Oleh:
1. Nayyara Azzuhra Harahap (151230035)
2. Navista Riski Ramandanti (151230038)
3. Devindra Ghiffary (151230044)
4. Devon Johanda (151230059)
Latar Belakang
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah salah satu topik bahasan yang paling sering
dibahas di tingkat internasional. HAM pertama kali dikemukakan oleh John Locke dari
Eropa pada abad ke-17 sebagai sebuah ide tentang hak alamiah yang dimiliki setiap
manusia dalam keberadaan mereka seperti hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak
kepemilikan menjadi pilar-pilar utama dalam konsepnya (Zubaidi et al., 2015).
Perkembangan HAM sendiri dilatarbelakangi oleh peristiwa-peristiwa besar dalam
sejarah, seperti contohnya Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis yang keduanya
memperjuangkan hak-hak kehidupan, kebebasan, kesamaan, dan hak-hak manusia
lainnya. Dalam kasus Revolusi Perancis, beberapa hak-hak ini dijadikan sebuah
semboyan yaitu Liberte, Egalite, dan Fraternite yang diartikan sebagai Kemerdekaan,
Persamaan, dan Persaudaraan(Day, 2021).
Pada abad ke-20 konsep HAM dikembangkan kembali oleh Presiden ke-32
Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt menjadi The Four Freedoms (President Franklin
Roosevelt’s Annual Message (Four Freedoms) to Congress (1941) | National Archives, 2022),
yakni:
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan sebuah rumusan masalah
sebagai berikut:
Kerangka Pemikiran
Dalam membahas HAM di konteks hubungan internasional dan memberikan
sebuah penjelasan yang jelas terhadap kesimpulan dari dampak kerusuhan 1998
terhadap hubungan internasional negara Indonesia maka diperlakukan sebuah
pandangan sosial yaitu liberalisme sebagai dasaran eksplanasi ini. Liberalisme adalah
sebuah paham yang menitikberatkan pada kebebasan individu semaksimal mungkin
dalam segala aspek kehidupannya. Dalam hubungan internasional liberalisme
beranggapan bahwa hubungan internasional dapat bersifat kooperatif daripada
konfliktual (Jackson & Sorensen 1999, 139).
Dalam perspektif liberalisme, hak asasi manusia (HAM) dianggap sebagai nilai
yang mendasar dan universal. Pelanggaran HAM pada kerusuhan 1998 di Indonesia
sangat mengkhawatirkan dalam konteks liberalisme. Pada dasarnya, pandangan
liberalisme menekankan pentingnya hak individu, kebebasan sipil, dan keadilan dalam
masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah Hak Asasi Manusia merupakan terjemahan dari droits de I’homme dalam
bahasa Perancis atau human rights dalam bahasa Inggris. Berdasarkan KBBI, Hak
Asasi Manusia (HAM) diartikan sebagai hak-hak (kewenangan) dasar yang melekat
pada diri seseorang dimana tanpa hak tersebut manusia tak dapat hidup. Dalam
perkembangannya, HAM berevolusi dari teori kodrati atau natural rights yang
dikembangkan oleh John Locke, Thomas Paine, dan Jean Jacques Rousseau. Adapun
makna Hak Asasi Manusia (HAM) juga dapat ditinjau dari berbagai perspektif seperti
berdasarkan pemikiran para ahli, hukum nasional, maupun hukum internasional.
a. Hak Asasi Manusia (HAM) menurut para ahli
John Locke berpendapat bahwa hak kodrati ialah hak dasar universal bagi
semua orang yang mencakup hak atas hidup, kebebasan, dan kepemilikan (life, liberty,
and property) yang telah ada sebelum pemerintah lahir. Dalam bukunya yang berjudul
“Two Treatise of Goverment”, ia menjelaskan bahwa hak ini disebut hak kodrati karena
cakupannya berhubungan langsung dengan kodrat manusia sebagai makhluk hidup. Ia
berpendapat bahwa sejatinya manusia memiliki kebebasan untuk menentukan
kelangsungan dirinya yang tidak boleh dicampuri dengan sewenang-wenang oleh
pemerintah. (Boromeus, 2021)
Prof. Dr. Notonegoro berpendapat bahwa hak adalah kekuasaan atau
kesanggupan seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan. Oleh sebab itu, tiap-tiap
individu harus menerima, melakukan, dan memiliki hal tersebut. Hak yang diperoleh
tersebut kemudian tidak dapat dibagi ataupun dialihkan kepada individu lain.
