PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia
sejak ia lahir yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat
siapapun. Hak Asasi merupakan sebuah bentuk anugrah yang diturunkan oleh
Tuhan sebagai sesuatu karunia yang paling mendasar dalam hidup manusia
yang paling berharga. Hak Asasi dilandasi dengan sebuah kebebasan setiap
individu dalam menentukan jalan hidupnya, tentunya Hak Asasi juga tidak
lepas dari kontrol bentuk norma-norma yang ada. Hak-hak ini berisi tentang
kesamaan atau keselarasan tanpa membeda-bedakan suku, golongan,
keturunanan, jabatan, agama dan lain sebagainya antara setiap manusia yang
hakikatnya adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan.
Terkait tentang Hak Asasi Manusia, maka sangat penting sebagai makhluk
ciptaan Tuhan harus saling menjaga dan menghormati hak asasi masing-
masing individu. Hak Asasi Manusia menjadi bahasan penting setelah Perang
Dunia ke II pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun
1945. Istilah HAM menggantikan istilah Natural Right. Hal ini karena konsep
hukum alam yang berkaitan dengan hak hak alam menjadi suatu kontroversial.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan ruang lingkup dalam HAM ?
2. Bagaimana sejarah dari HAM ?
3. Apa saja teori-teori HAM ?
4. Apa prinsip-prinsip yang ada di dalam HAM ?
5. Bagaimana hukum HAM Internasional dan Individu ?
6. Bagaimana universalitas dan partikularis dalam HAM ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian dan ruang lingkup dalam HAM
2. Menjelaskan tentang sejarah dari HAM
3. Menjelaskan tentang teori-teori HAM
4. Menjelaskan tentang prinsip-prinsip yang ada di dalam HAM
5. Menjelaskan tentang hukum HAM Internasional dan Individu
6. Menjelaskan tentang universalitas dan partikularis dalam HAM
1
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
2) Masa Kemerdekaan
Sejarah Hak Asasi Manusia di Dunia selanjutnya juga terjadi
pada masa kemerdekaan. Masa kemerdekaan sendiri dapat dibagi
menjadi beberapa masa seperti masa orde lama, orde baru dan
reformasi. Adapun penjelasan selengkapnya yaitu sebagai berikut:
8
a. Orde Lama
Sejarah perkembangan hak asasi manusia mulai muncul
gagasannya pada sidang BPUPKI. Mohammad Sukiman dan
Mohammad Hatta merupakan tokoh yang gigih dalam
memperjuangkan Hak Asasi Manusia secara luas telah diatur dalam
UUD 1945. Namun usaha yang mereka lakukan tidak cukup berhasil.
Dalam UUD 1945 hanya terdapat aturan nilai nilai HAM yang sedikit.
Kemudian dalam UUDS 1950 dan Konstitusi RIS tercantum aturan
HAM secara menyeluruh.
b. Orde Baru
Sejarah Hak Asasi Manusia di Indonesia berlanjut pada masa
orde baru. Pada masa ini terdapat pelanggaran HAM yang mencapai
puncak. Hal ini dikarenakan paham Liberal (Barat) dianggap
bertentangan dengan Pancasila dan budaya timur. Oleh karena itu
pengakuan terhadap HAM hanya terjadi sangat minim. Pada tahun
1993 terjadi pembentukan Komisi HAM. Tetapi karena kondisi politik
mengakibatkan komisi tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya
dengan baik. Dari sinilah terus terjadi pelanggaran HAM, bahkan
terjadi pula pelanggaran HAM yang cukup berat. Kemudian masa
orde baru dapat diakhiri dengan beberapa gerakan yang dilakukan.
c. Masa Reformasi
Sejarah Hak Asasi Manusia di Indonesia berlanjut pada masa
reformasi. Di Indonesia telah muncul komitmen dan tekad yang kuat
dalam masalah penegakan HAM di era reformasi sekarang ini.
