Anda di halaman 1dari 29

Urgensi Penerapan Selective Policy Oleh Penjamin Perseorangan

Orang Asing Di Indonesia

ABSTRAK

Makalah ini bertujuan untuk menganalisa pentingnya penerapan prinsip-

prinsip kebijakan selektif yang diterapkan oleh imigrasi Indonesia terhadap

orang asing yang masuk ke Indonesia, terutama bagi orang asing yang

menggunakan jasa penjamin perseorangan. Pesatnya perkembangan era

globalisasi membuat pergaulan dan kerjasama antar negara semakin

meningkat dan intens. Batas-batas negara semakin menipis (border less)

yang diakibatkan oleh makin tingginya tingkat ketergantungan antar negara

dan pergaulan internasional yang semakin terintegrasi. Indonesia sebagai

salah satu negara berkembang tentu saja merasakan dampak yang luar biasa

terkait mobilitas orang ataupun barang di era saat ini. Tingginya jumlah

orang asing yang memasuki wilayah negara Indonesia menuntut Pemerintah

Indonesia untuk mengadaptasi kebijakan-kebijakan tertentu agar dampak

negatif yang timbul dari arus migrasi tersebut bisa diminimalisir. Pemerintah

Indonesia (dalam hal ini Imigrasi) menyeleksi orang asing mana saja yang

boleh memasuki wilayah negara Indonesia melalui kebijakan yang selektif

(selective policy). Namun yang menjadi persoalan adalah masih tingginya

angka pelanggaran keimigrasian oleh orang asing dan atau tindakan

1
kejahatan yang dilakukan oleh orang asing. Imigrasi yang diberikan

kewenangan oleh negara untuk melaksanakan pencegahan ataupun

penangkalan, dengan jumlah personel yang terbatas, sudah barang tentu

tidak dapat bekerja sendiri. Oleh karenanya kehadiran penjamin

perseorangan menjadi penting mengingat perannya sebagai orang yang

bersentuhan langsung dengan orang asing yang dijaminnya. Makalah ini

menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif

analisis sehingga dapat dijelaskan bagaimana bentuk penerapan

kebijakan selektif imigrasi Indonesia dan peran sentral penjamin sebagai filter

masuknya orang asing ke Indonesia. Penerapan kebijakan selektif

diberlakukan oleh pemerintah Indonesia melalui pemberian izin berkunjung,

pengawasan, dan tindakan administrasi keimigrasian terhadap setiap

orang asing. Dibutuhkan regulasi khusus untuk memaksimalkan peran

penjamin perseorangan dalam melakukan pengawasan orang asing yang

dijaminnya, sehingga prinsip-prinsip selective policy dapat terselenggara

secara optimal.

Kata kunci: Selective Policy, Imigrasi, Penjamin Perseorangan, Orang Asing.

2
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi berkembang dengan sangat pesat. Globalisasi

merupakan sebuah fenomena integrasi internasional yang terdiri dari

berbagai aspek meliputi dimensi ekonomi, sosial, politik, teknologi, dan

budaya. Perkembangan era globalisasi telah mempengaruhi segala segi

kehidupan dan pergaulan setiap actor hubungan internasional baik

individu, kelompok kepentingan, organisasi internasional, maupun

negara, tanpa terkecuali. Walaupun globalisasi yang timbul sebagai

dampak dari berkembangnya era teknologi informasi dan komunikasi

merupakan fenomena yang relatif baru beberapa decade terakhir,

beberapa ahli justru berpendapat bahwa globalisasi merupakan sebuah

proses yang telah berlangsung selama ribuan tahun 1.

Semakin pesatnya perkembangan era globalisasi ditunjang dengan

pesatnya kemajuan teknologi membuat pergaulan dan kerjasama antar

negara semakin meningkat dan intens. Batas-batas negara semakin

menipis (borderless) yang diakibatkan oleh makin tingginya tingkat

ketergantungan antar negara dan pergaulan internasional yang semakin

terintegrasi. Sehingga tidak terelakkan lagi, aliran dana dan modal


1
Steger, M. B. (2003). Globalization: A Very Short Introduction dalam Junior Perdana Sande,
”Selective Policy Imigrasi Indonesia terhadap Orang Asing dari Negara Calling Visa”, Jurnal
Indonesian Perspective, Vol. 5 No. 1 (Januari-Juni 2020): hal. 93

3
melalui perdagangan dan investasi, nilai-nilai demokrasi, produk kultural,

dan media juga semakin meningkat. Di atas semua itu, perpindahan

orang atau migrasi antar negara semakin tidak terbendung. Tren migrasi

yang terjadi berubah-ubah seiring dengan perkembangan zaman yang

memberikan pengaruh timbal balik. Kondisi ini dikaitkan dengan teori

sistem migrasi dimana perpindahan migran yang disertai juga dengan

perpindahan ide, barang, dan modal, ke suatu negara cenderung akan

menghasilkan aliran balik (counterflows) dalam jangka menengah dan

panjang2.

