Anda di halaman 1dari 27

“Pasal 1 Ayat 3 Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945”

menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”, frasa tersebut


menegaskan bahwa segala hal yang dilakukan berpedoman pada aturan hukum
yang diterapkan. Norma Hukum adalah norma yang berpijak pada hukum positif
yang bersifat memaksa dan mengikat, diberlakukannya hukum dengan paksaan
kepatuhan terhadap masyarakat. Nugroho dan Hartanto berpendapat bahwa
“Norma Hukum bersifat memaksa, tegas serta melarang terdapat sanksi hukuman
yang tegas dapat berupa pidana denda, pidana penjara”. Apabila tindakan tidak
sesuai pada salah satu norma itu maka pemerintah dapat melakukan penindakan
melalui aparat penegak hukum.1

Era globalisasi telah berdampak pada peningkatan arus masuk orang antar
negara semakin tinggi. Fenomena ini sudah menjadi perhatian negara-negara di
dunia termasuk Indonesia. Negara-negara di dunia memiliki kedaulatan untuk
mengatur orang yang akan masuk dan keluar negaranya. Dampak yang timbul
semakin beragam dan masing-masing negara menyikapi dengan hati-hati dan
penuh perhitungan agar kebijakan yang dikeluarkan tidak berdampak negatif
kepada berbagai sektor termasuk perekonomian suatu negara atau hubungan
bilateral yang tidak baik antarnegara, sehingga acuan hubungan antar negara
seoptimal mungkin disesuaikan dengan kondisi sosial politik negara.

Negara Indonesia yang berwilayah dari ujung timur ke barat merupakan


negara yang kaya akan potensi pertanian, kelautan, tambang dan beragam sumber
daya serta potensi daratan dan lautan yang siap untuk dieksplorasi. Potensi ini
memberikan daya tarik bagi warga negara asing untuk melancong maupun bekerja
di Indonesia. Potensi alam Indonesia juga menjadi magnet bagi warga negara
asing untuk berkunjung ke Indonesia. Direktur Kerjasama Keimigrasian
Kementerian Hukum dan HAM merilis data pada periode 16 hingga 31 Desember
2021, Warga Negara Asing yang memasuki wilayah Indonesia mencapai 50.810
orang. Periode 1 hingga 15 Januari 2022, terdapat 39.269 Warga Negara Asing
yang memasuki wilayah Indonesia.2Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih
1

2
menjadi salah satu destinasi menarik Warga Negara Asing, namun demikian
dengan banyaknya warga negara asing yang datang ke Indonesia, tidak sedikit
Warga Negara Asing yang melakukan pelanggaran di Indonesia. 3

Terkait dengan adanya aktivitas lalu lintas Warga Negara Asing ke suatu
Negara tertentu, Desi Setiawati menjelaskan bahwa “Hukum Internasional
menjelaskan memberikan hak dan wewenang kepada semua negara untuk
menjalankan yurisdiksi atas orang dan benda serta perbuatan yang terjadi di
dalam wilayah negara tersebut”. Hal ini juga berarti bahwa setiap negara
berwenang menetapkan kebijkan lalu lintas antar negara baik orang, benda
maupun tindakan yang terjadi di wilayahnya.4

Kantor Imigrasi yang dibentuk di setiap Wilayah di Indonesia dan cabang-


cabangnya daerah pelabuhan terutama daerah-daerah yang menjadi ajang lalu
lintas keluar dan masuknya Warga Negara Asing di Indonesia diharapkan bahwa
warga negara-Warga Negara Asing yang ada di Indonesia tidak melakukan
pelanggaran atau tindak pidana yang dapat merugikan dan atau mengganggu
stabilitas ketentraman dan ketertiban masyarakat di negara Indonesia.

Penjelasan Undang-Undang No. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian


menyebutkan bahwa pengawasan terhadap Warga Negara Asing ”perlu lebih
ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya kejahatan internasional atau tindak
pidana transnasional, seperti perdagangan orang, penyelundupan manusia, dan
tindak pidana narkotika yang banyak dilakukan oleh sindikat kejahatan
internasional yang terorganisasi”. Penjelasan Undang-Undang No. 6 tahun 2011
tentang Keimigrasian juga menyebutkan “Pengawasan terhadap Orang Asing
tidak hanya dilakukan pada saat mereka masuk, tetapi juga selama mereka
berada di Wilayah Indonesia, termasuk kegiatannya. Pengawasan Keimigrasian
mencakup penegakan hukum Keimigrasian, baik yang bersifat administratif
maupun tindak pidana Keimigrasian”.5

5
Warga Negara Asing yang akan masuk dan bertempat tinggal di Indonesia
diatur dalam undang-undang mengenai masuk dan keluar wilayah Indonesia,
dokumen perjalanan Republik Indonesia, visa, tanda masuk, dan izin tinggal,
pengawasan keimigrasian, tindakan administratif keimigrasian, dan penyidikan.
Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
menetapkan bahwa “setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia
wajib memiliki Dokumen Perjalanan yang sah dan masih berlaku”. Sementara
itu, pada ayat (2) Setiap Orang Asing yang masuk Wilayah Indonesia wajib
memiliki Visa yang sah dan masih berlaku,kecuali ditentukan lain berdasarkan
Undang-Undang ini dan perjanjian internasional.Pasal 48 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian menjelaskan bahwa “Setiap
Warga Negara Asing yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki Izin
Tinggal”.6

Abdullah Sjahriful menjelaskan Warga negara asing yang akan memasuki


wilayah Indonesia harus lebih dulu mendapatkan izin masuk. Izin masuk adalah
izin yang diterakan pada visa atau surat perjalanan untuk orang asing yang ingin
memasuki wilayah Indonesia yang diberikan oleh pejabat imigrasi di tempat
pemeriksaan imigrasi. Masa berlakunya izin masuk disesuaikan dengan jenis visa
yang dimilikinya, setelah mendapatkan izin masuk lalu akan mendapatkan izin
tinggal yang juga sesuai dengan jenis visanya.7 Dalam rangka mewujudkan
prinsip kebijakan selektif (selective policy) diperlukan adanya pengawasan
terhadap orang asing. Pengawasan ini tidak hanya pada saat mereka masuk, tetapi
selama mereka berada di wilayah Indonesia termasuk kegiatan-kegiatannya,
sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian.

Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang


sudah sering terjadi di dalam hukum Keimigrasian. Izin tinggal yang diberikan
kepada orang asing untuk berada di wilayah Indonesia sering sekali
disalahgunakan oleh para pemegang izin tersebut sehingga banyak terjadi kasus
6

7
penyalahgunaan izin tinggal. Izin tinggal merupakan izin yang diberikan kepada
orang asing untuk berada di wilayah Indonesia. Izin tinggal merupakan hal yang
sangat penting, karena tanpa adanya izin tinggal setiap orang asing tidak dapat
berada di wilayah Indonesia. Izin tinggal diberikan oleh Pejabat Imigrasi atau
Pejabat Dinas Luar Negeri sesuai dengan visa yang sudah diberikan dan telah
diatur dalam Undang-Undang Keimigrasian.8

Terkait dengan pelanggaran izin tinggal terbagi dalam 3 jenis, yaitu


penyalahgunaan izin tinggal, melebihi batas waktu izin tinggal (overstay), dan
tidak memiliki izin tinggal (illegal stay).9

Contoh kasus yang dialami oleh Kantor Imigrasi Kelas II Pematang


Siantar yaitu penyalahgunaan izin tinggal yang dilakukan oleh Warga Negara
Asing (WNA) dilakukan oleh Warga Negara Malaysia bernama Nur Fadillah
binti Nor Rizan bersama 2 anaknya Aisya Humaira binti Abdullah dan Aqillah
Insyirah Surbakti binti Abdullah. WNA tersebut diantarkan langsung oleh Warga
Negara Indonesia bernama Ivan Ramadhan Syahputra keKantor Imigrasi Khusus
Kelas II TPI Pematang Siantar pada awal tahun 2022. Penyalahgunaan Izin
tinggal yang dilakukan WNA tersebut adalah dengan sengaja menyalahgunakan
atau melebih batas waktu izin tinggal (Overstay) selama 787 hari. Overstay yang
dilakukan oleh WNA tersebut dibantu oleh seorang warga pematang siantar yang
dengan sengaja memberikan tempat tinggal dalam sebuah pemondokan di daerah
Pematang Siantar.

Kegiatan yang dilakukan oleh WNI tersebut melanggar Pasal 124 huruf B
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. “Setiap orang yang
dengan sengaja menyembunyikan atau melindungi atau memberi pemondokan
atau memberikan penghidupan atau memberikan pekerjaan kepada Orang Asing
yang diketahui atau patut diduga”:10

10
a. “Berada di Wilayah Indonesia secara tidak sah dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
b. Izin Tinggalnya habis berlaku dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah).”

Setelah menyerahkan diri, warga negara asing asal Malaysia tersebut


kemudian dideportasi bersama 2 anaknya. WNI yang dengan sengaja memberikan
bantuan berupa tempat tinggal dalam bentuk pemondokan tersebut ternyata tidak
mendapatkan sanksi, baik sanksi administatif maupun sanksi pidana. Hal ini
sangat bertentangan dengan Pasal 124 Huruf B Undang-Undang No.6 tahun 2011
tentang Keimigrasian.

Kasus ini dalam kajian hukum pidana masuk kajian tindak pidana ringan.
Merujuk pada konteks penegakan hukum yang lebih luas, jenis pelanggaran
terkait kasus seperti ini perlu mendapatkan perhatian dari segala pihak karena
berpotensi terjadi di semua daerah di Indonesia dan dapat menimbulkan hal-hal
yang mungkin lebih besar lagi dan bisa berakibat fatal bagi sistem keamanan dan
ketertiban masyarakat.

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan, maka penulis tertarik mengurai


studi kasus ini sebagai bagian dari analisis yang lebih luas terkait dengan sistem
Keimigrasian di Indonesia, dengan kajian topik pada ruang lingkup Imigrasi Kota
Pematang Siantar dengan difokuskan pada pelanggaran izin tinggal yang tidak
sesuai dengan maksud pemberian izin tinggal yang dimiliki oleh orang asing di
Kantor Imigrasi Kelas II TPI Pematang Siantar, maka dari itu penulis mengambil
judul skripsi “Analisis Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana
Keimigrasian Oleh Warga Negara Indonesia (Studi Kasus Overstay Nur
Fadhilah Binti Nor Rizan)”

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang diangkat dalam


penelitian ini adalah :
1. Bagaimana peran penyidik imigrasi dalam penegakan hukum kasus Tindak
pidana keimigrasian oleh Warga Negara Indonesia (Studi Kasus Overstay
Nur Fadhilah binti Nor Rizan) ?

2. Apa kendala yang dihadapi penyidik imigrasi dalam penegakan hukum


kasus Tindak pidana keimigrasian oleh Warga Negara Indonesia (Studi
Kasus Overstay Nur Fadhilah binti Nor Rizan) ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dan kegunaan


penelitian dapat dirinci, sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana peranan penyidik Imigrasi


dalam rangka penegakan hukum kasus Tindak pidana keimigrasian oleh
Warga Negara Indonesia (Studi Kasus Overstay Nur Fadhilah Binti Nor
Rizan).
2. Untuk mengetahui dan menganalisis apa saja kendala yang dihadapi
penyidik imigrasi dalam penegakan hukum kasus Tindak pidana
keimigrasian oleh Warga Negara Indonesia (Studi Kasus Overstay Nur
Fadhilah Binti Nor Rizan).

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk kepentingan teoretis dan


praktis, yakni:

1. Secara teoretis, berguna untuk:


a. pengembangan ilmu hukum materil di bidang keimigrasian terkait
dengan pelanggaran izin tinggal;
b. memberikan masukan pemikiran bagi peneliti selanjutnya terhadap
permasalahan serupa;
c. memberikan informasi kepustakaan tambahan bagi para akademisi
hukum keimigrasian.
2. Secara praktis, berguna sebagai bahan pertimbangan bagi semua praktisi
hukum yang terlibat dan berkepentingan, yaitu:
a. Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi serta masukan bagi
Keimigrasian dalam hal penanganan terhadap pelanggaran Warga Negara
Asing di Indonesia khususnya di Kantor Imigrasi Kelas II TPI Pematang
Siantar;
b. Direktorat Jenderal Imigrasi: sebagai dasar kepastian hukum dalam
membuat kebijakan strategis terkait dengan implementasi hukum
terhadap WNI yang membantu WNA dalam pelanggaran Overstay;
c. Memberikan gambaran peranan Kantor Imigrasi Kelas II TPI Pematang
Siantar terhadap penegakan hukum pelanggaran izin tinggal;
d. Masyarakat: sebagai dasar kepastian hukum dan pengetahuan
hukumterkait Warga Negara Asing demi menjaga keberlangsungan dan
keharmonisan di tatanan masyarakat;
“Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian”
menyebutkan bahwa “Keimigrasian adalah hal ihwal warga negara yang masuk atau
keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya
kedaulatan Negara”. Jika ditinjau dengan pendekatan Gramatical, Kamus Besar Bahasa
Indonesia menjelaskan bahwa hal ihwal adalah suatu keadaan, peristiwa, kejadian,
sedangkan ihwal dapat diartikan sebagai perihal.11

Berdasarkan defenisi Keimigrasian yang diberikian oleh Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang No 6. Tahun 2011 tentang Keimigrasian, terdapat 2 unsur pengaturan yang
sangat penting, yaitu :

1. “Pengaturan tentang segala bentuk lalu lintas warga negara yang masuk, keluar dan
tinggal dari dan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
2. Pengaturan tentang berbagai pengawasan tidak hanya Warga Negara Asing saja,
namun juga warga Negara Indonesia di wilayah Indonesia, guna tegaknya
kedaulatan negara.”

