Disusun Oleh :
151210023
2023
1
ANALISIS KASUS PELANGGARAN HAM TERHADAP MINORITAS MUSLIM
MYANMAR
A. Latar Belakang
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak dasar setiap individu, yang meliputi hak untuk
hidup dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya. Hak ini merupakan
kebutuhan dasar yang harus dinikmati oleh setiap individu dan setiap kelompok dalam
masyarakat, tanpa memandang suku, agama, atau jenis kelamin. Hal ini sesuai dengan Pasal
asasi manusia, terdapat tiga aspek keberadaan manusia yang harus dipertahankan atau
diselamatkan yaitu integritas, kebebasan dan persamaan, pencapaian ketiga aspek tersebut
dan kesetaraan seringkali sulit diwujudkan oleh negara mengingat adanya etnis minoritas
yang dianggap tidak dominan dengan ciri khas bangsa, etnis bangsa, agama atau bahasa
tertentu yang berbeda dari etnis mayoritas dalam suatubangsa. Beberapa etnis yang
Myanmar (Burma) adalah negara multi-agama, yaitu. satu negara bagian dengan orang
yang berbeda agama. Padahal secara resmi pemerintah mendefinisikan agama Buddha
sebagai agama yang dominan di negara Myanmar. Dalam sejarah, pada masa kerajaan
klasik, ada sebuah kerajaan yang disebut Kerajaan Arakan. Saat itu terjadi serangkaian
kerusuhan komunal antara beberapa orang Kelompok Buddha Rakhine dan Muslim
Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar. Rohingya sendiri adalah penduduk asli
2
Arakan dan karenanya sering disebut-sebut "Muslim Arakan".1 Akan tetapi, eksistensi
kelompok etnis yang tidak memiliki negara atau dapat diungkapkan sebagai “bangsa tanpa
negara”. Pada tahun 2012, kasus ini menjadi ramai diperbincangkan dikarenakan negara
Myanmar yang lalai dalam mengurusi konflik di negaranya. Konflik antar etnis budda
terhadap etnis muslim Rohingya berlanjut pada tahun 2012, dimana dalam tragedi tersebut
terjadi serangkaian aksi kekerasan yang menyebabkan ribuan orang tewas, ratusan ribu
warga mengungsi, ribuan rumah hangus terbakar, dan tak terhitung lagi berapa kerugian
yang dialami oleh Myanmar. Selain itu, beberapa orang dari etnis Rohingya memilih untuk
Etnis Rohingya sebenarnya telah didiskriminasi sejak 1962. Selama masa jabatan
Presiden U Nay Win, ia melakukan operasi pengusiran paksa Rohingya dari Myanmar
beribadah. Bahkan, pemerintahan myanmar tidak memberikan hak nya atau status
kewarganegaraan kepada mereka sehingga dampaknya adalah etnis Rohingya sangat sulit
pendapat yang di kemukakan oleh Maurice Duverger beliau menjelas bahwa “Dalam
kehidupan warga masyarakat selalu di warnai dengan adanya berbagai macam konflik dan
integrasi secara fluktuatif”. Konflik tersebut akan berubah menjadi integrasi bilamana hal
1
RAMADHOAN, A. S. (2021). PENYEBAB KONFLIK ROHINGYA DI MYANMAR. 6-8.
3
B. Rumusan Masalah
Mengapa terjadi kasus pelanggaran HAM terhadap muslim Rohingya oleh militer atau
pemerintah Myanmar?
C. Kerangka Pemikiran
Rohingya ialah sebuah istilah yang merujuk ke minoritas muslim yang sebagian besar
berada di Rakhine Myanmar. Etnis merupakan perkumpulan orang yang memiliki ciri khas
dalam hal suku maupun agamanya. Akan tetapi eksistensi dari sebuah etnis seringkali
pengakuan dari pihak lain sebagai tanda bahwa etnis tersebut ada dan mempunyai ciri khas
mereka sendiri. Jika sebuah etnis tidak dari sekelompok orang tidak diakui, maka akan
menimbulkan rasa tidak nyaman, rasa takut, bahkan bisa menimbulkan rasa terancam dari
sebuah etnis tersebut. Dari munculnya etnis banyak menimbulkan berbagai permasalahan
yang menyebabkan sebuah negara tidak mengakui etnis tersebut. Dalam sebuah etnis hal
Realisme teori hubungan internasional adalah pendapat bahwa siapa pun yang memiliki
kekerasan. Realisme merupakan salah satu dari sekian banyak perspektif yang pasti
memiliki pengaruh penting dan dominan dalam kajian teori hubungan internasional. Dari
4
sudut pandang realisme, pemikiran pesimis dianggap sebagai sifat mendasar manusia yang
terus berlanjut di dunia internasional. Negara adalah aktor utama dalam realisme dan
memainkan peran paling penting, sedangkan aktor non-negara tidak diakui keberadaan dan
perannya. Dalam interaksi melalui teori kekuatan realisme, negara lemah memiliki dua
dengan senjata militer, atau menyetujui keinginan negara kuat karena tidak dapat
kelangsungan hidup dan keamanan negara. Dasar yang andal dari norma ini dapat
memandu kebijakan luar negeri suatu negara. Wajar saja, berdasarkan realitas relasi
kekuasaan, semua negara harus beradaptasi untuk mengatur negaranya sendiri. Dari sudut
pandang realistis, ada empat asumsi dan ide. Yang pertama adalah keyakinan bahwa
dengan perang. Keduanya membela nilai-nilai keamanan nasional. Yang ketiga adalah
pandangan pesimis tentang sifat manusia. Dan yang keempat adalah skeptisisme mendasar
bahwa ada kemajuan dalam politik internasional yang terjadi dalam politik dalam negeri.