Sebagai dampak dari Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Negara

Indonesia banyak didatangi oleh orang asing. Pada pertengahan Januari

tahun 2022, Direktorat Jenderal imigrasi Kementerian Hukum dan HAM

mencatat ratusan ribu orang masih keluar masuk ke

Indonesia3. Tingginya jumlah orang asing yang masuk ke wilayah

Indonesia dibarengi pula dengan tingginya jumlah pelanggaran

administrative keimigrasian. Dalam kurun waktu 1 Januari – 30 April

2022, Imigrasi telah menjatuhkan sebanyak 1.033 Tindak Administratif

2
Ibid.
3
Lihat https://nasional.tempo.co/read/1551576/dirjen-imigrasi-catat-124-815-orang-masih-
keluar-masuk-indonesia-di-awal-tahun.

4
Keimigrasian (TAK), baik oleh Unit Pusat (Ditjen Imigrasi) maupun Unit

Pelaksana Teknis (UPT) di seluruh Indonesia 4.

Saat ini Direktorat Jenderal Imigrasi memiliki 126 Kantor Imigrasi di

seluruh Indonesia yang terdiri dari 7 Kantor Imigrasi Kelas I Khusus,

48 Kantor Imigrasi Kelas I, 58 Kantor Imigrasi Kelas II serta 13 Kantor

Imigrasi Kelas II5, dengan jumlah pegawai yang tentu saja tidak mampu

mengcover luasnya wilayah Indonesia dan tingginya arus mobilitas WNA

yang masuk maupun keluar wilayah Indonesia.

Tingginya jumlah orang asing yang memasuki wilayah negara

Indonesia menuntut Pemerintah Indonesia untuk mengadaptasi

kebijakan-kebijakan tertentu agar dampak negatif yang timbul dari arus

migrasi tersebut bisa diminimalisir. Pemerintah Indonesia menyeleksi

orang asing mana saja yang boleh memasuki wilayah negara Indonesia

melalui kebijakan yang selektif (selective policy). Tidak semua orang

asing akan diizinkan masuk ke dalam wilayah negara Indonesia.

Pelaksanaan Selective Policy ini tentu saja tidak dapat dilakukan

senidirian oleh imigrasi, oleh karenanya, dalam hal ini peran penjamin

perseorangan dirasa penting sebagai pemantau dan pengawas orang

4
Dikutip dari https://www.imigrasi.go.id/ pada hari Kamis, 1 Desember 2022 pukul 14.00 wita.
5
Lihat https://www.imigrasi.go.id/id/2022/01/26/menkumham-tetapkan-kenaikan-kelas-empat-
kantor-imigrasi/

5
asing yang dijaminnya, mengingat satu orang penjamin maksimal hanya

bisa menjamin sepuluh orang asing, sehingga wilayah pemantauan

menjadi kecil dan pengawasan dapat secara optimal dilakukan. Selain

itu penjamin perseorangan dapat pula berperan sebagai “mitra” imigrasi.

Dalam undang-undang RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,

peran penjamin perseorangan lebih diatur pada hal-hal yang bersifat

administrative, namun tidak pada hal-hal yang bersifat substantive.

Dari apa yang dikemukakan tersebut di atas, penulis tertarik untuk

lebih mendalamai hal-hal yang sebagaimana dijelaskan sebelumnya,

sehingga mengangkat tulisan dengan judul “Urgensi Penerapan

Selective Policy Oleh Penjamin Perseorangan Orang Asing Di

Indonesia”.

6
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka, maka dapat disusun rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan kebijakan selektif (selective policy) imigrasi

Indonesia terhadap orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia?

2. Bagaimana seharusnya penerapan prinsip-prinsip kebijakan selektif

(selective policy) oleh penjamin perseorangan orang asing yang

masuk ke wilayah Indonesia ?

1.3 Landasan Teori

Agar lebih memahami paradigma permasalahan yang akan diteliti,

diperlukan landasan teori yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai

ilmu yang bermanfaat. Dalam sebuah penelitian, landasan teori

merupakan pondasi yang sangat penting, setiap penelitian haruslah

disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Hal ini disebabkan karena

adanya hubungan timbal balik antara teori dengan kegiatan-kegiatan

pengumpulan bahan hukum, pengelolaan bahan hukum dan analisa

hukum. Pada penelitian ini teori efektifitas hukum menurut Hans

Kelsen dijadikan sebagai pedoman menelaah permasalahan yang

dikemukakan. Menurut Hans Kelsen, Jika Berbicara tentang efektifitas

7
hukum, dibicarakan pula tentang Validitas hukum. Validitas hukum

berarti bahwa normanorma hukum itu mengikat, bahwa orang harus

berbuat sesuai dengan yang diharuskan oleh norma-norma hukum.,

bahwa orang harus mematuhi dan menerapkan norma-norma hukum.

