Anda di halaman 1dari 5

TUGAS HUKUK KEIMIGRASIAN

Nama : Anthony Lianto


NRP : 120120174

1. Analisis Kasus “Malaysia di Perutku, Warga Desa Ini Baru Kenal Rupiah di Tahun 2000”
Dengan Pendekatan Hukum Keimigrasian
Kronologi Kasus
1. Desa Nanga Bayan, Ketungau Hulu, Kabupaten Sintang, merupakan salah satu
kabupaten yang berada di ujung perbatasan antara Kalimatan Barat dengan Malaysia
2. Desa Nanga Bayan, Ketungau Hulu, Kabupaten Sintang berada di lokasi yang susah
dijangkau, terletak 40 KM dari kota terdekat, namun karena belum adanya infrastruktur
yang memadai, waktu tempuh dari Desa Nanga ke Ibu Kota Kabupaten Sintan yaitu
Nangan Seran membutuhkan waktu kurang lebih 2 hari 2 malam
3. Sedangkan jarak dari Desa Naga Bayan ke perbatasan Kerungan Hulu- Serawak adalah
10 KM, oleh sebab itu lebih dekat ke Malaysia daripada ke Ibukota Kabupaten Sintan
4. Selain dari permasalahan jarak dan infrastruktur tersebut, terdapat fakta bahwa hasil
petani dari Nanga Bayan lebih dihargai di Malaysia daripada di Ibukota Kabupaten
Sintang
5. Sehingga warga desa Nanga Bayan yang mayoritas merupakan petani lada dan lada
putih lebih memilih untuk berjalan menuju perbatasan Kerungan Hulu- Serawak
daripada ke Ibukota Kabupaten Sintang walaupun medan menuju ke perbatasan
melewati dataran bukit yang ekstrim
6. Bahwa dalam hal tersebut, karena para warga menjual hasil tani nya ke Malaysia, maka
mereka harus masuk ke Malaysia untuk menjual dagangannya tersebut, masuk dan
keluar wilayah Indonesia dan Malaysia tanpa melewati tempat pemeriksaan imigrasi
yang sah
Analisa
Bahwa dalam kasus tersebut, warga Nanga Bayan, melakukan keluar masuk wilayah
Indonesia-Malaysia bertujuan untuk menjual daganganya demi memenuhi kebutuhan hidup,
tidak hanya menjual dagangannya, namun juga untuk membeli kebutuhan sehari hari di pasar
Malaysia. Hal ini dikarenakan dagangan Lada warga Nanga Bayan lebih dihargai tinggi
daripada di Indonesia, serta kebutuhan seperti pupuk, lebih murah dengan kualitas lebih bagus
di pasar Malaysia.
Akibat dari hal tersebut, adanya pebuatan masuk keluar wilayah Indonesia-Malaysia namun
tidak melalui tempat yang sah, yaitu Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Berdasarkan Undang
Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, menjelaskan dalam pasal 8 dan pasal 9,
bahwa setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia wajib memiliki Dokumen
Perjalanan yang sah dan masih berlaku, serta dalam masuk atau keluarnya dari wilayah
Indonesia tersebut wajib melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat
Pemeriksaan Imigrasi. Tempat pemeriksaan imigrasi sendiri adalah tempat pemeriksaan di
pelabuhan laut, bandar udara, pos lintas batas, atau tempat lain sebagai tempat masuk dan
keluar Wilayah Indonesia.
Aturan normatif dari Undang Undang Kemigrasian tersbeut jelas, bahwa setiap orang yang
keluar dan masuk wilayah indonesia wajib (1) memiliki dokumen perjalanan yang sah, (2) dan
melalui Tempat Pemeriksaan Keimigrasian. Dalam kasus yang terjadi pada warga desa Nanga
Bayan, mereka setiap hari keluar masuk wilayah Indonesia tanpa mengggunakan dokumen
perjalanan yang sah, serta tidak melewati Tempat Pemeriksaan Keimigrasian yang sah, oleh
sebab itu berdasarkan fakta fakta yang terjadi, perbuatan warga desa Nanga Bayan ini
melanggar ketentuan pasal 113 Undang Undang Keimigrasian yaitu
“Setiap orang yang dengan sengaja masuk atau keluar Wilayah Indonesia yang tidak
melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah)”
Selain dari pengenaan sanksi pidana tersebut, bahwa sebagaimana tujuan keimigrasian adalah
juga untuk mengawasi Warga Negara Indonesia yang berada di Malaysia, hal ini diatur dalam
pasal 66 dan pasal 67 Undang Undang Keimigrasian, bahwa pengawasan keimigrasian
terhadap Warga Negara Indonesia dilaksanakan pada saat Warga Negara Indonesia tersebut
berada di luar Wilayah Indonesia dengan pemantauan terhadap setiap warga negara Indonesia
yang memohon Dokumen Perjalanan, keluar atau masuk Wilayah Indonesia, dan yang berada
di luar Wilayah Indonesia. Tujuan dari pengawasan ini tentunya agar Warga Negara Indonesia
yang berada di luar wilayah Indonesia tetap dapat dilindungi oleh Indonesia, apabila dalam
kasus tersebut Warga Nanga Bayan tidak melalui prosedur kemigrasian yang benar, maka
warga negara Indonesia pada saat berdagang di Malaysia itu tidak akan mendapatkan
perlindungan
Kesimpulan
Sehingga dalam kasus tersebut berdasarkan pendekatan dari Keimigrasian secara normatif,
tindakan yang dilakukan oleh warga Nanga Bayan ini mengakibatkan 2 hal
1. Melanggar ketentuan Pasal 113 Undang Undang Keimigrasian dengan ancaman pidana
penjara paling lama 1 Tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100 Juta Rupiah
2. Mengakibatkan warga Nanga Bayan yang sedang berada di Malaysia tersebut menjadi
tidak mendapatkan perlindungan oleh Indonesia