Unsur pengaturan yang pertam adalah pengaturan tentang segala bentuk lalu lintas
warga negara yang masuk, keluar, dan tinggal dari dan dalam wilayah Indoneisa.
Berdasrkan hukum internasional, unsur pertama ini merupakan hak dan wewenang suatu
negara serta bentuk dan wujud dari kedaulatan sebagai negara hukum yang berdasar atas
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dasar Hukum lalu lintas warga negara di Indonesia terdapat dalam Pasal 1 ayat
(12) Undang-Undang No.6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang menyatakan bahwa
“Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah tempat pemeriksaan di pelabuhan laut, bandar
udara, pos lintas batas, atau tempat lain sebagai tempat masuk dan keluar Wilayah
Indonesia.”

Berdasarkan peraturan ini ditetapkan bahwa “setiap orang yang melakukan lalu
lintas antar negara harus diperiksa melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi yang tersebar
disetiap pelabuhan laut, pos lintas batas dan bandar udara”. Peraturan ini juga
menegaskan bahwa setiap orang yang masuk ke wilayah Indonesia tanpa melalui
pemeriksaan tersebut dan ditetapkan sebagai pelanggaran memasuki wilayah Indonesia
secara tidak sah. Tindakan memasuki wilayah Indonesia secara tidak sah dapat

11
dikenakan pidana sesuai dengan pasal 113 Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang
keimigrasian.

Unsur kedua dari pengaturan tentang keimigrasian adalah pengawasan bagi Warga
Negara Asing dan Warga Negara Indonesia. Imam Santoso menjelaskan pengawasan
sebagai segala usaha untuk mengendalikan dan mengawasi proses tugas telah sesuai
dengan rencana atau aturan yang ditentukan atau tidak.12 Pengertian pengawasan bagi
Warga Negara Asing secara spesifik diartikan sebagai “seluruh rangkaian kegiatan yang
ditujukan untuk mengontrol masuk dan keluarnya wilayah Indonesia melalui Tempat
Pemeriksaan Imigrasi serta keberadaan Warga Negara Asing di Indonesia telah atau
tidak sesuai maksud dan tujuan Warga Negara Asing tersebut masuk ke Indonesia
dengan visa yang diberikan sesuai dengan ketentuan Keimigrasian yang berlaku”.

Pengawasan Keimigrasian didasarkan pada Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah


Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pengawasan Keimigrasian adalah
“serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan, mengolah, menyajikan
data dan informasi keimigrasian warga negara Indonesia dan orang asing dalam
rangka memastikan dipatuhinya ketentuan perundang-undangan di bidang
Keimigrasian”.13 Midran Dylan menjelaskan Pengawasan dalam fungsi keimigrasian
sebagai berikut :

“Keseluruhan proses kegiatan untuk mengontrol atau mengawasi apakah proses


pelaksanaan tugas telah sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Pada
awalnya pelaksanaan pengawasan hanya dilakukan terhadap orang asing saja,
akan tetapi mengingat perkembangan dan dinamika masyarakat yang semakin
meningkat hal tersebut dilakukan secara menyeluruh termasuk juga terhadap
Warga Negara Indonesia khususnya dalam hal penyalahgunaan dan pemalsuan
dokumen perjalanan”.14

Dasar Hukum pengawasan yang dilakukan terhadap warga negara asing oleh
Keimigrasian terdapat dalam Pasal 66 – Pasal 74 Undang-Undang No.6 tahun 2011
tentang Keimigrasian. Pengawasan tersebut meliputi masuk dan keluarnya Warga Negara

12

13

14
Asing dan dari wilayah Indonesia, dan keberadaan serta kegiatan dan tindakan Warga
Negara Asing di wilayah Indonesia.15

Dylan dan Suryana menjelaskan pengawasan yang dilakukan oleh Keimigrasian


terhadap Warga Negara Asing diawali pada saat Warga Negara Asing melakukan
permohonan pengajuan Visa kepada perwakilan Republik Indonesia diluar Negeri.
Pengawasan berikutnya dilakukan oleh Pejabat Imgirasi yang dilakukan di Tepat
Pemeriksaan Imigrasi pada saat Warga Negara Asing memasuki wilayan Republik
Indonesia baik melalui jalur perbatasan, jalur laut dan jalur udara. Pejabat Imigrasi
dengan kewenangannya yang otonomdapat menetapkan penolakan atau memberikan izin
tinggal yang sesuai dengan visa yang dimiliki Warga Negara Asing sesuai dengan
maksud dan tujuan Warga Negara Asing tersebut masuk ke Indonesia.Pengawasan
beralih ke Kantor Imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal warga asing
tersebut guna mengawasi lebih lanjut kegiatan yang dilakukan. Dari keseluruhan
prosedur Keimigrasian yang ditetapkan, perlu dipahami bahwa operasionalisasinya
dilaksanakan berdasarkan politik Hukum Keimigrasian yang bersifat selektif. 16

2. Tinjauan tentang Fungsi Penegakan Hukum Keimigrasian

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Imigrasi


mengemban fungsi Keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) yang
berbunyi “Fungsi Keimigrasian yaitu bagian dari urusan pemerintahan negara dalam
memberikan pelayanan Keimigrasian, penegakan hukum, keamanan negara, dan
fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat”.17

Penegakan Hukum dalam praktek pengawasan dalam pelaksanaan tugas keimigrasian,


keseluruhan aturan hukum keimigrasian itu ditegakkan kepada setiap warga negara yang
berada di dalam wilayah negara hukum Negara Republik Indonesia baik itu Warga
Negara Indonesia. Sihar Sihombing menjelaskan upaya penegakan hukum keimigrasian
terhadap warga Negara Indonesia dimaksudkan pada permasalahan :18

a. “Pemalsuan identitas
b. Pertanggungjawaban penjamin Warga Negara Asing
c. Warga Negara Indonesia dengan paspor ganda
15

16

17

18
d. Keterlibatan dalam pelaksanaan pelanggaran aturan Keimigrasian”

Sedangkan penegakan Hukum Keimigrasian kepada Warga Negara Asing ditujukan


pada permasalahan :

a. “Pemalsuan Identitas Warga Negara Asing (WNA)


b. Pendaftaran Warga Negara Asing (POA) dan Pemberian Buku Pengawasan
Warga Negara Asing (BPOA)
c. Penyalahgunaan Izin Tinggal
d. Masuk secara tidak sah (Illegal Entry) atau Tinggal secara tidak sah (Illegal Stay)
e. Pemantauan atau Razia
f. Kerawanan Keimigrasian secara Geografis dalam perlintasan.”