Efektifitas hukum berarti bahwa orang benarbenar berbuat sesuai

dengan norma-norma hukum sebagaimana mereka harus berbuat,

bahwa norma-norma itu benar-benar diterapkan dan dipatuhi 6.

Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung

pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang

diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas adalah

kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program

atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya

tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya. Jadi efektivitas

hokum menurut pengertian di atas mengartikan bahwa indikator

efektivitas dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah

ditentukan sebelumnya merupakan sebuah pengukuran dimana suatu

target telah tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan 7.

6
Sabian Usman, Dasar-Dasar Sosiologi (Yogyakarta:Pustaka Belajar, 2009), h. 12
7
Ibid, hal. 13

8
Terkait dengan efektivitas hukum yang dihubungkan dengan tipe tipe

penyelewengan yang terjadi dalam masyarakat, perlu dicermati bahwa

berlakunya hukum dapat dilihat dari berbagai perspektif, seperti

perspektif filosofis, yuridis normative dan sosiologis. Dalam hal

perspektif filosofis, berlakunya hukum jika sesuai dengan cita – cita

hukum. Perspektif yuridis normatif, berlakunya hukum jika sesuai

dengan kaedah yang lebih tinggi. Wiliam J. Chambliss dalam Soerjono

Soekanto, artikel yang berjudul “Effectiveness of Legal Sanction” di muat

dalam Wisconsun Law Review Nomor 703, tahun 1967 telah membahas

masalah pokok mengenai hukuman. Tujuannya adalah memperlihatkan

sampai sejauh manakah sanksi – sanksi tersebut akan dapat membatasi

terjadinya kejahatan8.

8
Zainal Asikin, 2004 Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada
Jakarta, hal. 135

9
2. PEMBAHASAN

2.1 Penerapan kebijakan selektif (selective policy) imigrasi

Indonesia.

Pada era Pemerintah Hindia Belanda, kebijakan keimigrasian yang

ditetapkan adalah politik pintu terbuka (opendeur politiek). Kebijakan ini


9

membuka pintu seluas-luasnya bagi orang asing untuk masuk dan

tinggal ke dalam wilayah Indonesia, serta menjadi warga Hindia

Belanda. Ketika Indonesia telah memperoleh kemerdekaan, peraturan

keimigrasian Pemerintah Hindia Belanda akhirnya dicabut dan diganti

peraturan baru yang mendukung semangat kemerdekaan Indonesia.

Memasuki era globalisasi pada awal tahun 2000-an, tren migrasi antar

negara yang semakin meningkat juga dirasakan oleh Negara Indonesia.

Jumlah orang asing yang masuk ke Indonesia meningkat secara

signifkan.

Setiap negara di dunia yang berdaulat, pasti menjalankan fungsi

pemeriksaan dan pengawasan kepada setiap warga negara asing yang

hendak memasuki wilayah negaranya demi menegakan kedaulatan

negara. Setiap warga negara asing yang hendak memasuki wilayah

negara lain akan diseleksi dan dipilah. Hanya orang asing yang

9
Politik pintu terbuka merupakan manifestasi kebijaksanaan imperialisme modern,
menggantikan posisi cultuurstelsel yang merupakan manifestasi kebijaksanaan imperialisme
tua.

10
memenuhi syarat-syarat tertentu yang akan diizinkan untuk memasuki

suatu wilayah negara berdasarkan kebijakan imigrasi masing-masing

negara. Kebijakan pemilihan yang dilaksanakan secara selektif terhadap

orang asing dalam bidang keimigrasian merupakan sebuah teori atau

prinsip dasar yang pada dasarnya berlaku secara universal di semua

negara, termasuk di Negara Indonesia.

Dalam asasnya, Prinsip selective policy, yang mana hampir disetiap

negara menganut prinsip yang sama. Berdasarkan prinsip ini, hanya

orang – orang asing yang memberikan manfaat bagi kesejahteraan

rakyat, bangsa serta negara yang dapat diberikan izin untuk masuk

kedalam wilayah suatu negara. Diikuti dengan kesesuaian antara

maksud dan tujuan kegiatan yang seharusnya dan semestinya selama

berada didalam wilayah negara tersebut. Selain itu juga, setiap orang

asing yang masuk kedalam wilayah negara juga harus memiliki rasa

tunduk dan patuh pada peraturan hukum yang berlaku di negara

tersebut. Berdasarkan hal ini juga, tentunya pemberian izin masuk

kepada orang asing diiringi dengan memperhatikan alasan yang tidak

membahayakan keamanan dan ketertiban negara. Bahkan tidak

mengandung sikap dan rasa kebencian atau permusuhan baik terhadap

rakyat, ataupun Negara Kesatuan Republik Indonesia.