2. Analisa Kasus “Pengungsi Afghanistan di Indonesia: 'Saya tak punya harapan untuk masa
depan, tapi saat berlatih parkur saya merasa rileks' Dengan pendekatan Hukum
Keimigrasian

Kronologi Kasus

1. Habib Hasani dan Ali merupakan pengungsi dari Afghanistan yang saat ini tinggal di
kota Makassar
2. Habib berada di Indonesia pada tahun 2015 seorang diri, dan pada waktu itu tinggal di
Jakarta selama 1 tahun lalu memutuskan untuk pindah ke Makassar.
3. Habib dan Ali merupakan Warga Negara Afghanisthan dari kota Hazara, pada tahun
2013 lebih dari 200 orang etnis Hazara dibunuh oleh ekstremis, hal ini mengakibatkan
sejumlah warga memutuskan untuk mengungsi.
4. Bahwa terdapat 8000 Pengungsi dan pencari suaka dari Afghanistan yang terdaftar di
UNHCR Indonesia pada desember 2020. Namun karena Indonesia Indonesia belum
melakukan penandatangan konvensi UNHCR tersebut, sehinggga melarang para
pengungsi bermukim secara permanen di Indonesia

Analisa

Bahwa dalam kasus tersebut, terdapat seorang pengungsi dari Afghanistan yang pindah ke
Indonesia karena adanya tindakan ekstrimis yang melakukan pembunuhan di negara wilayah
asalnya. Pada dasarnya, dalam dunia Internasional, terdapat konvensi UNHCR tentang status
pengungsi beserta protokolnya pada tahun 1967 .Pengungsi berdasarkan Konvensi UNHCR
adalah sekelompok individu yang menetap diluar negara asalnya atau lokasi menetapnya yang
asli, sehingga terdapat rasa takut akan memperoleh tindakan kekerasan dari pihak lain karena
perbedaaan pendapat politik, anggota kelompok sosial, status sosial, keanggotaan, kebangsaan,
agama, dan ras tertentu.
Indonesia, memiliki tradisi untuk menerima pengungsi, seperti Habib Hasani yang merupakan
salah satu pengungsi, namun statusnya adalah menetap sementara, di Indonesia, pengungsi
memiliki keterbatasan yaitu keterbatasan untuk tidak dapat tinggal secara permanen, serta tidak
dapat memiliki pekerjaan, oleh sebab itu sebagaimana yang disebutkan oleh Habib Hasani,
kehidupannya di Indonesia sangat dibatasi dan tidak mendapatkan hak asasi manusia, seperti
dipenjara. UNHCR salah satunya bertugas untuk membantu pengungsi untuk mencarikan
penempatan permanen ketiga bagi para pengungsi yang dimana negara yang sedang diduduki
tidak memberikan hak untuk tinggal permanen bagi mereka, salah satunya di Indonesia
ini.namun Indonesia belum melakukan ratifikasi atas UNHCR 1951 beserta protokolnya 1967.

Berdasarkan pendekatan Keimigrasian, Undang Undang Keimigrasian tidak mengatur tentang


pengungsi, namun para pengungsi ini masuk ke Indonesia bisa melalui 2 cara yaitu melalui (1)
keimigrasian secara sah dengan visa kunjugan ataupun visa tinggal sementara, (2) masuk ke
Indonesia secara ilegal atau tidak melewati tempat pemeriksaan keimigrasian.

Mereka selaku pengungsi pada umumnya akan tinggal cukup lama di Indonesia mengingat
mereka tidak memiliki tempat tinggal. Bagi pengungsi yang masuk secara legal, Undang
Undang Keimigrasian mengatur bahwa bagi WNA, apabila telah melewati masa visa tersebut
akan mendapatkan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam pasal 83 Undang Undang
Keimigrasian, dan pejabat imigrasi juga dapat mendeportasi WNA tersebut, sedangkan bagi
yang masuk secara ilegal, juga dapat diberikan sanksi administratif untuk masuk dalam rumah
detensi dan pejabat imigrasi berwenang untuk mendeportasi WNA tersebut, namun bagi yang
masuk secara ilegal juga dapat diberikan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam pasal 113
Undang Undang Keimigrasian

“Setiap orang yang dengan sengaja masuk atau keluar Wilayah Indonesia yang tidak
melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah)”
Sehingga bagi pengungsi asing yang masuk tanpa melalui keimigrasian yang sah, dapat
dimasukan ke Rumah Detensi dan juga dapat dikenakan sanksi pidana.
Kesimpulan
Sehingga berdasarkan pendekatan keimigrasian, para pengungsi yang selaku WNA yang masuk
ke indonesia, apabila masuk ke indonesia secara legal, dan melebihi batas waktu tinggal di
indonesia, maka dapat dimasukan ke Rumah Detensi yang nantinya dapat di deportasi oleh
pejabat imigrasi, namun bagi yang masuk secara ilegal, selain dapat dideportasi melalui Rumah
Detensi tersebut, juga dapat dikenakan sanksi pidana dengan pidana Penjara paling lama 1
tahun dan pidana denda Rp. 100 Juta

Anda mungkin juga menyukai