Anda di halaman 1dari 8

KERJA SAMA PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA DENGAN

NON GOVERNMENT ORGANIZATION (NGO) UNHCR DAN IOM


DALAM MENANGANI LONJAKAN PARA PENGUNGSI/ PENCARI
SUAKA
(Studi Kasus Pengungsi Afghanistan Yang Terbengkalai Di Provinsi DKI Jakarta)

Disusun Oleh:

SALMADIANKA KUSNADI

14010117140014

DEPARTEMEN POLITIK DAN PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pengungsi menjadi salah satu isu global yang banyak dibicarakan oleh masyarakat
internasional. Permasalahan pengungsi menjadi perhatian khusus dari dunia internasional
karena jumlah nya terus meningkat dan telah menjadi isu yang membutuhkan
perhatiankhusus dari masyarakat internasional. Timbulnya pengungsi disebabkan oleh
keadaan yang memburuk dalam ranah politik, ekonomi, dan sosial suatu negara tersebut
sehingga memaksa masyarakatnya untuk pergi meninggalkan negara tersebut dan mencari
tempat berlindung yang lebih aman di negara lain, dengan alasan ini mencari perlindungan
serta menyelamatkan diri mereka dari bahaya yang mengancam fisik. Pada Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pengungsi diartikan sebagai orang yang mencari tempat yang aman ketika
daerahnya ada bahaya yang mengancam. Tinggi nya angka pengungsi yang pergi
meninggalkan negara nya dan masuk ke negara lain secara ilegal secara langsung banyak
menimbulkan kerugian bagi keamanan dan pertahanan suatu negara tujuan para imigran
tersebut.

Pada dasarnya, setiap pengungsi yang mencari suaka ke negara lain berhak untuk
mendapatkan perlindungan hukum serta keselamatan dan keamanan dari bahaya yang
mengancam yang dijamin oleh negara tujuan. Suaka adalah penanugerahan perlindungan
dalam wilayah suatu negara kepada orang-orang dari negara lain yang datang ke negara
bersangkutan karena menghindari pengejaran atau bahaya besar.

Indonesia merupakan salah satu negara yang sering menjadi tempat transit bagi para
imigran yang ingin mencari suaka di negara lain. Seringnya Indonesia menjadi tempat transit
bagi para imigran tidak terlepas dari letak Indonesia yang strategis yang diapit dua benua dan
dua samudera.Selain itu juga, Indonesia memiliki garis pantai yang sangat panjang sehingga
memungkinkan terbentuknya pelabuhan ilegal yang tidak terdeteksi oleh pemerintah
Indonesia. Disisi lain, posisi geografis Indonesia berpotensi sebagai jalur perdangangan ilegal
dan menjadi lokasi transit bagi para pengungsi atau pencari suaka. Kedatangan secara ilegal
ini tentu sangat merugikan Indonesia, hal ini dikarenakan kedatangan pengungsi ini
dianggapakan mengancam ketahanan dan keamanan nasional. Menurut ketentuan hukum
Indonesia, setiap orang yang masuk atau keluar Indonesia harus memiliki surat perjalanan.
Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa Indonesia sesungguhnya sangat menentang
keberadaan imigran gelap yang berdatangan ke Indonesia.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia belum mampu menangani


permasalahan kemanusiaan tersebut, antara lain:

1. Indonesia tidak memiliki sumber daya manusia yang mencukupi di lapangan untuk
melakukan patroli di seluruh wilayah perairan Indonesia yang sangat luas;
2. Adanya sindikat people smuggling yang dilakukan oleh oknum masyarakat Indonesia
sendiri seperti nelayan bahkan pihak berwenang sehingga dapat mengelabui kapal
patroli Indonesia.

Di Indonesia terdapat dua organisasi Internasional sekaligus yang menangani masalah


pengungsi, yaitu United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR)
danInternational Organization of Migration (IOM). Orang Asing yang menyatakan diri
sebagai pengungsi atau pencari suaka, tidak dapat dikenakan sanksi seperti imigran ilegal.
Namun, mereka akan diserahkan kepada pihak UNHCR dan IOM dalam penanganannya
hingga penempatan ke negara ketiga.