Karenanya, setiap orang memiliki atau mendapat hak sesuai dengan bagiannya masing-
masing.
b. Hak Asasi Manusia berdasarkan UU No. 39 Tahun 1999
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
c. Hak Asasi Manusia (HAM) menurut Universal Declaratioan of Human Rights
pada 1948
Hak asasi manusia (HAM) dipandang sebagai hak mendasar yang melekat dan
dimiliki oleh setiap manusia sejak dirinya lahir dan merupakan anuegerah dari Tuhan
Yang Maha Esa. HAM dinilai bersifat universal dalam artian berlaku untuk semua
orang tanpa pengecualian.
Dari definisi-definisi mengenai hak asasi manusia di atas dapat disimpulkan
bahwa HAM adalah kewenangan atau hak yang bersifat dasar yang dimiliki setiap
manusia sebagai bentuk anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa dan tidak dapat dicampuri
secara sewenang-wenang oleh pemerintah ataupun diberikan kepada orang lain.
Kerusuhan 1998
Kerusuhan yang terjadi pada bulan Mei Tahun 1998 merupakan hasil dari
kumpulan peristiwa politik, sosial, dan ekonomi yang terjadi pada masa Orde Baru.
Peristiwa Mei 1998 di kota Surakarta, Jakarta, serta Medan memiliki pengaruh besar
terhadap kehidupan korban pasca kerusuhan 1998 karena meninggalkan trauma
mendalam akibat hilangnya nyawa, perusakan tempat tinggal dan tempat usaha.
Tragedi kerusuhan 1998 yang terjadi selama 2 hari itu menimbulkan kerusakan dan
kerugian material yang disebakan oleh amukan massa yang terjadi secara teratur
dengan melakukan perusakan, penjarahan, hingga pembakaran di sudut-sudut kota.
Beberapa dari orang tionghoa menulis “milik pribumi” di pelataran depan toko
mereka agar tokonya tidak menjadi sasaran amukan massa. Kerusuhan terjadi di
banyak titik, penjarahan tempat tempat perbelanjaan seperti matahari di daerah jati
Negara dan Plaza Yogya di Klender berakhiur tragis dengan tiba-tiba di barikade dan
dan dibakar. Sebanyak 1000 orang yang terperangkap di dalam pun tewas terbakar
hidup-hidup. Termasuk di Glodok, Priuk, Tangerang, dan daerah Kebayoran Baru yang
menjadi pusat etnis Tionghoa di yang menjadi tempat property etnis Tionghoa dibabat
habis.
Massa tidak hanya merusak fasilitas umum dan menjarah toko-toko, tetapi juga
menyerang fisik etnis Tionghoa hingga memerkosa korban. Menurut Tim Gabungan
Pencari Fakta (TGPF), lebih dari 50 wanita etnis Tionghoa dilecehkan hingga
diperkosa dan korban tewas dari kejadian tersebut mencapai angka 1.880 jiwa.
Sandyawan Sumardi mantan anggota TCGF mengaku sangat sulit untuk meminta
pengakuan korban yang diperkosa massal karena para korban sulit untuk memberi
keterangan dan kasusnya pun sungguh pelik untuk diungkap.
Selama kerusuhan politik yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998, terjadi
sejumlah pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Demonstrasi dan kerusuhan ini
dimulai pada pertengahan tahun 1998 dan melibatkan berbagai kelompok masyarakat
yang menuntut reformasi politik dan ekonomi di Indonesia, serta mendesak Presiden
Soeharto, yang telah berkuasa selama 32 tahun, untuk mengundurkan diri.
PENUTUP
Kesimpulan