11
Kebijakan keimigrasian selektif (selective policy) Indonesia kepada

warga negara asing secara khusus tercantum pada Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Undangundang tersebut menjabarkan bahwa setiap orang asing yang

akan masuk dan memperoleh izin tinggal di Indonesia harus sesuai

dengan maksud dan tujuannya berada di Indonesia dengan tetap

menjunjung tinggi nilainilai dan hak asasi manusia. Lebih lanjut, kebijakan

selektif (selective policy) keimigrasian Indonesia memaparkan bahwa

hanya orang asing yang memberikan manfaat serta tidak membahayakan

keamanan dan ketertiban umum yang akan diperbolehkan masuk dan

berada di Wilayah Negara Indonesia10. Penerapan selektif policy

merupakan salah satu kepentingan nasional negara Indonesia dalam

bidang keimigrasian untuk menjaga kedaulatan negara Indonesia dari

ancaman yang mungkin akan dihadapi dengan masuknya orang asing.

Kepentingan nasional menurut Donald E. Nuechterlein dibagi menjadi 4

poin, yang disebut sebagai kepentingan dasar suatu negara, yaitu 11:

1. Defense Interest: “ The protection in the nation state and citizen from

the threat of physical violence by another country and or protection

from an externality inspired threat to national political system”.


10
Kementerian Hukum dan HAM RI, 2011.
11
Donald E. Nucterlain,”National Interest A new Approach”, Orbis. Vol 23. No.1 ( Spring). 1979,
hal.57

12
Kepentingan pertahanan yaitu perlindungan terhadap negara-bangsa

serta warga negara dari ancaman kekerasan fisik negara laindan atau

hal lain yang mengancam sistem politik nasional.

2. Economic Interest: “ Enchancement of national interest economic well-

being in relation with other countries”. Kepentingan ekonomi yaitu

adanya tambahan nilai ekonomi dalam hubungan dengan negara lain

dimana hubungan perdagangan akan mendapatkan keuntungan.

3. World Order Interest: “ The maintenance of an international politic and

economy system in with us citizen and operate pescefully outside their

own worders”. Kepentingan tata dunia yaitu adanya jaminan

pemeliharaan terhadap sistem politik dan ekonomi internasional

dimana suatu negara dapat merasakan suatu keamanan sehingga

rakyat dan badan usaha dapat beroperasi di luar batas negara dengan

aman.

4. Ideological Interest: “ The protection and furtherance of set values

with the citizen of a nation sate and believe to be universality good”.

Kepentingan ideologi yaitu perlindungan terhadap serangkaian nilai-

nilai yang dapat dipegang masyarakat dari suatu negara berdaulat

Menngacu pada kebijakan selektif (selective policy) imigrasi

Indonesia maka ada dua elemen penting didalamnya yakni pendekatan

13
keamanan (security approach) dan pendekatan kesejahteraan

(prosperity approach) yang diharapkan bisa terpenuhi ataupun tidak

terlanggar dengan masuknya orang asing ke dalam wilayah negara

Indonesia. Dalam pelaksanaannya, keseimbangan antara kedua

pendekatan ini harus tetap diperhatikan, satu pendekatan sama

pentingnya dibanding pendekatan lainnya 12. Kedua pendekatan ini

berjalan seiring untuk menyeleksi setiap warga negara asing yang

hendak masuk ke wilayah negara Indonesia.

Pendekatan keamanan (security approach) dalam kebijakan ini tidak

hanya terkait dengan pendekatan keamanan tradisional yakni keamanan

negara yang berkaitan dengan militerisasi dan konflik sebagai bagian

dari kedaulatan negara, tetapi berkaitan juga dengan

keamanan non-tradisional yakni keamanan manusia ( human security)

dari warga negara Indonesia. Mendefnisikan pendekatan kesejahteraan

(prosperity approach) akan sangat terkait dengan dimensi material

yakni kedatangan orang asing dapat memberikan dampak positif bagi

perekonomian negara Indonesia. Tetapi kesejahteraan disini bermakna

luas, terkait dengan dimensi sosial dan psikologi yakni kemampuan

untuk memberi dan menerima, mendapatkan penghargaan dan rasa

12
Santoso, M.I., Perspektif Imigrasi dalam Migrasi Manusia . Bandung:
Pustaka Reka Cipta, 2012. hal. 143

14
hormat, berkontribusi pada pekerjaan yang bermanfaat, dan untuk

memiliki rasa memiliki dan kepercayaan di masyarakat. Singkatnya,

bagaimana orang asing tersebut berpartisipasi secara bermakna dan

positif dalam kehidupan masyarakat Negara Indonesia.