Secara operasional fungsi penegakan hukum yang dilaksanakan oleh imigrasi


Indonesia juga mencakup penolakan pemberian tanda masuk, tanda keluar pada tempat
pemeriksaan imigrasi, pemberian izin tinggal keimigrasian dan tindakan keimigrasian.
Semua itu merupakan bentuk penegakan hukum yang bersifat administratif. Sementara
itu, dalam hal penegakan hukum yang bersifat Pro Justitia yaitu kewenangan penyidikan
tercakup tugas penyidikan dalam mencakup pelanggaran keimigrasian (pemanggilan,
penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penggeledahan, penyitaan), pemberkasaan
perkara, serta pengajuan berkas perkara ke penuntut umum yang nantinya dalam proses
pelaksanaan tersebut imigrasi melakukan koordinasi dengan beberapa instansi terkait
seperti Kepolisian, Pengadilan Negeri, dan Kejaksaan.19

B. Tinjauan Umum Izin Tinggal Warga Negara Asing di Indonesia

1. Tinjauan Tentang Izin Tinggal

Izin tinggal warga negara asing di Indonesia diatur dalam Pasal 48 Undang-
Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pasal 48 menyebutkan :

1. “Setiap Warga Negara Asing yang berada di Wilayah Indonesia wajib memiliki Izin
Tinggal.
2. Izin Tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Izin Tinggal diplomatik;
b. Izin Tinggal dinas;
c. Izin Tinggal kunjungan;
19
d. Izin Tinggal terbatas; dan
e. Izin Tinggal tetap.”

Izin tinggal yang dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) sebagai berikut :

a. Izin Tinggal Diplomatik

Izin tinggal diplomatik diatur dalam Peraturan Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia No.8 tahun 2018 tentang Izin Tinggal Diplomatik dan Izin Dinas. Dalam
Pasal 1 peraturan tersebut menyatakan bahwa “Izin Tinggal Diplomatik adalah izin
yang diberikan oleh Pejabat yang Ditunjuk kepada Orang Asing untuk berada di
Wilayah Indonesia guna melaksanakan tugas yang bersifat diplomatik”.20

Izin tinggal diplomatik diberikan kepada Warga Negara Asing yang memasuki
wilayah Indonesia dengan visa diplomatik. Permohonan dan pengajuan
perpanjangannya diberikan Menteri Luar Negeri. Ajat Sudrajat menjelaskan
persyaratan yang diperlukan untuk visa diplomatik (diplomatik visa), yaitu :21

1) “Memiliki paspor diplomatik yang berlaku,


2) Memiliki referensi dari Pemerintah Negara Asal yang menyatakan bahwa
pemegang paspor tersebut akan berkunjung ke Indonesia untuk tugas
diplomatik.”
Masa berlaku visa diplomatik yaitu 3 (tiga) bulan dari tanggal pemberian untuk visa
satu kali perjalanan atau 6 (enam) bulan dari tanggal pemberian untuk visa beberapa
kali perjalanan (berdasarkan asas timbal balik). Adapun ketentuan khususnya jika
pemegang paspor diplomatik yang akan berkunjung ke Indonesia tidak dalam tugas
resmi(misalnya berlibur), mendapat visa biasa yang bebas dari bea. Tetapi untuk
tinggal paling lama 3 (tiga) bulan.
b. Izin Tinggal Dinas
Izin tinggal dinas diatur dalam Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia
No.8 tahun 2018 tentang Izin Tinggal Diplomatik dan Izin Dinas. Dalam Pasal 1
ayat (2) dijelaskan bahwa “Izin Tingal Dinas adalah izin yang diberikan oleh
Pejabat yang Ditunjuk kepada Orang Asing untuk berada di Wilayah Indonesia
guna melaksanakan tugas resmi yang tidak bersifat diplomatik”.

20

21
Izin Tinggal Dinas diberikan kepada Warga Negara Asing yang masuk
wilayah Indonesia dengan visa dinas, permohonan dan pengajuan perpanjangannya
diberikan oleh Menteri Luar Negeri. Persyaratan yang diperlukan visa dinas, yaitu :
1) “Memiliki paspor dinas (service visa) yang berlaku,
2) Memiliki referensi dari pemerintah asal atau Badan Internasional Organisasi
PBB. Menyatakan bahwa pemegang paspor tersebut akan menjalankan tugas
resmi di Indonesia.”
c. Izin Tinggal Kunjungan
Izin Tinggal Kunjungan diberikan oleh Pejabat Imigrasi di tempat Pemeriksaan
Imigrasi kepada Warga Negara Asing yang dibebaskan keharusan memiliki visa
kunjungan dan Warga Negara Asing pemegang visa kunjungan. Izin kunjungan
diberikan dalam rangka :
1) “Izin Kunjungan Tugas Pemerintahan yang merupakan izin kunjungan untuk
keperluan tugas pemerintahan, kegiatan sosial budaya atau usaha diberikan
jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diberikan tanda
masuk dan dapat diperpanjang paling banyak 5 (lima) kali berturut-turut, untuk
setiap kali perpanjangan selama 30 (tiga puluh) hari.
2) Izin Kunjungan Usaha / Bisnis yang merupakan izin kunjungan untuk keperluan
usaha/bisnis diberikan selama 60 (enam puluh) hari terhitung diberikan tanda
masuk dan tidak dapat diperpanjang. (visa kunjungan beberapa kali
perjalanan).
3) Izin Kunjungan Saat Kedatangan (Visa On Arrival) yang merupakan izin
Kunjungan yang diberikan saat Warga Negara Asing negara subyek Visa On
Arrival sebanyak 65 negara tersebut datang ke Indonesia dengan membeli Visa
sebesar 25 Dolar Amerika dan diberikan lama tinggal selama 30 (tiga puluh)
hari sejak diberikan Tanda Masuk dapat diperpanjang 1 (satu) kali
perpanjangan selama 30 (tiga puluh) hari dilakukan pada Kantor Imigrasi
wilayah Warga Negara Asing berkunjung.
4) Izin Kunjungan Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) merupakan izin
kunjungan yang diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun
1998 terhadap 15 Negara beberapa wilayah Asia Tenggara dan menjalin
hubungan bilateral kepada Indonesia diberikan Bebas Visa Kunjungan Singkat
selama 30 (tiga puluh) hari dan tidak dapat diperpanjang”
d. Izin Tinggal Terbatas
Izin tinggal terbatas diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang No.6 tahun 2011
tentang Keimigrasian. Izin tinggal terbatas diberikan kepada :22
1) “Orang Asing yang masuk Wilayah Indonesia dengan Visa tinggal terbatas;
2) Anak yang pada saat lahir di Wilayah Indonesia ayah dan/atau ibunya
pemegang Izin Tinggal terbatas;
3) Orang Asing yang diberikan alih status dari Izin Tinggal kunjungan;
4) Nakhoda, awak kapal, atau tenaga ahli asing di atas kapal laut, alat apung,
atau instalasi yang beroperasi di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
5) Orang Asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia; atau
6) Anak dari Orang Asing yang kawin secara sah dengan warga negara
Indonesia.”
e. Izin Tinggal Tetap
Dasar Hukum izin tinggal tetap diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang No.6 tahun
2011 tentang Keimigrasian. Izin tinggal tetap diberikan kepada :23
1) “Orang Asing pemegang Izin Tinggal terbatas sebagai rohaniwan, pekerja,
investor, dan lanjut usia;
2) keluarga karena perkawinan campuran;
3) suami, istri, dan/atau anak dari Orang Asing pemegang Izin Tinggal Tetap;
dan
4) Orang Asing eks warga negara Indonesia dan eks subjek anak
berkewarganegaraan ganda Republik Indonesia.”