Kemajuan yang terjadi sekarang ini ditandai dengan lahirnya
dokumen HAM dan iklim kebebasan yang mulai membaik. Adapun
dokumen HAM nya tersebut meliputi Tap MPR No. XVII/MPR/1998
mengenai Hak Asasi Manusia, UU No. 26 tahun 2000 mengenai
Pengadilan Hak Asasi Manusia, UUD 1945 hasil amendemen dan UU
No. 39 tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia. Dalam penegakan
HAM, pemerintah telah meratifikasi dua instrumen penting pada
tahun 2005 yakni Undang-Undang No. 12 tahun 2005 sebagai
Kovenan Internasional mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR)
dan Undang-Undang No. 11 tahun 2005 sebagai Kovenan
9
teori positivis saat ini sudah kehilangan validitas dan ketajaman yang
sebelumnya berlaku. Benarkah demikian, setelah kita menyaksikan
tidak hanya terjadinya suatu proses penyatuan (rapprochment), tetapi
juga suatu proses positivisasi (positivization) ide-ide HAM? Menurut
Todung Mulya Lubis, Maneli mungkin benar, khususnya jika kita
membaca instrumen-instrumen hukum HAM internasional dan konstitusi-
konstitusi dari berbagai negara. Sebagai contoh, konstitusi Indonesia,
Malaysia dan Filipina telah memuat ketentuan-ketentuan yang
merupakan hak-hak kodrati. Keberatan lainnya terhadap teori hak-hak
kodrati berasal dari teori relativisme budaya (cultural relativist theory)
yang memandang teori hak-hak kodrati dan penekanannya pada
universalitas sebagai suatu pemaksaan atas suatu budaya terhadap
budaya yang lain yang diberi nama imperalisme budaya (cultural
imperalism).
nantinya dapat berlaku bagi seluruh manusia dan tidak merupakan suatu
pernyataan mengenai hak-hak (statement of rights) yang hanya
menggambarkan nilai-nilai yang lazim terdapat di negara-negara Eropa
Barat dan Amerika.
equal work yang dalam UDHR dianggap sebagai hak yang sama atas
pekerjaan yang sama. Prinsip tersebut sekaligus juga merupakan HAM.
Kesetaraan mensyaratkan adanya perlakuan yang setara, di mana pada situasi
sama harus diperlakukan dengan sama, dan dengan perdebatan, di mana pada
situasi yang berbeda diperlakukan dengan berbeda pula.
Berdirinya PBB pada tahun 1945 merupakan saat yang sangat penting
terhadap eksistensi HAM. Dibentuknya PBB juga merefleksikan komitmen
dari sejumlah besar negara menyangkut HAM. Hal tersebut terlihat dari
ketentuan- ketentuan mengenai HAM yang terkandung di dalam Piagam
PBB.
Menurut Ian Brownlie, klausul-klausul mengenai HAM di dalam
Piagam PBB meletakkan suatu dasar dan dorongan bagi perkembangan
selanjutnya dalam perlindungan HAM. Hal itu terlihat dalam bagian
mukadimah Piagam yang menyatakan bahwa negara-negara anggota PBB
menegaskan kembali keyakinannya terhadap HAM yang fundamental.
Kemudian dalam Pasal 1 dinyatakan pula bahwa PBB memiliki tujuan dalam
mendorong kerja sama internasional dalam rangka mempromosikan dan
mendorong penghormatan terhadap HAM dan kebebasan mendasar bagi
semua orang tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.
Piagam PBB tersebut tidak dipungkiri lagi memiliki sejumlah
konsekuensi penting bagi perkembangan HAM dewasa ini. Pertama, Piagam
PBB “menginternasionalisasi” HAM. Dengan terikat pada Piagam, sebagai
perjanjian multilateral, Negara-negara Pihak mengakui bahwa “HAM” yang
mengacu kepada Piagam adalah subjek yang menjadi perhatian internasional
dan HAM tidak lagi secara eksklusif menjadi masalah yurisdiksi domestik.
Kedua, kewajiban dari negara-negara anggota PBB untuk bekerja sama
dengan PBB dalam mempromosikan HAM dan kebebasan mendasar telah
melengkapi PBB dengan kewenangan hukum yang diperlukan untuk
mengambil langkah-langkah secara massif untuk menentukan dan
mengkodifikasikan HAM. Upaya tersebut direfleksikan dengan
19
kebenaran moral yang bersifat lintas budaya dan lintas sejarah yang dapat
diidentifikasikan secara rasional.
Secara singkat, teori universalis berpandangan bahwa HAM bersifat
universal, sehingga HAM dimiliki oleh individu terlepas dari nilai-nilai atau
budaya yang dimiliki oleh suatu masyarakat atau pun yang ada pada
suatu negara. Oleh karena itu HAM tidak memerlukan pengakuan dari
otoritas manapun, seperti negara atau penguasa tertentu.
yang bersifat melekat dari manusia.Definisi HAM lainnya yang telah dikenal
yaitu, HAM secara umum dapat didefinisikan sebagai hak-hak yang melekat
pada diri manusia dan tanpa hak tersebut kita tidak dapat hidup sebagai
manusia.
Berdasarkan kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa esensi
HAM merupakan suatu hal yang bersifat universal, mengingat sifatnya yang
melekat (inherent). Konsekuensi dari hal tersebut yaitu, karena HAM
merupakan karunia dari Tuhan dan bukan merupakan pemberian dari orang
atau penguasa, maka orang atau penguasa tersebut tidak berhak untuk
merampas atau mencabut HAM seseorang. Di samping itu, HAM
mengatasi batas-batas geografis maupun adanya perbedaan-perbedaan ras,
jenis kelamin, agama, bahasa atau budaya yang melekat pada diri
seseorang.