Kebijakan selektif (Selective policy) keimigrasian Indonesia

diterapkan kepada semua warga negara asing yang memasuki wilayah

negara Indonesia tanpa terkecuali. Penerapan kebijakan ini didasarkan

pada pemikiran bahwa tidak semua orang asing dari negara maju atau

negara yang stabil dalam segi keamanan dapat mendatangkan manfaat

kepada negara Indonesia. Sebaliknya, tidak semua orang asing dari

negara miskin atau rawan jika memasuki wilayah Indonesia akan

mendatangkan kerugian. Penyeleksian warga negara asing sangat vital

untuk mencegah dampak negatif yang timbul dengan masuknya mereka

ke wilayah Negara Indonesia.

15
2.2 Urgensi penerapan prinsip-prinsip kebijakan selektif

(selective policy) oleh penjamin perseorangan.

Jika menilik data statistik perlintasan kedatangan dan keberangkatan

baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing

(WNA) dari wilayah Indonesia ada 124.815 orang yang melakukan

mobilitas. Kedatangan untuk pekan pertama Januari 2022 bagi WNA

mencapai 10.147 orang dengan WNI sebanyak 20.735. Sehingga total

perlintasan kedatangannya mencapai 30.882 orang. Sedangkan

keberangkatan untuk WNA sebanyak 7.425 dan WNI 16.372 orang

dengan total keseluruhan perlintasan keberangkatannya dari Indonesia

sebanyak 23.797 orang. Untuk pekan kedua, kedatangan WNA 10.649

dan WNI 21.977 dengan total 32.626. Keberangkatan WNA 8.532 dan

WNI 20.369 sehingga totalnya 28.901 orang. Untuk data terakhir per 15

Januari 2022, kedatangan warga asing sebanyak 1.305 dan warga

Indonesia 3.103 dengan total 4.408. Sedangkan keberangkatan warga

asing 1.211 dan warga Indonesia 2.990 dengan total perlintasan 4.201

orang.

Tingginya jumlah orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia

dibarengi pula dengan tingginya jumlah pelanggaran administrative

keimigrasian. Dalam kurun waktu 1 Januari – 30 April 2022, Imigrasi

16
telah menjatuhkan sebanyak 1.033 Tindak Administratif Keimigrasian

(TAK), baik oleh Unit Pusat (Ditjen Imigrasi) maupun Unit Pelaksana

Teknis (UPT) di seluruh Indonesia 13. Selama hampir lima bulan tersebut,

terdapat total 41 penolakan yang disebabkan oleh penemuan

keterangan yang tidak benar dari Orang Asing untuk memperoleh visa

Indonesia. Parahnya lagi sekitar bulan Maret 2022, Ditjen imigrasi telah

menahan 26 WNA asal Tiongkok karena diduga merupakan sekelompok

sindikat penipuan internasional pelaku cyber fraud (penipuan siber)

melalui medium pesan Whatsapp dan call center palsu.

Sementara di lain sisi, Imigrasi yang diberikan kewenangan untuk

melakukan Pemeriksaan dan pengawasan orang asing oleh Pemerintah

Indonesia memiliki fungsi pemerintahan negara dalam

memberikan pelayanan keimigrasian, penegakan hukum, keamanan

negara, dan fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat, tidak

cukup kuat menangkal berbagai hal berkaitan dengan pelanggaran

administrative keimigrasian maupun tindakan kejahatan oleh orang

asing yang memasuki wilayah Indonesia. Saat ini Direktorat

Jenderal Imigrasi memiliki 126 Kantor Imigrasi diseluruh Indonesia yang

terdiri dari 7 Kantor Imigrasi Kelas I Khusus, 48 Kantor Imigrasi Kelas I,

13
Dikutip dari https://www.imigrasi.go.id/ pada hari Kamis, 1 Desember 2022 pukul 14.00 wita.

17
58 Kantor Imigrasi Kelas II serta 13 Kantor Imigrasi Kelas II14, dengan

jumlah pegawai yang tentu saja tidak mampu mengcover luasnya

wilayah Indonesia dan tingginya arus mobilitas WNA yang masuk

maupun keluar wilayah Indonesia. Dari data yang dikemukakan di atas

dapat dilihat bahwa dalam jangka waktu yang singkat (dalam hitungan

minggu bahkan bulan) terjadi arus mobilitas WNA keluar masuk wilayah

Indonesia sedemikian intens. Hal ini diperparah lagi dengan tingginya

pelanggaran ataupun kejahatan yang diperbuat orang asing dengan

tidak diimbangi jumlah personel imigrasi dan sarana yang memadai.

