Disusun Oleh :
Elysabet (372019050)
Hubungan Internasional
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
Hak asasi manusia (HAM) merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan
umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. Oleh karena itu,
hak asasi harus dipahami oleh setiap orang. Hak merupakan unsur normatif yang melekat
pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak
persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau
dengan instansi. Hak asasi manusia (HAM) adalah hak – hak manusia. Itulah hak – hak
semua manusia yang sepenuhnya setara. Kita layak dianugerahi hak – hak itu semata –
mata karena kita manusia. Hak asasi manusia (HAM) merupakan suatu seperangkat hak
yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan
anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dilindungi negara, hukum, pemerintah
dan tiap orang demi kehormatan harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia (HAM)
juga merupakan hak yang sudah melekat pada diri manusia sejak dilahirkan dan akan
tetap berlaku selamanya hingga akhir hidupnya dan tidak dapat diganggu oleh siapapun.
Hak asasi manusia (HAM) sebagai gagasan dan kerangka konseptual tidak lahir
secara tiba – tiba, namun melalui suatu proses yang cukup panjang dalam sejarah
peradaban manusia. Awal berkembangnya hak asasi manusia (HAM) dimulai ketika
penandatanganan Magna Charta (1215), oleh Raja Jhon Lacklaan, kemudian juga
penandatanganan Petition of Right pada tahun 1628 oleh Raja Charles I. Dalam hubungan
ini maka perkembangan hak asasi manusia sangat erat hubungannya dengan
perkembangan yang terjadi di dunia.
Dalam sejarah perkembangan hak asasi manusia (HAM), HAM lahir tidaklah terlepas
dari peristiwa – peristiwa ekonomi politik yang terjadi di dunia seperti di benua Eropa
dan benua Amerika yang dimana banyak sekali terjadi peristiwa – peristiwa perbudakan,
diskriminasi, pembunuhan dan pengekangan atas aktivitas politik dan ekonomi penduduk
di benua Eropa dan benua Amerika tersebut pada saat itu. Perkembangan hak asasi
manusia internasional juga mulai timbul karena peristiwa Perang Dunia I dan Perang
Dunia II dimana kejadian itu menyebabkan kesengsaraan yang luar biasa yang terjadi
terhadap penduduk – penduduk sipil yang berada di dunia pada saat itu. Ada banyak
pandangan tentang asal – usul hak asasi manusia (HAM). Asal – usulnya dapat ditelusuri
dari perkembangan – perkembangan tentang perdebatan filsafat, seperti penggunaan
konsep liberty, atau bahkan hak itu sendiri juga sering berkaitan dengan konsep – konsep
konstitusional, seperti konsep Rule of Law, pembatasan terhadap kekuasaan absolut oleh
kedaulatan atau perlemen, dll.
Tuhan telah menciptakan manusia berbeda secara bentuk fisik, bahasa, budaya dan
lain sebagainya supaya manusia dapat dengan mudah mengenali dan belajar budaya satu
sama lain. Bentuk fisik, budaya, dan bahasa dapat dikenali dengan mudah dalam
pengelompokkan etnis. Etnis merupakan sekelompok orang yang memiliki ciri khas
dalam hal suku maupun agama. Di dunia ini terdapat dua kelompok etnis, yaitu kelompok
etnis mayoritas dan kelompok etnis minoritas. Hingga saat ini definisi tentang kelompok
etnis minoritas belum dapat diterima secara universal, tetapi definisi etnis minoritas yang
sering digunakan di berbagai negara adalah kelompok individu yang tidak dominan
dengan ciri khas bangsa, suku, agama atau bahasa tertentu yang berbeda dari mayoritas
penduduk di wilayah tersebut.
Nasib etnis minoritas ini tidak selalu mendapatkan perlakuan yang baik di wilayah
negara yang di dudukinya, pelanggaran – pelanggaran hak asasi manusia sering dialami
oleh etnis minoritas ini. Bicara tentang hak asasi manusia (HAM) banyak sekali di dunia
ini pelanggaran - pelanggaran yang terjadi tentang hak asasi manusia. Contohnya konflik
tentang etnis Rohingya di Myanmar. Seiring dengan perkembangannya kejadian yang
terjadi, terdapat salah satu negara yaitu di Myanmar. Konflik etnis yang terjadi disini
merupakan konflik etnis Rohingya yang merupakan konflik yang didasari atas perlakuan
diskriminasi yang dilakukan oleh negara Myanmar karena perbedaan etnis dan agama.
