Anda di halaman 1dari 5

Perkembangan HAM di dunia Internasional maupun di

Indonesia

Hak asasi manusia adalah sebuah konsep hukum dan normatif yang menyatakan
bahwa manusia memiliki hak yang melekat pada dirinya karena ia adalah seorang
manusia. Hak asasi manusia berlaku kapanpun, di manapun, dan kepada siapapun,
sehingga sifatnya universal. HAM pada prinsipnya tidak dapat dicabut. Hak asasi
manusia juga tidak dapat dibagi-bagi, saling berhubungan, dan saling bergantung. Hak
asasi manusia biasanya dialamatkan kepada negara, atau dalam kata lain, negaralah
yang mengemban kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi
manusia, termasuk dengan mencegah dan menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan
oleh swasta. Dalam terminologi modern, hak asasi manusia dapat digolongkan
menjadi hak sipil dan politik yang berkenaan dengan kebebasan sipil (misalnya hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, dan kebebasan berpendapat), serta hak ekonomi,
sosial, dan budaya yang berkaitan dengan akses ke barang publik (seperti hak untuk
memperoleh pendidikan yang layak, hak atas kesehatan, atau hak atas perumahan).
Secara konseptual, hak asasi manusia dapat dilandaskan pada keyakinan bahwa
hak tersebut "dianugerahkan secara alamiah" oleh alam semesta, Tuhan, atau nalar.
Sementara itu, mereka yang menolak penggunaan unsur alamiah meyakini bahwa hak
asasi manusia merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang disepakati oleh masyarakat.
Ada pula yang menganggap HAM sebagai perwakilan dari klaim-klaim kaum yang
tertindas, dan pada saat yang sama juga terdapat kelompok yang meragukan keberadaan
HAM sama sekali dan menyatakan bahwa hak asasi manusia hanya ada karena manusia
mencetuskan dan membicarakan konsep tersebut. Dari sudut pandang hukum
internasional, hak asasi manusia sendiri dapat dibatasi atau dikurangi dengan syarat-
syarat tertentu. Pembatasan biasanya harus ditentukan oleh hukum, memiliki tujuan
yang sah, dan diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis. Sementara itu,
pengurangan hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat yang mengancam
"kehidupan bangsa", dan pecahnya perang pun belum mencukupi syarat ini. Selama
perang, hukum kemanusiaan internasional berlaku sebagai lex specialis. Walaupun
begitu, sejumlah hak tetap tidak boleh dikesampingkan dalam keadaan apapun, seperti
hak untuk bebas dari perbudakan maupun penyiksaan.
Masyarakat kuno tidak mengenal konsep hak asasi manusia universal seperti
halnya masyarakat modern. Pelopor sebenarnya dari wacana hak asasi manusia adalah
konsep hak kodrati yang dikembangkan pada Abad Pencerahan, yang kemudian
memengaruhi wacana politik selama Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis. Konsep hak
asasi manusia modern muncul pada paruh kedua abad kedua puluh, terutama setelah
dirumuskannya Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia (PUHAM)
di Paris pada tahun 1948. Semenjak itu, hak asasi manusia telah mengalami
perkembangan yang pesat dan menjadi semacam kode etik yang diterima dan ditegakkan
secara global. Pelaksanaan hak asasi manusia di tingkat internasional diawasi
oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan badan-badan traktat PBB seperti Komite Hak
Asasi Manusia PBB dan Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, sementara di tingkat
regional, hak asasi manusia ditegakkan oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia
Eropa, Pengadilan Hak Asasi Manusia Antar-Amerika, serta Pengadilan Hak Asasi
Manusia dan Hak Penduduk Afrika. Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan
Politik (ICCPR) dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya (ICESCR) sendiri telah diratifikasi oleh hampir semua negara di dunia saat ini.
Sejarah HAM atau Hak Asasi Manusia berawal dari dunia Barat
(Eropa).Serorang Filsuf Inggris pada abad ke 17 ,John Locke,merumuskan adanya
hak alamiah (natural right) yang melekat pada setiap manusia,yaitu hak atas
hidup,hak kebebasan dan hak milik. Pada masa itu,hak masih terbatas pada bidang
sipil (pribadi) dan bidang politik. Sejarah perkembangan HAM ditandai dengan adanya
tiga peristiwa penting di dunia Barat,yaitu Magna Charta,Revolusi Amerika dan
Revolusi Prancis

a) MAGNA CHARTA (1215)


