Anda di halaman 1dari 10

THE PROTECTION OF HUMAN RIGHTS

(pengaruh kelompok Rohingya Myanmar terhadap hukum HAM )

Disusun oleh :

Shane Resley Kuhuparuw (372018038)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi


Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2019

1
BAB I
1.1 Latar Belakang Masalah
Myanmar adalah salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara yang dimana negara ini
termaksud dari anggota Association of southeast Asian Nation (ASEAN). Bagian utara negara ini
berbatasan dengan teluk benggala dan Thailand. Sebelah timur berbatsan dengan wilahyah China, Laos,
dan Thailand. Dan sebelah baratnya berbatasan dengan Teluk Benggala dan wilayah Bangladesh. Adapun
wilayah Rakhine yang terletak di barat daya wilayah Myanmar yang dimana masyarakat di wilayah
tersebut di sebut orang-orang Arakan oleh penjajah Inggris.

Menurut sejarah penduduk Myanmar mayoritasnya orang-orang muslim, 70% dari penduduk arakan
adalah muslim dan sisanya adalah orang-orang magh, orang-orang arakan yang beragama Budha
Theravada, kelompok-kelompok minoritas lainnya.

Myanmar juga memiliki banyak suku, lebih dari 140 suku yang menghuni wilayah koloni bekas
penjajahan Inggris tersebut. Suku mayoritasnya adalah Barma/Birma yang dimana mereka adalah suku
kasta pertama yang telah memegang pemerintahan oleh karena itu wilayah ini yang dulunya bernama
Barma dan berganti menjadi Myanmar dan Rohingya termasuk dalam suku kasta kedua dalam negara ini.
Menurut sejarah umat islam tiba di wilayah arakan melalui jalur perdagangan, mereka melakukan banyak
pengajaran secara damai bukan secara perang mereka banyak melakukan pengaruh terhadap orang-orang
di arakan. Akibat dari kejadian tersebut umat islam pun mulai semakin banyak dan terkonsentrasi pada
suatu wilayah dan membentuk kerajaan islam yang berlangsung selama 3,5 abad.

2
Pada tahun 1784 M, Budha melakukan ekspansi, Arakan diserang Budha dari suku kasta pertama
yaitu suku Birma, mereka ingin memperluas wilayah mereka serta menganggap bahwa umat islam yang
berada di sebagian wilayah mereka sangat berpengaruh luas terhadap mereka. Mereka menyerang dan
menggabungkan wilayah Arakan kedalam wilayah mereka agar islam tidak dapat dikembangkan lagi di
wilayah itu. Sejak saat itulah bencana islam di Arakan pun dimulai.

Pada tahun 1942 M, bencana besar menimpa kaum Rohingya. Orang-orang Budha magh
membantai mereka dengan adanya dukungan senjata dari saudara Budha mereka suku Birma dan suku-
suku lainnya, lebih dari 100.000 muslim pun tewas dalam peristiwa tersebut.

Pada tahun 1947 M, di kota Panglon burma mempersiapkan deklarasinya, semua suku diundang
pada saat itu, kecuali umat islam Rohingya. Inggris pun memerdekakan Burma pada tanggal 4 Januari
1948, dengan adanya perjanjian bahwa masing-masing suku harus memerdekakan diri dari Burma apa
bila mereka menginginkannya, akan tetapi Burma pada saat itu tidak menjalankan persyaratan tersebut
dengan tidak mendengarkan suara dari umat islam Rohingya, sehingga mereka masih melakukan dan
melanjutkan kelakuan intimidasi mereka tersebut terhadap kaum muslim.

Sejak pemerintahan militer berkuasa di Myanmar, umat islam Arakan mulai mengalami berbagai
tindakan yang kejam dan intimidasi. Mereka dibunuh, diusir, diterlantarkan, hak-hak mereka diambil
serta mereka tidak diakui kewarganegarannya. Banyak cara yang mereka lakukan untuk menghapuskan
identitas umat islam Arakan, dengan cara membakar peninggalan-peninggalan mereka, seperti mesjid
yang telah mereka bangun, madrasah, dan bangunan-bangunan bersejarah lainnya. Mereka dilarang
membangun bangunan-bangunan yang berbau islam, dilarang melalukan pengajaran tentang islam,
sekolah-sekolah islam yang tersisa di hancurkan dan tidak dapat pengakuan dari pemerintah dan tidak
diakui kelulusannya.umat islam diusir dari kampung halaman mereka, mata pencaharian mereka di
bidang pertanian di rampas, kemudian orang-orang budha melakukan pembangunan dan menguasainya
melalui kekayaan kau muslimin, mengembangkan pertahanan mereka dalam bidang permiliteran, barang
siapa yang menolak dengan pengembangan ini maka tebusannya adalah nyawa.