Etnis Rohingya yang mayoritasnya beragama Islam berada di Myanmar yang
mayoritasnya beragama Buddha. Etnis Rohingya ini tidak diakui oleh negara Myanmar
dan tidak mendapatkan kewarganegaraannya. Konflik ini sebenarnya hanyak terjadi di
internal negara Myanmar, tetapi dampaknya sudah terbawa ke dunia internasional.
Terutama negara - negara yang berada berdekatan dengan negara Myanmar, seperti
Indonesia, Malaysia, Singapura, Bangladesh, dll.
Karena etnis Rohingya mendapatkan perlakuan diskriminasi dan tidak diakui
keberadaannya oleh pemerintahan di negara Myanmar, maka banyak sekali orang - orang
dari etnis Rohingya yang keluar melarikan diri dan mengungsi ke negara – negara
tetangganya. Contohnya ke Indonesia. Indonesia sempat menerima beberapa pengungsi
yang mengaku dari etnis Rohingya. Banyak yang mengatakan bahwa konflik ini terjadi
antara kaun etnis minoritas dan mayoritas yaitu etnis Budha dan etnis islam Rohingya.
Peristiwa ini dipicu oleh salah satu konflik pemerkosaan dan pembunuhan terhadap
seorang perempuan Budha yang diduga dilakukan oleh seorang laki – laki Muslim.
Setelah kejadian itu terjadi, peristiwa pembalasan dengan melakukan pembunuhan yang
dilakukan oleh orang - orang Myanmar terhadap 10 laki - laki Muslim etnis Rohingya.
Dari kejadian yang terjadi tersebut menimbulkan terjadinya perlawanan dan
pemberontakan hingga perlakuan tindakan kekeraaan yang terdiri dari pembunuhan,
penyiksaan, pembakaran rumah, dan pemaksaan untuk pergi meninggalkan tempat
tinggalnya yang dilakukan etnis mayoritas terhadap etnis minoritas. Konflik ini terus
tejadi sehingga membuat etnis Rohingya tidak diterima oleh negara Myanmar. Tindakan
ini menimbulkan ketidaknyamanan terhadap etnis Rohingya serta termasuk dalam
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana bentuk perlindungan hukum hak asasi manusia terhadap etnis Rohingya di
Myanmar?
1.3 Tujuan
Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hak asasi
manusia terhadap etnis Rohingya di Myanmar dalam studi hukum internasional.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan memperluas berpikir penulis serta melatih
kemampuan dalam melakukan penulisan secara ilmiah dan merumuskannya.
2. Untuk menambah pengetahuan dalam ilmu pengetahuan dalam bidang hukum
internasional itu sendiri.
3. Diharapkan dapat dijadikan bahan referensi oleh pembaca baik dosen, mahasiswa, dan
atau masyarakat umum sebagai tambahan literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori
Prinsip Non-Intervensi
Prinsip yang menegaskan bahwa suatu negara tidak memiliki hak mencampuri urusan
dalam negeri dari negara lain.
Responsibility to Protect (R2P)
Merupakan salah satu prinsip internasional yang diusung oleh PBB guna untuk
mencegah kejahatan kemanusiaan. Dengan kemungkinan adanya intervensi langsung
dari suatu negara jika negara lain dianggap gagal dan telah lalai melindungi warga
Negara nya dari tindakan kekerasan dan kejahatan perang.
Teori Hak Kodrati
Semua individu dikaruniai hak yang melekat untuk hidup, bebas dan kepemilikan,
yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut oleh negara ( John
Locke)
BAB 3
PEMBAHASAN
Jika dilihat dalam ilmu filsafat, maka liberisme biasanya disebut sebagai
idealisme. Kesalahpahaman kita dalam memandang idealisme sebagai sebuah
pandangan yang tidak realistis, namun ia menujukkan keyakinan-keyakinan tertentu
dalam memahami sifat-sifat dunia dan manusia. Diistilahkan sebagai idealisme karena
paham ini beranggapan bahwa suatu perdamaian abadi (perpetual peace) tidak akan
terwujud dalam waktu dekat namun angan-angan tersebut merupakan sebuah hal yang
patut diperjuangkan (Steans, 2009:97).
1. Genosida
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan
3. Kejahatan perang
4. Kejahatan agresi
Sementara tindakan yang dilakukan kepada etnik Rohingnya dapat dikategorikan
sebagai tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan serta genosida.
