Anda di halaman 1dari 8

PKN/MR/P.

GEO 21 D

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MINI RISET

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas KKNI Mata Kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan

Nama : Novida Hensary Sinaga


Nim : 3213331013
Kelas : Pendidikan Geografi-D-2021
Program Studi Pendidikan Geografi

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
OKTOBER 2022
PENDAHULUAN
Pengungsi merupakan salah satu bentuk masalah sosial yang menjadi sorotan
khususnya dalam bidang migrasi internasional. Hal ini menjadi salah satu isu
global yang banyak dibicarakan dan menjadi perhatian khusus oleh
masyarakat internasional, dikarenakan jumlahnya yang selalu meningkat
setiap tahunnya. Pengungsi menurut konvensi 1951 pasal 1A (2) didefinisikan
sebagai orang yang dikarenakan ketakutan yang beralasa penganiayaan, yang
disebabkan oleh alasan ras, agama, kebangsaaan keanggotaan dalam
kelompok sosial dan partai politik tertentu, berada diluar negara
kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari negara tersebut
(UNHCR, Refugees, 2020). Definisi ini kemudian diperluas yang mencakup
orang-orang yang melarikan diri dari perang atau kekerasan di negar asalnya
ke negara lain guna mencari perlindungan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
sebagai lembaga internasional akhirnya membentuk sebuah badan yang
bergerak untuk membantu menyelesaikan permasalahan pengungsi, badan ini
bernama United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR). UNCHR
dibentuk pada 14 Desember 1950 oleh Resolusi 428 (V) dan Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang kemudian beroperasi pada 1 Januari 1951.
United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) merupakan
organisasi internasional dibawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
yang diberikan mandat untuk menyelamatkan, melindungi hak, dan
membantu para pengungsi, komunitas yang secara paksa mengungsi serta
orang tanpa kewarganegaraan. Selain itu UNHCR bertujuan memastikan
setiap orang memiliki hak untuk mencari suaka dan perlindungan di negara
lain serta memastikan penghormatan terhadap hak-hak mereka sebagaimana
diatur dalam hukum international dalam sekala yang berkelanjutan. UNHCR
juga fokus dalam penguatan struktur hukum yang akan meningkatkan
supremasi hukum termasuk dibidang transitional justice ( United Nations and
the Rule of law, 2020). Permasalahan pengungsi sudah muncul sejak dunia
mengenal adanya konflik dan peperangan. Konflik perang saudara di Suriah
yang dimulai sejak tahun 2011 sudah menyumbangkan lebih dari satu juta
pengungsi diberbagai negara. Konflik ini berawal dari revolusi yang terjadi
diwilayah timur tengah yang dikenal dengan peristiwa Arab Spring. Arab
spring merupakan istilah politik yang menggambarkan kronologi jatuhnya
rezim otoriter di Timur Tengah dimulai dari Tunisia, Mesir, Libya, Yaman,
Bahrain, dan Suriah. Gelombang Arab Spring bermula pada tahun akhir tahun
2010 di Tunisia memunculkan semangat revolusi untuk menggulingkan rezim
otoriter, gelombang ini menyebar secara cepat melalui internet. Salah satu
negara yang terkena dampak dari gelombang Arab Spring ini adalah Suriah.
Melalui sosial media masyarakat Suriah merencanakan demonstrasi besar
besaran pada tanggal 4 dan 5 Februari 2011, hal ini dimaksudkan untuk
memperingati tragedi pemberontakan ikhwanul muslimin di kota Hama pada
tahun 1982 (Muhammad Ridho, Yanyan Muhamad Yani & Arfin Sudirman ,
2020).
A. Penanganan Pengungsi diMedan
Kebijakan Penanganan Pengungsi Luar Negeri Di Kota Medan
kurang optimal, yakni berkaitan dengan tempat penampungan
yang sampai saat ini belum disediakan oleh pihak pemerintah
dan masih disediakan oleh IOM (International Organization of
Migration). Akan tetapi ada 2 tempat penampungan berada di
luar pengawasan Rudenim (Rumah Detensi Imigrasi) dan
berada di luar kota Medan seperti tempat penampungan di
Binjai dan Tanjung Morawa. Adanya pengungsi yang tidak
terdata dengan jumlah 28 orang yang datang ke Kota Medan
pada bulan Juni oleh Rudenim. Pengungsi tersebut sudah tidak
mendapatkan bantuan dari IOM. IOM (International
Organization of Migration) dengan Rudenim(Rumah Detensi
Imigrasi) dan keimigrasian kurang berkoordinasi mengenai
program pendidikan formal bagi pengungsi luar negeri. Namun
IOM meminta persetujuan langsung dengan Walikota Medan
dan saat ini program tersebut sudah disepakati oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. UNHCR (United
Nations High Commissioner for Refugees) melakukan Program
Refugee 101 di Pulo Brayan, Setia Budi, dan Tanjung Rejo
tanpa kerjasama dengan pihak Rudenim dan keimigrasian.
Program Refugee 101 merupakan program sosialisasi
pengungsi dengan masyarakat Kota Medan.

B. Yang menangani pengungsi di Indonesia


Dengan demikian, Pemerintah memberikan kewenangan
kepada UNHCR untuk menjalankan mandat perlindungan
pengungsi dan untuk menangani permasalahan pengungsi di
Indonesia. Pada akhir tahun 2016, Presiden Republik
Indonesia menandatangani Peraturan Presiden Tentang
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Kepala Sub Bidang
multilateral PBB Setkab RI. Kepala subbidang hubungan
multilateral Non PBB Setkab RI.