Sehingga dapat dikatakan bahawa Imigrasi tidak cukup efektif dalam

penerapan selective policy sebagai penangkal orang asing yang tidak

bonafide memasuki wilayah Indonesia.

Efektivitas memiliki arti berhasil atau tepat guna. Menurut Soerjono

Soekanto (1988) efektif adalah taraf sejauh mana suatu kelompok dapat

mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan efektif jika terdapat

dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum mencapai sasarannya

dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga

menjadi perilaku hukum. Pengertian efektifitas secara umum

menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang

14
Lihat https://www.imigrasi.go.id/id/2022/01/26/menkumham-tetapkan-kenaikan-kelas-empat-
kantor-imigrasi/

18
terlebih dahulu ditentukan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu hal

dapat dikatakan efektif apabila hal tersebut sesuai dengan yang

dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang dimaksud merupakan

pencapaian tujuan dilakukannya tindakan-tindakan untuk mencapai hal

tersebut. Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian

suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha atau

kegiatan dapat dikatakan efektif apabila usaha atau kegiatan tersebut

telah mencapai tujuannya. Apabila tujuan yang dimaksud adalah tujuan

suatu instansi maka proses pencapaian tujuan tersebut merupakan

keberhasilan dalam melaksanakan program atau kegiatan menurut

wewenang, tugas dan fungsi instansi tersebut. Hans Kelsen menjelaskan

tentang suatu efektivitas hukum bahwa orang itu benar-benar berbuat

sesuai dengan norma-norma hukum sebagaimana mereka harus

berbuat, bahwa norma-norma itu benar-benar diterapkan dan

dipatuhi. Maksudnya adalah bahwa hukum itu bisa dikatakan efektif

apabila perbuatan orang-orang itu sesuai dengan norma-norma hukum.

Hal itu menunjukkan tentang efektivitas hukum dengan perbuatan

nyata. Jadi, efektivitas hukum menurut Hans Kelsen bahwa perbuatan

nyata orang-orang sesuai dengan norma-norma hukum. Dalam hal ini,

efektivitas hukum seperti yang dikemukakan oleh Hans Kelsen

19
merupakan perbuatan atau tindakan nyata atau praktek Imigrasi

Indonesia yang diberikan kewenangan untuk melakukan Pemeriksaan

dan pengawasan orang asing oleh Pemerintah Indonesia ( selective

policy) yang memiliki fungsi pemerintahan negara dalam

memberikan pelayanan keimigrasian, penegakan hukum, keamanan

negara, dan fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat

haruslah sesuai dengan norma hukum yang berlaku terutama pada

Undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian.

Efektivitas berlakunya hukum juga di pengaruhi oleh dimensi kaedah

hukum, yaitu berdasarkan penyampaian hukum itu sendiri. Mengenai hal

ini ada beberapa dimensi yang menjadi indikator yaitu :

1. Dimensi pertama yaitu bahwa semakin langsung komunikasi

tersebut, makin tepat pesan yang ingin di sampaikan kepada pihak-

pihak tertentu. Misalnya apabila A memberikan perintah secara

langsung kepada B, maka A dapat memeriksa langsung apakah

pesannya diterima dan di mengerti oleh B atau tidak (pesan tersebut

dapat diulangi dengan segera, apabila B tidak memahaminya). Suatu

siaran radio, misalnya mempunyai beberapa keuntungan, oleh

karena dapat di dengar oleh beribu-ribu pendengar yang bertempat

di wilayah yang sangat luas. Namun pemberi pesan melalui radio

20
tidak dapat mengawasi perilaku atau sikap pendengar-

pendengarnya secara langsung dan pada saat itu juga.

Komunikasi langsung dan berkesinambungan memegang peranan

penting dalam menyampaikan apa yang menjadi amanat undang-

undang. Dalam hal ini penjamin perseorangan memainkan peran

yang sangat krusial. Dalam Undang-undang nomor 6 tahun 2011

tentang keimigrasian maupun Peraturan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia nomor 36 tahun 2021 tentang Penjamin Keimigrasian

maupun Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor: IMI-

0199.Gr.01.01 Tahun 2021 Tentang Pedoman Pendaftaran Penjamin

Keimigrasian telah dijelaskan mengenai pengertian penjamin,

persyaratan menjadi penjamin perseorangan, kewajiban penjamin,

larangan bagi penjamin, prosedur penjaminan dan lain sebagainya.