2. Teori Penjamin Warga Negara Asing

Warga Negara Asing atau orang asing didefenisikan dalam Pasal 1 Angka (9)
Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian yaitu “Orang Asing adalah
orang yang bukan warga negara Indonesia”.24 Status Warga Negara Asing yang tinggal
di Indonesia berdasar pada Pasal 26 ayat (2) UUD 1945 dinyatakan “Penduduk ialah
warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia”.

Pasal 63 Undang-Undang Keimigrasian menjelaskan bahwa “Warga Negara Asing


tertentu yang berada di Wilayah Indonesia wajib memiliki Penjamin yang menjamin
22

23

24
keberadaannya”. Penjelasan Undang-Undang No.6 tahun 2011 menjelaskan bahwa
Warga Negara Asing tertentu yang dimaksud dalam Pasal 63 adalah “Warga Negara
Asing yang memiliki Izin Tinggal terbatas atau Izin Tinggal tetap.”

Penjamin dalam konteks Keimigrasian adalah orang atau Korporasi yang


bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan Warga Negara Asing selama berada di
Wilayah Indonesia.25Dalam Pasal 63 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Keimigrasian
menjelaskan bahwa Penjamin Warga Negara Asing berkewajiban untuk :

a. “bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan Orang Asing yang dijamin
selama tinggal di Wilayah Indonesia serta berkewajiban melaporkan setiap
perubahan status sipil, status Keimigrasian, dan perubahan alamat.
b. membayar biaya yang timbul untuk memulangkan atau mengeluarkan Orang Asing
yang dijaminnya dari Wilayah Indonesia apabila Orang Asing yang bersangkutan:
1) telah habis masa berlaku Izin Tinggalnya; dan/atau b. dikenai Tindakan
Administratif Keimigrasian berupa Deportasi.
2) Ketentuan mengenai penjaminan tidak berlaku bagi Orang Asing yang kawin
secara sah dengan warga negara Indonesia.”
Penjamin Warga Negara Asing dapat dikenakan tindak pidana Keimigrasian
berdasarkan pada Penjelasan Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Penjelasan tersebut berbunyi “memperluas subjek pelaku tindak pidana Keimigrasian,
sehingga mencakup tidak hanya orang perseorangan tetapi juga Korporasi serta
Penjamin masuknya Warga Negara Asing ke Wilayah Indonesia yang melanggar
ketentuan Keimigrasian”

Tindak pidana keimigrasian yang dapat dikenakan kepada Penjamin Warga Negara
Asing dijelaskan dalam Pasal 118 dan Pasal 124 Undang-Undang No.6 tahun 2011
tentang Keimigrasian sebagai berikut :

a. “Setiap Penjamin yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar atau
tidak memenuhi jaminan yang diberikannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63
ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
b. Setiap orang yang dengan sengaja menyembunyikan atau melindungi atau memberi
pemondokan atau memberikan penghidupan atau memberikan pekerjaan kepada
Orang Asing yang diketahui atau patut diduga:
1) Berada di Wilayah Indonesia secara tidak sah dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
2) Izin Tinggalnya habis berlaku dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima
juta rupiah).”
25
Tindak Pidana Keimigrasian merupakan setiap perbuatan yang melanggar peraturan
keimigrasian berupa kejahatan dan pelanggaran yang diancam hukuman pidana. Penegakan
hukum keimigrasian di wilayah Republik Indonesia baik secara preventif maupun represif
ditempuh antara lain dengan melalui tindakan keimigrasian. Tindak pidana keimigrasian pada
dasarnya selain sifatnya sebagai kejahatan internasional dan transnasional serta dilaksanakan
secara terorganisir, juga bersifat sangat merugikan dan membahayakan masyarakat sehingga
perlu ancaman pidana yang berat agar memberikan efek jera bagi orang asing yang
melakukan pelanggaran. Bambang Hartono menjelaskan tindak pidana keimigrasian telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian berikut dengan
sanksi pidana yang dikenakan kepada pelanggar baik Pejabat Imigrasi, WNI maupun WNA.26

Tindak Pidana Keimigrasian secara spesifik diatur dalam Undang-Undang No.6 tahun
2011 tentang Keimigrasian dalam BAB IX tentang Ketentuan Pidana dalam Pasal 113 - Pasal
136. Penulis dalam hal ini akan berfokus pada Tindak Pidana yang dilakukan oleh WNI dan
WNA terkait dengan Keimigrasian.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian diatur mengenai


pelanggaran. Jazim Hamidi dan Charles Christian menjelaskan pelanggaran keimigrasian
diatur dalam Pasal 116 dan 117, karena pembuktiannya mudah, dalam penerapannya dalam
sidang para saksi, ahli, juru bahasa, bukti dan terdakwa dihadirkan secara serentak. Jenis –
jenis pelanggaran dan tindak pidana keimigrasian yang sering dilakukan oleh WNI antara lain
sebagai berikut :27

a. “Masuk dan keluar tanpa melalui tempat pemeriksaan imigrasi;


b. Memberikan pemondokan, perlindungan dan memberikan pekerjaan kepada orang asing
yang berada di Indonesia secara ilegal atau masa izin tinggalnya telah habis berlaku;
c. Bertindak selaku sponsor fiktif
d. Terlibat dalam sindikat perdangan manusia;
e. Memberikan data yang tidak benar dan menggunakan dokumen kependudukan yang
tidak sesuai dengan identitas dirinya saat mengajukan permohonann paspor RI;
f. Memiliki dan menggunakan paspor RI yang tidak berlaku.”