C. Peraturan pemerintah tentang pengungsi


PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
125TAHUN 2016
TENTANG
PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:


1. Pengungsi dari Luar Negeri, yang selanjutnya disebut
Pengungsi adalah orang asing yang berada di wil,ayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia disebabkan karena
ketakutan yang beralasan akan persekusi dengan alasan ras,
suku, agafrta', kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial
tertentu, dan pendapat politik yang berbeda serta tidak
menginginkan perlindungan dari negara asalnya dan/atau
telah mendapatkan status pencari suaka atau status
pengungsi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui
Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia.
2. Pemulangan Sukarela adalah kegiatan memulangkan
Pengungsi ke negara asal Pengungsi secara sukarela.
3. Notifikasi Kekonsuleran adalah komunikasi resmi yang
disampaikan oleh menteri yang menyelenggaralan urusan
pemerintahan di bidang hubungan luar negeri dan politjk
luar negeri kepada perwakilan negara asing atau sebaliknya
yang berisi pemberitahuan tentang warga negara asing
yang bermasalah atau meninggal.
4. Pencarian dan Pertolongan adalah segala usaha dan
kegiatan mencari, menolong, menyelamatkan, dan
mengevakuasi manusia yang menghadapi keadaan darurat
dan/atau bahaya dalam kecelakaan, bencana, atau kondisi
membahayakan manusia.
5. Menteri adalah menteri yang mengoordinasikan urusan
pemerintahan di bidang politik, hukum, dan keamanan.
Rumah Detensi Imigrasi adalah unit kerja di lingkungan
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia yang melaksanakan
urusan pendetensian orang asing.
6. Kantor Imigrasi adalah unit keq'a di lingkungan
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang hukum dan hak asasi ranusia yang melaksanakan
urusan keimigrasian.
Hingga saat ini belum ada ketentuan-ketentuan hukum internasional yang
memberikan ketentuan baku mengenai pengertian dan pembatasan universal
terhadap pencari suaka. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa ketika
seseorang mamasuki wilayah negara lain dan memohon kepada pemerintah
negara yang bersangkutan untuk memberikan tempat perlindungan dan
alasan mengapa ia memohon tempat perlindungan adalah karena alasan
perikemanusiaan, agama, diskriminasi ras, perbedaan pandangan politik, dan
lain sebagainya maka, si pemohon dapat disebut sebagai pencari suaka.
Pasal 1 The United Nation Declaration on Territorial Asylum 1967 (Deklarasi
Suaka Teritorial PBB 1967) menyatakan bahwa suaka diberikan kepada
orang-orang yang berhak menggunakan Pasal 14 The Universal Declaration of
Human Right 1948 (DUHAM) yang menyatakan bahwa: “Everyone has the
right to seek and to enjoy in other countries asylum from persecution”.
Pernyataan tersebut mencakup pula orang- orang yang berjuang menentang
kolonialisme atau dalam hal ini adalah yang digolongkan sebagai pejuang.
Pengertian tersebut sejalan dengan definisi mengenai pengungsi,
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 Convention Relating to the Status
of Refugees 1951 (Konvensi Pengungsi 1951), kemudian disempurnakan oleh
Pasal 2 Protocol Relating to the Status of Refugees 1967 (Protokol Kedudukan
Pengungsi 1967) yang menyatakan bahwa;

“Setiap orang yang karena ketakutan yang cukup beralasan akan persekusi
karena alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial
tertentu/atau pendapat politik berada di luar negara dari kebangsaan atau
kewarganegaraannya dank arena alasan tersebut tidak mampu dan tidak mau
mengambil manfaat per- lindungan dari negara tersebut, atau orang yang
tidak memiliki kewarganegaraan atau berada di luar negara tempat tinggal
tetapnya sebelumya sebagai akibat dari peristiwa tersebut, tidak mampu, atau
karena ketakutan tersebut tidak mampu kembali ke sana”.
Namun sedikit berbeda dengan pengungsi dan pencari suaka. Pencari suaka
adalah seseorang yang datang ke suatu Negara karena ternacam dinegara
asalnya. Pencari suaka yang datang kesuatu Negara dan belum mendapatkan
status “pengungsi” dari negara yang menjadi tujuanya tersebut belum dapat
menikmati hak-hak dan keuntungan lain yang dimiliki oleh seorang
pengungsi, sebab menjadi seorang pencari suaka merupakan tahapan awal
dalam usaha untuk mendapatkan status sebagai seorang pengungsi. Meskipun
terdapat perbedaan antara pencari suaka dan pengungsi dalam menikmati
hak-hak dan berbagai keistimewaan, namun terdapat kesamaan di antara
keduanya yaitu pada latar belakang dan kriteria antara pencari suaka dan
pengungsi.
A. Penanganan pengungsi di medan
Pengungsi merupakan salah satu bentuk masalah sosial yang
menjadi sorotan khususnya dalam bidang migrasi
internasional. Hal ini menjadi salah satu isu global yang banyak
dibicarakan dan menjadi perhatian khusus oleh
masyarakat internasional, dikarenakan jumlahnya yang selalu
meningkat setiap tahunnya. Pengungsi menurut konvensi 1951
pasal 1A (2) didefinisikan sebagai orang yang dikarenakan
ketakutan yang beralasa penganiayaan, yang disebabkan oleh
alasan ras, agama, kebangsaaan keanggotaan dalam kelompok
sosial dan partai politik tertentu, berada diluar negara
kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari
negara tersebut (UNHCR, Refugees, 2020). Definisi ini
kemudian diperluas yang mencakup orang-orang yang
melarikan diri dari perang atau kekerasan di negar asalnya ke
negara lain guna mencari perlindungan.

Anda mungkin juga menyukai