Sedangkan mengenai aktualisasi HAM-nya adalah bersifat partikular,
artinya pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan
yang bersifat lokal. Sifat partikular HAM merupakan kompleksitas HAM
yang multidimensi, artinya HAM mengandung banyak elemen di dalamnya,
seperti politik, hukum, ekonomi, sosial maupun budaya. Oleh karena itu
pelaksanaanya pun disesuaikan dengan elemen-elemen tersebut yang bersifat
lokal.
Dengan demikian masalah universalitas HAM adalah menyangkut
esensi dari HAM, sedangkan partikularitas HAM adalah masalah
aktualisasi dari HAM. Kedua hal itu harus dipahami dengan baik,
karena pemaknaan yang keliru terhadap dua masalah tersebut akan
menimbulkan pandangan yang salah.
Berkaitan dengan hal di atas, Franz Magnis Suseno berpendapat bahwa:
“Antara kontekstualitas dan universalitas HAM tidak ada pertentangan.
Universalitas menyangkut isi HAM, sedangkan kontekstualitas menyangkut
relevansinya. HAM memang berlaku universal, jadi segenap orang harus
diperlakukan sesuai dengan hak-hak itu...”.
Oleh karena esensi HAM bersifat universal, maka pandangan yang
menyatakan bahwa HAM berasal dari budaya “Barat” sehingga bertentangan
24
A. Simpulan
HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak
itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Ruang lingkup HAM
meliputi: 1) hak pribadi; hak-hak persamaan hidup, kebebasan, keamanan,
dan lain sebagainya. 2) hak milik pribadi dalam kelompok social dimana ia
ikut serta. 3) kebebasan sipil dan politik untuk dapat ikut serta dalam
pemerintahan. 4) hak-hak berkenaan dengan masalah ekonomi dan sosial.
Awal dari sejarah hak asasi manusia ialah dari Eropa (dunia Barat). Pada
abad ke 17 terdapat seorang filsuf Inggris bernama John Locke yang
mendeskripsikan adanya natural rights (hak alamiah) dalam diri manusia yang
telah melekat seperti hak milik, hak atas hidup, dan hak kebebasan. Namun
dikala itu masih ada keterbatasan hak dalam lingkup politik dan sipil
(pribadi).
Selain itu perkembangan hak asasi manusia dalam sejarah di tandai oleh
peristiwa penting yang terjadi di dunia Barat seperti Revolusi Prancis, Magna
Charta dan Revolusi Amerika. Di Indonesia sendiri sejarah hak asasi manusia
dimulai pada masa pra kemerdekaan dan masa kemerdekaan.
Ada beberapa teori yang penting dan relevan dengan persoalan
HAM, antara lain, yaitu: teori hak-hak kodrati (natural rights theory), teori
positivisme (positivist theory) dan teori relativisme budaya (cultural relativist
theory).
Beberapa prinsip telah menjiwai HAM. Prinsip-prinsip tersebut terdapat
di hampir semua perjanjian internasional dan diaplikasikan ke dalam hak-hak
yang lebih luas. Prinsip kesetaraan, pelarangan diskriminasi dan
kewajiban positif yang dibebankan kepada setiap negara digunakan untuk
melindungi hak-hak tertentu.
Perkembangan HAM dalam hukum internasional hingga seperti
sekarang ini, tidak terlepas dari adanya perubahan status atau kedudukan
individu dalam hukum internasional. Perubahan mendasar yang terjadi yaitu
diakuinya individu sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan
kewajiban tertentu menurut hukum internasional.
26
27
https://www.academia.edu/29202710/SEJARAH_TEORI_PRINSIP_DAN_KON
TROVERSI_HAM_1 diakses pada hari Kamis, 12 September 2019 pukul
16.00 WIB
http://materi4belajar.blogspot.com/2019/06/sejarah-hak-asasi-manusia-ham-di-
dunia.html diakses pada hari Kamis, 12 September 2019 pukul 16.30 WIB
https://minyukie.wordpress.com/sejarah-hak-asasi-manusia-di-indonesia/ diakses
pada hari Kamis, 12 September 2019 pukul 17.00 WIB
https://www.academia.edu/33373767/Implementasi_Teori-
Teori_Hak_Asasi_Manusia_di_Indonesia_Studi_Kasus_Problematika_Ind
ustrialisasi_Pabrik_Semen_di_Kabupaten_Rembang_ diakses pada hari
Kamis, 12 September 2019 pukul 17.40 WIB
28