1.2 Perumusan Masalah

1. bagaimana perlindungan hak asasi manusai terhadap etnis Rohingya di Myanmar

2. bagaimana peran hukum internasional terhadap kasus etnis Rohingya di Myanmar

3
1.3 Kerangka Teori

Dengan ini peneliti menggunakan teori multikulturalisme sebagai teori acuan sebagaimana yang
diajarkan oleh teori ini kita dapat melihat bahwa kasus yang terjadi di Myanmar adalah kasus
diskriminasi terhadap adanya perbedaan Bahasa, adat istiadat, agama, budaya, dan faktir lainnya.
Suatu masyarakat dapat dikatakan multikultural apabila masyarakat tersebut memiliki keankea
ragaman atau perbedaan. Merupakan suatu gagasan untuk merelasikan antar kelompok mayoritas dan
minoritas, perlakuan kelompok imigran masyarakat adat dan lain-lain konsep keanekaragaman
secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang menjadikan ciri khas masyarakat majemuk,
karena multikulturalisme menekankan kebudayaan dalam kesederajatan. Secara Multikulturalisme
jika dikaitkan dengan konflik sosial dapat diartikan sebagai paradigma baru dalam upaya merajut
kembali hubungan antarmanusia yang belakangan selalu hidup dalam suasana penuh konflik. Secara
sederhana, multikulturalisme dapat dipahami sebagai suatu konsep keanekaragaman budaya dan
kompleksitas dalam masyarakat. Melalui multikulturalisme masyarakat diajak untuk menjunjung
tinggi toleransi, kerukunan dan perdamaian bukan konflik atau kekerasan dalam arus perubahan
sosial. Walaupun berada dalam perbedaan sistem sosial berpijak dari pemikiran tersebut, paradigma
multikulturalisme diharapkan menjadi solusi konflik sosial yang terjadi saat ini.

Dari penjelasan ini dapat disimpulkan jika multikulturalisme dapat ditunjukkan dengan tanpa
memedulikan perbedaan budaya, etnis, gender, bahasa, ataupun agama masyarakat memiliki
kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan,. Sedangkan fokus
multikulturalisme terletak pada pemahaman akan hidup penuh dengan perbedaan sosial budaya, baik
secara individual maupun kelompok dan masyarakat. Bagi Indonesia, multikultural merupakan suatu
strategi dan integrasi sosial di mana keanekaragaman budaya benar diakui dan dihormati, sehingga
dapat difungsikan secara efektif dalam mengatasi setiap isu-isu separatisme (memisahkan diri) dan
disintegrasi sosial.

Dalam hubungannya dengan tindakan-tindakan politik dan hukum, toleransi menuntut undang-
undang yang adil dan tidak memihak, penegakan hukum dan proses pengadilan dan administratif.
Lain halnya dengan Hans yang lebih menekankan pada dialog dalam memecahkan masalah-masalah
yang terkait dengan masyarakat mulitikultural (Hans Kung dalam Ahmad, H. A. 2016) no ordering
of the world without a worldethic; no peace among the nations without peace among the religions;
no peace among the religions without dialogue among the religions. Keragaman (heterogenitas)
tidak dapat dihindari khususnya di era globalisasi ini, bahkan sudah menjadi suatu yang intens dalam
kehidupan masyarakat sehingga perlu pembinaan agar kehidupan yang kaya dengan keragaman tetap

4
menghargai satu dengan yang lain tanpa memperdulikan ras, kulit ataupun agama. Salah satu solusi
untuk menjaga konflik antar suku, budaya, aliran/agama adalah pendidikan multikultural

1.4 Tujuan Penilitian

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian konflik etnis Rohingya oleh


Myanmar

1.5 Manfaat Penilitian

Dengan makalah ini setiap akademisi dapat memahami bagaiaman peran hukum internasional
terhadap kasus diskriminasi

1.6 Jangkauan Penilitian

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil studi kasus yang terjadi antara orang Budha Rakhine
melawan muslim Rohingya di negara bagian Rakhine utara, Myanmar, pada tahun 2012.