Piagam perjanjian anatara Raja John dari Inggris dengan para bangsawan
disebut Magna Charta. Isinya adalah pemberian jaminan beberapa hak oleh
raja kepada para bangsawan beserta keturunannya,seperti hak untuk tidak
dipenjarakan tanpa adanya pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu diberikan
sebagai balasan atas bantuan biaya pemerintahan yang telah diberikan oleh
para bangsawan. Sejak saat itu,jaminan hak tersebut berkembang dan menjadi
bagian dari sistem konstitusional Inggris.

b) Revolusi Amerika (1776)


Perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat saat melawan penjajahan Inggris
disebut Revolusi Amerika. Declarational of Independence (Deklarasi
Kemerdekaan) dan Amerika Serikat menjadi negara merdeka pada tanggal 4
juli 1776 merupakan hasil dari revolusi itu.

c) Revolusi Prancis (1789)


Revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya
sendiri (Louis XVI) yang telah bertindak sewenang-wenang dan
absolut.Declaration droits de fhomme et du citoyen (Pernyataan Hak-Hak
Manusia dan Warga Negara) dihasilkan Revolusi Prancis. Pernyataan ini
memuat tiga hal: hak atas kebebasan (liberty),kesamaan (egality),dan
persaudaraan (fraternite). Dalam perkembangannya,pemahaman mengenai
HAM makin luas. Sejak permulaan abad ke-20,konsep hak asasi berkembang
menjadi empat macam kebebasan (The Four Freedom). Konsep ini pertama kali
diperkenalkan oleh Presiden Amerika Serikat,Franklin D. Rooselvelt.
Keempat macam kebebasan itu meliputi :
a.Kebebasan untuk beragama (freedom of religion)
b.Kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech)
c.Kebebasan dari kemelaratan (freedom from want)
d.kebebasan dari ketakutan (freedom from fear)

Perkembangan HAM di Indonesia


a. Periode sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
Pemikiran HAM pada masa sebelum kemerdekaan dapat dilihat dalam
sejarah kemunculan organisasi. Pergerakan Nasonal Budi Oetomo (1908),
Sarekat Islam (1911), Indesche Partij (1912), Perhimpunan Indonesia (1925),
Partai Nasional Indonesia (1927). Lahirnya pergerakan–pergerakan yang
menjunjung berdirinya HAM seperti ini tak lepas dari pelangaran HAM yang
dilakukan oleh penguasa (penjajah). Dalam sejarah pemikiran HAM di
Indonesia Boedi Oetomo merupakan organisasi pertama yang menyuarakan
kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang di
tunjukan ke pada pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di surat kabar.
b. Periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang)
Perdebatan tentang HAM berlanjut sampai periode paska kemrdekaan:

1. Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode ini menekankan wacana untuk merdeka (Self
Determination), hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik
mulai didirikan, serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat
terutama di Parlemen.

2. Periode 1950-1959
Periode ini dikenal dengan periode parlementer, menurut catatan Bagir Manan,
masa gemilang sejarah HAM di Indonesia tercrmin dalam empat indikator
HAM:
munculnya partai politik dengan berbagai idiologi.
adanya kebebasan pers.
pelaksanan pemilihan umum secara aman, bebas dan demokratris.
kontrol parlemen atas eksekutif.