Secara teoritis, menurut pandangan realis, hak asasi manusia memegang peranan
penting sebagai kepentingan nasional, yang harus dicapai oleh negara jika hak asasi
manusia dilanggar, jika negara memperoleh atau memenuhi hak-hak tersebut. Dalam teori
hubungan internasional realis, hak asasi manusia tidak penting untuk mempromosikan
kepentingan nasional. Realisme memiliki argumen yang dapat digambarkan sebagai skeptis
tentang hak asasi manusia karena meragukan pentingnya subjek itu, sedangkan teori
realisme menganggap bahwa tindakan anarki egois adalah kondisi sistem internasional.
Sebagai negara tempat terjadinya konflik etnis Rohingya, Myanmar beranggapan bahwa
2
Mangku, D. G. (2021 Vol. 21 No. 1). PEMENUHAN HAK ASASI MANUSIA KEPADA ETNIS ROHINGYA DI
MYANMAR. Perspektif Hukum, 4-10.
5
pembelaan hak asasi manusia akan diwujudkan melalui otoritarianisme, yakni melalui
banyak kematian di antara kelompok etnis Rohingya. Namun, ini merupakan perlakuan
negara. Hal ini menyebabkan negara Myanmar membela hak asasi manusia dalam bentuk
kepentingan nasional di negara tersebut. Kelompok etnis Rohingya telah tinggal di wilayah
Rakhine selama ratusan tahun. PBB mendefinisikan etnis Rohingya sebagai minoritas
berdasarkan pengamatan situasi di mana mereka dianiaya atau dianiaya di seluruh dunia.
Pemerintah Myanmar menganggap Rohingya sebagai pendatang baru dari daratan India,
dan akibatnya Myanmar tidak mengklasifikasikan Rohingya sebagai warga negara yang
memenuhi syarat. Namun, Rohingya mengakui bahwa mereka adalah bagian dari negara
D. Pembahasan
Konflik Etnis Rohingya di Myanmar baru tersebar di kanca internasional bulan Juli
2012, di mana pada saat itu mulai terkuak adanya fakta dan kebenaran tentang konflik
Rohingya, karena pada bulan Juli 2012 memuncaknya kasus tersebut dengan di bakarnya
rumah dan tempat ibadah Etnis Muslim Rohingya oleh kelompok Budha. Melihat kejadian
tersebut mendapat tanggapan dari Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa
dan mengecam atas kekerasan tersebut, tetapi PBB dan Uni Eropa hanya mengecam saja tidak
6
dengan menyalahkan pemerintah Myanmar. Pemerintah Myanmar di nilai oleh Amnesty
Internasional dan Organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) dunia, karena melakukan
diskriminasi secara sistematis kepada Etnis Muslim Rohingya yang dapat menyebabkan
penderitaan yang berkelanjutan. Myanmar dapat di kategorikan masuk dalam regional Asia
Tenggara. Dengan adanya Lembaga Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) adalah
Organisasi tempat perkumpulan 10 negara yang telah terdaftar sebagai anggota ASEAN untuk
menjalin kerja sama Internasional. Indonesia sebagai salah satu anggota Negara ASEAN tidak
tinggal diam dengan konflik Rohingya yang terjadi di Myanmar. Pemerintah Indonesia telah
memberikan bantuan kepada Etnis Muslim.3 Rohingya yang sedang mengungsi di daerah Aceh
dan membuktikan kepada dunia agar ikut serta memberikan bantuan kemanusiaan kepada Etnis
Rohingya Myanmar yang sedang merasakan krisis kemanusiaan. Akan tetapi dalam
karena ASEAN telah memegang prinsip non Intervensi merupakan sebuah prinsip yang di
alami setiap negara harus di selesaikan sendiri tanpa adanya campur tangan dari negara lain.
ASEAN bersama sejumlah kepala Negara ASEAN sebagai organisasi Internasional akan tetap
melakukan usaha untuk menekan agar konflik Etnis Muslim Rohingya dengan Budha dapat
terselesaikan.
(1974) dan Undang-Undang Kewarganegaraan 1982 jelas bertentangan dengan Kongres 1965
tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (CERD). Dalam kasus ini, Myanmar
mencabut kewarganegaraan etnis Rohingya. Kebijakan ini sangat bertentangan dengan Pasal
15(1) Konvensi Hak Asasi Manusia, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas
3
WIJAYA, M. F. (2019). PERAN PBB DALAM KASUS ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR . 4-7.