5
BAB II

1.1 Pembahasan

Rohingya sendiri berasal dari bahasa arab “Rahma” yang berarti pengampunan namun pada saat
itu, penduduk Arakan sulit untuk mengucapkan kata “Rahma” mereka justru menyebut “Raham” dan
kemudian kata itu berubah menjadi “Rohang” dan berubah lagi menjadi “Rohingya” berdasarkan sejarah
etnis Rohingya yang merupakan imigran dari Bangladesh sudah sejak lama menempati wilayah arakan.
Dan karena mereka sudah menjadi komunitas yang tinggal di suatu wilayah bagian negara Myanmar,
seharusnya mereka berhak mendapatkan hak-hak dasar mereka, terutama hak kewarganegaraan. Sejak
awal 1950-an, Sebagian dari kaum muslim di Arakan mengkalim diri mereka sebagai etnis yang berbeda
dan mengidentifikasikan dirinya sebagai Rohingya. Mereka sudah mengklaim diri mereka sudah ada
sejak lamadi daerah Arakan, tetapi klaim tersebut tidaklah berhasil, mereka tidak mendapatkan
pengakuan dari Myanmar dikarenakan keberadaan mereka oleh kaum Budha yang merupakan kaum
mayoritas di negara myanmar.

Presiden Arakan Rohingya National Organisation (ARNO), Nurul Islam, mengatakan rohingya
sudah sejak lama tinggal di wilayah arakan, mereka murpakan orang-orang yang berasal dari kebudayaan
yang berbeda-beda, pemukiman muslim di Arakan sudah ada sejak abad ke-7 Masehi. Sejak masa
kemeredekaan Myanmar sudah banyak Etnis yang meninggalkan tempat tinggalnya, pada tahun itu masa
ketegangan antara pemerintah Myanmar dan Rohingya meningkat, banyak diantara mereka yang
menginginkan Arakan untuk bergabung dengan Paksitan yang mayoritas muslim, di sisi lain pemerintah
myanmar menolak dengan mengkucilkan Rohingya. Beberapa orang Rohingya membantah pemerintah
Myanmar. Setelah program sosialis Burma mengambil ahli sebagai pemegang tinggi kekuasaan disinilah
terjadi perlawanan keras terhadap Rohingya.

Sekitar 15 tahun berselang, pemerintah memulai operasi yang menyaring penduduk asing yang
berada di Myanmar, lebih dari 200 ribu orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Setahun
berikutnya Bangladesh dan Burma melakukan kesepakatan dimana Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) menjadi penengah, kesepakatan mereka adalah melakukan pembagian pengungsi atau
mengurangi orang-orang Rohingya yang lari ke Bangladesh dan kembali ke Burma, namun
adanya undang-undang baru pada 1982 tentang orang-orang yang bermigrasi selama

6
pemerintahan Inggris sebagai imigran ilegal. Dari sinilah Burma menggolongkan orang-orang
Rohingya sebagai imigran yang ilegal. Banyak pengungsi Rohingya yang melarikan diri atas apa
yang mereka sendiri, mereka merasakan bagaimana mereka diperlakukan di Myanmar layaknya
bukan seorang manusia. Dari tahun 1992 sampai 1997, melalui perjanjian yang dibuat oleh
Bangladesh dan Burma, sekitar 230 ribu orang Rohingya kembali ke Rakhine. Dan pada tahun
2012, terjadilah kerusuhan antara kaum Burma dan Rohingya di Rakhine yang menewaskan lebih
dari 100 orang, yang dimana korbannya lebih banyak dari Orang Rohingya.

Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya tidak hanya
termaksud pengakuan warga negara saja, tetapi tindakan mengusir, membunuh, pemerkosaan, penyiksaan
terhadap di berbagai kalangan usia, berbagai hal penindasan telah dirasakan oleh etnis Rohingya. Sejarah
telah mencatat berbagai pelanggaran HAM yang telah dilakukan yang disebabkan oleh perlakuan
diskrimintatif atas etnik, ras, budaya, agama, Bahasa, politik dan sebagainya. Pandangan pemerintah
Myanmar terhadap etnis Rohingya adalah sebagai suatau balasan setelah kelompok militer ARSA
(pembebasan Rohingya Arakan) yang telah melakukan perlawanan penyerangan pos keamanan di
Rakhine. Namun apa yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar mereka mempropagandakan, membakar
hangus semua tempat tinggal orang-orang Rohingya, sungguh tak sebanding dengan kekuatan etnis
muslim Roginhya di Rakhine.
Konflik antara etnis Rohingya dengan pemerintah Myanmar di Rakhine merupakan konflik yang
berkepanjangan. Hanya dengan penyerangan ARSA terhadap pos jaga di Rakhine mereka melakukan
pembalasan yang sangat tidak berkeprimanusiaan dengan adanya perlakuan pereksekusian dan
diskriminasi kelompok seperti yang kita ketahui bahwa Myanmar lebih menganut agama Budha yang
menjadi mayoritas dibandingkan populasi masyarakat yang menganut agama muslim. Tindakan Myanmar
seakan-akan mengarah ke tindakan genosida dengan tujuan pembersihan etnis muslim Rohingya di tanah
Myanmar.
Pelanggaran HAM berat dilakukan oleh pemerintah Myanmar kepada etnis adalah pengusiran
secara paksa disini dengan melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
1. Etnis Rohingya tidak diketahui kewarganegaraannya sebagai warga negara Myanmar, pada
prinsipnya setiap negara bebas untuk menentukan seorang termasuk warga negaranya atau tidak.
Terdapat Asas Ius soli dan Asas Ius sangunis.
2. Adanya larangan untuk berpraktek agama : pada pasal 18 Universal Declarasion of Human Right
dijelaskan bahwa setiap individu mempunyai hak untuk beragama. Namun, pada kasus ini etnis
Rohinhya tidak diberikan kebebasan dalam menjalankan ibadahnya, ini terlihat bahwa yang
terjadi pada awal bulan Juni pada 2012 hampir semua masjid di ibukota Arakan yaitu Sittwe/