UNHCR merupakan salah satu badan kemanusiaan yang didirikan oleh PBB, dengan
adanya badan kemanusiaan ini diharapkan para korban atas konflik yang terjadi di
lingkungan mereka mendapatkan keamanan, dapat mencari suaka, mendapat tempat yang
aman di wilayah lain ataupun di negara lain.

IOM dan UNHCR memiliki fungsi masing-masing, yang pertama yaitu UNHCR
adalah pihak yang berhak menentukan status seseorang sebagai pengungsi atau bukan,
sedangkan IOM tidak memiliki hak tersebut.Perbedaan yang kedua adalah UNHCR adalah
pihak yang menentukan negara ketiga bagi pengungsi, sedangkan IOM menyediakan fasilitas
pemulangan secara sukarela (Voluntary Repatration) ke negara asal pengungsi.

Pemerintah Indonesia belum menandatangani Konvensi 1951 danProtokol 1967


tentang pengungsi. Secara hukum, Indonesia tidak wajib mengakui bahkan tidak memberi
perlindungan bagi pencari suaka yang berada di Indonesia. Namun, sebagai salah satu negara
yang menerima dan meratifikasi Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM),
Indonesiamengakui adanya hak untuk mencari suaka ke negara lain. Ini terlihat dengan
adanya pengakuan terhadap hak untuk mencari suaka dalam tata peraturan perundang-
undangan Indonesia. Tidak ada peraturan khusus untuk menangani pengungsi dan pencari
suaka yang datang ke Indonesia. Akan tetapi, pengaturan nya disamakan dengan imigran
ilegal yang datang ke Indonesia yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi
Nomor IMI-1489.UM.08.05 Tahun 2010 tentang Penanganan Imigran Ilegal. Indonesia pun
tidak mempunyai kewajiban dan kewenangan untuk mengambil tindakan internasional
terhadap pengungsi dan pencari suaka yang masuk ke Indonesia. Indonesia hanya menangani
para imigran yang diberikan tindakan administratif oleh petugas keimigrasian.

Sebagai contoh status perlindungan pengungsi yang berasal dari Afghanistan di


Indonesia. Status keberadaan dan perlindungan terhadap pengungsi erat kaitannya dengan
HAM. Karena, setiap orang yang telah memilih jalan untuk menjadi seorang pencari suaka
bahkan menjadi pengungsi adalah mereka-mereka yang dengan jelas-jelas tidak mendapatkan
perlindungan yang layak dalam persoalan HAM di negara asalnya. Pada dasarnya Pemerintah
memiliki tanggung jawab dalam memberikan perlindungan kepada rakyatnya, akan tetapi
dapat dimungkinkan pemerintah atau negara tidak mau atau tidak mampu dalam memberikan
perlindungan kepada warga negaranya, sehingga warga negaranya terpaksa harus mencari
perlindungan di negara lain, mereka itulah disebut sebagai pencari suaka.

Pemerintah Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk menentukan seseorang atau


kelompok orang sebagai pengungsi atau bukan, kewenangan tersebut ada pada UNHCR
sebagai lembaga yang menangani masalah pengungsi. Mereka yang belum di identifikasi
statusnya oleh UNHCR akan ditempatkan di ruang detensi, sedangkan bagi mereka yang
dinyatakan bukan sebagai kategori pencari suaka ataupun pengungsi oleh UNHCR akan
segera di deportasi. Dari persoalan-persoalan mengenai banyak nya pengungsi yang berada di
Indonesia inilah penulis ingin mengetahui lebih dalam mengenai bentuk perlindungan hukum
bagi pengungsi di Indonesia. Sehingga penulis tertarik untuk meneliti persoalan mengenai
Kerja sama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Non Gvernment Organization (NGO)
UNHCR dan IOM dalam menangani Lonjakan Para Pengungsi/ Pencari Suaka yang berasal
dari negara Afghanistan khusus nya di DKI Jakarta.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana partisipasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan NGO UNHCR dalam
mengatasi permasalahan para pengungsi/ pencari suaka di Provinsi DKI Jakarta?
2. Bagaimana kerja sama antara Pemerintah dan NGO UNHCR dalam mengatasi
permasalahan para pengungsi/ pencari suaka di Provinsi DKI Jakarta?
3. Apa saja faktor-faktor yang mendorong adanya kerja sama di antara keduanya?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kerja sama pemerintah
provinsi DKI Jakarta dengan Non Government Organization (NGO) UNHCR dan IOM
dalam menangani para pengungsi/ pencari suaka di Provinsi DKI Jakarta.