26

27
Jenis - jenis pelanggaran dan tindak pidana keimigrasian yang sering dilakukan oleh
Warga Negara Asing antara lain :28

a. “Melakukan penyalahgunaan izin tinggal yang dimiliki, seperti bekerja dengan


menggunakan visa atau izin kunjungan.
b. Berada di Indonesia dengan menggunakan sponsor fiktif.
c. Tidak melaporkan setiap perubahan status sipil, alamt domisili, pekerjaan, dan
sponsornya ke kantor imigrasi setempat.
d. Masuk ke Indonesia dengan menggunakan visa, paspor palsuMencoba mengajukan
permohonan paspor RI dengan identitas palsu.
e. Terlibat dalam jaringan sindikat perdangan manusia.”

D. Tinjauan Umum Sanksi Tindak Pidana Keimigrasian

Albert Sanusi menjelaskan bahwa penyelesaian kasus tindak pidana keimigrasian oleh
warga negara asing digunakan dengan 2 cara yaitu tindakan administrasi keimigrasian (di luar
peradilan pidana) dan tindakan projustisia (proses peradilan) yang termasuk di dalam sistem
peradilan pidana (Criminal Justice System). Tindakan-tindakan tersebut diuraikan sebagai
berikut :29

1. Tindakan Administratif Keimigrasian


Tindakan administrasi keimigrasian, yang mengacu pada Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Pasal 1 ayat (31) yaitu “sanksi
administrasi yang ditetapkan pejabat imigrasi terhadap orang asing di luar proses
peradilan”. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Pasal 75
ayat (1) Menentukan alasan tindakan administrasi keimigrasian “bahwa apabila
orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya
dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak
menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan”.
Undang-Undang No.6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Pasal 75 Ayat (2)
menentukan tindakan administrasi keimigrasian yang dapat berupa :
a. “Pencantuman dalam daftar pencegahan atau penangkalan;
b. Pembatasan, perubahan atau pembatalan izin tinggal;

28

29
c. Larangan untuk berada di satu atau beberapa tempat tertentu di wilayah
Indonesia;
d. Keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertenti di wilayah
Indonesia;
e. Pengenaan biaya denda Rp 1.000.000.000,- Sesuai dengan PP Nomor 28
Tahun 2019 Tentang Jenis dan Tarif atas Jenis penerimaan Negara bukan
pajak yang berlaku pada kemenkumhan/atau,
f. Deportasi dari wilayah Indonesia.”
2. Tindakan Projustitia
Tindakan Pro justisia yaitu penanganan suatu tindak pidana keimigrasian
melalui proses peradilan, yang termasuk di dalam sistem peradilan pidana. Tindakan
secara pro justisia diberikan kepada orang asing yang melakukan tindak pidana atau
pelanggaran keimigrasian yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2011 Tentang Keimigrasian dalam Pasal 122 Huruf a disebutkan :30
“Setiap orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan
kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian izin yang diberikan
kepadanya; Dipidana dengan pidana penjara paling 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Warga negara asing apabila kedapatan tertangkap tangan melakukan tindak


pidana keimigrasian ataupun yang berkaitan dengan tindak pidana lainnya maka
penyidik dapat secara langsung melakukan tindakan seperti yang diatur dalam KUHP
Pasal 5 ayat (1) huruf b yaitu :
a. “Penangkapan, larangan meninggalkan tempat penggeledahan dan penyitaan;
b. Pemeriksaan dan penyitaan surat;
c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
d. Membawa dan menghadap seorang pada penydik.”

Penyelesaian kasus tindak pidana keimigrasian oleh warga negara indonesia


dilakukan dengan tindakan projustisia (proses peradilan) yang termasuk di dalam sistem
peradilan pidana (Criminal Justice System). Penyelesaian ini tertuang dalam Undang-Undang
No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Penulis akan berfokus pada Tindak Pidana yang
dilakukan oleh WNI yang terdapat dalam Pasal 124 Undang-Undang No.6 tahun 2011
tentang Keimigrasian. Pasal 124 tersebut menegaskan bahwa :31

30

31
“Setiap orang yang dengan sengaja menyembunyikan atau melindungi atau memberi
pemondokan atau memberikan penghidupan atau memberikan pekerjaan kepada Orang
Asing yang diketahui atau patut diduga:
a. berada di Wilayah Indonesia secara tidak sah dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);

b. Izin Tinggalnya habis berlaku dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima
juta rupiah).”

E. Landasan Teori

1. Teori Negara Hukum


Philiphus M. Hadjon menjelaskan istilah negara hukum merupakan terjemahan
dari istilah “rechtsstaat”. Istilah lain yang digunakan dalam alam hukum Indonesia
adalah the rule of law, yang juga digunakan untuk maksud “negara hukum”.32
Notohamidjojo menggunakan kata-kata “...maka timbul juga istilah negara hukum atau
rechtsstaat”.33 Djokosoetono mengatakan bahwa “negara hukum yang demokratis
sesungguhnya istilah ini adalah salah, sebab kalau kita hilangkan democratische
rechtsstaat, yang penting dan primair adalah rechtsstaat.”
Muhammad Yamin menggunakan kata negara hukum sama dengan rechtsstaat
atau government of law, sebagaimana kutipan pendapat berikut ini:34
“polisi atau negara militer, tempat polisi dan prajurit memegang pemerintah dan
keadilan, bukanlah pula negara Republik Indonesia ialah negara hukum
(rechtsstaat, government of law) tempat keadilan yang tertulis berlaku, bukanlah
negara kekuasaan (machtsstaat) tempat tenaga senjata dan kekuatan badan
melakukan sewenang-wenang.”

Meskipun terdapat perbedaan latar belakang paham antara rechtsstaat atau etat de droit
dan the rule of law, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran istilah “negara
hukum” atau dalam istilah Penjelasan UUD 1945 disebut dengan “negara berdasarkan
atas hukum (rechtsstaat)”, tidak terlepas dari pengaruh kedua paham tersebut.
Keberadaan the rule of law adalah mencegah penyalahgunaan kekuasaan diskresi.
Pemerintah juga dilarang menggunakan privilege yang tidak perlu atau bebas dari aturan
hukum biasa. Paham negara hukum , yang mengandung asas legalitas, asas pemisahan