7
Akyab yang ditutup dan muslim tidak boleh beribadah didalamnya, jika ada yang melanggar atau
mencobanya untuk beribadah maka akan dihukum.
3. Adanya perlakuan diskriminasi terhadap etnis Rohingya : dalam konvensi-konvensi internasional
tentang penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial tahun 1965 dan konvensi internsional
tentang hak-hak sipil dan politik tahun 1966 memberikan perlindungan untuk kebebasan tanpa
adanya diskriminasi
Menurut Analisa saya Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak yang memiliki sifat mendasar yang
melingkupi hak-hak atas hidup dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam pasal 2
(UHDR) bahwa setiap orang berhak atas asasinya tanpa dibeda-bedakan “ setiap orang berhak atas semua
hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apa
pun, seperti pembedaan ras, jenis kelamin, warna kulit, agama, Bahasa, politik atau pandangan lain-
lainnya tidak aka nada pembedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari
negara atau daerah dari mana seorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-
wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah Batasan kedaulatan yang lain.
Istilah pelanggaran HAM berat merupakan terjemahan dari konsep kejahatan internasional
(Internasional crimes). Pelaku kejahatan internasional seperti yang dilakukan terhadap etnis Rohingya
tersebut dapat dibawa ke peradilan nasional maupun internasional. Hal ini sesuai asas yang dianut bagi
kejahatan internasional yaitu asas universal. Berdasarkan pasal 1 ayat 6 UU No. 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia “ pelanggaran Hak Asasi manusia adalah setiap perbuatan seorang atau kelompok
orang termasuk apparat negara baik di sengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum, mengurangi,
menghilangi, membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang
dijamin oleh undang-undang
Meskipun keadaan muslim Rohingya sudah sangat memprhatinkan dengan waktu yang lama,
ternyata selama ini dunia internasional sendiri terlambat memberikan respon, memang dari mereka
kebanyakan memberi perhatian terhadap para korban diskriminasi ini akan tetapi mereka tidak
memberikan pernyataan sikap untuk menyelesaikan akar persoalan masalahnya. Sejauh ini tindakan
mereka untuk membantu para korban diskrimnasi yang cukup parah ini adalah memberikan penampungan
yang cukup bagi para korban, Bangladesh sebagai negara terdekat dengan Rohingya merupakan negara
yang sangat merasakan dampak pengaruh kekerasan etnis ini. Adapun Bangladesh yang mempunya
hubungan darah dengan Rohingya, para etnis Rohingya pun juga mengalami penolakan saat mengungsi
kesana, walaupun mereka berhasil masuk, para pemerintah melarang memberikan layanan kesehatan,
makanan, minuman dan lain-lain. Adapun sisanya dari orang-orang Rohingya ini yang belum sempat
masuk, mereka dibiarkan untuk kembali ke laut dan mengalami masalah politik dan psikologis. Hal ini
diwajarkan, karena pemerintah Bangladesh mengalami ekonomi yang merosot, mengingat negara ini juga