1.4 METODE PENELITIAN

1.4.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan


menggunakan tipe penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Lincoln dan Guba
mengemukakan bahwa dalam pendekatan kualitatif peneliti memanfaatkan diri
sebagai instrumen, karena instrumen nonmanusia sulit digunakan secara luwes untuk
menangkap berbagai realitas dan interaksi yang terjadi. Peneliti harus mampu
mengungkap gejala sosial di lapangan dengan mengerahkan segenap fungsi
inderawinya. Yvonna S.L 1985:52) peneliti harus dapat diterima oleh informan dan
lingkungannya agar mampu mengungkap data yang tersembunyi melalui bahasa tutur,
bahasa tubuh, perilaku maupun ungkapan-ungkapan yang berkembang dalam dunia
dan lingkungan informan.
Deskriptif berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa yang
terjadi. Efek yang terjadi adalah kecenderungan yang sedang berkembang yang
berkenaan dengan masalah ini, meskipun tidak jarang juga mempertimbangkan
peristiwa masa lampau dengan pengaruh terhadap masa kini. Menurut (Lexy J.M
2002:89) Penelitian deskriptif tepat digunakan dalam ilmu perilaku karena berbagai
bentuk tingkah laku yang menjadi pusat perhatian penelitian dapat sengaja diatur
dalam latar realitas, yaitu berkenaan dengan berbagai variabel, menguji hipotesis dan
mengembangkan generalisasi yang memiliki validitas universal.
1.4.2 Lokasi & Situs Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilakukan. Penetapan lokasi

penelitian merupakan tahap yang sangat penting dalam penelitian kualitatif, karena

dengan ditetapkannya lokasi penelitian berarti objek dan tujuan sudah ditetapkan

sehingga mempermudah penulis dalam melakukan penelitian. Lokasi ini bisa di

wilayah tertentu atau suatu lembaga tertentu dalam masyarakat. Untuk memperoleh

data primer, lokasi penelitian dilakukan di DKI Jakarta. Penelitian lebih rinci nya

akan dilakukan di beberapa tempat, yaitu kantor UNHCR dan IOM dimana nantinya

bisa mendapatkan data dan informasi mengenai para pengungsi/ pencari suaka.

Selanjutnya juga akan dilakukan di kantor Pemrintah Provinsi DKI jakarta untuk bisa

mendapatkan informasi dan data.

1.4.3 Teknik Penetapan Informan

Untuk teknik penetapan informan peneliti menggunakan teknik purposive

sample. Menurut Prof.Dr. Suharsimi Arikunto purposive sample adalah Sampel yang

dilakukan dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan atas strata, random atau

daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dilakukan

karena beberapa pertimbangan, misalnya alasan keterbatasan waktu, tenaga dan dana

sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh. Pada penelitian ini

teknik purposive sampling digunakan oleh peneliti untuk menentukan informan.

Selain itu peneliti juga akan menggunakan teknik snowball sampling. Menurut

Neuman snowball sampling adalah suatu metode untuk mengidentifikasi, memilih dan

mengambil sampel dalam suatu jaringan atau rantai hubungan yang menerus.

Peneliti menyajikan suatu jaringan melalui gambar sociogram berupa gambar

lingkaran-lingkaran yang dikaitkan atau dihubungkan dengan garis-garis. Setiap


lingkaran mewakili satu responden atau kasus, dan garis-garis menunjukkan

hubungan antar responden atau antar kasus. Pendapat (Nina Nurdiani 2014:1113)

mengatakan bahwa snowball sampling adalah metoda sampling di mana sampel

diperoleh melalui proses bergulir dari satu responden ke responden yang lainnya,

biasanya metoda ini digunakan untuk menjelaskan pola-pola sosial atau komunikasi

(sosiometrik) suatu komunitas tertentu.

Pada penelitian teknik snowball sampling digunakan dimaksudkan apabila terdapat

informan lain yang dibutuhkan untuk melengkapi data diluar informan yang telah

ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

1.

Anda mungkin juga menyukai