32

33

34
(pembagian) kekuasaan, dan asas kekuasaan kehakiman yang merdeka tersebut,
kesemuanya bertujuan untuk mengendalikan negara atau pemerintah dari kemungkinan
bertindak sewenang-wenang, tirani, atau penyalahgunaan kekuasaan.
Profesor Utrecht membedakan antara Negara hukum formil atau Negara hukum
klasik, dan negara hukum materiel atau Negara hukum modern. Negara hukum formil
menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti
peraturan perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang kedua, yaitu Negara Hukum
Materiel yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian keadilan di dalamnya. Karena
itu, Wolfgang Friedman dalam bukunya “Law in a Changing Society‟ membedakan
antara “rule of law‟ dalam arti formil yaitu dalam arti “organized public power‟, dan
“rule of law‟ dalam arti materiel yaitu “the rule of just law‟.
Pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa dalam konsepsi negara
hukum itu, keadilan tidak serta-merta akan terwujud secara substantif, terutama karena
pengertian orang mengenai hukum itu sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran pengertian
hukum formil dan dapat pula dipengaruhi oleh aliran pikiran hukum materiel. Jika
hukum dipahami secara kaku dan sempit dalam arti peraturan perundang-undangan
semata, niscaya pengertian negara hukum yang dikembangkan juga bersifat sempit dan
terbatas serta belum tentu menjamin keadilan substantive. Karena itu, di samping istilah
“the rule of law‟ oleh Friedman juga dikembangikan istilah “the rule of just law‟ untuk
memastikan bahwa dalam pengertian kita tentang “the rule of law‟ tercakup pengertian
keadilan yang lebih esensiel daripada sekedar memfungsikan peraturan perundang-
undangan dalam arti sempit. Kalaupun istilah yang digunakan tetap “the rule of law‟,
pengertian yang bersifat luas itulah yang diharapkan dicakup dalam istilah “the rule of
law‟ yang digunakan untuk menyebut konsepsi tentang Negara hukum di zaman
sekarang
2. Teori Penegakan Hukum

Barda Nawawi menjelaskan istilah penegakan hukum didefenisikan sebagai segala


usaha untuk merealisasikan fungsi norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman
perilaku dalam hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.35 Moeljatno mendefenisikan penegakan hukum sebagai berikut :

“Penegakan Hukum didefenisikan sebagai penyelenggaraan aturan hukum oleh


aparat penegak hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum

35
sesuai dengan kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang
berlaku. Penegakan hukum pidana secara sempit diartikan sebagai satu kesatuan
proses dimulaidari penyidikan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, peradilan
terdakwa dan diakhiri dengan pelaksaan pemasyarakatan terpidana”.36
Moeljatno menguraikan dasar-dasar dari pengertian istilah hukum pidana dengan
menjelaskan bahwa penegakan hukum adalah bagian dari keseluruhanaturan hukum yang
berlaku disuatu negara. Proses penegakan hukum dilaksanakan dengan unsur-unsur dan
aturan-aturan sebagai berikut :

a. “Menentukan tindakan yang tidak boleh di lakukan pidana tertentu bagi barang
siapa yang melanggar larangan tersebut.
b. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melakukan tindak pidana itu
dapat dikenakan pidana sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang.
c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut”.37

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa penegakan hukum adalah usaha


menyerasikan hubungan kaidah-kaidah yang terjabarkan dalam nilai-nilai dan sikap
tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir. Untuk menciptakan, memelihara
dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.38

Keberhasilan penegakan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor yang


mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi
faktor tersebut. Faktor ini mempunyai hubungan saling berkaitan dengan eratnya, yang
merupakan esensi serta pengukuran dari efektivitas penegakan hukum.

Teori penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa dalam


melakukan upaya penegakan hukum dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor sebagai berikut :

a. Faktor Hukum Positif (Undang-Undang dan peraturan sejenisnya).


Praktek penyelenggaraan penegakan hukum di dalam masyarakatbanyak terdapat
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi
keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian
hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
b. Faktor Aparat Penegak Hukum

36

37

38
Pihak-pihak yang merumuskan maupun menerapkan hukum. Salah satu kunci dari
keberhasilan dalam penegakan hukum adalah sikap mental atau kepribadian dari
aparat penegak hukum. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap institusi
penegakan hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan secara tegas, terasa,
terlihat dan diaktualisasikan.
c. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung Penegakan Hukum.
Sarana dan fasilitas yang mendukung terjadinya penegakan hukum meliputisetiap
orang yang berpendidikan dan ahli, organisasi yang mumpuni, peralatan yang
memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan aparat penegak
hukum tidak mungkin menjalankan peran semestinya.
d. Faktor Masyarakat
Lingkungan di mana peraturan tersebut berlaku dan diterapkan. Masyarakat
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan penegakan hukum,
sebab penegakan hukum berasal dari kehidupan masyarakat dengan tujuan untuk
mencapai keadilan dalam masyarakat. Semakin tinggi kesadaran masyarakat
terhadap hukum maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik.
e. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan sebagai hasil karya, cipta, estetika dan rasa yang didasarkan pada karsa
manusia di dalam pergaulan hidup. Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari
berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus
mencermikan nilai-nilai yang berasal dari hukum adat. Dalam proses penegakan
hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan
kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudah melakukan penegakan hukum
dalam kehidupan masyarakat.39

Kelima faktor diatas dianggap saling berhubungan, oleh karena merupakan esensi
dari penegakkan hukum, juga merupakan dasarpengukuran efektifitas penegakan hukum.
Faktor penegakan hukum menentukan dapat berfungsinya hukum tertulis tersebut dengan
baik atau tidak adalah tergantung dari aturan hukum itu sendiri.

Dalam pelaksanaan penegakan hukum terdapat masalah yang terjadi dalam faktor
penegakan hukum yng sudah dijelaskan, di sini peran masyarakat dalam menegakkan
hukum sangat diperlukan. Partisipasi masyarakat dapat bersifat positif sebagai upaya ikut
serta membantu dan menjaga pelaksanaan aturan hukum.
39
Faktor-faktorefektifitas penegakan hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto
tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Romli Atmasasmita yaitu bahwa
faktor-faktor yang menghambat efektifitas penegakan hukum tidak hanya beradapada
sikap mental aparatur penegak hukum tetapi juga faktor-faktor aparat penegak hukum,
sarana atau fasilitas pendukung penegakan hukum, masyarakat dankebudayaan.