7
kewarganegaraan. Di sisi lain, Myanmar telah menjadi anggota PBB sejak tahun 1948. Akibat
hukum dari keanggotaan suatu negara di PBB adalah wajib menerima semua ketentuan Piagam
PBB 7 jika setiap negara wajib mentaati perjanjian internasional yang dibuat diratifikasi
sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat 1 Statuta International Court of Justice (ICJ) sebagai
karena keputusan tersebut juga termasuk dalam pelanggaran terhadap Konvensi Hak-hak Sipil
untuk menempati suatu negara atau meninggalkan sebuah negara. Khususnya terkait Pasal 33
Ayat (1) mengenai pengusiran atau pengembalian secara paksa (refoulment) serta melanggar
konsep “International Bill of Human Rights”5, khususnya UDHR dalam Pasal 13, 14 dan 15
yang menjelaskan tentang hak seseorang untuk mendapatkan status kewarganegaraan dan
perlindungan dari penindasan. Pengungsi Rohingya yang melintasi batas negara dengan
maksud untuk mencari perlindungan ke negara lain. Oleh karena itu, menjadi kewajiban
negara lain pula untuk memberikan perlindungan internasional sesuai dalam Convention
Relating to The Status of Stateless Persons 1954. Konvensi ini menyatakan bahwa orang-
orang tanpa kewarganegaraan dapat mempertahankan hak dan kebebesan mendasar tanpa
diskriminasi.
Awal dari bentuk pemberontakan yang harus dipenuhi ekspansionis etnis Muslim
Rohingya dimotivasi oleh ancaman atau intimidasi Kekerasan fisik oleh pemerintah Myanmar,
4
Mangku, D. G. (2021 Vol. 21 No. 1). PEMENUHAN HAK ASASI MANUSIA KEPADA ETNIS ROHINGYA DI
MYANMAR. Perspektif Hukum, 4-10.
5
Mangku, D. G. (2021 Vol. 21 No. 1). PEMENUHAN HAK ASASI MANUSIA KEPADA ETNIS ROHINGYA DI
MYANMAR. Perspektif Hukum, 4-10.
8
sejak kemerdekaan negara Myanmar diproklamirkan untuk pertama kalinya kelompok etnis
Rohingya menjadi semakin tertekan dan tertindas bahkan tidak diakui beberapa warga
Myanmar. Jauh sejak tahun 1940-an jenis kejahatan yang dia saksikan adalah pembunuhan,
dengan mayoritas. Keyakinan Buddhis adalah kebijakan diskriminatif yang ada pemerintah
militer Burma, yang tidak mengakui mereka sebagai warga negara dan selalu kuat dalam segala
hal kepercayaan pada agama Berdasarkan informasi internasional dalam kaitannya dengan
5. Terdapatnya aksi pembunuhan serta penahanan yang dilakukan oleh militer Myanmar
6. Aksi pelecehan seksual yang tidak berperi kemanusiaan serta pembatasan bahkan
7. Dan terjadinya berbagai macam bentuk kerusahan dengan slogan anti rohingya
Beberapa orang dari etnis Rohingya memilih untuk pergi dari Myanmar dengan cara
bermigrasi. Migrasi merupakan contoh sederhana bagaimana pergerakan manusia lintas negara
9
E. Kesimpulan
Mata dunia harus makin terbuka, melihat krisis kemanusian yang dialami Etnis
Rohingya. Ketika semua manusia bebas melenggang di bumi, bergerak kesana kemari.
Melakukan aktifitas sehari-hari untuk memenenuhi kebutuhan hidup, dan bebas bersuara
menyatakan aspirasinya tak terpenjara tak seperti narapidana. Zhaenal Fanani mengatakan
“Ketika generasi lain bebas melakukan aktifitas seperti membuat sejarah kemegahan,
menaklukan dimensi dunia dengan teknologi, dan menuangkan impian, generasi minoritas
kemiskinan, dan terpuruk dalam neurosis akibat aturan rezim Myanmar. Penyelesaian dengan
komitmen akan pemenuhan keadilan ini tentu sangat diharapkan, namun anggapan
pemerintah Myanmar yang tidak melakukan pelanggaran HAM seperti genosida secara
berencana terhadap etnis Rohingya menjadikan Pemerintah Myanmar abai dalam tuntutan
Myanmar tentu memiliki kewajiban internasional yang harus dipenuhi. Negara tersebut
tidak dapat menafikkan hukum Internasional yang telah diakui, diadopsi, dan dipraktikkan
hak untuk menyelesaikan persoalan dalam negerinya melalui mekanisme hukum yang
dimiliki. Namun, alih-alih memberikan perlindungan, Myanmar justru abai atas genosida
dan pelanggaran HAM lainnya. Myanmar terus mendapat kecaman dari dunia internasional
untuk segera menyelesaikan pelanggaran yang terjadi. Hingga pada akhirnya PBB
10
F. Referensi
Mangku, D. G. (2021 Vol. 21 No. 1). PEMENUHAN HAK ASASI MANUSIA KEPADA ETNIS ROHINGYA DI
MYANMAR. Perspektif Hukum, 4-10.
WIJAYA, M. F. (2019). PERAN PBB DALAM KASUS ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR . 4-7.
11