3. Periode 1959-1966
Periode ini merupakan masa berakhirnya demokrasi liberal dan digantikan
dengan demokrasi terpimpin yang terpusat pada kekuasan persiden Seokarno,
demokrasi terpimpin (Guided Democracy) tidak lain sebagai bentuk penolakan
presiden Seokarno terhadap demokrasi parlementer yang dinilai merupakan
produk barat.

Melalui sistem demokrasi terpimpin kekuasan terpusat di tangan persiden.


Persiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen. Sebaliknya parlemen
dikendalikan oleh persiden. Kekuasaan persiden Sokarno bersifat absolut,
bahkan dinobatkan sebagai persiden seumur hidup. Dan akhir pemerintahan
peresiden Seokarno sekaligus sebagai awal Era pemerintahan orde baru yaitu
masa pemerintahan persiden Seoharto.

4. Periode 1966-1998
Pada mulanya Orde Baru menjanjikan harapan baru bagi penegakan HAM di
Indonesia. Janji–janji Orde Baru tentang HAM mengalami kemunduran pesat
pada tahu 1970-an hingga 1980-an. Setelah mendapat mandat konstitusional
dari siding MPRS. Orde Baru menolak ham dengan alasan HAM dan Demokrasi
merupakan produk barat yang individualistik yang militeristik. Bertentangan
dengan prinsip lokal Indonesia yang berprinsip gotong-royong dan
kekeluargaan.

5. Periode paska orde baru


Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah perkembangan HAM di
Indonesia, setelah terbebas dairi pasungan rezim Orde baru dan merupakan
awal datangnya era demokrasi dan HAM yang kala itu dipimpin oleh Bj.Habibie
yang menjabat sebagai wakil presiden. Pada masa pemerintahan Habibie
misalnya perhatian pemerintah terhadap pelaksanan HAM mengalami
perkembangan yang sangat segnifikan, lahirnya TAP MPR No. XVII/MPR/1998
tentang HAM merupakan salah satu indikator pemerintah era reformasi.

Komitmen pemerintah juga ditunjukan dengan pengesahan tentang


salah satunya, UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, pengesahan
UU No.23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

ANALISIS
Hak Asasi Manusia di dunia Internasional sedang mengalami penurunan atau
kemunduran,banyak negara-negara yang sedang mengalami kekacauan terutama
tentang penegakan HAM. Banyaknya terjadi pemberontakan-pemberontakan yang
dilakukan oleh masa. Negara Palestina yang masyarakatnya belum mendapat Hak
Asasi Manusia (terutama hak untuk hidup) karena penyerangan-penyerangan yang
dilakukan oleh zionis Israel,dan masih banyak negara-negara yang mengalami hal
serupa tentang penegakan HAM.
Hak Asasi di Indonesia juga sedang mengalami kemunduran. Tetapi, HAM di
Indonesia mengalami kemunduran bukan semata mata karena faktor masyarakat
Indonesia yang kurang menghargai satu sama lain, dan bersifat egois atas haknya
sendiri sehingga menimbulkan tidak terpenuhinya hak orang lain. Tetapi,karena
adanya beberapa faktor mengapa Indonesia mengalami kemunduran dalam urusan
Hak Asasi Manusia,yaitu :
1. Kemunduran pada demokratis di Indonesia,mulai dari politik kebencian
yang mengatas namakan agama dan nsionalisme. Hal ini dilakukan oleh
oknum-oknum yang tidak betanggungjawab untuk mengajak
masyarakat ikut membenci mereka yang berbeda dari masyarakat
umum lainnya
2. Pemerintah yang terkesan anti-kritik yang memperburuk HAM di
Indonesia,contohnya adalah dalam kasus pemghinaan/pengkritikan
terhadap presiden,terlihat sekali itu untuk melindungi pemerintah
daripada memberikan jaminan kepada masyarakat untuk memberikan
kritik tanpa dibayang-bayangi ancaman hukum
3. Polisi dan militer masih menggunakan wewenangnya secara
berlebihan,pemerintah justru keberpihakan ideologis

Anda mungkin juga menyukai