Namun tidak ada satupun ketentuan tersebut yang mengatur secara

terperinci hubungan komunikasi “khusus” antara penjamin dengan

orang yang dijamin. Komunikasi yang dimaksudkan disini adalah

komunikasi secara langsung, intensif dan berkelanjutan antara

penjamin dengan orang asing yang dijamin. Sehingga penjamin

dapat memastikan bahwa “pesan” undang-undang dapat diterima

orang asing yang dijaminnya serta memahami dan melaksanakannya

21
dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian tidak ada kesan bahwa

hubungan antara keduanya hanya sebatas komunikasi yang bersifat

administrative saja oleh karenanya mengikis rasa saling memiliki,

menghargai, menghormati aspek kepentingan antara penjamin

dengan orang asing yang dijaminnya. Adanya komunikasi langsung

antara penjamin dengan “klien” nya secara tidak langsung dapat

dikatakan merupakan perpanjangan tangan tugas pemantauan dan

pengawasan yang selama ini dilakukan oleh pegawai imigrasi di

wilayah orang asing tersebut tinggal.

2. Dimensi kedua mencakup ruang lingkup dari kaedah hukum tertentu,

semakin luas ruang lingkup suatu kaedah hukum, semakin banyak

warga masyarakat yang terkena kaidah hukum tersebut. Suatu

keputusan yang diambil oleh sekelompok orang dalam suatu ruangan

tertutup, akan dapat mempengaruhi bagian terbesar warga suatu

masyarakat. Hal ini juga perlu diperhitungkan, sehingga pembentuk

hukum harus dapat memproyeksikan sarana – sarana yang di

perlukan, agar kaidah hukum yang dirumuskannya mencapai sarana

dan benar – benar di patuhi.

22
Dengan terbatasnya pegawai Imigrasi dan kurangnya sarana yang

memadai, sedikit tidak dapat mempengaruhi pelaksanaan aturan

terutama aturan mengenai masuknya orang asing ke Indonesia.

Dengan menempatkan penjamin perseorangan sebagai “mata dan

telinga” imigrasi, setidak-tidaknya mampu memantu dan mengawasi

setiap gerak – gerik orang yang dijaminnya. Dengan satu orang

penjamin perseorangan maksimal dapat menjaminkan sepuluh orang

asing, niscaya hal ini dapat berjalan dengan efektif.

3. Dimensi ketiga adalah masalah dan relevansi suatu kaidah hukum

semakin khusus ruang lingkup suatu kaidah hukum, semakin efektif

kaidah hukum tersebut dari sudut komunikasi. Apalagi apabila

kekhususan tersebut di sertai dengan dasar – dasar relevansinya

bagi golongan – golongan tertentu dalam masyarakat. Di dalam

dimensi ini juga dapat dimasukkan kejelasan bahasa, baik yang

tertulis dalam kaidah hukum tertulis maupun bahasa lisan.

Dengan berkomunikasi secara langsung dan intensif dengan orang

asing yang dijaminnya serta ditunjang dengan kapasitas dan

kapabilitas penjamin perseorangan maka semakin besar peluang

“message” apa yang diwajibkan dan dilarang oleh undang – undang

23
terkait dengan keberadaan orang asing di Indonesia dipahami dan

dilaksanakan oleh orang asing tersebut serta semakin kecil pula

peluang orang asing untuk melakukan pelanggaran – pelanggaran

administrasi keimigrasian maupun tindakan kejahatan lainnya

dikarenakan posisi dan kedudukan penjamin perseorangan sebagai

seorang controller.

Kontrol seorang penjamin bersifat melekat dan awas. Melekat sejak

orang asing yang hendak dijaminnya menyatakan niat untuk

memasuki wilayah Indonesia, selama berada di Indonesia hingga

meninggalkan wilayah Indonesia. Awas artinya bahwa penjamin

perseorangan memiliki rasa nasionalis yang tinggi, cita tanah air dan

tidak “menjual” kedaulatan negara dan kepntingan nasional hanya

untuk kepentingan pribadi serta waspada terhadap maksud dan

tujuan orang asing masuk ke Indonesia. Penjamin perseorangan

harus memahami bahwa ia adalah etalase Indonesia di dunia

internasional, sehingga seyogyanya menjunjung tinggi kepentingan

negara di atas segala-galanya.

24
3. KESIMPULAN

1) Tingginya jumlah orang asing yang memasuki wilayah negara

Indonesia menuntut Pemerintah Indonesia untuk mengadaptasi

kebijakan-kebijakan tertentu agar dampak negatif yang timbul dari

arus migrasi tersebut bisa diminimalisir. Kebijakan selektif (selective

policy) merupakan prinsip dasar kebijakan pelaksanaan imigrasi

Indonesia terhadap orang asing yang hendak memasuki wilayah

Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Prinsip

selective policy yakni memilah setiap warga negara asing yang hendak

memasuki wilayah Indonesia, hanya orang asing yang memberikan

manfaat serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum

yang akan diperbolehkan masuk dan berada di wilayah Negara

Indonesia. Tujuan dari penerapan kebijakan ini adalah untuk menjaga

kepentingan nasional Indonesia yakni kedaulatan dan keamanan

Indonesia yang mungkin akan terancam jika orang asing dibiarkan

masuk dengan bebas. Selective policy imigrasi Indonesia didasarkan

pada pendekatan keamanan (security approach) dan pendekatan

kesejahteraan (prosperity approach) yang berjalan secara seimbang.