8
termaksud negara yang miskin. Akhirnya melalui UNICEF, mereka pun memutuskan bahwa berbagai
bantuan untuk kesehatan, training dan Pendidikan bagi para pengungsi dihentikan.
Adapun Organisai Konferensi Islam (OKI) telah menyikapi kasus ini dengan mengeluarkan
resolusi yang mengrikit terhadap milter Myanmar pada Juni 2000. Langkah yang jusrtu terlihat dilakukan
oleh tingkat level negara OKI. Adanya bantuan-bantuan yang telah dilakukuan oleh beberapa negara
besar seperti Arab dan Turki banyak memberikan responsive terhadap Myanmar, bahkan mereka siap
untuk menampung berapa pun pengungsi Myanmar.
Adapun Amerika yang telah memberikan bantuan dalam fasilitas kesehatan, dengan Palang
Merah Internasional meski kurang menyentuh akar persoalan, bahwkan Amerika mendesak pemerintah
Myanmar untuk memberikan hak kewarganegaraan Rohingya sepenuhnya agar Rohingya dapat
mengakses hak kewarganegaraan mereka sendiri.
Demikian juga PBB, hak veto telah membuat dunia Internasional seakan kekuasan hanya
dipegang oleh negara besar saja. Jika kasus Rohingya di bawah ke Forum PBB kemungkinan banyak
negara yang setuju bahwa kepala pemerintah Myanmar harus dikenakan sanksi. Sejauh ini berkaitan
dengan isu ini, PBB baru bisa merekomendasikan agar UNHCR dilibatkan dalam mencari fakta yang
sebenarnya terjadi di lapangan. PBB juga baru menyerukan Myanmar pada level tertinggi untuk
menyelesaikan masalah ini dengan damai. Dalam hal ini sudah banyak elemen negara Internasional
diminta untuk membantu menyelesaikan masalah, akan tetapi selama ini mereka hanya memberi
dukungan sebatas memprihatinkan ataupun juga dalam bentuk memberikan tempat untuk sementara
mereka tinggali, tapi kurangnya responsive dalam bantuan penyelesaian akar dari permasalahan ini.
Dengan adanya sikap dunia Internasional seperti itu yang kurang serius dalam membahas kasus
ini, Myanmar pun juga menganggap permasalahan ini seperti angina berlalu, Myanmar selalu beralasan
bahwa mereka mau menerima apabila Rohingya harus menganggap diri mereka sebagai masyarakat yang
berasal dari Bengali.

KESIMPULAN

Pada dasarnya dalam kasus dikriminasi ini seperti yang terjadi pada etnis muslim Rohingya di
Rakhine Myanmar jelas untuk bertujuan menghapus polpulasi muslim di Myanmar dan hal ini merupakan
pelanggaran HAM berat yang dapat mengarah kepada genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Penyelesaian konflik- konflik ini yang terjadi didalam masyarakat dapat dilakukan dengan cara memalui
pengadilan dan non-pengadilan. Mengenai kasus ini PBB sebagai mediator untuk menengahi para pihak
yang bersengketa. Etnis rohinya dengan pemerintah Myanmar dan penduduk warga negara Myanmar,

9
serta PBB dapat membantu memberikan usulan-usulan bagi para pihak untuk menyelesaikan masalah
yang terjadi tanpa adanya satu pihak yang dirugikan.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, A. M. (2016). PRAKTIK MULTIKULTURALISME DI YOGYAKARTA: Integrasi dan


Akomodasi Mahasiswa Papua Asrama Deiyai (Doctoral dissertation, FIS).
https://www.republika.co.id/berita/internasional/global/17/09/03/ovp7fi-sejarah-singkat-rohingya-di-
myanmar

https://kisahmuslim.com/5057-sejarah-umat-islam-rohingya-di-myanmar.html

https://www.academia.edu/35047926/
Peran_Hukum_Internasional_atas_Pelanggaran_HAM_Berat_Terhadap_Etnis_Rohingya_oleh_Myanmar
_-_LEGAL_OPINION_HI?auto=download

https://scholar.google.com/scholar?vet=10ahUKEwiexbalwcfhAhUHo48KHel-
DZ8QxK8CCDQoAA..i&hl=in-ID&v=9.46.5.21.arm&ampcct=25&client=ms-android-
samsung&safe=strict&biw=411&bih=731&asearch=arc&async=arc_id:srp_910,ffilt:all,ve_name:MoreRe
sultsContainer,next_id:srp_9,use_ac:true,_id:arc-srp_910,_pms:qs,_fmt:pc&um=1&ie=UTF-
8&lr&q=related:ui9vQSDiXnSq-M:scholar.google.com/#d=gs_qabs&u=%23p%3Dui9vQSDiXnQJ

https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/MKFIS/article/download/1708/1495

https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/13087/8763

10

Anda mungkin juga menyukai