
Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar (LAKKB) Ir H Gt Khairul Saleh MM, Sabtu
(24/7/2010) di Hotel Arum, Banjarmasin. “Lokasi pembangunan Keraton Banjar di Telok
Selong,” demikian diucapkan Khairul Saleh. Bupati Banjar ini juga menyebutkan, dia
sudah menyiapkan lahan seluas 2 hektar sebagai areal pembangunan Keraton Banjar.
Terkait dengan pembangunan Keraton Banjar, berdasarkan Permendagri Nomor 39 Tahun
2007 tentang pedoman fasilitasi organisasi kemasyarakatan bidang kebudayaan, keratin
dan lembaga adat dalam pelestarian dan pengembangan budaya daerah, memuat
pernyataan bahwa pembangunan keraton, lembaga adat, bisa didanai oleh pemerintah
melalui APBD.[8]
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Muhammad. (2013). Silsilah Kepemimpinan Kerajaan


Gowa,http://anragogy.blogspot.com/2013/01/silsilah-kepemimpinan-kerajaan-
gowa.html, diakses 25 April 2014
Negeri 1001 Cerita, Gowa. (2013). Asal-usul Kerajaan Gowa dan Silsilah Kerajaan
Gowa, http://gowa-negeri1001cerita.blogspot.com/2013/07/asal-usul-kerajaan-gowa-
dan-silsilah.html, diakses 25 April 2014
Pacce, Siri’ na. (2012). Silsilah Raja-Raja
Tallo.http://jejakcelebes.blogspot.com/2012/06/silsilah-raja-raja-tallo.html, diakses 25
April 2014
Hapsari, Ratna, M.Adil. 2012. Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

· Nirmala, Andini T. Aditya A. Pratama. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.


Surabaya: Prima Media
· Ras, JJ. 1968. Hikayat Banjar a Study in Malay Histoeiography. The Hague: Martinus
Nijhoff
· Usman, A. Gazali. 1989. Urang Banjar Dalam Sejarah. Banjarmasin: Lambung
Mangkurat University Press
· http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan
· http://kerajaanbanjar.wordpress.com/2007/04/06/sistem-politik-dan-pemerintahan-
kerajaan-banjar/
· http://kesultananbanjar.com/index.php?option=com_content&view=article&id=80:penoba
tan-raja-muda-kesultanan-banjar&catid=38:berita-lakkb
· http://kesultananbanjar.com/index.php?option=com_content&view=article&id=78:kerato
n-banjar-dibangun-di-telok-selong-dananya-dari-provinsi-dan-sumbangan-
perantau&catid=38:berita-lakkb
TUGAS MAKALAH
A. KERAJAAN MAKASAR (GOWA TALLO) DI MAKASAR
B. KERAJAAN BANJAR DI KALIMANTAN

Disusun Oleh :
Kelompok 5
ANDINI
FEBRI
N. RISMA
SAPTA
DEDEN FARHAN

Kelas : IX - B

MTs. MUSLIMIN BOJONGPICUNG


2019

Anda mungkin juga menyukai