Sebagai negara yang menjunjung tinggi persoalan HAM, Indonesia pun turut
serta memberikan sumbangannya melalui relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT), selain
itu pemerintah Indonesia juga berupaya melakukan negosiasi secara diplomatik agar
pemerintah negara Myanmar bersedia untuk mengembalikan status kewarganegaraan
para muslim Rohingnya serta mampu bertanggung jawab atas keamanan dan
kesejahteraan para etnik Rohingnya tersebut. Dengan adanya prinsip Responsibility to
Protect, diharapkan negara – negara serta masyarakat internasional dapat berperan
aktif dalam menghentikan kasus kejahatan kemanusiaan yang terjadi terhadap etnik
Rohingnya. Upaya diplomatik dapat dilakukan untuk memberi tekanan terhadap
pemerintah Myanmar sehingga kasus ini dapat ditangani secara bijaksana oleh
pemerintah setempat.
Dalam hal ini, bentuk perlindungan hukum dalam isu hukum internasional
telah diatur dalam perjanjian-perjanjian internasional, diantaranya seperti yang telah
disebutkan diatas yaitu Statuta Roma, lalu terdapat pada Universal Declaration of
Human Rights (UDHR) menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak yang sama
tanpa di beda-beda kan dan mendapat kebebasan untuk memeluk agama yang
dipercayai nya. Jika dilihat dari hal ini terlihat jelas bahwa Myanmar melakukan
pelanggaran HAM terhadap Rohingnya.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hak asasi manusia sudah melekat pada diri setiap manusia sejak lahir dan
sifatnya tidak boleh diganggu oleh siapapun dan berlaku seumur hidup. Karena
didalam hak asasi manusia terdapat bentuk perlindungan yang menjamin suatu negara
untuk menghindari diskriminasi atau yang lainnya. Pelanggaran hak asasi manusia
sering terjadi akibat suatu negara lalai dalam menjalankan tanggung jawab untuk
melindungi setiap individu atau biasa yang terjadi adalah para penguasa sewenang-
wenang menggunakan kekuasaannya. Seperti kasus Rohingya yang didiskriminasi
oleh negara Myanmar dan tidak diakui keberadaannya oleh negara itu. Permasalahan
ini mendapat perhatian dari masyarakat internasional sehingga pemerintah Myanmar
mendapat kecaman bahwa mereka melakukan tindak pelanggaran HAM. Berbagai
upaya telah dilakukan oleh masyarakat internasional tetapi untuk negara yang
melakukan pelanggaran itu sendiri belum dapat ditindaklanjuti karena Myanmar tidak
meratifikasi perjanjian-perjanjian internasional.
Daftar Pustaka
Siba, M. Angela Merici dan Anggi Nurul Qomari’ah. 2018. Pelanggaran Hak Asasi Manusia
dalam Konflik Rohiingya Human Right Violations on Rohingya Conflict, Vol. 2 No. 2
Baderin, Mashood A. 2010. Hukum Internasional Hak Asasi Manusia & Hukum Islam.
Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Sujatmoko, Andrey. 2015. Hukum HAM dan Hukum Humaniter. Jakarta: Rajawali Pers
http://www.responsibilitytoprotect.org/R2P_basic_info_Bahasa.pdf
http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-IV-15-I-P3DI-Agustus-2012-
7.pdf https:/www.un.org/en/preventgenocide/rwanda/assets/pdf/Backgrounder%20R2P
%202014.pdf
https://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/10/Statuta-Roma.pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/jmh/article/download/16726/11023
https://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/09/Pokok-Pokok-Hukum-Hak-Asasi-
Manusia-Internasional.pdf
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/96cf501a1391c79b52c219d79df67933.pdf
Literature Review
Siba, M. Angela Merici, dan Anggi Nurul Qomari’ah. 2018. Pelanggaran Hak Asasi Manusia
dalam Konflik Rohingya Human Right Violations on Rohingya Conflict, 2(2)
1. Kekerasan yang terjadi antara etnis Rakhine dengan Rohingya. Akibat dari
kejadian ini rumah – rumah Muslim Rohingya dibakar, termasuk juga masjid.
Pemerintah Myanmar menginformasikan secara resmi bahwa 78 orang tewas
dalam kerusuhan yang terjadi ini. Namun, diduga angka tersebut jauh dibawah
angka korban tewas sesungguhnya.