Pengetahuan masyarakat mengenai hukum positif masih tidak merata. Mayoritas


masyarakat acuh terhadap peraturan karena kurangnya pengetahuan. Hal ini kemudian
menjadi tantangan tersendiri aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya. tanpa
peran masyarakat aparat hukum akan sulit untuk menjalankan hukum secara efektif.
Dibutuhkan keseimbangan antara aparat penegak hukum, peraturan, maupun
masyarakatnya. Institusi penegak hukum harus menjalankan tugasnya dengan maksimal
sesuai dengan tupoksi masing-masing yang diamanahkan dalam peraturan perundang-
undangan. Dalam menjalankan tupoksi tersebut harus berdasar pada keadilan dan
profesionalisme, sehingga menjadi panutan masyarakat serta dipercaya oleh semua pihak
termasuk oleh anggota masyarakat.40

Penelitian ini berjenis penelitan Normatif-Empiris. Abdulkadir Muhammad


menjelaskan Penelitian Hukum Normatif-Empiris sebagai suatu penelitian yang
menggunakan studi kasus hukum normatif-empiris berupa produk tindakan hukum. Inti
40
kajiannya adalah implementasi ketentuan hukum positif (Undang-Undang) secara faktual
pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam kehidupan masyarakat guna
mencapai tujuan yang telah ditentukan.41

Penelitan ini bersifat deskriftif analisis. Nurul Zuriah menjelaskan penelitian


deskriptif anallisis sebagai penelitian dengan menghubungkan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian, demikian
juga hukum dalam implementasinya didalam masyarakat yang berkenaan dengan objek
penelitian. Penelitian deskriptif analitis diarahkan untuk memberikan fenomena, gejala,
fakta, atau kejadian secara terstruktur dan akurat.42

Penelitian hukum Normatif-Empiris ini dilakukan dengan melihat adanya kesenjangan


antara aturan hukum yang berlaku dengan peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Data
yang dirilis oleh Dirjen Keimigrasian menunjukkan bahwa terjadiarus masuk Warga Negara
Asing ke Indonesia dalam beberapa tahun ini dengan beragam motif. Hal ini menimbulkan
kekhawatiran terdapatnya Warga Negara Asing yang sudah habis izin tinggal atau overstay
di Indonesia khususnya daerah-daerah dibawah pengawasan Kantor Imigrasi Kelas II TPI
Pematang Siantar. Warga Negara Asing yang overstay biasanya bersembunyi dengan
bantuan Warga Negara Indonesia melalui pemondokan-pemondokan yang disediakan.
Fenomena ini menjadi tugas tersendiri bagi Dirjen Imigrasi khususnya Kantor Imgirasi Kelas
II TPI Pematang Siantar. Oleh karena itu dibutuhkan tindakan

Penegakan Hukum guna mencegah dan mendeteksi Warga Negara Indonesia yang
membantu menyenyembunyikan Warga Negara Asing yang overstay di Indonesia khususnya
pada wilayah yang diawasi oleh Kantor Imigrasi Kelas II TPI Pematang Siantar.

Penelitian ini dilakukan di Kantor Imigrasi Kelas II TPI Pematang Siantar yang
berada di Jalan Raya Medan Km. 11.5 Kecamatan Tapian Dolok, Kabupaten Simalungun,
Sumatera Utara Kode Pos 21154. Penulis melakukan penelitian di Kantor Imigrasi Kelas II
TPI Pematang Siantar dikarenakan berdekatan dengan domisili penulis dan permasalahan
yang diteliti terjadi di kota peneliti sendiri sehingga memudahkan untuk melakukan
penelitian dan mencari informasi serta mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam
penelitian.

41

42
Nurul Zuriah, Metodologi Peneltian Sosial Dan Pendidikan, 4th ed. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012).
Hal.47
Untuk mengumpukan data pada penelitian ini, peneliti menggunakan tiga jenis bahan
hukum, yaitu:

1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui survey lapangan. Data primer
diperoleh secara langsung dari sumber utama seperti perilaku warga masyarakat yang
dilihat melalui penelitian.43 Data primer merupakan data utama yang sangat penting.
2. Data sekunder
Data Sekunder berfungsi sebagai pelengkap atau pendukung data primer. data
sekunder diperoleh dari data yang antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi,
buku-buku, bahkan hasil- hasil penelitian dokumen-dokumen resmi, buku-buku, dan
hasil- hasil penelitian yang berwujud laporan.44

Nasution dan Thomas menjelaskan bahwa untuk mengklasifikasikan data dalam


penelitian, pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara diantaranya wawancara dan
dokumentasi45 , sebagai berikut :

1. Wawancara
Burhan Bungin menjelaskan wawancara sebagai suatu kegiatan pengumpulan
data dengan melakukan komunikasi secara langsung dengan narasumber guna
memperoleh informasi atau mendukung objek penelitian. Dalam wawancara,
peneliti terlebih dahulu telah melakukan persiapan dengan telah membuat
pertanyaan yang akan ditanyakan kepada narsumber secara langsung.46
2. Studi Kepustakaan
Burhan Bungin menjelaskan studi kepustakaan sebagai metode instrumen
pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian dengan tujuan untuk
mendapatkan informasi yang mendukung analisis. 47Studi Kepustakaan dilakukan
dengan melakukan penelusuran terhadap terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier.

Pengolahan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data terlebih dahulu


sebelum diinterpretasikan, artinya data diproses terlebih dahulu. Tiga unsur dalam teknik
pengolahan data, sebagai berikut:
43

44

45

46

47
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting yang sesuai dengan topik penelitian, mencari tema dan
polanya, pada akhirnya memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Dalam mereduksi data akan
dipandu oleh tujuan yang akan dicapai dan telah ditentukan sebelumnya. Reduksi
data juga merupakan suatu proses berfikir kritis yang memerlukan kecerdasan dan
kedalaman wawasan yang tinggi.
2. Data Display (penyajian data).
Data Display adalah susunan informasi yang memunginkan dapat ditariknya
suatu kesimpulan, sehingga memudahan untuk memahami apa yang terjadi. Dalam
penyajian data, data disusun berdasarkan poin-poin yang telah ditentukan
sebelumnya. Seperti hasil wawancara yang disusun berdasarkan identifikasi
masalah secara berurutan.
3. Conclusion Verification (penarik kesimpulan).
Conclution Verificationyaitu suatu kesimpulan yang diverifikasi dengan cara
melihat dan mempertanyakan kembali, dengan meninjau kembali secara sepintas
pada catatan lapangan untuk memperoleh pemahaman yang lebih cepat. Penarik
kesimpulan dilakukan dengan menalaah kembali hasil peneliti yang diperoleh dari
wawancara informan penelitian dengan hasil temuan di lapangan.

Sugiyono menjelaskan bahwa Analisis data sebagai kegiatan mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam
unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri
maupun orang lain.48Seluruh data yang telah di dapatkan dari hasil kegiatan penelitian
lapangan dan kajian kepustakaan kemudian dianalisis dengan cara kualitatif dan disajikan
dengan cara deskriptif. Analisis kualitatif dilaksanakandengan menguraikan seluruh data-
data, menjelaskan, serta menggambarkan berdasarkan permasalahan yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan untuk menemukan jawaban dan menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi.

48
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif Dan R&D, Bandung: CV
Alfabeta, 2nd ed., 2019. Hal.482
Menurut Miles dan Huberman dalam (Sugiyono:2019) menjelaskan analisis data
dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah
selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga
datanya sudah jenuh.49 Miles dan Huberman menawarkan pola umum analisis dengan
mengikuti model interaktif sebagai berikut :

49

Anda mungkin juga menyukai