Sebelum kemerdakaan:
Kemunculan organisasi pergerakan nasional seperti Boedi Oetomo (1908), Sarekat Islam
(1911),Indische Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1920), Perhimpunan Indonesia (1925),
dan Partai Nasional Indonesia (1927).
Lahirnya organisasi pergerakan nasional itu tidak bisa dilepaskan dari sejarah pelanggaran HAM
yang dilakukan oleh penguasa kolonial, penjajahan, dan pemerasan hak-hak masyarakat terjajah.
Puncak perdebatan HAM yang dilonyarkan oleh para tokoh pergerakan nasional, seperti
Soekarno, Agus salim, Mohammad Natsir, Mohammad Yamin, K.H.Mas Mansur, K.H. Wachid
Hasyim, Mr.Maramis, terjadi dalam sidang-sidang BPUPKI.
Dalam sejarah pemikiran HAM di indonesia, Boedi Oetomo mewakili organisasi pergerakan
nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui
petis-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di surat kabar. Inti
dari perrjuangan Boedi Oetomo adalah perjuangan akan kebebasan berserikat dan mengeluarkan
pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan rakyat.
Setelah kemerdekaan:
Perdebatan mengenai HAM muncul kembali sebagai upaya untuk mengoreksi kelemahan dalam
UUD 1945 pada sidang Konstituante. Namun kemudian, Konstituante dibubarkan oleh Presiden
Soekarno dengan Dekrit 5 Juli 1959 dan kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Pada periode
reformasi muncul kembali perdebatan mengenai konstitusionalitas perlindungan HAM. Begitu
pula gagasan untuk mencatumkan HAM ke dalam pasal-pasal UUD. Maka perdebatan bermuara
pada lahirnya Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM. Isinya bukan hanya memuat
Piagam Hak Asasi Manusia, tetapi juga memuat amanat kepada Presiden dan lembaga-lembaga
tinggi negara untuk memajukan perlindungan HAM, termasuk mengamanatkan untuk
meratifikasi instrumen-instrumen internasional HAM.
Konvensi tentang penghapusan bentuk diskriminasi terhadap perempuan, tertuang dalam UU No.
7 tahun 1984. Konvensi anti-apartheid, tertuang dalam UU No. 48 tahun 1993. Konvensi Hak
Anak, tertuang dalam keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 1998-sekarang Memasuki era
Reformasi, HAM mengalami perkembangan yang cukup pesat. Buktinya adalah lahirnya TAP
MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM. Selain itu, HAM juga mendapatkan perhatian besar
dari pemerintah dengan melakukan amandemen UUD 1945 guna menjamin HAM. Setelah itu,
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Pencantuman HAM di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, dipertegas
dengan diubahnya Undang-Undang Dasar pada Bulan Agustus Tahun 2000. Dalam Bab XA
dimasukkan tentang HAM yang berisi 10 Pasal dari Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J.
Indonesia kemudian juga melahirkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yang mempertegas penjaminan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.