25
2) Di era globalisasi saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara dengan

tingkat mobilitas imigrasi yang tinggi. Tingginya arus keluar masuk

orang asing dari dan menuju Indonesia berbanding lurus dengan

tingginya tingkat pelanggaran administrasi keimigrasian dan kejahatan

lain yang dilakukan oleh orang asing selama berada di Indonesia.

Situasi ini tdak serta merta dapat diminimalisir oleh imigrasi mengingat

keterbatasan sumber daya sehingga menimbukan keadaan yang tidak

berimbang, selective policy yang dimaksudkan oleh undang-undang

tidak berjalan sepenuhnya. Dalam hal ini peran penjamin

perseorangan dirasa penting sebagai pemantau dan pengawas orang

asing yang dijaminnya, melalui komunikasi langsung, intensif dan

berkelanjutan, penjamin dapat memastikan bahwa “pesan” undang-

undang dapat diterima orang asing yang dijaminnya serta dapat

dipahami dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Penjamin

perseorangan diharuskan memiliki kapasitas dan kapabilitas yang

memadai sehingga dapat diposisikan sebagai “mitra” dan

“perpanjangan tangan“ imigrasi serta mempunyai prinsip menjunjung

kedaulatan negara dan mengutamakan kepentingan nasional di atas

kepentingan pribadi. Dalam undang-undang RI Nomor 6 Tahun 2011

tentang Keimigrasian, peran penjamin perseorangan lebih diatur pada

26
hal-hal yang bersifat administrative, namun tidak pada hal-hal yang

bersifat substantive.

4. REKOMENDASI

Dibutuhkan regulasi khusus untuk memaksimalkan peran penjamin

perseorangan dalam melakukan pemantauan dan pengawasan orang

asing yang dijaminnya, sehingga prinsip-prinsip selective policy dapat

terselenggara secara optimal. Penjamin perseorangan perlu diberikan

peran yang lebih, mengingat posisi dan kedudukan strategisnya sebagai

“penyambung lidah” antara orang asing yang dijaminnya dengan pihak

imigrasi dan disaat yang bersamaan sebagai “perpanjangan tangan” dari

pihak imigrasi dalam memastikan prinsip-prinsip selective policy berjalan

dengan baik. Kehadiran penjamin perseorangan sebagai etalase Indonesia

di dunia internasional, terutama dihadapan orang asing yang dijaminnya,

hendaknya menjadi pertimbangan dikarenakan baik buruknya penerapan

undang-undang keimigrasian bergantung pula pada pola prilaku pelaksana

undang-undang itu sendiri, termasuk di dalamnya sikap dan perilaku

penjamin perseorangan.

27
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Sabian Usman, 2009, Dasar-Dasar Sosiologi, Pustaka Belajar, Yogyakarta.


Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Santoso, M.I., 2012,Perspektif Imigrasi dalam Migrasi Manusia, Pustaka
Reka Cipta, Bandung.

B. JURNAL

Junior Perdana Sande, ”Selective Policy Imigrasi Indonesia terhadap


Orang Asing dari Negara Calling Visa”, Jurnal Indonesian
Perspective, Vol. 5 No. 1 (Januari-Juni 2020)
Donald E. Nucterlain,”National Interest A new Approach ”, Orbis. Vol 23.
No.1, 1979.

C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011


tentang Keimigrasian.
Indonesia, Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Penjamin Keimigrasian.
Indonesia, Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham Nomor:
Imi-0199.Gr.01.01 Tahun 2021 Tentang Pedoman Pendaftaran
Penjamin Keimigrasian.

D. WEBSITE

Arrijal Rachman, Dirjen Imigrasi Catat 124.815 Orang Masih Keluar Masuk
Indonesia di Awal, Tahun Diakses pada
https://nasional.tempo.co/read/1551576/dirjen-imigrasi-catat-124-
815-orang-masih-keluar-masuk-indonesia-di-awal-tahun.
1 Desember 2022

28
Ajeng Rahma Safitri, Imigrasi Tindak 1.033 Pelanggaran Administratif
Keimigrasian Dalam Empat Bulan Terakhir, Diakses pada
https://www.imigrasi.go.id/
1 Desember 2022.

Elyan Nadian Zahara, Menkum HAM Tetapkan Kenaikan Kelas Empat


Kantor Imigrasi, Diakses pada
https://www.imigrasi.go.id/id/2022/01/26/menkumham-tetapkan-
kenaikan-kelas-empat-kantor-imigrasi/ 1 Desember 2022

29

Anda mungkin juga menyukai